makalah retinopati diabetika

41
BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetika merupakan salah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di Amerika. Retinopati diabetika adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati diabetika merupakan penyakit penyulit diabetes yang paling penting. Hal ini karena insidennya cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% dan prognosisnya pun kurang begitu baik terutama bagi pengelihatan. Penerita diabetes mempunyai kecenderungan 25x lebih besar mengalami kebutaan, dibandingkan penderita non diabetes. Di Amerika, diabetika menjadi penyebab tersering pada penduduk usia 20-64 tahun, sedangkan di Inggris tersering pada pasien usia 30-60 tahun. Dari semua penderita diabetes melitus, ditemukan 25% mempinyai tipe yang lebih ringan, 5% mempunyai tipe retinopati yang proliferatif. Katarak dalam bahasa Indonesia disebut bular, dmana pengelihatan tertutup seperti air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi kedua-duanya. Berdasarkan WHO, di negara berkembang, 1-3% penduduk mengalami kebutaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju perbandingannya 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. 1

Upload: iga-amanda

Post on 05-Dec-2014

210 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

MO MTHT

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Retinopati Diabetika

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati diabetika merupakan salah satu dari empat kasus kebutaan yang

paling banyak terjadi di Amerika. Retinopati diabetika adalah kelainan retina yang ditemukan

pada penderita diabetes mellitus. Retinopati diabetika merupakan penyakit penyulit diabetes

yang paling penting. Hal ini karena insidennya cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% dan

prognosisnya pun kurang begitu baik terutama bagi pengelihatan. Penerita diabetes mempunyai

kecenderungan 25x lebih besar mengalami kebutaan, dibandingkan penderita non diabetes. Di

Amerika, diabetika menjadi penyebab tersering pada penduduk usia 20-64 tahun, sedangkan di

Inggris tersering pada pasien usia 30-60 tahun. Dari semua penderita diabetes melitus, ditemukan

25% mempinyai tipe yang lebih ringan, 5% mempunyai tipe retinopati yang proliferatif.

Katarak dalam bahasa Indonesia disebut bular, dmana pengelihatan tertutup seperti air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi kedua-

duanya. Berdasarkan WHO, di negara berkembang, 1-3% penduduk mengalami kebutaan dan

50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju perbandingannya 1,2%

penyebab kebutaan adalah katarak.

1

Page 2: Makalah Retinopati Diabetika

BAB II

LAPORAN KASUS

Lembar 1

Anda adalah seorang dokter umum yang sedang bekerja di Puskesmas. Seorang ibu paruh

baya datang dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata. Tidak ada keluhan mata

merah, gatal, kotor ataupun sakit.

Lembar 2

Pada anamnesis didapatkan keluhan penglihatan buram di kedua mata sudah berlangsung

selama 6 bulan, dan semakin lama semakin parah. Buram dirasakan bila melihat jauh dan dekat.

Mata kiri lebih parah daripada mata kanan. Kadang-kadang mata silau bila melihat cahaya yang

terlalu terang, tetapi saat malam hari juga pasien merasa tambah buram.

Pasien pernah ke optik untuk mencoba menggunakan kacamata, tetapi tidak ada ukuran

yang cocok untuknya. Sejak muda pasien tidak pernah menderita gangguan penglihatan di mata.

Riwayat Diabetes Mellitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun yang lalu. Hipertensi 1

tahun terakhir. Pemeriksaan Gula darah puasa 1 minggu yang lalu 165 mg/dL.

Lembar 3

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan:

STATUS GENERALISATA

Keadaan Umum : Baik, compos mentis

TB : 158 cm BB : 70 kg

Tanda Vital : Suhu : Afebris

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Respiratory rate : 18x/menit

2

Page 3: Makalah Retinopati Diabetika

Nadi : 76x/menit

Kepala : lihat status oftalmologis

Thorax : Normal

Abdomen : Normal

Ekstremitas : Normal

STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS

6/15, tidak dapat dikoreksi VISUS 1/60, tidak dapat dikoreksi

Normal PALPEBRA Normal

Normal KONJUNGTIVA Normal

Jernih KORNEA Jernih

Bulat, diameter 3 mm,

refleks cahaya direk indirek

+/+

IRIS/PUPIL Neovaskularisasi (+),

diameter 3 mm, reflex cahaya

direk indirek +/+

Keruh, tipis LENSA Keruh, tipis

Jernih FUNDUS MEDIA Perdarahan vitreous (+)

Bulat, CD 0,3; a/v 1/3; vena

berkelok-kelok

PAPIL Bulat, neovaskularisasi (+)

CD 0,3; a/v 1/3; vena

berkelok-kelok

Hard exudate sedikit, edema

(-)

MAKULA Hard exudate (+), edema

Soft exudate, flame-shaped

haemorrhages, dot, blot

RETINA Soft exudates, flame-shaped

haemorrhages, dot, blot,

neovaskularisasi

15 mmHg TEKANAN

INTRAOKULAR

17 mmHg

Tidak ada hambatan GERAKAN BOLA MATA Tidak ada hambatan

Normal LAPANG PANDANG Tidak bisa dinilai

3

Page 4: Makalah Retinopati Diabetika

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Suwati

Usia : 53 tahun

Pekerjaan : Guru

Status : Menikah

Alamat : Jl. Jambu no. 10 Jakarta Barat

ANAMNESIS

1. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan keluhan penglihatan buram mulai dirasakan? Bagaimana perjalanan

keluhan tersebut? Apakah bertambah parah, sudah membaik menetap atau hilang

timbul? Penglihatan buram kalau melihat jauh atau dekat? Apakah penglihatan

buram dikedua mata atau salah satu mata saja?

Apakah ada gejala lain yang menyertai seperti mual muntah, pusing?

Apakah ada pandangan seperti berkabut?

Bila melihat ke samping ke kanan dan kiri kelihatan tidak?

Apakah penglihatan ada perbaikan setelah pakai kacamata?

Bagaimana penglihatan saat malam hari?

Apakah ada silau saat melihat cahaya terang?

Apakah merasa buram mendadak atau perlahan?

Apakah ada merasa fotofobia?

4

Page 5: Makalah Retinopati Diabetika

2. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pernah mengalami penyakit mata yang sama?

Apakah pernah mengalami trauma?

Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,

keganasan?

Apakah ada riwayat operasi mata

3. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang mengalami hal seperti ini sebelumnya?

Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,

keganasan?

4. Riwayat pengobatan

Apakah sebelumnya pernah mendapat pengobatan? Obat apa yang dikonsumsi?

ANALISIS MASALAH & HIPOTESIS

MASALAH Hipotesis Interpretasi

Penglihatan buram dan tenang serta berlangsung kronis

Mata Tenang Visus Turun

A Mendadak

1. Katarak2. Glaukoma3. Retinopathi Diabetes

B. Perlahan

1. Abalasio Retina2. Obstruksi Vena

Optica3. Neuritis Optik

5

Page 6: Makalah Retinopati Diabetika

Silau bila melihat cahaya dan bertambah buram di malam hari

Katarak Mature Pada pasien ini adanya kekeruhan menyeluruh pada lensanya (leukoria) yang mengakibatkan susah melihatnya di malam hari. Walaupun mata pasien akan melebar (midriasis) pada malam hari tetapi tetap cahaya tidak bisa masuk dan diteruskan ke retina

Tidak pernah ada ukuran yang cocok untuk matanya

Adanya kelainan anatomi Dengan kacamata apapun pasien tetap tidak merasakan adanya penglihatan yang tajam dikarenakan adanya kekeruhan lensa juga adany kerusakan bagian anatomis dari lensa

Diabetes Hiperfungsi korteks adrenal

Riwayat hipertensi Sindrom cushing

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

Keadaan Umum Baik, Compos mentis Compos Mentis Normal

Tinggi Badan 158 cm BMI = (18.5-22.9) Obesitas Kelas I

Berat Badan 70 kg (BMI = 28)

Tanda Vital

1. Suhu

2. Tekanan Darah

3. Respiratory

rate

4. Nadi

1. Afebris

2. 140/90 mmHg

3. 18x/Menit

4. 76x/Menit

1. 36.4-37.2° C /

Afebris

2. 120/80mmHg

3. 12-20x/Menit

4. 60-100x/Menit

Hipertensi Grade I

(Dilihat dari

Tekanan Darah)

6

Page 7: Makalah Retinopati Diabetika

Kepala Lihat Status Oftalmologis

Thorax Normal

Abdomen Normal

Ekstremitas Normal

Status Oftalmologis

OD OS Interpretasi

VISUS 6/15, Tidak bisa

dikoreksi.

1/60, Tidak bisa

dikoreksi

OD: Pada optotipi snellen pasien

hanya bisa membaca sampai baris ke-

4

OS: Pada pemeriksaan hitung jari

pasien hanya bisa membaca dari jarak

1 meter

Tidak bisa dikoreksi menandakan

kelainan anatomi dan bukan refraksi.

PALPEBRA Normal Normal Normal

KONJUNGTIVA Normal Normal Normal

KORNEA Jernih Jernih Normal

IRIS/PUPIL Bulat, diameter

3mm, reflex

cahaya direk

indirek +/+

Neovaskularisasi

(+), diameter

3mm, reflex

cahaya direk

OD: Normal

OS: Ada proliferasi sel endotel,

terjadi pada retinopati berat

7

Page 8: Makalah Retinopati Diabetika

indirek +/+

LENSA Keruh, tipis Keruh, tipis OD & OS: Katarak Senilis Matur.

FUNDUS

MEDIA

Jernih Perdarahan

vitreous (+)

OD: Normal

OS: Menandakan adanya

neovaskularisasi yang pecah

PAPIL Bulat, CD 0.3;

a/v 1/3; vena

berkelok kelok

Bulat,

neovaskularisasi

(+), CD 0.3; a/v

1/3; vena

berkelok kelok

OD: a/v 1/3 menandakan adanya

oklusi (N: 2/3); vena berkelok tanpa

neovaskularisasi menunjukkan

retinopati non-proliferasi

OS: ada oklusi, retinopati fase

proliferasi

MAKULA Hard exudates

sedikit, edema

(-)

Hard exudates

(+), edema

OD: Hard exudates berasal dari

infiltrasi lipid.

OS: Infiltrasi lipid, edema

menandakan vascular leakage

RETINA Soft exudates,

flame-shaped

hemorrhages,

dot, blot

Soft exudates,

flame-shaped

hemorrhages,

dot, blot,

neovaskularisasi

OD: Terdapat iskemia retina,

perdarahan vena akibat diapedesis,

dan kapiler rupture

OS: Terdapat iskemia retina,

perdarahan vena akibat diapedesis,

rupture kapiler, dan retinopati

stadium proliferasi

TEKANAN 15 mmHg 17 mmHg Normal; OS sedikit lebih tinggi dari

8

Page 9: Makalah Retinopati Diabetika

INTRAOKULAR OD mungkin akibat adanya edema.

GERAKAN

BOLA MATA

Tidak ada

hambatan

Tidak ada

hambatan

Normal

LAPANG

PANDANG

Normal Tidak bisa

dinilai

OD: Normal

OS: Lapang pandang tidak bisa

dinilai mungkin akibat pendarahan

neovaskularisasi.

DIAGNOSIS KERJA

Non Proliferatif Retinopati Diabetika Okuli Dextra & Proliferatif Retinopati Diabetika

Okuli Sinistra disertai Katarak Senilis ODS.

Dasar Diagnosis :

Faktor resiko pada pasien: Riwayat diabetes melitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun

yang lalu, hipertensi 1 tahun terakhir, obesitas.

Keluhan pasien: terdapat penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu.

Pemeriksaan fisik: hipertensi stage 1, obese kelas 1

Status oftamologi OD: Visus 6/15 dan tidak dapat dikoreksi, lensa keruh dan tipis, a/v:1/3,

vena berkelok-kelok, hard exudate sedikit, soft exudate, flame shapped hemorrages, dot,

blot.

Status oftamologi OS: Visus 1/60 dan tidak dapat dikoreksi, neovaskularisasi pada iris

(rubeosis iridis), lensa keruh dan tipis, perdarahan vitreous (+), neovaskularisasi papil (+),

a/v:1/3, vena berkelok-kelok, hard exudate & edema macula, soft exudate, flame shapped

hemorrages, dot, blot hemorrages.

PATOFISIOLOGI

9

Page 10: Makalah Retinopati Diabetika

Retinopati Diabetik Non Proliferatif

Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahan

kemungkinan diakibatkan karena adanya perubahan endotel vaskuler ( penebalan membran

basalis dan hilangnya pericyte ) dan gangguan hemodinamik ( pada sel darah merah dan agregasi

platelet ). Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina ( intraretinal ),

terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal. Karakteristik pada jenis ini

adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang

membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi

dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan

retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasi

horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang

lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal. Edema makula pada retinopati diabetik

merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan

oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadi

kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya.

Retinopati Diabetik Proliferatif

Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh

halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona

perifer, disamping itu juga terdapat neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis. Pembuluh-

pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai

berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi

perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.

PENATALAKSANAAN

Non MedikaMentosa :

1. Regulasi gula darah dan kontrol tekanan darah

2. Diet rendah garam, rendah lemak dan rendah karbohidrat

3. Olahraga ringan seperti jogging

10

Page 11: Makalah Retinopati Diabetika

4. Konsul ke Dokter spesialis mata

Medikamentosa :

1. OD

Lakukan operasi fotokoagulasi laser. Manfaat terapi laser :

Menutup pembuluh darah yang bocor

Merusak retina yang kekurangan oksigen

Mencegah timbulnya pembuluh darah abnormal

2. OS

Tunggu perdarahan terserap sendiri selama 2-3bln, setelah itu baru dilakukan fotokoagulasi laser

3. EKIK + IOL

Lensa dikeluarkan seluruhnya dengan kapsulnya

Pasang IOL (Intra Oculer Lens) ±19.00 D

KOMPLIKASI

Ringan : non proliferative

Kebocoran pembuluh darah

Sumbatan pembuluh darah

Berat : proliferative

Pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh, Segala akibatnya :

Perdarahan vitreus

Jaringan parut

11

Page 12: Makalah Retinopati Diabetika

Lepasnya retina (ablation retina)

Gangguan penglihatan sampai buta

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : OS : Dubia ad malam

OD : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

12

Page 13: Makalah Retinopati Diabetika

A. RETINOPATI DIABETIKA

            Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat, dimana tepung dan

gula tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya. Hal ini menimbulkan gangguan pula pada

nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata. Pengobatannya dengan diit dan insulin, dapat

memperpanjang umur penderita diabetes mellitus, sehingga proses degenerasi dimata menjadi

bertambah penting. Yang paling khas adalah penyulitnya di retina.

  Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang  disebabkan akibat

penyakit diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama. Jumlah insidens

penderitanya yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa

kebutaan.

Patogenesa

           

Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika. Namun terdapat

2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar, yaitu :

1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase.

Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa

intraselular meningkat, hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular, yang

kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan

jaringan saraf. Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-

inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan

memperburuk kerusakan mikrovaskular. 

2. Teori protein Aminoguanidin.

Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial ) , melalui mekanisme yang masih

terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan

mikroaneurisma  dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina.

Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik,

yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu,

mengakibatkan keracunan sel sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang

disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari molekul glukosa

dengan protein yang disebut proses glikosilase protein.

13

Page 14: Makalah Retinopati Diabetika

            Dalam keadaan normal, proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita

diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang

secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah,

yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada

daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya. Kelainan kelainan ini

didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina, yang dapat diamati dengan

melakukan

1. fundus fluorescein angiography

2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna

3. oftalmoskop langsung dan tak langsung

4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman

Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan

mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang

lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol

membentuk mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar

makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2 mikroaneurisma

sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika. Pada keadaan lanjut, mikroaneurisma

didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler yang abnormal

maupun aneurisma menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat, perdarahan, di

sekitar kapiler dan mikroaneurisma.

Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula,

edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama

akan menyebabkan degenerasi kistoid. Bila hal ini terjadi di daerah makula, ketajaman

penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan

fotokoagulasi pada pengobatan.

Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya

mikroaneurisma. Kebocoran lipoprotein, tampak sebagai eksudat keras, menyerupai lilin

berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna

putih kekuning kuningan. Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan

kadar lemak darah yang tinggi.

14

Page 15: Makalah Retinopati Diabetika

Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan penyumbatan

yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,

disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral. Hipoksi mempercepat

timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul

eksudat lunat yang disebut cotton wool patch, yang merupakan bercak nekrose.

Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini

terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah

vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat

timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja. Bentuknya dapat berupa

gulungan atau rete mirabile. Letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina.

Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi.5 Bila jaringan

fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga

menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan

ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat

menyebabkan glaukoma hemoragik, yang sangat  sakit dan menimbulkan kebutaan. Perdarahan

di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai

neovaskularisasi, yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan.

Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan, retinopati diabetika cepat atau lambat akan

berakhir dengan kebutaan.

Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat

menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut

dan juga akibat perdarahan, karena pecahnya rubeosis iris. 

 

Manifestasi klinis

            Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan,

tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan.

            Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler,

tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah

makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya

visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler,

gangguan visus pasti menyusul.

15

Page 16: Makalah Retinopati Diabetika

Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika :

1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.

2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati

diabetika

 

3. Eksudat berupa :

a. hard eksudat  : berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Pada

angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh darah.

Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada hiperlipoproteinemia.

b. cotton wool patch : berwarna putih, tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan

iskemik retina.

4. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler

5. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi.

Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

6. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas

mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.

7. Akibat proliferasi sel sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai pembuluh

darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat. Mula

mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian masuk

kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan perdarahan di

retina, preretina, dan juga didalam badan kaca.

8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia.

9. Edema makula, kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada

pasien pasien diabetes. Dalam setahunnya di Amerika, didapatkan 75.000 kasus baru.

Berdasarkan kelainan diatas. Daniel Vaughan membagi klasifikasi retinopati dibaetikum menjadi

beberapa stadium :

I.          Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil

di daerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara histologis di

dapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear luar.

II.        Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin, tersebar, dan terletak dilapisan

pleksiform luar.

16

Page 17: Makalah Retinopati Diabetika

III.       Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola terminal.

IV.      Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan nyata

besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina.

V.        Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca. Disusul dengan

terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan timbulnya jaringan fibrotik dan

neovaskularisasi.

Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita.

Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati, namun sekali timbul,

tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini.

Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20 tahun

meskipun dikontrol dengan baik.2

            Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah

1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri

2. hipoglikemi

3. hiperlipoproteinemi

4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.

Adapun yang membagi stadium retinopati diabetikum menjadi dua (2) stadium yaitu:

Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :

Retinopati nonproliferatif.

Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan

ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil

pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan

cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan

pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak

protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina.

Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari

pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula).

17

Page 18: Makalah Retinopati Diabetika

Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan

seseorang.

Retinopati proliferatif

Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium

yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif

adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina.

Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola

mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat

menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati

proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata

sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.3

 

Terapi

            Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti

diabetik. Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati

diabetika ini, terutama pada penderita diabetes IDDM.

Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator. Dimana

sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut

di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya

neovaskularisasi. Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran, merangsang

penyerapan cairan, mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi retina, dengan

harapan dapat menghambat menurunnya visus.

B. KATARAK SENILIS

1. Pendahuluan

Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah

dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan Afrika.

Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan

18

Page 19: Makalah Retinopati Diabetika

diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya

berasal dari Asia Tengara.7

Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak

memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi

biasanya berkaitan dengan penuaan.8 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut,

namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.

Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis,

dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit

intraokular lainnya.9

Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan akibat

katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia harapan

hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari

30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.10

2. Definisi

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang

berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

kedua-duanya.9

Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan

proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa

bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.8

Gambar 1. Katarak Matur

19

Page 20: Makalah Retinopati Diabetika

( Dikutip dari kepustakaan No.11 )

3. Epidemiologi

Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta

kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia,

India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50%

dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.12

Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari

seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-1997

yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis

Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai 1,47% dan

1,02% diakibatkan oleh katarak.7

4. Klasifikasi

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 9

1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun

2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun

Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional,

bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat

pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya

merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak

metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak

komplikata.8,9

Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut

yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan

dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senil

dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 9

20

Page 21: Makalah Retinopati Diabetika

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test (-) (+) (-) +/-

Visus (+) < << <<<

Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma

Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 9

5. Diagnosis

Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin

kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang

kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih

baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks

refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa

awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak

pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop,

kaca pembesar atau slit lamp. 13

21

Page 22: Makalah Retinopati Diabetika

Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp

( Dikutip dari kepustakaan No. 13 )

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan

lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan

uji ketajaman penglihatan Snellen. 13

6. Terapi

Operasi

Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan

bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah

mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila

telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah

telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.9,13

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 9

- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional,

SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.

22

Page 23: Makalah Retinopati Diabetika

Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)

( Dikutip dari kepustakaan No. 15 )

Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran

ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi

melalui insisi ± 3 mm. 13

Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik

( Dikutip dari kepustakaan No. 16)

Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini.

Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan

23

Page 24: Makalah Retinopati Diabetika

yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi

yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.17

Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah

modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang

dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan

dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang

rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.19

Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 9,18

- Ruptur kapsul posterior

- Glaukoma

- Uveitis

- Endoftalmitis

- Perdarahan suprakoroidal

- Prolap iris

Lensa Intraokuler

Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk

mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien

katarak.13

Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi

katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak

lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat

lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang

terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.8

IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang

tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas

dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang

direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan

formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler.

Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara

24

Page 25: Makalah Retinopati Diabetika

lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa

intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat

pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan

ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).16

Gambar 7. Intra Ocular Lens

( Dikutip dari kepustakaan No.16 )

Pengukuran Kekuatan IOL

Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang

lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya

SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.20 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup

terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil

pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL

sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan.

Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah

ini:21

P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)

K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata

AL = Axial lenght (milimeter)

25

P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K / ( 1 – K x C / nA ) ]

Page 26: Makalah Retinopati Diabetika

C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL

(milimeter)

nV = Indeks refraksi dari vitreus

nA = Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL,

bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan

kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan

turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm

pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih

bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. 21

Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula

menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi

postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan

keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 21

Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan

suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk

mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk

formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri

harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar

batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya

dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua

mata. 21

26

Page 27: Makalah Retinopati Diabetika

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien tersebut

menderita non proliferative retinopati diabetikum pada ophtalmica dextra, proliferative retinopati

diabetikum pada ophtalmica sinistra, serta katarak senilis pada kedua mata. Dibutuhkan

penatalaksanaan secara terpadu untuk menghambat progresivitas penyakit tersebut. Prognosis

pada pasien ini adalah dubia ad bonam untuk ad vitam, dubia ad malam untuk ad fungsionam

OS, dubia ad bonam untuk ad fungsionam OD, serta dubia ad malam untuk ad sanationam.

27

Page 28: Makalah Retinopati Diabetika

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, edisi

ketiga FKUI Jakarta 1997

2. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Bois Fundamentals of otolaryngology. A textbook of

Ear, Nose and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co, 1989.

3. P.D. Bull : Disease of the Ear, Nose and throat, edisi 6, Blackwell science ; 1995

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. Faringitis. Editors: Rusmarjono, Soepardi EA.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. hal. 221.

5. Younis RT, Lazar RH. History and current practice of tonsillectomy. Laryngoscope

2002;112:3-5

6. Berkowitz RG, Zalzal GH. Tonsillectomy in children under 3 years of age. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg 1990; 116:685-6.[Abstract]

7. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri Hospital,

South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131

8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika,

2000. 175-183

9. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211

10. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems. http://www.

Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010]

11. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 September

2010]

12. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular

Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica

Indonesiana 2005;321:59.

28

Page 29: Makalah Retinopati Diabetika

13. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:

Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika;

2000.176-177.

14. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of

Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London.

http://www.Joc.Com [diakses 20 September 2010]

15. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses 20

September 2010]

16. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 September 2010]

17. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo

Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11 th Congress In

Jakarta, 2006.99-106

18. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1994. 234-

248.

19. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery.

IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171

20. Steinert RF. Cataract Surgery. Technique, Complications, Management. 1995. W.B.

Saunders Company. 22-6

21. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. Clinical Optics. Section 3. 2009-2010. American

Academy Opthamology.211-9

29