makalah sejarah asia tenggara (vietnam di bawah kolonialisme prancis)

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum diambil alih oleh Prancis, wilayah Indocina terbagi menjadi tiga wilayah kesatuan merdeka, yang terpisah secara politik dan budaya. Vietnam yang terbentang disepanjang daerah pantai timur semenanjung Indocina merupakan sebuah kerajaan yang beribukota di Hue, dan terdiri atas Anam, Cochincina, dan Tongking, kaisar-kaisar dari dinasti Nguyen sekali-sekali membayar upeti dan penghormatan ke Cina, tetapi Cina jarang mencampuri urusan dalam negeri Vietnam. Kampuchea (Kamboja) di Selatan, juga merupakan kerajaan yang merdeka dan penguasanya mengakui kekuasaan Vietnam dan Siam (sekarang Thailand). 1887 Prancis menyatukan semua unit itu dalam satu kekuasaan kolonial. Siam sendiri 1

Upload: hifzi-rezpector

Post on 25-Oct-2015

1.343 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalah tentang Sejarah Asia Tenggara "Vietnam di bawah kolonialisme Prancis"

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum diambil alih oleh Prancis, wilayah Indocina terbagi menjadi tiga

wilayah kesatuan merdeka, yang terpisah secara politik dan budaya. Vietnam yang

terbentang disepanjang daerah pantai timur semenanjung Indocina merupakan sebuah

kerajaan yang beribukota di Hue, dan terdiri atas Anam, Cochincina, dan Tongking,

kaisar-kaisar dari dinasti Nguyen sekali-sekali membayar upeti dan penghormatan ke

Cina, tetapi Cina jarang mencampuri urusan dalam negeri Vietnam. Kampuchea

(Kamboja) di Selatan, juga merupakan kerajaan yang merdeka dan penguasanya

mengakui kekuasaan Vietnam dan Siam (sekarang Thailand). 1887 Prancis

menyatukan semua unit itu dalam satu kekuasaan kolonial. Siam sendiri bertahan

terutama sebagai nagara penyangga antara kekuasaan kolonial Inggris dan Prancis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana awal kedatangan bangsa Perancis di Vietnam.

2. Bagaimana keadaan bangsa Vietnam setelah masuknya Prancis.

1

Page 2: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara.

2. Menjelaskan dan memahami awal kedatangan bangsa Perancis di Vietnam.

3. Menjelaskan dan memahami tentang keadaan bangsa Vietnam pasca

kedatangan Prancis.

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Penulis maupun pembaca dapat menambah wawasan tentang sejarah Vietnam,

khususnya saat kedatangan Prancis ke Vietnam.

2. Penulis maupun pembaca dapat mengambil pelajaran dari sejarah Vietnam.

2

Page 3: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Invasi Prancis Di Vietnam

Pengaruh Prancis di Vietnam pada akhir abad XVIII melalui Pigneau de

Behaine. Uskup Pigneau memberi bantuan militer kepada Pengeran Nguyen Anh dan

membantunya meraih takhta Vietnam pada 1802. Sebagai ucapan terima kasih

Nguyen memberi perlindungan kepada misi-misi Prancis di Vietnam dan memberi

hak-hak istimewa kepada para pedagang Prancis. Selama masa pemerintahannya

sebagai Gia Long (1802-1820) “bintang” Prancis cerah di Vietnam meskipun

pemerintah Prancis di Eropa tidak berada dalam posisi untuk mengambil keuntungan

dari situasi itu kerena adanya revolusi dan perang-perang Napoleon serta perubahan-

perubahan yang mengikutinya. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada

masa-masa selanjutnya ialah kekecewaan dan frustasi Prancis ketika kebijaksanaan

politik Gia Long yang bersifat toleran tidak diteruskan oleh para penggantinya.

Putra Gia Long keempat sekaligus penggantinya, Kaisar Minh Mang,

membenci orang-orang Prancis dan berupaya untuk mengurangi pengaruh mereka.

Selama masa pemerintahannya (1820-1841) hubungan antara Prancis dan Vietnam

terputus, konsul Prancis dikeluarkan dari Hue, dan pengejaran terhadap kaum

misionaris Katolik dimulai, Minh Mang adalah seorang Konfusius yang mengagumi

kebudayaan Cina dan berusaha mengurangi pengaruh Barat di negerinya.

3

Page 4: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

Meskipun ada larangan dari pihak istana terhadap pengikut baru dan

pelaksanaan eksekusi terhadap para misionaris, namun agama Katolik tetap

berkembang. Melajunya inflasi (bach lang=”uang kosong”, seperti petani Vietnam

menyebutnya), bencana alam, garis pantai yang panjang yang tidak dapat diawasi

oleh pihak istana secara efesien, menurunnya tingkat konflik dengan penganut

Buddhisme Vietnam untuk sementara waktu, dan tidak adanya perlawanan dari

golongan bangsawan di provinsi-provinsi baik dalam jumlah maupun secara kualitatif

seperti yang terdapat di Cina. Dinasti Nguyen dan para intelektual membangun

birokrasi konfusius yang berjalan jauh dari kebutuhan-kebutuhan dan kemampuan

masyarakat dan jauh dari keinginan para petani yang mendukungnya. Dinasti nguyen

tidak pernah benar-benar dapat menegakkan pemerintahan yang sah di tingkat desa,

karena banyak pemberontakan-pemberontakan local yang serius baik di wilayah utara

maupun selatan serta kekacauan berkembang lebih buruk dalam kurun waktu 1840-an

dan 1850-an.

Menjelang akhir masa pemerintahannya Minh-Mang ingin mengubah

kebijaksanaannya menghadapi kaum misionaris Katolik. Kemudian ia mengirim

utusan ke Prancis untuk membicarakan tentang cara-cara pengawasan terhadap kaum

misionaris Katolik, tetapi utusannya tersebut tidak diterima oleh pemerintah Prancis.

Minh-Mang meninggal sebelum ia sempat mengubah kebijakan politiknya. Minh-

Mang kemudian digantikan oleh Thieu-Tri (1841-1847) yang memberlakukan

kebijakan lebih ketat lagi terhadap kaum misionaris Katolik.

4

Page 5: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

Pada tahun 1843 dan tahun-tahun selanjutnya Prancis mengirim kapal-kapal

perangnya ke Teluk Tourane untuk menuntut pembebasan para kaum misionaris,

tetapi Thieu-Tri tidak menghiraukannya. Kemudian 1847 terjadilah insiden, yaitu

Prancis berhasil menenggelamkan beberapa kapal Vietnam di pelabuhan. Kejadian itu

merupakan awal kekerasan yang lebih sistematis dari kedua belah pihak.

Kemudian Thieu-Tri digantikan oleh Tu-Duc (1848-1883), melakukan

kebijakan yang lebih keras lagi, bahkan ia membubarkan komunitas Katolik pribumi

dan menghancurkan desa-desa mereka. Antara 1848-1860 diperkirakan 25 pendeta

Eropa, 3000 orang pendeta pribumi, dan 30.000 penganut Katolik dibantai di

Vietnam. Inilah yang menyebabkan Prancis bersikap lebih keras di Vietnam sampai

pada tahun 1858 intervensi Prancis pun mulai permanen.

Ketika Tu-Duc mengizinkan dilaksanakannya eksekusi terhadap uskup

Spanyol dari Tongking, Mgr. Diaz, maka Prancis segera memberikan reaksinya

dengan menuntut kebebasan beragama bagi orang Katolik Vietnam, kemudian

mendirikan perwakilan dagang di Hue, dan mengangkat seorang konsul Prancis.

Ketika tuntutan tersebut ditolak, sebuah tentara gabungan Prancis-Spanyol bergerak

menuju Tourane yang dipimpin oleh Laksamana Genoully. Walaupun mereka

berhasil menduduki benteng Da Nang, tetapi banyak tentara yang tekena wabah

penyakit.

Setelah meninggalkan kekuatan kecil di benteng Da Nang, pada Januari 1859

Laksamana Geneoully bergerak ke hilir delta Sungai Mekong dan menduduki

kompleks pertahanan di Gia Dinh (sekarang: Saigon) pada 17 Februari 1859. Bulan

5

Page 6: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

April laksamana Genoully kembali ke Da Nang walaupun sedang terjadi wabah

penyakit seperti kolera, tipus, dan kelesuan karena hawa panas.

Pihak Vietnam juga tetap melakukan perlawanan, akhirnya pada 1862 tercapai

sebuah perjanjian Saigon. Perjanjian ini mensahkan penakhlukan Saigon oleh Prancis,

hal ini membuahkan koloni Prancis yang dikenal sebagai “Cochincina”. Adapun isi

perjanjian tersebut antara lain; umat katolik diizinkan beribadah secara bebas di

seluruh wilayah Vietnam, dibukanya tiga buah pelabuhan untuk perdagangan Prancis

dan untuk tempat tinggal, dan suatu jumlah kerugian perang yang dijanjikan oleh

Kaisar. Pada waktu yang bersamaan ketiga provinsi bagiat timur Cochincina yaitu

Bien Hoa, Gia Dinh, dan My Tho diserahkan kapada Prancis. Kemudian pada 1867

Prancis berhasil menduduki wilayah Cochincina bagian Barat. Hal tersebut

menyempurnakan kekuasaan Prancis di Cochincina.

B. Motivasi Prancis dalam Menguasai Vietnam

Sebanarnya ada fakta menarik dari motivasi Prancis dalam menguasai

Vietnam. Tujuan Prancis saat itu membuat koloni Cochincina bukan ingin

melindungi kaum misionaris mereka, tetapi tujuan yang lebih besar adalah menyaingi

wilayah dari kekuasaan Inggris, karena Prancis sangat terbebani oleh tindakan Inggris

yang terus memperluas daerah jajahan di Asia. Fakta tersebut didapat dari pengakuan

seorang kapten tentara Prancis saat berlangsungnya aneksasi provinsi-provinsi bagian

timur.

6

Page 7: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

Intervensi Prancis di Vietnam awalnya sama saja dengan eksploitasi militer

yang bersifat oportunistis dari perlawanan Vietnam terhadap penyebaran agama

Katolik, karena pranata-pranata Vietnam bukanlah dari konsep Barat modern

mengenai pemisahan Negara sebagai pernyataan politik dari ideologi Konfusianisme

yang elite. Apabila agama Katolik mau menerobos di antara kaum elite, maka jelas ia

akan mengubah sifat ideologi kaum elite.

Sistem politik Vietnam tradisional tidaklah terorganisasi dengan baik untuk

mengizinkan persaingan dan pernyataan damai yang tidak menentu dari sudut

pandang yang berbeda dan berlawanan, terutama apabila sudut pandang yang

demikian itu dinyatakan.

Ketika keluarga kekaisaran Vietnam tumbuh lebih besar dalam abad XIX,

maka keluarga itu mulai kehilangan kohesinya dan menimbulkan golongan-golongan.

Proses itu dipercepat dibawah Tu-Duc. Kalau pendahulu-pendahulunya harus

menghadapi pemberontakan-pemberontakan hanya di provinsi-provinsi, maka Tu-

Duc juga senantiasa berjaga-jaga terhadap kudeta dikalangan istana dan rumah

tetangganya sendiri, suatu ciri baru di dalam sejarah dinasti Nguyen. Usaha pertama

untuk menggulingkannya terjadi dalam 1851-1853 oleh saudara tirinya, Pangeran

Hong Bao, yang berharap mengantikan Tieu-Tri pada 1847. Merencanakan untuk

merebut takhta dari jalan kekerasan, Hong Bao membentuk sebuah kelompok yang

terdiri atas pendukung-pendukungnya di Hue, yang bersatu dengan sumpah darah

yang menarik kesetiaan dan bantuan setiap orang katolik pribumi di daerah itu.

Rupanya Hong Bao menjanjikan kebebasan dan bahkan hak-hak istimewa bagi

7

Page 8: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

orang-orang katolik pribumi apabila ia berhasil menggusur Tu-Duc. Akan tetapi,

akhirnya, ia ditawan dan dipenjarakan seumur hidup pada 1853.

Dalam 1864-1865 takhta Tu-Duc digoncankan oleh usaha kudeta yang lain,

kali ini lebih bernadakan anti-Katolik. Setelah penandatanganan perjanjian 1862,

yang melepaskan ketiga provinsi di selatan kepada pihak Prancis, kaum elite

Konfusianisme membalikkan kemarahan mereka kepada semua penganut Katolik

pribumi dan Tu-Duc pribadi. Para ilmuan di tempat-tempat berlangsungnya ujian

daerah di Thua Thien, Nghe An, Hanoi, dan Dam Dinh berdemonstrasi menentang

perjanjian yang harus tentara. Kaum elite Vietnam takut terhadap “penghianat” dalam

golongannya sendiri; sebuah pengumuman dari awal 1850 an memberi waktu sebulan

bagi pegawai-pegawai istana yang beragama Katolik secara rahasia untuk menahan

diri; bagi para pegawai provinsi diberi waktu enam bulan. Oleh karena perjanjian

1862 memberi hak kepada orang-orang Prancis untuk menyebarkan agama Katolik di

Vietnam, maka perjanjian itu menimbulkan perang agama antar orang-orang Vietnam

yang Katolik dan mereka yang non-Katolik.

C. Keberadaan Agama Kristen di Vietnam

Pada 1864 seorang pangeran bernama Hong Tap membentuk sebuah

kelompok yang bertujuan untuk merekrut sebuah pasukan liar untuk membunuh

orang Katolik dan orang birokrat tertentu. Dalam keanggotaan kelompok itu

termasuk seorang suami ratu, cucu Minh-Mang, hakim distrik, dan sekitar 25 orang

8

Page 9: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

lainnya, yang beberapa diantaranya adalah para putra pejabat tinggi provinsi. Akan

tetapi, komplotan kelompok untuk merebut benteng Hue menemui kegagalan.

Ada segi yang lebih positif dari persebaran agama Katolik diantara misionaris

pegawai Tu-Duc yang keras kepala. Sementara beberapa orang pegawai yang

beragama Katolik yang secara tidak terang-terangan di Hue, yang dijauhkan dari

kaisar dan tidak berdaya untuk menyatakan ketidaksepakatannya acara resmi dalam

budaya politik tradisional yang monistis, bersedia untuk berpartisipasi dalam

persekongkolan seperti konspirasi Hong Bao, maka beberapa ilmuan pribumi Katolik

memadukan agama Katolik mereka dengan loyalitas terhadap Tu-Duc. Dimulai

dengan berfungsi sebagai penengah yang konstuktif antara peradaban Barat dan

istana Vietnam, loyalis Katolik yang demikian itu memperoleh jauh lebih banyak

perubahan dan status quo dari pada kaum birokrat pada umumnya. Hal itu disebabkan

karena satu hal, yaitu mereka tahu lebih banyak mengenai dunia Barat. Lagi pula,

karena menjadi Katolik mereka tidak dapat meningggalkan kekuasaan mereka sendiri

didalam birokrasi dengan mengorbankan kaum konservatif yang menganut

Konfusianisme tanpa ada perubahan didalam sitem itu. Akan tetapi, mereka itu

bukanlah pro Prancis, dan mereka berusaha untuk mempertahankan monarki.

Kelompok kecil menengah Katolik yang loyal dikalangan kaum elite tidak mungkin

keberadaannya dibawah Minh-Mang. Kekacauan dari 1860-an memberi kesempatan

kepada mereka.

Anggota mereka yang terkenal adalah Nguyen Troung To (1827-1871), To

memperoleh pendidikan tradisional dan dapat menulis huruf Cina klasik dengan

9

Page 10: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

bagus. Pada usia mudanya ia berkenalan dengan seorang pendeta misi Prancis,

Gauthier, yang mengajarinya bahasa Prancis dan membawanya kembali ke Italia dan

Prancis pada 1850-an. Di Eropa To mengunjungi pabrik-pabrik dan diterima dalam

audiensi dengan Paus Pius IX, yang menghadiahinya 100 buah buku Barat. Setibanya

kembali di Vietnam, sebagai seorang pegawai provinsi Antara 1863 dan 1871, To

mengirim sederetan memorandum kepada Tu-Duc yang didalamnya diusulkan, yang

memang berpengaruh, supaya kaisar memimpin suatu revolusi yang institusional di

Vietnam. Revolusi yang diusulkan To akan memperkuat monarki, tetapi akan

mengubah birokrasi.

Diantara hal-hal yang lain To menganjurkan supaya istana mengurangi jumlah

provinsi, prefektur, dan distrik di Vietnam untuk mengurangi jumlah pegawai yang

tinggal kemudian dapat dinaikkan sebagai alat penangkal terhadap suap dan korupsi.

Selanjutnya To percaya bahwa kekuasaan administrasi dan hukum didalam birokrasi

harus dipisahkan secara eksplisit sesuai dengan “pemisahan kekuasaan” dari doktrin

teori demokrasi barat. To ingin menciptakan sekolah-sekolah militer yang dipimpin

oleh spesialis asing, yang akan menghasilkan sebuah angkatan perang Vietnam

modern sebagai alat pendukung program reorganisasi internnya To meminta suatu

sistem perpajakan yang lebih adil berdasarkan sensus penduduk yang baru dan survei

tanah, meningkatkan pajak dan dia juga mengharapkan supaya koperasi rapat

diorganisasi untuk memperluas perdagangan Vietnam.

Sebagai tambahan harapan untuk membongkar birokrasi konfusianisme yang

tidak mempunyai spesialisasi, To berusaha mengubah stratifikasi sosial yang

10

Page 11: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

menghasilkannya, mengakhiri dikotomi tradisional antara penguasa yang melek huruf

dan rakyat yang buta huruf. Dia menghendaki penggunaan huruf Cina dihapuskan

dan diganti dengan huruf latin, sehingga para petani dapat diajarkan membaca dengan

cepat. Jika tujuan jabatan bagi pegawai sipil masih hidup, To akan menekankan

bahwa kelangsungan hidup sistem itu harus memenuhi persyaratan pengetahuan yang

diujikan.

Ide revolusi institusional yang diciptakan oleh orang Katolik yang percaya

akan kelangsungan hidup masyarakatnya, melampaui kapasitas istana Tu-Duc untuk

mewujudkannya. Serangannya terhadap orang yang mempunyai kepentingan tetap

(vested interest) adalah total, para ilmuan konfusianisme, para birokrat, tuan tanah,

dan pedagang asing yang menjadi korban dan dipungut pajak yang lebih berat. Ketika

To meninggal pada 1871 Vietnam mengarah kapada kehancuran yang tidak dapat

dicegah. Akan tetapi, yang terpenting ialah bahwa sejak awal 1860-an sisis luar kaum

elite Vietnam telah banyak dari rekomendasinya yang lebih ambisius daripada

kebijakan modern yang akan dihasilkan oleh para kolonialis Prancis Antara 1880-an

dan 1954. Rezim kolonial Prancis sudah kadaluarsa sebelum diciptakan.

Sejumlah perubahan kecil telah dilakukan di istana Tu-Duc dalam 1860-an.

Misalnya pada 1864, istana melancarkan sebuah program pelajaran bahasa Prancis

dengan mengundang seorang Katolik pribumi, Nguyen Hoang, supaya datang ke Hue

untuk mengajar dan menerjemahkan buku-buku Barat. Akan tetapi, tekanan Prancis

sangat bertubi pada satu sisi yang tidak memungkinkan birokrasi Vietnam menyerah

tanpa menyetujui akan kepunahannya sendiri. hak Prancis untuk mengubah Vietnam

11

Page 12: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

kedalam masyarakat yang dibeda-bedakan secara ideologis, sehingga agama Katolik

dapat bersaing dengan birokrasinya secara ideologis dan institusional. Karena tradisi

Vietnam tidak menghasilkan kerangka politik yang dapat menerima dan

mendamaikan konflik yang akan terjadi sinkritisme dari tiga agama tradisional yaitu

Buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme, telah memperkecil kebutuhan untuk

memikirkan cara gaya Eropa dalam mengatur koeksistensi agama yang berbeda.

Banyak orang Vietnam menafsirkan apa yang oleh orang Prancis sebagai “kebebasan

beragama” sebagai awal kelumpuhan politik, etika dan social.

Kejadian penting pada 1859 mengakibatkan kekacauan total istana Nguyen.

Sebagian hal itu disebabkan karena masalah kepribadian raja. Raja Tu-duc tidak

memiliki penasehat tingkat tinggi yang berani menghadapi partai ortodoks di istana;

dia didukung ibunya yang ultrakonservatif yang menguasainya. Ditambah lagi Tu-

duc ditimpa penyakit fisik, dan ini sering menyebabkan ia beranggapan bahwa ada

hubungan antara kekurangan perorangan dan kemalangan warisan leluhurnya.

Dari jauh Tu-duc berupaya untuk memerintah unit-unit dan para komandan

secara terus-menerus, bukan karena ia membanggakan dirinya sebagai seorang ahli

strategiamatir melainkan karena menurut teori dan adat itulah cara sebuah dinasti

dapat mempertahankan takhtanya. Sebagai kemungkinan lain, jika perintah militer

didesentralisasikan dan senjata dibagi-bagikan kepada rakyat pedesaan, mungkin

mereka lambat laun dapat mengusik kesatuan tentara Prancis untuk menarik diri.

Akan tetapi, apabila monarki meninggalkan Hue yang sangat mudah untuk diserang

dari laut, dan memindahkan ibukota ketempat lain yang lebih aman, dia akan

12

Page 13: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

mengikuti prosedur historis yang sah dan akan dapat memformulasikan suatu

peperangan lama. Akan tetapi dia juga akan menghadapi pokok persoalan yang jauh

lebih banyak terhadap kebutuhan dan permintaan dari pihak rakyat dalam jumlah

yang besar. Akhirnya jika para peninjau dan para utusan dikirim keluar negeri untuk

memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai ancaman dari pihak asing,

memungkinkan mereka akan memberi pengetahuan yang kritis terhadap kepekaan

politik Prancis dan menasihati istana untuk mengadakan perubahan yang perlu. Akan

tetapi ada kemungkinan juga bahwa mereka akan membawa kembali doktrin yang

menafik yang dapat merusak dasar sistem politik Vietnam. Apabila orang terpelajar

melawat keluar negeri atas kehendaknya sendiri dan kembali dengan membawa

saran-saran yang luas, maka mereka itu diperlakukan dengan kecurigaan dan

permusuhan.

Dinasti Nguyen cukup kuat untuk mengendalikan perpecahan didalam negeri

dan memelihara kekuasaannya sendiri-sendiri, tetapi cukup tatapi cukup gelisah

terhadap pendukung-pendukungnya yang tidak bersedia mengambil langkah

pertahanan yang sesuai. Dalam keadaan kritis itu para Mandarin yang selalu dibina

dan diistimewakan oleh raja-raja Nguyen, mungkin diharapkan untuk memberikan

inisiatif. Akan tetapi merekapun bimbang.

Dengan berakhirnya permusuhan-permusuhan di Cina pada 1860, Prancis

dapat menggerakkan tambahan kekuatan angkatan laut dan darat secara besar-besaran

ke Gia Dinh. Kunci peperangan terjadi pada akhir Februari 1861 di Ky-Hoa

(sekarang Chi-Hoa), sebuah kompleks pertahanan yang dibangun dengan sangat

13

Page 14: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

seksama oleh jendral Nguyen Tri Phuong tepat diluar kota. Angkatan perang Vietnam

yang agak besar (22.000) tampaknya mempertahankan posisi mereka dengan bandel;

akan tetapi pasukan meriamnya jauh lebih lemah dibandingkan dengan Prancis, dan

akhirnya tentara Vietnam mundur kearah utara ke Bien-Hoa.

Sesudah perang Ky-Hoa ada kemungkinan untuk degenerasi petahanan

Vietnam yang bersifat progresif, terorganisasi secara resmi dan timbulnya perlawanan

regional secara umum didaerah delta sungai Mekong, kebanyakan dipimpin oleh

golongan intelektual lokal yang menolak mengikuti usaha Hue yang menempuh jalan

hati-hati dalam mencari perdamaian yang bersifat kompromis dengan orang barbar.

Laksamana Charner dan Bonard, komandan ekspedisi Prancis yang kemudian

mengikuti strategi yang sama dengan yang diterapkan terhadap Peking, yaitu mereka

memaksakan konsesi-konsesi dari pihak istana, mengikatnya dengan perjanjian dan

kemudian melanjutkannya dengan melindungi dinasti Nguyen dari kemurkaan umum,

mendukungnya sebagai penguasa lokal untuk memelihara status quo yang baru. Ini

merupakan yang pertama dalam rentetan usaha Prancis yang panjang, baik untuk

menakut-nakuti maupun untuk menopang dinasti Nguyen yang berakhir sesudah

1885 dengan sikap tunduk terhadap semua masalah esensial dari pihak orang Vietnam

yang memilih tetap tinggal di Hue. Ini merupakan persekutuan yang keterlaluan yang

akan memelihara banyak aspek kekolotan istana Vietnam pada abad XX.

Sementara itu, sebagian besar penduduk delta sungai Mekong menangani

sendiri masalah yang timbul terjadilah penyerangan terhadap kapal-kapal sungai

milik Prancis, peniadaan bahan pangan ke basis-basis Prancis, pembunuhan terhadap

14

Page 15: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

para kolaborator dan pengiriman pesan yang bersifat terus terang kepada wakil istana

untuk mengadakan perlawanan terhadap musuh. Merupakan suatu kader dilema

istana kaitan antara kekuatan militer Prancis yang superior dan meningkatnya para

patriot yang berani dan tegas, antara usaha menciptakan perdamaian dan mendorong

perlawanan yang pada akhirnya tidak ada yang dilakukan secara efektif. Perlawanan

yang tidak teratur cukup mantap pada akhir 1862 dan awal 1863 untuk memeksa unit-

unit prancis untuk mengundurkan diri dari tempat-tempat yang terpencil dan

memusatkan diri secara defensif sementara menunggu bala bantuan.

Pada waktu itu Napoleon III tampaknya mempertimbangkan untuk membuat

beberapa konsesi kepada Hue, tetapi partai kolonial yang sedang tumbuh di Paris dan

khususnya tokoh-tokoh angkatan laut dan para pendeta di Vietnam dapat

membuktikan dengan berdasarkan beberapa kenyataan bahwa Hue telah kehilangan

kekuasaannya di daerah selatan. Para mandarin telah “lenyap”; para “bandit”

berkeliaran semuanya. Oleh karena itu, “kebutuhan” akan pemerintahan langsung

Prancis di daerah delta Sungai Mekong berkembang sebagai akibat perlawanan lokal

yang mengabaikan keinginan-keinginan diplomatis pemerintah Napoleon III di Paris.

Salah seorang pemimpin perlawanan di daerah selatan yang merupakan tokoh yang

paling penting dari tipenya sebelum 1920-an dan 1930-an ialah Truong Dinh (juga

dikenal Troung Cong Din) yang dlahirkan di Vietnam Tengah pada 1820, anak

seorang mandarin militer.

15

Page 16: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

D. Dampak Serangan Prancis

Dampak serangan Prancis pada 1867 terhadap istana, golongan intelektual,

dan rakyat biasa sangatlah penting. Dalam arti sempit, politik perdamaian Tu-Duc

menjadi berantakan. Adapun apa yang paling penting dari 1867 adalah bersifat

psikologis. Di antara para Partisan di daerah selatan, peristiwa itu mula-mula berarti

musnahnya tonggak-tonggak utama kebebasn bergerak di sungai-sungai. Hal itu juga

berarti musnahnya harapan, patahnya semangat juang yang mengakibatkan timbulnya

disintegrasi dalam gerakan dan kambuhnya kembali sebagian besar rakyat daerah

delta ke dalam sikap pasrah tanpa kekerasan.

Sebagian besar golongan intelektual yang tidak ikut terbunuh kini memilih

untuk meninggalkan daerah delta untuk selama-lamanya. Bagi tokoh-tokoh

terkemuka desa dan kepala daerah hal itu adalah saatnya untuk mulai, di bawah

dominasi kolonial Prancis, berpikir tentang penyelamatan sesuatu bagi mereka sendiri

dan keluarga mereka. Sampai 1867 hanya sedikit rakyat terpelajar yang bekerja sama

dengan pihak Perancis. Sesudah 1867 alasan-alasan yang lebih positif dan logis untuk

bekerja sama dengan pihak Perancis dikemukakan, misalnya, bersedia untuk

menerima peran bawahan di bawah pemimpin-pemimpin asing demi “keuntungan

yang lebih tinggi” dari perkembangan ekonomi dan teknik.

Disamping para kolaborator terdapat tokoh-tokoh Vietnam yang

mencemoohkan kolaborasi dan yang berusaha meneruskan cita-cita Troung Dinh dan

tokoh-tokoh yang hidup sezaman dengannya. Media mereka biasanya berbentuk puisi

yang merupakan suatu refleksi dari keinginan mereka untuk menyebarluaskan ide-ide

16

Page 17: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

mereka di kalangan rakyat. Keadaan jiwa mereka bergerak dari sifat pembunuhan

yang samar-samar tetapi mencekam kepada tulisan-tulisan tentang orang-orang suci,

yaitu mereka yang baru saja kehilangan nyawa dalam penyerangannya terhadap

Prancis. Seorang tokoh penulis yang paling terkenal yang menentang kolaborasi di

daerah selatan ialah Nguyen Dinh Chieu yang dilahirkan di Provinsi Gia Dinh pada

1882 dari keluarga baik-baik, yang kemudian mengalami kebutaan.

Salah satu alasan yang mengilhami Prancis untuk menduduki Cochincina

ialah kekuasaan yang diberikan kepada Perancis atas daerah delta Sungai Mekong.

Mereka melihat kemungkinan, seperti halnya bangsa Inggris di Myanmar, untuk

membuka perdagangan yang menguntungkan dengan Cina dengan melalui Sungai

Mekong masuk ke Yunan. Sebuah ekspedisi dibawah pimpinan Doudrat de Lagree

dan Francis Gamier dikirim untuk mengeksplorasi rute itu, sementara administrasi

Prancis tetap memperkokoh dirinya di Cochincina dalam 1867-1868. Lagree

meninggal di dalam perjalanan, dan meskipun Gamier berhasil maju sampai di

Yunan-fu, dia berpendapat bahwa sungai Mekong kenyataannya tidak dapat

menyediakan rute perdagangan yang mudah ke Cina. Dengan demikian, maka

perhatian Prancis kemudian diarahkan ke Tongking, di mana Sungai Merah agaknya

menawarkan sebuah rute alternative, dan kita akan memasuki fase ekspansi Prancis

berikutnya Vietnam.

Pukulan Prancis berikutnya terjadi antara 1872 dan 1874 di ujung Vietnam

yang berlawanan dengan petualangan yang berani dari agen-agen sukarelawan Jean

17

Page 18: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

Dupuis dan Prancis Gamier yang dibantu oleh Laksamana Jules-Marie Durpredi

Saigon.

Pada waktu itu keadaan Tongking serba kacau. Para pelarian dari

pemberontakan Taiping di Cina memasuki Tongking dan membentuk kelompok-

kelompok bersenjata menteror negeri itu. Dengan adanya situasi yang demikian itu

Perancis melihat adanya kesempatan untuk mengadakan intervensi, sedang alasan

mereka ialah adanya perselisihan yang timbul antara Jean Dupuis dan para mandarin

dari Hanoi. Dupuis ingin mengangkut muatan garam ke Yunan, dan ketika para

mandarin bentrokan bersenjata antara para mandarin dan suatu kelompok kecil

tentara bayaran di bawah Dupuis. Pada 1873 Francis Gamier (1839-1873) dikirim ke

sana oleh para penguasa Prancis untuk membicarakan sebuah pemukiman. Ketika

para mandarin memanggil sekelompok pemberontak Tongking untuk membantu

mereka dan Garnier mati terbunuh dalam suatu penyergapan. Peristiwa itu seluruhnya

menimbulkan percekcokan-percekcokan yang serius di Perancis menyangkut politik

kolonial. Laksamana Durpe, yang merasa malu secara politis, memerintahkan seorang

diplomat Prancis untuk berkunjung ke utara bersama seorang pejabat Hue untuk

memulihkan rencana-rencana administrasi sebelumnya. Akan tetapi situasinya tidak

mungkin sama lagi: dinasti Nguyen kini tidak mendapat kepercayaan lagi di utara

maupun di selatan, dan gerombolan-gerombolan lokal diorganisasi untuk membalas

dendam terhadap mereka yang bersedia bekerja sama secara terbuka dengan orang-

orang asing, terutama orang-orang Katolik pribumi. Akhirnya, pada 1874 sebuah

perjanjian baru antara Tu-Duc mengakui kedaulatan Prancis atas Cochincina; seorang

18

Page 19: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

residen Prancis diizinkan bermukim di Hue dan konsul-konsul Prancis di pelabuhan-

pelabuhan bebas; orang-orang Prancis diizinkan berlayar secara bebas di Sungai

Merah; dan kebebasan beribadah sekali lagi kepada semua orang Katolik yang hidup

di Vietnam. Adapun dipihaknya, Prancis setuju memasok senjata untuk membantu

Tu-Duc melawan kaum pemberontak dari Tongking.

Setelah 1874 konglomerasi kekuatan-kekuatan bersenjata di Vietnam utara

menjadi sangat kompleks, yang mencerminkan keruntuhan umum dan tatanan yang

telah ada serta perasaan anti-Dinasti yang meningkat. Kecuali kaum partisan yang

kebanyakan dipimpin oleh golongan intelektual, di Tongking terdapat banyak sekali

sisa-sisa kaum pemberontak Taiping dari Cina yang sebagian dibayar secara teratur

oleh Hue dan sebagian lagi disubsidi oleh Prancis. Juga kita jumpai kesatuan tentara

perbatasan Chi’ing, tentara konsulat Prancis, unit-unit Katolik pribumi bersenjata,

para keturunan dinasti Le, suku-suku pegunungan yang suka memberontak, dan

terakhir beberapa unit istana di sekeliling posisi Son Tay yang strategis, yang masih

menerima perintah-perintah dari istana.

Raja Tu-Duc yang menyadari bahwa Cina sedang berusaha memperkuat diri,

dank arena ia tak sanggup lagi berhadapan secara militer dengan Perancis, kini

perhatiannya semakin diarahkan untuk memperoleh bantuan dari Peking. Akan tetapi,

pihak Prancis tidak berpaku tangan sementara Hue dan Peking bekerja sama untuk

mengeluarkan mereka dari Vietnam Utara. Pada April 1882 Kapten Henri Riviere

(1827-1883) bergerak maju ke benteng Hanoi, benteng yang delapan tahun

sebelumnya diduduki Garnier. Hoang Dieu, Jenderal yang membawahi Hanoi,

19

Page 20: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

sebelumnya telah mendesak Tu-Duc untuk menyetujui suatu strategi mengulur-ulur

peperangan di daerah-daerah pegunungan daripada mengurung diri lagi dalam

benteng. Hoang Dieu dan beberapa orang pemimpin lain menyadari akan kapasitas

angkatan laut Prancis untuk menguasai pantai Vietnam dan sistem sungainya.

Bersama-sama, tokoh-tokoh itu merupakan pelopor reorientasi psikologis Vietnam

terhadap daerah-daerah pegunungan yang akan memberi ciri sebagian besar usaha-

usaha perlawanan yang jelas untuk delapan tahun berikutnya. Akan tetapi, Hoang

Dieu tahu bahwa permintaannya ditolak dan setelah tujuh jam bombardemen yang

dilakukan oleh angkatan laut Prancis, akhirnya suatu tembakan tepat meengenai

gudang mesiu di benteng. Segera tentara Prancis memanjati dinding-dinding sewaktu

kekacauan berlangsung. Adapun Hoang Dieu bukannya meloloskan diri bersama

sebagian besar tentaranya, melainkan ia menulis pesan selamat tinggal kepada rajanya

dan menggantung diri pada pohon yang dekat.

Merupakan salah satu langkah peningkatan provinsialisme dari istana ialah

tindakannya yang paling tegas setelah Hanoi jatuh dengan menguat pertahanannya di

Thuan An, tidak jauh dari ibu kota Hue. Jendral yang ditugaskan mempertahankan

daerah utara, Hoang Ta Viem, diperintahkan menggerakkan unit-unit yag tersisa di

luar penglihatan pihak Prancis. Akan tetapi, Hoang tidak menurut perintah raja; dia

beserta anggota-anggota lain dari “partai perang” sebagian besar di Hue, pada

dasarnya menggantungkan harapan pada pembebasan mereka pada orang-orang Cina

yang akan memasuki Vietnam Utara, dan bukannya pada perlawanan rakyat mereka

20

Page 21: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

sendiri. Jika harapan-harapan itu tidak terpenuhi, maka sebagian pejabat tinggi akan

menghentikan perlawanan mereka.

Dalam hal itu, satu-satunya unit yang terorganisasi dengan baik di utara dalam

menghadapi pihak Prancis dipimpin oleh mantan pimpinan Cina, Liu Yung-fu (dalam

bahasa Vietnam, Luu Vinh Phuc), orang yang bertanggung jawab atas kematian

Garnier. Dia mencari tempat pengungsian di seberang perbatasan Vietnam pada 1865

beberapa ratus pengiikutnya setelah dipadamkannya pemberontakan Taiping.

Gerombolannya menjadi bertambah besar setelah beberapa tahun kemudian sampai

akhirnya ia benar-benar menguasai administrasi atas daerah-daerah dihulu sungai

Merah. Unit-unitnya, yang sering disebut Co Den (Bendahara Hitam) terdiri atas

campuran bangsa Vietnam, Cina, dan kesatuan-kesatuan suku bangsa yang sebagian

besar berperang untuk merampok dan dan kelangsungan hidup mereka, tetapi juga

karena perasaan benci terhadap orang-orang Barat dan perasaan kesadaran kelas.

Mereka memperlihatkan kekerasan Khusus antara 1882 dan 1884, sebagian karena

Liu menyadari bahwa dominasi Prancis akan mengakhiri eksistensi mereka yang

bersifat semi otonom itu.

Pada Agustus 1881 tentara regular Ch’ing menyebrang ke Vietnam dari

Kwangsi dan dari Yunan pada Juli 1882. Setelah negosiasi-negosiasi yang

berlangsung berlarut-larut, Prancis menjawab pada Maret 1883 Kapten Riviere

merasa cukup yakin untuk mencoba serangan mendadak di Barat Hanoi dalam

perjalanan ke Son Tay. Akan tetapi, unit-unit Co Den, yang bertindak berdasarkan

informasi dari seorang juru bahasa Vietnam yang sedang dalam perjalanan bersama

21

Page 22: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

orang-orang Prancis, menangkap Riviere di Cau Giay. Riviere bersama tiga puluh dua

orang Prancis lainnya dibunuh.

Kekalahan Cau Giay dan di atas semuanya, parade kemenangan Riviere yang

keras kepala dari desa ke desa mungkin merupakan kehilangan muka yang paling

serius di Indocina sebelum peperangan Prancis dengan Jepang pada 1940. Sebenarnya

Majelis Umum Nasional Perancis telah memutuskan pengiriman uang untuk bala

bantuan sebelum mendengar kematian Riviere. Bagaimanapun juga, insiden itu

menambah unsur kebiadaban umum yang akan memberi kelompok penindas

minoritas, yaitu militer, komersial, birokrasi, dan religious semua pengaruh yang

telah mereka cari bertahun-tahun. Strategi menyerang Istana Vietnam secara langsung

hidup kembali; pada Agustus 1883 unit-unit Prancis mendarat di Thuan An dan

menyerbu benteng-benteng di sana tanpa menemui kesulitan. Kemudian mereka

menemukan beberapa orang Mandarin yang bersedia menandatangani persetujuan

bagi sebuah protektorat baru, sementara sepanjang waktu pihak militer bersiap-siap di

sekitar Hue.

Sementara itu, Raja Tu-Duc meninggal dalam Juli. Istana kemudian menjadi

arena perjuangan antar kekuatan, lengkap dengan kudeta-kudeta kecil istana, raja-raja

diracun, dan manipulasi-manipulasi yang canggung dilakukan oleh para diplomat

yang tinggal di Vietnam. Pada awal 1884 Ton That Thuyet, seorang mandarin militer

yang keras dan merupakan musuh bebuyutan dari bangsa Prancis muncul di

permukaan dan intruksi-intruksi rahasia sampai ke tangan pejabat-pejabat lokal untuk

memulai dengan pembuatan senjata dan merencanakan pengambil alihan kapal-kapal

22

Page 23: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

dan pasukan-pasukan lokal. Akan tetapi, Ton That Thuyet menunda satu setengah

tahun sebelum mengerjakan apa yang mungkin merupakan kenyataan puluhan

sebelumnya, yaitu penarikan mundur raja dari Hue ke daerah-daerah pegunungan dan

proklamasi gerakan perlawanan yang luas. Akan tetapi, hal itu telah terlambat. Pada

waktu itu Prancis telah menemukan kelompok kolaborator yang terdiri atas para

mandarin yang penting di istana, telah menghancurkan sisa-sisa tentara istana di Son

Tay, dan telah memaksa orang-orang Cina menghentikan peperangan dan melepaskan

tuntutan kekuasaan mereka di Vietnam.

Jadi, selama 4 tahun Tongking diperebutkan antara kaum pemberontak dan

Prancis. Oleh karena persenjataan Prancis lebih unggul, maka akhirnya kekaisaran

Vietnam yang baru, Hiep-Hoa, dipaksa untuk mengakui sukses-sukses yang dicapai

Prancis dalam perjanjian Hue ditandatanganinya pada 1883. Sekarang Anam dan

Tongking di bawah proteksi Prancis dan kaisar menyerahkan kekuasaannya yang

meliputi masalah-masalah luar negeri kepada pihak Prancis. Residen-residen Prancis

di tempatkan di kota-kota penting dan Prancis diizinkan mempertahankan kekuatan

mereka di Tongking. Ketika perjanjian Hue diratifikasi pada 1884, maka kaisar

Vietnam menyerahkan sisa-sisa kemerdekaannya yang terakhir.

Yang penting di dalam peperangan antara tentara Cina dan unit-unit Prancis

ialah bahwa gerombolan-gerombolan liar lokal telah membantu orang-orang Cina,

atau kadang-kadang bangkit secara bebas untuk mengusir bangsa Prancis meskipun

beberapa unit Cina telah memperlihatkan suatu kecenderungan untuk tidak mengakui

kekuasaan Vietnam dan kepekaan etnis. Akan tetapi, pihak Prancis juga telah mulai

23

Page 24: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

mengorganisasi unit-unit kolonial pribumi untuk dimanfaatkan di daerah utara, yang

diambil dari orang-orang Katolik dan para petani Cochincina. Pada akhirnya, bagi

banyak orang Vietnam penceritaan psikologis yang paling dalam akan berasal dari

suatu realisasi bahwa orang-orang Prancis sejak itu dan seterusnya telah berhasil

dalam mengkonsolidasikan kekuatan mereka sebagian besar dengan menggunakan

beberapa orang Vietnam untuk menghancurkan orang-orang Vietnam lainnya.

24

Page 25: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebelum terbentuk menjadi sebuah negara dan dijajah oleh Prancis, Vietnam

awalnya memang sudah terlebih dahulu dijajah oleh Cina. Pengaruh Cina cukup kuat

di Vietnam, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun kebudayaan. Pada awal abad 19

Prancis mulai memberi pengaruh terhadap kerajaan Vietnam dengan cara mengirim

para misionaris untuk menyebarkan agama Kristen di Indocina, khususnya Vietnam

serta banyak warga Prancis datang untuk berdagang.

Pada tahun 1820an Kaisar Minh-Mang menerapkan kembali budaya Cina dan

mengurangi pengaruh barat di negerinya. Akibat kebijakan itu hubungan dagang

Vietnam dengan Prancis terputus, para misionaris diusir dari Vietnam dan Prancis

mulai menyerang Vietnam dengan serius. Tahun 1883 akhirnya Prancis berhasil

menguasai Vietnam wilayah Utara, Tengah, dan Selatan.

Ketika Vietnam telah dikuasai Prancis, Pemerintahan Perancis menanamkan

perubahan signifikan dalam bidang politik, ekonomi, sosial kebudayaan pada

masyarakat Vietnam. Mereka menerapkan kebijakan politik asimilasi. Sistem

pemerintahan dari kerajaan tradisional ditransformasikan ke negara Vietnam Modern.

Sistem pendidikan modern gaya Barat dikembangkan dan agama Kristen diperkuat

penyebarannya di Vietnam. Pengembangan ekonomi perkebunan untuk

mempromosikan ekspor tembakau, nila (indigo), teh dan kopi. Tahun 1887 Wilayah

25

Page 26: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

Tonkin, Annam, Cochincina, Laos dan Kamboja dikategorikan sebagai daerah

bawahan Prancis dan termasuk dalam kesatuan yang disebut Indocina.

Kesatuan bangsa Vietnam sudah terbentuk pada masa pendudukan Cina,

Semangat kebangsaan itu tetap membara sampai pada pendudukan Prancis. Politik

asimilasi yang diterapkan Prancis berakibat buruk bagi Prancis sendiri. Kebijakan

Prancis yang memperhatikan pendidikan telah menghasilkan orang-orang terpelajar

di Vietnam. Mereka inilah yang nanti akan melakukan perlawanan dalam bentuk

organisasi-organisasi politik. Berbagai gerakan revolusioner terus bermunculan untuk

melawan Prancis mulai dari tahun 1900an, pasca perang dunia I, dan terus berlanjut

sampai perang dunia II.

B. Saran

Mempertahankan budaya asli negeri kita sendiri memang penting, tetapi kita

juga tidak bisa menghindari pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Tidak salah

memang kalau kita harus menerima hal-hal baru dari budaya luar, karena itu suatu

langkah untuk menuju kemajuan, apalagi untuk wilayah Asia Tenggara yang masih

berkembang, tetapi jangan sampai menghilangkan keaslian budaya sendiri.

Dari peristiwa invasi Prancis di Vietnam kita dapat mengambil hal positif,

yaitu tentang semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme untuk mempertahankan

harga diri bangsa mereka dari injakan kaum kolonial.

26

Page 27: Makalah Sejarah Asia Tenggara (Vietnam di bawah kolonialisme Prancis)

DAFTAR PUSTAKA

Hall, D.G.E., 1988. Sejarah asia Tenggara. Surabaya : Usaha Nasional.

Sudharmono. 2012. Sejarah Asia Tenggara Modern Dari Penjajahan ke

Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.

Darmawan, Wawan. Masuknya Imperialisme Barat di Asia Tenggara. [online].

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/1971010119990

31-WAWAN_DARMAWAN/Imperilisme_di_Asteng.pdf , diakses 26

Oktober 2013.

27