makalah samurai jepang shinta dewi

30
MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Bahasa Jepang Oleh: SHINTA DEWI K.

Upload: shintaz-rhizhalld

Post on 29-Jun-2015

778 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

Bahasa Jepang

Oleh:

SHINTA DEWI K.

Page 2: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT.,

karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyusun dan menyelesaikan

makalah ini dengan segenap kemampuan saya, walaupun masih banyak

kekurangan yang harus diperbaiki.

Seiring dengan perkembangan zaman dan juga remaja sekarang telah

melupakan kebudayaannya maka, saya membuat makalah mengenai “Kebudayaan

Samurai“ ini agar kita semua dapat memperoleh dan mengetahui apa sebenarnya

Samurai itu dan darimana kebudayaan itu berasal. Saya menghadirkan makalah ini

sebagai salah satu alternatif bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih dalam

mengenai “Samurai”.

Makalah mengenai “Kebudayaan Jepang“ ini disusun dengan baik dari

berbagai macam panduan mengenai “Kebudayaan yang berasal dari Jepang“ yang

telah diringkas menjadi sebuah Makalah yang berjudul “SAMURAI”. Namun

saya menyadari makalah ini masih belum sempurna apabila tidak ada kritikan dan

saran dari saudara/i sekalian yang membaca Makalah ini. Oleh karena itu saya

mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang membaca demi perbaikan

dan penyempurnaan pada Makalah ini.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat

untuk kita semua.

Jakarta, 10 Februari 2011

Penulis

Page 3: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……......................................................... 1

B. Tujuan Penulisan…………………………………………. 1

C. Metode Penulisan…………………………………………. 2

D. Sistematika Penulisan………………………………...….. 2

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Kebudayaan Jepang………………………………………. 4

2. Sejarah Samurai…………………………………………… 7

3. Kematian Samurai…………………………………………. 9

3.1. Cara Kematian 1: Mati Di Medan Pertempuran……........ 10

3.2. Cara Kematian 2: Seppuku……………….……………... 11

4. Samurai Wanita………………………………………..…… 14

5. Tokoh-Tokoh Samurai Jepang……………………………. 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………..……………………. . 16

3.2 Saran …………………………….………………………..... 16

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awalnya, pedang di Jepang mengadopsi pedang Cina yang bermata ganda

dan lurus. Sejarah pedang samurai dimulai ketika Amakuni, seorang pembuat

pedang di abad ke-7, mulai membuat pedang yang berkarakter khusus Jepang.

Pada zaman itu, para samurai dapat menggunakan berbagai macam senjata

berbeda, tetapi pedang menjadi senjata yang bernilai tinggi sebagai jiwa seorang

samurai. Bahkan, bila ada orang yang bukan seorang samurai membawa pedang

atau senjata sembarangan, hukuman penggal kepala dengan mudah dapat

dikenakan padanya.

Perkembangan pedang di Jepang tidak bisa lepas dari perkembangan sejarah

bangsa itu. Perang Onin yang terjadi pada 1467-1477 membuat kualitas pedang

dan senjata meningkat tinggi karena peruntukkan perang.

Akan tetapi, pada masa Muromachi, peran pedang sedikit tersingkir karena

mulai masuknya senjata api. Era Tokugawa menjadikan pedang berkualitas baik

kembali, terutama di akhir zaman Edo. Hal ini karena adanya pelarangan

penggunaan senjata api dan bubuk mesiu.

Akhirnya, di era Restorasi Meiji, pedang dilarang oleh pemerintah.

Memasuki era 1900-an, masa Perang Dunia ke II, Jepang membuat pedang murah

untuk digunakan oleh para tentara yang dinamai pedang shin-gunto.

Perjalanan samurai dan kebudayaan jepang sangat menarik. Oleh karena

itu saya akan mencoba membuat sebuah makalah mengenai “SAMURAI”

B. Tujuan Penulisan

Page 5: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

Diperoleh pengetahuan mengenai Samurai

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tentang kebudayaan jepang

b. Mengetahui sejarah samurai

c. Mengetahui cara kematian samurai

d. Mengetahui samurai wanita

e. Mengetahui tokoh-tokoh samurai

C. Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini saya membahas tentang Samurai

D. Metode Penulisan

Pada penulisan makalah ini saya menggunakan metode studi kepustakaan

yaitu dengan membaca, menelaah, mempelajari, memahami buku-buku,

diklat, dan sumber lain untuk mendapatkan hasil dasar ilmiah yang

berhubungan dengan isi makalah ini.

E. Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan makalah ilmiah ini dijelaskan secara sistematis yang

dibagi dalam 4 bab, yaitu:

BAB I :PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,

metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II :TINJAUAN TEORITIS

BABIII :PEMBAHASAN

Pembahasan disini berisi tentang samurai

BAB IV :PENUTUP

Page 6: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Page 7: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KEBUDAYAAN JEPANG

Jepang yang mempunyai kebudayaan yang unik membuat Negara bunga

sakura itu banyak di kenal masyarakat dunia salah satunya Indonesia, kebudayaan

jepang yang sampai saat ini masih dilakukan dalam berbagai kesempatan

misalkan perayaan hanami, di karenakan masyarakat jepang mencintai

kebudayaannya sendiri dan mau menjaganya. Orang jepang mau memakai pakean

seberat dan setebal kimono untuk sekedar menghadiri upacara resepsi pernikahan,

sekarang kita tau bagaimana cintanya warga jepang pada kebudayaannya sendiri.

Adakalanya kita perlu mengetahui seperti apa kebudayaan jepang itu, mungkin

dengan mengetahui beberapa kebudayaan jepang kita bisa sedikit meniru cara

melestarikan kebudayaannya, mungkin bisa saja kebudayaan kita tetap terjaga dan

tetap di lakukan seperti kebudayaan jepang, salah satu contoh kebudayaan jepang

adalah Samurai.

2. Sejarah Samurai

Istilah samurai ( 侍 ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang

mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini

diucapkan saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah

lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti

“orang yang dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku

Nihongi ( 続日本紀 ), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan

pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan

bushi menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura).

Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573 – 1600) dan awal zaman Edo

(1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian berubah

pengertian menjadi “orang yang mengabdi”.

Page 8: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Namun selain itu dalam sejarah militer Jepang, terdapat kelompok samurai

yang tidak terikat/mengabdi kepada seorang pemimpin/atasan yang dikenal

dengan rōnin ( 浪人 ). Rōnin ini sudah ada sejak zaman Muromachi (1392).

istilah rōnin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman Edo (1603 –

1867). Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga banyak

samurai yang kehilangan tuannya. Kehidupan seorang rōnin bagaikan ombak

dilaut tanpa arah tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai menjadi

rōnin. Seorang samurai dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk menjalani

hidup sebagai rōnin. Adapula rōnin yang berasal dari garis keturunan, anak

seorang rōnin secara otomatis akan menjadi rōnin. Eksistensi rōnin makin

bertambah jumlahnya diawali berakhirnya perang Sekigahara (1600), yang

mengakibatkan jatuhnya kaum samurai/daimyo yang mengakibatkan para samurai

kehilangan majikannya.

Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang

menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer Jepang

mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer dan

dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut

setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali

budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer.

Secara materi peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau

kaum milter harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah

dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Selain itu pula pada waktu itu kaum petani

juga dibebani wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari

kewajiban ini. Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut

dikenal dengan sakimori ( 防人 ) yang secara harfiah berarti “pembela”, namun

pasukan ini tidak ada hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman

berikutnya.

Setelah tahun 794, ketika ibu kota dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum

bangsawan menikmati masa kemakmurannya selama 150 tahun dibawah

pemerintahan kaisar. Tetapi, pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah

pusat justru menekan para penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang

Page 9: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

sangat berat menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah, dan mengharuskan

petani kecil untuk bergabung dengan tuan tanah yang memiliki pengaruh agar

mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Dikarenakan keadaan negara yang

tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibu

kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai

keluarga dan para petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer

yang dikenal dengan samurai.

Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira dan

Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian Barat dan Timur, tetapi

mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah pusat, dalam hal ini

keluarga Fujiwara, tidak mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan

berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan.

Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan dan

memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei

seiji. Kaisar Shirakawa,menggantikan kaisar Gonjo akhirnya menjadikan o-tera

sebagai markas politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi

keagamaan dan fungsi politik.

Tentara pengawal o-tera, souhei ( 僧 兵 ) pun ia bentuk, termasuk memberi

sumbangan tanah (shoen) pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat

sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti

pemerintahan o-tera mengadakan perlawanan dengan memanfaatkan kelompok

Taira dan Minamoto yang sedang bertikai.

Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang

pada kericuhan yang terjadi di istana menyangkut perebutan tahta, antara Fujiwara

dan kaisar yang pro maupun kotra terhadap o-tera. Perang antara Minamoto, yang

memihak o-tera melawan Taira, yang memihak istana, muncul dalam dua

pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156) dan Perang Heiji (1159).

Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan

besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai

muncul sebagai kekuatan politik di istana.

Page 10: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家 - bangsawan kerajaan),

sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar keluarganya diberi

jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan.

Keangkuhan keluarga Taira akhirnya melahirkan konspirasi politik tingkat

tinggi antara keluarga Minamoto (yang mendapat dukungan dari kaum

bangsawan) dengan kaisar Shirakawa, yang pada akhirnya mengantarkan keluarga

Minamoto mendirikan pemerintahan militer pertama di Kamakura (Kamakura

Bakufu; 1192 – 1333).

Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan diambil

alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut Taira. Pada masa

kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di

kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan

tuntunan hidup mereka

Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai

yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat

mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan

bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok

pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol) dan mengadopsi

taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak

mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang

menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan

senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang

menghancurkan armada Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki

Jepang. Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (dewa angin).

Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa Mongol adalah

pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan kelemahan dari

kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai akibatnya, lambat

laun samurai menggantikan busur-panah dengan “pedang” sebagai senjata utama

samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak menjadi senjata utama di

kalangan panglima perang.

Page 11: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Pada zaman Muromachi (1392 – 1573), diwarnai dengan terpecahnya

istana Kyoto menjadi dua, yakni Istana Utara di Kyoto dan Istana Selatan di Nara.

Selama 60 tahun terjadi perselisihan sengit antara Istana Utara melawan Istana

Selatan (nambokuchō tairitsu).

Pertentangan ini memberikan dampak terhadap semakin kuatnya posisi kaum

petani dan tuan tanah daerah (shugo daimyō) dan semakin lemahnya shogun

Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa ini, Ashikaga tidak dapat mengontrol

para daimyō daerah. Mereka saling memperkuat posisi dan kekuasaannya di

wilayah masing-masing.

Setiap Han13 seolah terikat dalam sebuah negara-negara kecil yang saling

mengancam. Kondisi ini melahirkan krisis panjang dalam bentuk perang antar

tuan tanah daerah atau sengoku jidai (1568 – 1600). Tetapi krisis panjang ini

sesungguhnya merupakan penyaringan atau kristalisasi tokoh pemersatu nasional,

yakni tokoh yang mampu menundukkan tuan-tuan tanah daerah, sekaligus

menyatukan Jepang sebagai “negara nasional” di bawah satu pemerintahan pusat

yang kuat. Tokoh tersebut adalah Jenderal Oda Nobunaga dan Toyotomi

Hideyoshi.

Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli

strategi militer, mulai menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara menguasai

wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang

perdagangan dengan negara luar, Nara yang merupakan “lumbung padi”, dan

Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan Bakufu Muromachi dan istana kaisar.

Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan

melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa

agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh

Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat

memperoleh senjata api yang diperjual-belikan dalam kapal-kapal dagang

Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan

memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat

menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang

telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh.

Page 12: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun

1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan

melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha.

Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang

penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia

berhasil menyatukan seluruh Jepang.

Toyotomi Hideyoshi, yang merupakan pengikut setia Oda, melanjutkan

penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590 dengan

menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyushu tiga

tahun sebelumnya.

Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi : taiko kenchi

(peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan perlucutan pedang)

bagi para petani. Kedua peraturan ini secara strategis bermaksud “mengontrol”

kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan

perlawanan atau pemberontakan bersenjata.

Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan

masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan yang tidak

tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada disintegrasi

bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal

inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang Korea

pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada

tahun 1598, menandakan awal kehancuran bakufu Muromachi.

Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap atasan yang dikenal dengan

istilah gekokujō ini telah muncul tatkala Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu,

Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di Jepang bagian timur, khususnya

di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang besar antara kelompok-kelompok

daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang memihak Tokugawa di

medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada di pihak

Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.

3. KEMATIAN SAMURAI

Page 13: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Kematian dianggap sebagai jalan yang mulia bagi seorang samurai

daripada tindakan pahlawan-pahlawan lain. Cara kematian dianggap suatu hal

yang sangat penting bagi seorang samurai.

Ajaran yang menerangkan mengenai “mati yang terbaik” telah ditulis di

dalam sebuah buku, Hagakure pada kurun ke-18. Ditulis lama selepas tentera

samurai berangkat ke medan peperangan, Hagakure - buku tersebut dikatakan

telah membawa semangat dan panji samurai ke arah kemelaratan dan kesesatan.

Tidak dapat dimunafikan, wujudnya satu idealisme yang baik di dalam buku

tersebut tetapi telah telah disalahtafsirkan oleh para samurai kerana kekaburan

maksud kalimatnya. Malah, contoh utama yang boleh dipaparkan di sini terletak

di Bab Pendahuluan buku Hagakure itu sendiri:

“Jalan Samurai ditemui dalam kematian. Apabila tiba kepada kematian, yang ada

di sini hanya pilihan yang pantas untuk kematian.”

Baris-baris kalimat di atas kemudian menjadi ayat-ayat yang paling popular dalam

kebanyakan buku dan majalah mengenai samurai atau budaya bela diri

masyarakat Jepang. Petikan di bawah merupakan antara isi kandungan buku

Hagakure:

“Kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan perkara kita melakukan sesuatu

berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi sekiranya tidak mencapai tujuan kita dan

terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang pengecut. Tiada keperluan untuk

malu dalam soal ini. Ini adalah Jalan Samurai (Bushido). Jika sudah ditetapkan

jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam, seseorang itu akan dapat hidup

walaupun jasadnya sudah mati, dia telah mendapat kebebasan dalam Jalan

tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan dan dia akan mencapai

apa yang dihajatinya.”

Buku Hagakure telah mempengaruhi kehidupan para samurai. Kematian Nobufusa

dan Taira Tomomori juga dipengaruhi oleh buku ini.

Taira Tomomori boleh dianggap sebagai Jeneral Taira yang paling agung,

telah membunuh diri kerana nasihatnya telah diabaikan pada saat-saat akhir ketika

Perang Gempei. Pada pengakhiran konfrontasi ketika Perang Gempei, Tomomori

Page 14: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

telah mendesak rajanya, Munemori, supaya menyingkirkan seorang jeneral yang

diragui kesetiaannya. Munemori telah menolak usulnya, dan ketika

berlangsungnya Pertempuran Dan no Ura (1185), jeneral tersebut telah

mengkhianati perjuangan Taira. Lantaran kecewa karena nasehat pentingnya

diabaikan, Tomomori membuat keputusan untuk menamatkan riwayatnya sendiri.

Seterusnya kita akan bincangkan mengenai Dua Kematian Cara Samurai

iaitu Mati Di Medan Pertempuran dan Seppuku.

3.1 Cara Kematian 1: Mati Di Medan Pertempuran

Sebagaimana pejuang-pejuang Islam yang menganggap mati syahid dalam

peperangan untuk membela Islam sebagai satu kemuliaan, begitu juga dengan

para samurai. Mati dibunuh di medan perang adalah lebih baik daripada hidup

tetapi ditangkap oleh musuh. Salah seorang samurai yang terkenal, Uesugi

Kenshin sempat meninggalkan pesanan kepada para pengikutnya sebelum mati:

“Seseorang yang tidak mau mati karena tertusuk panah musuh tidak akan

mendapat perlindungan daripada Tuhan. Bagi kamu yang tidak mau mati karena

dipanah oleh tentara biasa, karena mau mati di tangan pahlawan yang handal atau

terkenal, akan mendapat perlindungan Tuhan.”Tidak ada samurai yang pernah

terhindar daripada bayangan maut semasa di medan perang. Kebanyakan nama

besar dalam dunia samurai tumbang di medan perang. Ayah Uesugi Kenshin

terbunuh di dalam pertempuran, sebagaimana Imagawa Yoshimoto, Ryuzoji

Takanobu, Saito Dosan, Uesugi Tomosada... sementara yang lain telah mengambil

keputusan untuk membunuh diri selepas perjuangan mereka telah dipatahkan, dari

zaman Minamoto Yorimasa (kurun ke-12) sampai pada zaman Sue Harukata

(kurun ke-16). Kebiasaanya, seseorang samurai akan membuat puisi kematian

ketika menjelang maut.

3.2 Cara Kematian 2: Seppuku

Tindakan di mana seseorang menyobek perutnya, sebagai suatu cara

membunuh diri. Merupakan unsur yang paling popular dalam mitos samurai. Bagi

seorang samurai, membunuh diri adalah lebih baik daripada membiarkan

ditangkap, karena sekiranya samurai itu masih hidup dan ditangkap, ia dianggap

membawa malu kepada nama keluarga dan raja.

Page 15: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Di Barat, cara membunuh diri ini dipanggil Hara-kiri (artinya tindakan

Membunuh Diri dengan membelah perut – tetapi istilah ini tidak digunakan oleh

para samurai), tidak diketahui kapan istilah itu digunakan. Walau bagaimana pun,

seperti yang tercatat dalam sejarah, Seppuku ini mula dilakukan oleh Minamoto

Tametomo dan Minamoto Yorisama pada akhir kurun ke-12. Dari sinilah asalnya

seorang samurai memilih cara ini karena lebih mudah melakukan dibandingkan

membunuh diri dengan cara memenggal kepala sendiri. Ada juga yang

mengatakan bahawa dengan melakukan seppuku, yaitu dengan membelah perut

adalah merupakan cara yang paling jujur untuk mati. Ini karena, dia sebelum mati

akan merasai kesakitan yang amat sangat dan ini mungkin tidak berani dihadapi

oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu, mati dengan cara seppuku dianggap

sebagai suatu keberanian dan kehormatan.

Pada zaman Edo, seppuku telah menjadi sebagai salah satu upacara

terhormat dalam kebudayaan Jepang. Mula-mula, karpet tatami putih akan

dikeluarkan, kemudian satu bantal yang besar akan diletakkan di atasnya . Para

saksi pembunuhan akan berdiri di sebelah samurai tersebut (pelaku seppuku),

bergantung kepada pentingnya kematian (sebagai satu nilai penghormatan kepada

pelaku seppuku). Samurai yang menjalani seppuku, memakai baju kimono putih,

akan duduk berlutut (seiza) di atas bantal tersebut. Di sebelah kiri, pada jarak kira-

kira satu meter dari samurai tersebut, seorang kaishakunin, atau `kedua’ akan turut

berlutut. Kaishakunin atau `Kedua’ adalah sahabat akrab kepada samurai yang

telah meninggal kerana melakukan seppuku. Karena perbuatan ini dianggap tidak

senonoh dan amat memalukan (tabu), maka hanya orang-orang yang layak dan

terpilih (berkesanggupan untuk melakukan tugas membantu) saja yang akan

menjadi kaishakunin.

Di depan samurai (pelaku seppuku) ini akan ada sebilah pisau bersarung

yang terletak di dalam talam. Apabila samurai tersebut merasakan dia telah siap,

samurai tersebut akan menanggalkan kimononya dan membebaskan bagian

perutnya. Kemudian dia akan mengangkat pisau dengan sebelah tangan, manakala

sebelah tangan lagi menanggalkan sarung pisau tersebut dan meletakkannya ke

tepi.

Page 16: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Apabila dia telah bersedia, dia akan mengarahkan mata pisau tersebut pada

sebelah kiri perut, dan menggoreskannya ke kanan. Selepas itu, pisau tersebut

akan diputar dalam keadaan masih terbenam di dalam perut dan ditarik ke atas.

Kebanyakan samurai tidak sanggup lagi untuk melakukan tindakan ini, maka

ketika inilah kaishakunin (artinya kedua) akan memenggal kepala samurai

tersebut setelah melihat sejauh mana kesakitan yang terpapar pada wajahnya.

Tindakan yang dilakukan sampai selesai dikenali sebagai jumonji (crosswise),

sayatan bintang, dan seandainya samurai (pelaku seppuku) dapat melakukannya,

maka seppuku yang dilakukannya dianggap amat bernilai dan disanjung tinggi.

Seppuku juga mempunyai nama-nama tertentu, bergantung kepada fungsi atau

sebab melakukannya:

Junshi: Dilakukan sebagai tanda kesetiaan kepada raja, apabila raja tersebut

meninggal. Pada zaman Edo, junshi telah diharamkan karena dianggap sia-sia dan

merugikan karena negara akan banyak kehilangan perwira yang setia. Semasa

kematian Maharaja Meiji pada 1912, Jeneral Nogi Maresue telah melakukan

junshi.

Kanshi: Membunuh diri semasa demonstrasi. Tidak begitu popular, melibatkan

seseorang yang melakukan seppuku sebagai tanda peringatan kepada seseorang

raja apabila segala bentuk musyawarah (persuasion) gagal. Hirate Nakatsukasa

Kiyohide (1493-1553) telah melakukan kanshi untuk mengubah prinsip dan

pemikiran Oda Nobunaga.

Sokotsu-shi: Seseorang samurai akan melakukan seppuku sebagai tanda menebus

kesalahannya. Ini merupakan sebab yang paling popular dalam melakukan

seppuku. Antara samurai yang melakukan sokotsu-shi ini termasuklah Jeneral

Takeda, Yamamoto Kansuke Haruyuki (1501-1561), karena telah membuat satu

rencana yang akhirnya meletakkan posisi rajanya di dalam bahaya.

Page 17: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

4 Samurai Wanita

Secara umumnya, masyarakat samurai dipelopori oleh golongan lelaki,

namun sejarah merekam bahwa ada di kalangan samurai terdiri daripada kaum

hawa yang turut menunjukkan semangat pertarungan dan mengambil

tanggungjawab dan tugas yang sangat berat menyamai kaum lelaki. Wanita yang

dilatih dalam seni bela diri, pada masa itu memperoleh kemahiran yang tinggi,

terutamanya dalam penggunaan naginata.

Kisah-kisah keberanian dan kesetiaan samurai wanita ada dipaparkan di

dalam epik “Heike Monogatari”. Watak utama dalam epik ini ialah isteri kepada

Minamoto Yoshinaka – Tomoe Gozen. Seorang lagi samurai wanita yang terkenal

adalah Hojo Masako yang juga merupakan seorang yang mengamalkan cara hidup

biarawati Buddha (menjadi biarawati selepas kematian suaminya – Minamoto

Yorimoto). Masako juga telah melibatkan diri dalam bidang politik selepas

kematian suaminya. Kehandalan samurai wanita juga terbukti semasa

Pemberontakan Satsuma (1877) di mana kaum wanita di Kagoshima berjuang

menentang laskar-laskar penjajah.

Seorang samurai wanita, Nakano Takeko yang berkemahiran tinggi dalam

penggunaan naginata, semasa perang telah maju ke garisan musuh dan

memenggal beberapa orang tentara musuh. Walau akhirnya dia tertembak di

dadanya. Untuk mengelak dari penangkapan yang mengaibkan, dia telah

menyuruh saudara perempuannya, Yuko supaya memancung kepalanya dan

membawanya pulang ke rumah. Sebuah monumen untuk Nakano Takeko telah

didirikan di Kuil Hokai di Aizu Bangemachi, yang terletak di wilayah Fukishima.

Kisah-kisah sejarah ini menunjukkan bahawa kaum wanita juga

mempunyai kedudukan yang kuat dalam masyarakat samurai pada masa itu.

Undang-undang Mahkamah Shogun pada awal abad ke-13 membenarkan kaum

wanita untuk mewarisi harta dan mewasiatkan harta sama seperti kaum lelaki.

Samurai dan isteri bushi mempunyai status yang tinggi di dalam rumah.

Mereka menentukan perbelanjaan, pengurusan orang gaji dan turut dipanggil

untuk sama-sama mempertahankan tanah air ketika peperangan berlangsung.

Page 18: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

Mereka juga bertanggungjawab untuk membesarkan anak-anak mereka

berdasarkan idealogi samurai termasuk kesetiaan tidak berbelah bagi kepada raja

5. TOKOH-TOKOH SAMURAI JEPANG

Saigo Takamori Minamoto no

Yoshitsune

Benkei Musashibo

Yagyū Jūbei Mitsuyoshi Sakamoto Ryōma Oda Nobunaga

Page 19: MAKALAH SAMURAI JEPANG SHINTA DEWI

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Samurai (侍 ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi

kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau

dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu

kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi (武士 ) yang berarti “orang yang

dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi (続 日

本 紀 ), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi)

adalah harta negara”.

B. Saran

Saran yang akan kami berikan berdasarkan masalah yang kami temukan

selama pembuatan makalah ini adalah;

Diharapkan agar perpustakaan memperbanyak sumber bacaan terutana

yang berhubungan dengan samurai

Diharapkan agar generasi muda mencintai kebudayaan dalam dan luar

negri yang bersifat positif