makalah saus

34
PENGENDALIAN MUTU (SAUS CABAI dan TOMAT) MAKALAH Oleh: 130305057 / ANDREW SUTANDI LUMBANGAOL 130305036 / SUCI FARINA ANDIKA 130305013 / PUTRI IKA 130305019 / ZURAIDAH ULFA

Upload: andrew-sutandi

Post on 04-Dec-2015

1.032 views

Category:

Documents


84 download

DESCRIPTION

saus harus mengikuti SNI m untuk menjaga kualitas dan mutunya

TRANSCRIPT

PENGENDALIAN MUTU(SAUS CABAI dan TOMAT)

MAKALAH

Oleh:

130305057 / ANDREW SUTANDI LUMBANGAOL 130305036 / SUCI FARINA ANDIKA130305013 / PUTRI IKA130305019 / ZURAIDAH ULFA

LABORATORIUM ANALISA KIMIA BAHAN PANGAN

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun judul makalah ini adalah PENGENDALIAN MUTU SAUS, mengingat

karena semakin berkembangnya jenis makanan yang membutuhkan saus cabai sebagai

penyedap makanan sehingga perlu dipelajari mengenai teknologi pengolahan saus dan

pengendalian mutu saus tersebut untuk menjamin kesehatan konsumen dan merupakan

sebagai pelengkap tugas mata kuliah Pengendalian Mutu. Terima kasih juga saya sampaikan

kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam proses

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun masih penulis harapkan demi menyempurnakan makalah

ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya

pada studi Biologi Seluler. Amin.

Medan, 15 Januari 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR............................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

DAFTAR TABEL................................................................................... iii

PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................ 1Tujuan Penulisan.............................................................................. 2

SITASI..................................................................................................... 3

ISI............................................................................................................. 7Teknologi Pengolahan Saus Cabai................................................ 7Proses Pengolahan Saus Cabai...................................................... 9Perbaikan Keamanan Pangan......................................................... 10

KESIMPULAN...................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 16

ii

DAFTAR TABEL

No Nama Hal

1. Persyaratan Saus Tomat…………………………………........................ 3

2. Syarat Mutu Saus Cabai…………………………………........................ 4

3. Mutu Fisik dan Fimia Saus Cabai…………………………………......... 8

4. Analisa Bahaya Bahan Baku dan Tindakan Pengendaliannya............. 12

5. Analisa Bahaya Bahan Baku dan Tindakan Pengendaliannya............. 14

iii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Petani banyak membudidayakan cabai merah dalam berbagai skala usaha tani untuk

memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Semakin meningkatnya pendapatan

masyarakat semangkin meningkat juga tingkat kebutuhan cabai merah, dan juga semakin

meluasnya permintaan industri pengolahan bahan makanan. Beberapa industri pengolahan

bahan makanan sangat membutuhkan komoditas cabai. Yaitu seperti industri bihun, mie,

kecap, bumbu masak dan lain-lain. Peningkatan permintaan cabai oleh konsumen rumah

tangga mencapai rata-rata 6.2%/tahun selama 10 tahun ini. Permintaan tersebut akan terus

meningkat pada tahun-tahun yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

berbagai industri pengolahan makanan dan sasaran ekspor.

Saus cabai merupakan salah satu produk olahan cabai yang akhir-akhir ini semakin

memasyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin berkembangnya jenis makanan yang

membutuhkan saus cabai sebagai penyedap seperti mie bakso, mie ayam, ayam goreng dan

jenis makanan lainnya. Saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama atau bahan

pokok berupa cabai (capsicum sp). Bahan-bahan tambahan yang digunakan sangat bervariasi,

tetapi yang umum digunakan adalah garam, gula, bawang putih, dan bahan pengental

(maizena). Pati digunakan untuk bahan pengikat dan memberikan penampakan yang

mengkilap. Tetapi, saus yang berkualitas baik yaitu yang diolah dengan penambahan bumbu-

bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan pangan yang

diizinkan (SNI 01 - 2976-2006).

Pengolahan berskala rumah tangga dan usaha kecil, banyak membuat saus cabai yang

belum memenuhi persyaratan kualitas dan keamanan pangan serta belum sesuai dengan

tuntutan pasar yang terus berkembang. Kebersihan dan keamanan pangan dalam membuat

produk olahan cabai merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal ini sangat

berpengaruh pada kesehatan konsumen. Namun demikian banyak pelaku usaha industri yang

tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat membahayakan konsumen. Ini

terjadi karena pelaku industri berusaha untuk memenuhi permintaan pasar dengan harga yang

murah dengan mengabaikan standar mutu dan keamanan pangan. Untuk mendapat mutu

produk yang memadai, pelaku usaha perlu memiliki dan menerapkan standar prosedur

operasional untuk menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu yang

dibutuhkan. Standar prosedur operasional pengolahan saus cabai merupakan suatu prosedur

atau tahapan operasional mulai dari pemilihan bahan baku, bahan-bahan penolong lainnya,

1

2

penyiapan alat-alat yang digunakan, sampai proses pengolahan yang memenuhi keamanan

pangan dan pengemasannya, untuk dapat menghasilkan mutu produk sesuai standar mutu

yang dinginkan.

Untuk menghasilkan saus cabai berkualitas tentu diawali dengan pemilihan bahan

yang berkualitas pula. Cabai segar merupakan bahan baku utama untuk pembuatan saus

cabai. Cabai segar yang digunakan adalah cabai yang matang dan merah merata, masih dalam

keadaan segar, tidak busuk, tidak cacat atau rusak dan bebas hama penyakit. Tepung maizena

digunakan sebagai bahan pengikat, disamping itu juga berfungsi untuk memberikan

penampakan yang mengkilap dalam pembuatan saus cabai. Air dalam pembuatan saus cabai

digunakan untuk mencuci cabai dan penambahan air untuk membuat bubur cabai. Air harus

memenuhi syarat air bersih sesuai standar. Bahan penguat cita rasa yang digunakan dalam

pengolahan saus cabai antara lain bawang putih, gula, garam, dan merica. Disamping untuk

penguat cita rasa gula dan garam berfungsi sebagai pengawet sehingga saus cabai mempunyai

daya simpan yang panjang walaupun mengandung air yang cukup tinggi. Saus cabai dapat

juga ditambahkan bahan pengawet yang diizinkan untuk makanan yaitu Natrium Benzoat.

Untuk 1.5 kg cabai dibutuhkan sekitar 2 gram Natrium Benzoat. Penggunaan Natrium

Benzoat mengacu pada SNI 01- 0222- 1995.

Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui proses pengendalian mutu dari saos

- Untuk mengetahui bahan-bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pembuatan

saus yang sesuai dengan standar SNI

- Untuk mengetahui bagaimana komposisi-komposisi dalam pembuatanmsaus yang

layak untuk dikonsumsi oleh konsumen.

SITASI

Saus tomat adalah produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat atau pasta

tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang diolah dengan bumbu-

bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang

diijinkan (SNI 01-3546-2004). Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan

utama cabe (capsicum sp) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan

makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan (SNI 01-2976-1992).

Persyaratan saus tomat seperti pada table dibawah ini.

Tabel 1. Persyaratan Saus tomat

No. Uraian Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal khas tomat

1.3 Warna Normal

2. Jumlah padatan terlarut Brix, 20 oC Min, 30

3. Keasaman, dihitung sebagai asam

asetat

% b/b Min. 0,8

4. Bahan tambahan makanan

4.1 Pengawet Sesuai dengan SNI 01-

0222-1995 dan

peraturan dibidang

makanan yang berlaku

4.2 Pewarna tambahan Sesuai dengan SNI 01-

0222-1995 dan

peraturan dibidang

makanan yang berlaku

5. Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0

5.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 50,0

5.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

5.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0*/250,0**

5.5 Raksa mg/kg maks. 0,03

3

4

6. Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

7. Cemaran Mikroba

7.1 Angka lempeng total Koloni/kg Maks. 2x102

7.2 Kapang dan Khamir Koloni/kg Maks. 50

*dikemas di dalam botol

**dikemas di dalam kaleng

Sumber : SNI 01-3546-2004.

Tabel. 2 Syarat mutu saus cabe

No. Uraian Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal cabe

2. Jumlah padatan terlarut % b/b 20-40

3. Abu tidak larut dalam asam % b/b Maks. 1

4 Mikroskopis Cabe positip

5. Bahan tambahan makanan

5.1 Pewarna

5.2 Pengawet, dan

5.3 Pengental

Sesuai dengan SNI

0222-M dan peraturan

Men.Kes. No.

772/Men.Kes/Per/IX/8

Sumber : SNI 01-2976-1992.

5

Petunjuk pengambilan contoh padatan adalah petunujuk yang harus digunakan untuk

pengambilan contoh padatan, dengan tujuan untuk mendapatkan contoh yang mewakili

tanding/lot baik yang berbentuk curah maupun terkemas. Bentuk curah adalah padatan yang

berbentuk serbuk atau butiran. Bentuk terkemas adalah padatan maupun cairan yang terkemas

dalam kemasan kecil. Alat pengambil contoh dapat berbentuk tombak maupun sekop. Alat

pengambil contoh harus dibuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat-sifat kimia dari

contoh (SNI 19-0428-1998).

Untuk menguji pewarna tambahan pada produk pangan dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu metode kromotografi kertas menggunakan benang wol, metode

menggunakan kolom poliamida dan dengan metode TLC scanner. Untuk saus yang larut air,

dapat menggunakan metode kromotografi kertas menggunakan benang wol dengan

melarutkan saus dalam air lalu diperiksa keasamannya dengan mengambil contoh 30-50 gram

(SNI 01-2895-1992).

Pangan yang tercemar adalah pangan yang mrngandung bahan beracun, berbahaya

atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; pangan yang

mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; pangan

yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi

pangan; pangan yang mengandung bahan kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung

bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan

pangan tidak layak dikonsumsi manusia; pangan yang sudah kadaluwarsa. Logam berat

adalah elemen kimiawi metalik dan metaloida, memiliki bobot dan bobot jenis yang tinggi,

yang dapat bersifat racun bagi makhluk hidup (SNI 7387:2009).

Kontaminasi bakteri patogen pada makanan dan minuman dapat menyebabkan

berbagai macam penyakit diantaranya typhoid, diare, keracunan makanan dan lain

sebagainya. Penyakit-penyakit ini akan lebih mudah menjangkiti orang yang mengalami

penurunan daya tahan tubuh karena faktor dari dalam (intrinsik) maupun dari luar

(ekstrinsik). Oleh karena itu, untuk menjamin kesehatan dan keselamatan konsumen, harus

dilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologik secara berkala (Mansauda, dkk., 2014).

Pengolahan pangan adalah suatu proses mulai penanganan bahan pangan setelah

bahan pangan tersebut dipanen (nabati) atau disembelih (hewani) atau ditangkap (ikan)

6

sampai kepada usaha-usaha pengawetan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk jadi

serta penyimpanannya. Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan

yang pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya terhadap

konsumen. Untuk mengurangi kehilangan gizi selama proses pengolahan, maka dilakukan

blansing.  Blansing atau pemanasan sesaat pada perlakuan awal yang dilakukan pada

sebagian besar buah  dan sayuran sebelum proses pengolahan, baik untuk pembekuan atau

pengeringan. Pengolahan tomat menjadi berbagai produk pangan menjadi salah satu pilihan

untuk dapat mengkonsumsi tomat dan memperoleh manfaat dari sifat fungsional tomat

terhadap kesehatan dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu bentuk olahan tomat

adalah saus tomat (Litbang, 2012).

Bahan pengawet makanan yang diperbolehkan ditambahkan pada produk pangan

adalah asam benzoate yang dapat diuji dengan metode titrimetri, sorbat yang dapat diuji

dengan metode kromotografi cairan kinergi tinggi, kalsium propionate, Nitrit dengan uji

Griess dan nitrat dengan uji xylenol (dalam daging), sulfit. Sedangkan bahan tambahan yang

dilarang untuk pengawet makanan adalah Boraks dan asam borat dengan melakukan uji

kualitatif, formaldehid, asam salisilat dengan uji feriklorida dan uji jorrisen (SNI 01-2894-

1992).

ISI

1. TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAUS CABAI

Untuk mendapatkan saus cabai berkualitas yang memenuhi standar mutu ada

beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu perlu memiliki dan menerapkan standar

prosedur operasional, mulai dari pemilihan bahan baku, dan proses pengolahan.

a. Persiapan Bahan

Untuk menghasilkan saus cabai berkualitas tentu diawali dengan pemilihan bahan

yang berkualitas pula. Cabai segar merupakan bahan baku utama untuk pembuatan saus

cabai. Cabai segar yang digunakan adalah cabai yang matang dan merah merata, masih dalam

keadaan segar, tidak busuk, tidak cacat atau rusak dan bebas hama penyakit. Menurut Deptan

(2009) kondisi matang penuh dan berstruktur bagus diperlukan agar saus cabai yang

dihasilkan mempunyai aroma yang kuat dan tekstur yang baik. Penggunaan cabai yang belum

matang (masih berwarna hijau) akan menghasilkan saus cabai yang berwarna kecoklatan.

Syarat mutu cabai mengacu pada SNI 01-4480-1998.

Tepung maizena digunakan sebagai bahan pengikat, disamping itu juga berfungsi

untuk memberikan penampakan yang mengkilap dalam pembuatan saus cabai (Deptan,

2009). Untuk 1.5 kg cabai merah membutuhkan 50 gram tepung maizena. Air dalam

pembuatan saus cabai digunakan untuk mencuci cabai dan penambahan air untuk membuat

bubur cabai. Air harus memenuhi syarat air bersih sesuai standar. Bahan penguat cita rasa

yang digunakan dalam pengolahan saus cabai antara lain bawang putih, gula, garam, dan

merica.

Disamping untuk penguat cita rasa gula dan garam berfungsi sebagai pengawet

sehingga saus cabai mempunyai daya simpan yang panjang walaupun mengandung air yang

cukup tinggi. Demikian juga dengan asam cuka/asam asetat berfungsi sebagai pengawet dan

pengatur keasaman (Deptan, 2009). Untuk 1.5 kg cabai merah dibutuhkan 0.5 kg bawang

putih, 70 gram garam, 0.5 kg tomat, 60 gram gula dan 40 ml asam cuka (Internet, 2011). Saus

cabai dapat juga ditambahkan bahan pengawet yang diizinkan untuk makanan yaitu Natrium

Benzoat. Untuk 1.5 kg cabai dibutuhkan sekitar 2 gram Natrium Benzoat. Penggunaan

Natrium Benzoat mengacu pada SNI 01- 0222- 1995.

7

8

b. Proses Pengolahan

Sortasi (pemilihan) dilakukan untuk memilih cabai merah yang baik, yaitu tingkat

kemasakan yang optimal diatas 60%, sehat dan fisiknya mulus (tidak cacat dan tidak busuk).

Pemilihan dilakukan untuk memilih cabai merah yang benar benar bagus fisiknya, besar,

berwarna merah segar, sehat dan mulus (tidak cacat). Jika cacat atau busuk, cabai akan

menghasilkan saus cabai yang berwarna suram, untuk itu diperlukan cabai yang cukup masak

agar nantinya menjadi saus cabai yang berwarna merah cerah (Internet, 2009).

Setelah pemilihan cabai dibuang tangkainya dan setelah itu dicuci bersih. Pencucian

bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa pestisida yang masih ada, dan

kemudian ditiriskan sampai kering. Kemudian dikukus pada suhu sekitar 70-80o C selama 3-5

menit, dan digiling sampai halus dengan blender. Masukkan bahan pengikat tepung maizena

yang sudah dilarutkan dalam air dengan perbandingan maizena : air = 1 : 3. Bahan tersebut

dicampurkan secara merata dengan cabai yang sudah digiling sehingga membentuk bubur

cabai.

Bubur cabai dipanaskan dan ditambahkan bumbu yang dihaluskan (bawang putih,

garam, merica, dan gula), aduk sambil dipanaskan dengan api sedang sampai mendidih dan

mencapai kekentalan yang dikehendaki. Untuk lebih jelasnya proses pengolahan saus cabai

dapat dilihat bagan alir pada gambar 1.Pengamatan terhadap mutu fisik dan kimia saus cabai

dilakukan terhadap aroma, rasa, kadar air (%), vitamin C (mg/100gr), serat kasar (%) dan pH.

Untuk lebih jelasnya mutu fisik dan kimia saus cabai dilihat Tabel 1.

No Faktor Mutu Saus Cabai Persyaratan Mutu SNI 01-2976-2006

1 Aroma Normal Normal

2 Rasa Normal normal

3 Kadar Air (%) 78,87 Maks 83

4Vitamin C

(mg/100gr-1)85,53 -

5 pH 3,95 Maks 4

6 Serat Kasar (%) 0,32 -

7Total Padatan

Terlarut37,24 Min 20

Gambar 1. Bagan alir proses pengolahan saus cabai .

9

Cabai Merah

Penyortiran dan Pembuangan Tangkai

Pencucian

Pengukusan 70-800C selama 3-5 menit

Penggilingan

Pemasakan (suhu 80-100oC)

Penambahan bahan tambahan dan pengadukan

Pembotolan dan Pelabelan Pengadukan

Saus Cabai dalam kemasan

10

Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa saus cabai yang dihasilkan dengan inovasi

teknologi menghasilkan saus cabai yang berkualitas karena secara fisik dan kimia sudah

memenuhi standar mutu SNI 01-2976-2006 dengan aroma dan rasa khas cabai yang kuat dan

normal. Kadar air saus cabai cukup tinggi yaitu 78.87%, karena pada proses pengolahan

dilakukan penambahan air untuk melarutkan tepung maizena menjadi bubur cabai, sehingga

kandungan air dalam saus cabai menjadi tinggi, dan memenuhi standar mutu. Kadar vitamin

C saus cabai cukup tinggi sehingga tidak merubah nilai gizi cabai walaupun dijadikan produk

olahan. Serat kasar cukup rendah karena dalam proses pengolahan cabai dihancurkan menjadi

bubur cabai sehingga serat kasar saus cabai rendah. Demikian juga dengan pH saus cabai

yang didapat yaitu 3.95 sehingga saus cabai memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

2. Perbaikan Keamanan Pangan

Fokus kegiatan pada aspek keamanan pangan adalah kontaminasi sebelum

pengolahan, selama proses pengolahan, dan setelah proses pengolahan, dikemas dengan

menggunakan analisa Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (BSN, 1999). Dalam

proses pengolahan saus cabai pengendalian keamanan pangan berfokus pada pencegahan

daripada pengujian produk akhir. Dalam hal ini ditekankan pada kebersihan dalam bekerja

selama proses pengolahan dan alat-alat serta bahan-bahan yang digunakan harus dijaga.

Sistem HACCP adalah alat yang tepat untuk menetapkan sistem pengendalian

karena berfokus pada pencegahan dari pada pengujian produk akhir. Sistem HACCP adalah

suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya bagi keamanan

pangan (SNI, 1988). Alat bantu yang digunakan adalah daftar bahan baku dan bahan

penunjang, serta bagan alir proses produksi, sedangkan proses penyusunannya mengikuti

prinsip-prinsip sistem HACCP yang direkomendasikan oleh Standar Nasional Indonesia

(SNI, 1988).

Dalam kontek keamanan pangan pada pengolahan cabai, disamping untuk

mempertahankan kualitas produk olahan juga untuk mengurangi berbagai bentuk kontaminasi

dari luar. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keamanan pangan pada produk olahan cabai

antara lain adalah jenis kontaminasi dan sanitasi. Secara umum jenis kontaminasi yang sering

ditemui adalah kontaminasi berupa fisik, biologi dan kimia. Sesuai dengan karakteristiknya

produk olahan dalam pengurangan resiko terkontaminasi dibantu dengan daftar bahan baku

dan penunjang yang digunakan dalam proses pengolahan serta bagan alir proses pengolahan.

11

Demikian juga halnya dengan produk olahan saus cabai juga dilakukan analisa

bahaya terhadap bahan baku dan tindakan pengendaliannya serta analisa bahaya terhadap

proses pengolahan dan tindakan pengendaliannya. Dalam proses pengolahan saus cabai ada

beberapa bahan yang dianalisa bahayanya yaitu Cabai, air, tepung maizena, bahan penguat

cita rasa, asam cuka, dan Natrium Benzoat. Cabai mengandung bahaya kimia, karena sering

dilakukan penyemprotan dengan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit buah

cabai.

Disamping itu juga mengandung bahaya mikrobiologi karena masih banyak buah

cabai yang rusak/busuk, disamping itu juga tercemar dengan kotoran dan lain-lain. Oleh

karena itu, sangat penting dilakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan penyortiran cabai

dari busuk dan rusak, pembuangan bagian yang busuk dan rusak, pembuangan tangkai, dan

pencucian cabai sampai bersih. Air dapat menjadi sumber bahaya apabila air yang digunakan

sudah tercemar. Terutama bahaya mikrobiologi seperti bakteri. Air yang digunakan dalam

pembuatan saus cabai adalah air PAM, dimana kandungan mikroorganisme lebih sedikit dan

dalam penggunaannya air ini selalu direbus/dimasak terlebih dahulu.

Tepung maizena relatif bebas dari bahaya, kecuali bahaya fisik seperti tercampur

dengan kerikil atau bahan lain secara fisik, namun bahaya fisik ini biasanya dapat terlihat

secara visual sehingga penanganannya lebih mudah yaitu melalui pengayakan untuk

membuang kontaminan. Disamping itu sebelum menggunakan bahan tersebut juga harus

dichek atau diperiksa masa kadaluarsanya. Jangan menggunakan tepung yang sudah habis

masa kadaluarsanya karena juga bisa mengganggu kesehatan. Gula, dan garam juga relatif

bebas dari bahaya sama halnya dengan tepung maizena, kecuali bahaya fisik seperti

tercampur dengan kerikil atau bahan lain secara fisik, namun bahaya fisik ini biasanya dapat

terlihat secara visual sehingga penanganannya lebih mudah yaitu melalui pengayakan untuk

membuang kontaminan.

Bawang putih bisa menjadi sumber bahaya karena sering tercampur dengan tanah

atau kotoran lain, oleh karena itu penting dilakukan tindakan pencegahan yaitu dengan

pembuangan kulit bawang atau bagian yang busuk dan rusak sehingga dapat menghilangkan

kontaminan. Disamping itu sebelum digunakan harus dicuci bersih untuk menghilangkan

kontaminan yang masih melekat pada bahan tersebut. Berbeda dengan bawang putih merica

relatif lebih aman karena biasanya dalam keadaan kering dan terbebas dari kontaminasi

tanah. Natrium Benzoat relatif bebas dari bahaya kecuali penggunaannya yang melebihi

dosis, sehingga dianjurkan untuk menggunakan dosis rendah atau dosis dibawah ambang

12

bahaya, atau dosis abjuran. Untuk lebih jelasnya analisa bahaya bahan baku dan tindakan

pengendaliannya dapat dilihat Tabel 2.

No. Bahan Bahaya Resiko Tindakan

Pengendalian

1. Cabai -Kimia : Pestisida-Mikrobiologi: Bakteri, kapang-Fisik : cemaran tanah,kotoran

Tinggi - Penyortiran cabai dari busuk dan rusak - Pembuangan bagian yg busuk dan rusak - Pembuangan tangkai - Pencucian cabai sampai bersih

2. Air - Fisik : debu - Mikrobiologi: Bakteri

Sedang - Tidak menggunakan Air kotor/tercemar - Menggunakan air bersih, jernih. - Merebus air sampai masak

3. Tepung Maizena

-Fisik : kerikil, kotoran -Masa kadaluarsa

Rendah -Pengayakan -Penggunaan sebelum habis masa kadaluarsa

4. Gula dangaram

-Fisik : kerikil, dan tanah Rendah Pengayakan

5. Merica -Fisik : kerikil, dan tanah Rendah - Mencuci sampai bersih dari cemaran

6. Bawang Putih

-Kimia : pestisida, -Fisik : tanah,kotoran

Sedang -Penyortiran dari yang busuk dan rusak -pengupasan kulit -Pencucian sampai bersih

7. Natrium Benzoat

- Jumlah Penggunaan Rendah -Sesuai anjuran

13

Analisa bahaya pada tahapan proses pengolahan dilakukan berurutan sesuai dengan

diagram alir proses pengolahan saus cabai. Tahapan proses pengolahan saus cabai adalah

seperti pada Gambar 1. Tahapan yang merupakan tahapan kritis pada proses pengolahan saus

cabai adalah tahapan penyortiran dan pembuangan tangkai serta tahapan pencucian.

Penyortiran cabai dari yang busuk dan rusak dan pembuangan tangkai merupakan tahapan

awal untuk penghilangan kontaminan seperti kotoran, dan penghilangan bagian yang

busuk/rusak yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan mikroba.

Penyortiran bahan menjadi penting untuk memisahkan bahan yang rusak dan busuk

yang tidak layak untuk digunakan dari bahan yang baik. Penggunaan bahan yang rusak dan

busuk dapat membahayakan dan merusak kualitas produk. Pada tahap ini cabai yang akan di

proses lebih lanjut telah bersih dari kotoran dan tidak mengandung bagian yang busuk/rusak.

Pencucian cabai adalah tahapan terakhir untuk membuang kontaminan seperti kotoran, bahan

kimia (pestisida) yang masih ada pada buah cabai, fungi dan lain-lain yang dapat berkembang

biak yang merupakan sumber bahaya bagi produk.

Dengan pencucian ini cabai yang akan dijadikan produk olahan sudah bersih dari

semua kontaminan baik fisik, kimia dan biologi. Tahap proses lain yang menentukan untuk

menjaga kualitas produk adalah tahapan pembotolan/pengemasan. Botol yang dipergunakan

sebelumnya sudah dibersihkan dan disterilkan. Sterilisasi dilakukan dengan merebus botol

dan tutupnya dalam air mendidih selama 1 jam. Botol dalam keadaan panas masukkan saus

cabai. Mulut botol segera ditutup, untuk menghindari terjadinya kontaminasi didalam produk.

Kemudian disterilisasi lagi dalam air mendidih selama 30 menit. Angkat dan biarkan botol

dalam keadaan terbalik selama 5-15 menit. Pembalikan botol pada akhir proses harus dilihat,

jangan sampai ada gelembung udara, agar nantinya saus yang dihasilkan tidak ditumbuhi

jamur (kapang). Untuk lebih jelasnya analisa bahaya pada proses pengolahan saus cabai dapat

dilihat Tabel 3.

Tabel 3. Analisa bahaya pada proses pengolahan saus cabaiNo. Tahap Bahaya Sumber

BahayaResiko Tindakan

Pengendalian1. Penyortiran

dan pembuangan tangkai- cemaran fisik - cabai rusak - cemaran biologi

bahan baku busuk/rusak

Tinggi -Penyortiran cabai dari yang rusak -buang tangkai

2. Pencucian - cemaran fisik - cemaran kimia - cemaran biologi

-bahan baku tercemar -air tercema

Tinggi -cuci cabai sampai bersih dr cemaran

3. Pengukusan - cemaran biologi

bahan baku tercemar

Sedang -Pemblansiran dgn suhu 90oC - Penggunaan air bersih

4. Penggilingan - cemaran alat

Alat kurang bersih

Sedang Pencucian alat setiap akan dan selesai digunakan

5. Pemasakan -cemaran air Air tercemar Sedang Pakai air bersih6. Pembotolan -cemaran

botol, air, dan udara

Air tercemar, botol tdk disterilisasi dan tidak langsung ditutup

Tinggi Pakai air bersih, botol disterilisasi, segera ditutup setelah pengisian

14

KESIMPULAN

1. Dalam teknologi pengolahan saus cabai berkualitas dilakukan beberapa aspek penting

untuk mendapatkan kualitas yang prima yaitu meliputi persiapan bahan baku,

mekanisme proses pengolahan yang berkualitas dan aspek keamanan pangan.

2. Saus cabai yang dihasilkan dengan inovasi teknologi mempunyai kualitas baik dan

memenuhi standar mutu, baik mutu fisik yaitu warna cerah, bau dan rasa normal khas

cabai, maupun mutu kimia pH, Total padatan terlarut, kadar air, dan vitamin C.

3. Teknologi pengolahan saus cabai berkualitas secara teknis dapat diterapkan ditingkat

petani karena teknologinya mudah, bahan baku mudah didapat, peralatan sederhana,

sehingga dapat meningkatkan nilai tambah, mengatasi kelebihan produksi, memper

panjang umur simpan, menekan kehilangan hasil dan sekaligus menunjang

agroindustri.

4. Fokus kegiatan pada aspek keamanan pangan adalah kontaminasi sebelum, selama,

dan setelah proses pengolahan, dengan menggunakan sistem HACCP, dengan alat

bantu dalam pengurangan resiko kontaminasi adalah daftar bahan-bahan yang

digunakan, serta bagan alir proses produksi, sehingga bisa ditetapkan tindakan

pengendaliannya.

15

DAFTAR PUSTAKA

Litbang. 2012. Peningkatan Kualitas dan Daya Simpan Saus Tomat Dengan Blasing. http://sulsel.litbang.pertanian.go.id. (8 Januari 2014).

Mansauda, L.R., Fatimawali dan N. Kojong. 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform pada Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk yang Beredar di Manado. Jurnal ilmiah Farmasi. 3(2): 37-44.

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. https://drive.google.com (8 Januari 2014).

SNI 01-2894-1992. Cara Uji Bahan Pengawet Makanan dan Bahan Tambahan yang Dilarang untuk Makanan. https://drive.google.com (8 Januari 2014).

SNI 01-2895-1992. Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan. https://drive.google.com (8 Januari 2014).

SNI 01-2976-1992. Saus Cabe. http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id(8 Januari 2014).

SNI 01-3546-2004. Saus Tomat. http://pphp.deptan.go.id (8 Januari 2014).

SNI 19-0428-1998. Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan. https://drive.google.com (8 Januari 2014).

SNI 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. https://drive.google.com (8 Januari 2014).

BSN. 1999. Pedoman Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Badan Standarisasi nasional. Pedoman 1004-1999.

Departemen Pertanian. 2009. Saus Cabe dan Bubuk Cabe. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

16

12