makalah rhinitis alergik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan
gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut : bersin, hidung
tersumbat, hidung gatal dan rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat.
Rinitis alergi merupakan penyebab tersering dari rinitis.
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang
diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan
gatal pada hidung dan mata. Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai
sekitar 10 – 25% populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir.
Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi
40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup,
bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis
alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama. Tingkat keparahan rinitis alergi
diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis
rinitis alergi melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik
khususnya saluran nafas bawah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi rhinitis alergi ?
1.2.2 Bagaimana etiologi rhinitis alergi ?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi rhinitis alergi ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi rhinitis alergi ?
1.2.5 Bagaimana Manifestasi rhinitis alergi
1.2.6 Bagaimana insiden rhinitis alergi terjadi ?
1.2.7 Bagaimana evaluasi diagnostik rinitis?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan rhinitis alergi ?
1.2.9 Bagaimana komplikasi rhinitis alergi ?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien rhinitis alergi ?
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui rhinitis alergi
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi rhinitis alergi
b. Untuk mengetahui etiologi rhinitis alergi
c. Untuk mengetahui klasifikasi rhinitis alergi
d. Untuk mengetahui patofisiologi rhinitis alergi
e. Untuk mengetahui manifestasi rhinitis alergi
f. Untuk mengetahui insiden rhinitis alergi terjadi
g. Untuk mengetahui evaluasi diagnostik alergi rinitis
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan rhinitis alergi
i. Untuk mengetahui komplikasi rhinitis alergi
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien rhinitis alergi
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi rhinitis alergi
Rhinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan
dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitive I). Rhinitis adalah
suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantari oleh IgE.
2.2 Etiologi
2.2.1 Rinitis Alergi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang
secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki
peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi.
Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau
mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat
di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama
udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur,
serbuk sari, dan lain-lain.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi
yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1
jam setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga
empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24
jam.
a. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
3
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin
atau sengatan lebah
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
b. Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga
tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system
humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika
antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada,
karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon
tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan
c. Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan
keparahannya adalah:
Berdasarkan lamanya terjadi gejala
Klasifikasi Gejala dialami selama
Intermitten Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4
minggu setiap saat kambuh.
Persisten Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4
minggu setiap saat kambuh.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Ringan Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian,
olahraga, sekolah atau pekerjaan. Tidak ada
gejala yang mengganggu.
4
Sedang sampai berat Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
1. Gangguan tidur
2. gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau
olah raga
3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan
4. gejala yang mengganggu
a. Rinitis Nonalergi
1. Rinitis vasomotor
Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
a) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti:
ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
b) Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang
tinggi, dan bau yang merangsang
c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme
d) Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)
2. Rinitis Medikamentosa
Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical
(obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan,
sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini
disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).
3. Rinitis Atrofi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi
oleh kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae,
kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi
vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin
berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
2.3 Klasifikasi rhinitis alergi
2.3.1 Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung
dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini
5
dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada
musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan
oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
2.3.2 Rhinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :
a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh
perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran
hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung
sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis
alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas
hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang
akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini
tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi Adalah istilah umum
yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi
bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan
angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi
sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang
sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta
bau-bauan yang menyengat
c. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis
bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan
6
massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan
anti hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
Tipe-tipe rinitis non alergi adalah:
1. Rinitis Infeksiosa
Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernafasan Bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis
infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan
tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.
2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia
Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme
prostaglandin. Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan
eosinofil sebanyak 10-20%. Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung
meler, hidung terasa gatal dan penurunan fungsi indera penciuman (hiposmia).
3. Rinitis Okupasional
Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-
gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya
debu kayu, bahan kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.
4. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan
keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas,
pemakaian pil KB). Estrogen diduga menyebabkan peningkatan kadar asam
hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis pada kehamilan biasanya mulai timbul
pada bulan kedua, terus berlangsung selama kehamilan dan akan menghilang
pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung
berair.
5. Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)
Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah
dekongestan topikal, ACE inhibitor, reserpin, guanetidin, fentolamin, metildopa,
7
beta-bloker, klorpromazin,gabapentin, penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen
eksogen, pil KB.
6. Rinitis Gustatorius
Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama
makanan yang panas dan pedas.
7. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan
sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga
terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang
timbul berupa hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Gangguan
vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung
yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor
adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema
yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar
oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai
akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf
parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh,
kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada
keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu
tersebut. Merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan
lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon
terhadap protein spesifik pada zat allergennya. Faktor pemicunya antara lain
alkohol, perubahan temperatur / kelembapan, makanan yang panas dan pedas, bau
– bauan yang menyengat ( strong odor ), asap rokok atau polusi udara lainnya, faktor
– faktor psikis seperti : stress, ansietas, penyakit – penyakit endokrin, obat-obatan
seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral.
8
2.4 Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu
yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
2.5 Manifestasi Klinis
1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin
lebih dari 6 kali).
2) Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea.
Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya
dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit,
namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah
banyak.
3) Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan
jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5) Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
6) Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
7) Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara
pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman,
sakit kepala, dan hidung tersumbat.
8) Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media
hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau
9
2.6 Insiden Rhinitis Alergi
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai
KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim
dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan.
Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk
sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit
tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan
bertambahnya umur.
Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika
Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan
kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan
pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti
masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar.
Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Karena rinitis alergik ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa
angin, keadaan ini dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :
Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar)
Awal musim panas (rose fever) – tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)
Awal musim gugur – tepung sari gulma (ragweed)
Setiap tahunya, serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih sama.
Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman yang kaku tidak
terdapat, spora ini muncul pada awal musim semi, bertambah banyak selama musim panas
dan berkurang serta menghilang menjelang turunnya salju yang pertama.
2.7 EVALUASI DIAGNOSIS
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis
alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
10
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila
terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC
dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. 1
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air
mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi.
Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang
diutarakan oleh pasien.1 Gejala klinis lainnya dapat berupa ‘popping of the ears’,
berdeham, dan batuk-batuk lebih jarang dikeluhkan.4
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior
tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah
mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini
disebut allergic shiner.1
Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal,
dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan
menggosok ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di
dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut sebagai allergic crease.1
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior
faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral
faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue). 1
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
11
macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi
atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih
bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno SorbentAssay Test). 1
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap
berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri.1
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen
dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain
alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui. 1
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (³Challenge
Test´).1
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu
pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis
makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. 1
2.8 Penatalaksanaan
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak
dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid
12
a. Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral
dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin
sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa
ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut
kering, susah buang air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan
untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan
penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya.
Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil
namun secara ekonomi lebih mahal.
b. Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi
pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal
dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan
dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik
(Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping
yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering
pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya
biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin.
Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada
dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien
tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara
antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.
13
c. Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk
rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium
bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang
mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior
menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan
hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.
2.9 Komplikasi
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan
adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Nama
jenis kelamin
umur
bangsa
b. Keluhan utama
1. Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
Riwayat peyakit dahulu
2. Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
c. Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
- Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan sitologi hidung
Hitung eosinofil pada darah tepi
Uji kulit allergen penyebab
3.2 Diagnosa
Diagnosia Keperawatan
Berdasarkan data-data yang dikumpilkan dari hasil anamnesis riwayatsakit dan pemeriksaan
jasmani, diagnosis keperawatan yang utama bagi pasien mencakup:
1. Pola pernafasan tidak efektif yang berhubungan dengan reaksi alergik
2. Kurang pengetahuan tentang alergi dan modifikasi gaya hidup serta praktek perawatan
mandiri seperti yang dianjurkan
15
3. Kerusakan koping terhadap kondisi kronik dan kebutuhan terhadap perubahan
lingkungan
4. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
5. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Masalah kolaborasi/ komplikasi potensial
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi potensial dapat mencakup:
1. Anafilaksis
2. Gangguan pernafasan
3. Reaksi yang merugikan terhadap obat
4. Ketidak patuhan terhadap pengobatan atau terapi
3.3 Intervensi
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :
1. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
2. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi Rasional
a. Kaji penumpukan secret yang
ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi dengan team medis
a. Mengetahui tingkat keparahan dan
tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien
sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat
yang dikonsumsi
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
16
b. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan
ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang
dengan menyentuh klien )
3. Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya
perlahan, tenang seta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah
dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang
lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami
kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
1. Menentukan tindakan selanjutnya
2. Memudahkan penerimaan klien terhadap
informasi yang diberikan
3. Meningkatkan pemahaman klien tentang
penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif
4. Dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
5. Mengetahui perkembangan klien secara
dini.
6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan
klien
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
17
Kriteria :
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang
nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat
mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat
a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
hidung
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Tujuan : Klien dapat mengembalikan citra diri dan mengembangkan metode koping
yang sesuai dengan diri semdiri
Kriteria : Mampu meningkatkan rasa percaya diri
Dapat menerima penyakit yang diderita
Intervensi Rasional
a. Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis
kesehatan
b. ajarkan individu menegenai
sumber komunitas yang tersedia,
jika dibutuhkan (misalnya : pusat
kesehatan mental)
c. dorong individu untuk
a. memberikan minat dan perhatian,
memberikan kesempatan untuk
memperbaiakikesalahan konsep
b. pendekatan secara komperhensif dapat
membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk
memelihara tingkah laku koping
c. dapat membantu meningkatkan tingkat
kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap
18
mengekspresikan perasaannya,
khususnya bagaimana individu
merasakan, memikirkan, atau
memandang dirinya
perubahan dan meningkatkan perasaan
terhadap pengendalian diri
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro,
2005).Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan,Alergen Ingestan,Alergen Injektan,Alergen Kontaktan,
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap
besar :
Respon Primer,Respon Sekunder,Respon Tersier
Penatalaksanaannya :
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan
alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid
4.2 Saran
penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan mutu makalah yang
kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat memberikan informasi yang lebih berguna
untuk penyusun khususnya dan pembaca umumnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
-Mansjoer, arif dkk. 1993. Kapita Selekta Kedokteran Jilid.1 Edisi 3. jakarta : Media
Aesculapius
- Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta :
EGC
-Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
universitas indonesia
hendy.2010. Kumpulan askep.http://hendy-kumpulanaskep.blogspot.com/ Diakses tanggal 13
september pukul : 16.10
21