makalah psikologi pendidikan abk kesulitan belajar

18
MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “KESULITAN BELAJAR” OLEH: BAGUS DICKY (125514019) ALFIAN DWI ERNANTO (125514030) ROHMA EKA INDRI AHADIAH (125514202) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Upload: fian-deboris

Post on 30-Jun-2015

7.787 views

Category:

Data & Analytics


10 download

DESCRIPTION

ELKOM B 2012 UNESA

TRANSCRIPT

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “KESULITAN BELAJAR”

OLEH:

BAGUS DICKY (125514019)

ALFIAN DWI ERNANTO (125514030)

ROHMA EKA INDRI AHADIAH (125514202)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2014

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap anak unik dan luar biasa. Beberapa anak mempunyai perbedaan yang kita sebut anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat berarti banyak hal. Kadang-kadang anak belajar secara berbeda, atau mendengarkan dengan alat bantu, atau membaca dengan huruf Braille. Seorang anak mungkin mempunyai kesulitan dalam untuk berkomunikasi atau memberikan perhatian. Seorang anak dapat lahir dengan kebutuhan khusus, atau memperolehnya karena kecelakaan atau kondisi kesehatannya. Kadang-kadang seorang anak akan mengembangkan perilaku tertentu dan kemudian menjadi terhambat perkembangannnya. Tetapi apapun masalah yang dialami seorang anak dalam proses belajarnya, emosi, tingkah laku, atau tubuh fisiknya, ia tetap seorang manusia. Ia tidak ditentukan oleh ketidakmampannya; alih-alih ketidakmampuannya adalah sebagian dari jati dirinya.

2. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah: 1. Definisi kesulitan belajar2. Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar3. Karateristik anak berkesulitan belajar 4. Sebab-sebab kesulitan belajar5. Identifikasi anak berkesultan belajar6. Masalah dan dampak dari anak berkesulitan belajar

3. Tujuan Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui definisi kesulitan belajar2. Untuk mengetahui berbagai macam faktor yang menimbulkan kesulitan belajar 3. Untuk mengetahui karateristik anak berkesulitan belajar4. Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar 5. Untuk dapat mengidentifikasi anak berkesulitan belajar 6. Untuk mengetahui masalah dan dampak yang timbul pada anak berkesulitan

belajar

1

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KESULITAN BELAJAR

Anak berkesulitan belajar termasuk ke dalam kelompok tersendiri yang disebut learning diabilities atau berkesulitan belajar atau ketakcakapan belajar.

Siapakah anak berkesulitan belajar itu? Tidak kurang dari 40 istilah telah diusulkan untuk menggambarkan atau merujuk kepada apa yang disebut dengan anak berkesulitan belajar. Dan tidak kurang dari 38 definisi telah dirumuskan untuk mengartikan istilah berkesulitan belajar. Banyak istilah atau sebutan yang sering digunakan di dalam berbagai literatur untuk merujuk anak yang mengalami kesulitan belajar khusus antara lain sebutan berikut ini.

Attention deficit disorder

Clumsy child syndrome

Perceptual handicap

Brain injury

Minimal brain dysfunction

Dyslexia

Dyslogic syndrome

Learning disorder

Educational handicap

Mild handicap

Neurological impairment

Hyperactivity

Hyperkinesis

Definisi lain dikemukakan oleh Samuel A.Kirk (1971) bahwa Children Listed under the caption of specific learning disabilities are children who cannot be grouped under the traditional categories of exceptional children, but who show significant retardation in learning to talk, or who do not develop normal visual or auditory perception, or who have great difficulty in learning to read, to spell, to write, or to make arithmetic calculations.

Haring (1974) menambahkan, “learning disability is a behavioral deficit almost always associated with academic performance and that can be remediated by precise individual instruction programming”.

2

Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukkan bahwa learning disability (ies) tidak digolongkan ke dalam salah satu keluarbiasaan seperti yang dibahas sebelumnya, melainkan merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar. Meskipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.

Keragaman jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami seorang anak memang menimbulkan adanya klasifikasi yang cermat tentang kesulitan belajar ini. Oleh karena itu muncul berbagai istilah atau sebutan bagi kesulitan belajar seperti telah diutarakan di atas. Akan tetapi di dalam kenyataan, kesulitan yang satu seringkali dibarengi oleh kesulitan lain sehingga terjadi tumpang tindih antar kesulitan..

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENIMBULKAN KESULITAN BELAJAR

Kephart (1967) mengelompokkan penyebab kesulitan belajar ini dalam tiga kategori utama yaitu: kerusakan otak, gangguan emosional, dan pengalaman. Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam kasus-kasus encephalitis, meningitis, dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian pula anak-anak yang mengalami disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction) pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.

1. Faktor Gangguan EmosionalFaktor gangguan emosional yang menimbulkan kesulitan belajar terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan yang mengganggu hubungan funsional sistem urat syaraf. Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali seperti perilaku pada kasus kerusakan otak. Namun demikian tidak semua trauma emosional menimbulkan gangguan belajar.

2. Faktor PengalamanFaktor ‘pengalaman’ yang dapat menimbulkan kesulitan belajar mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan atau kemiskinan pengalaman lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh kesempatan menangani peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu dapat mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil dan ballpoint. Kemiskinan pengalaman lain

3

seperti kurangnya rangsangan auditif menyebabkan anak kurang memiliki perbendaharaan bahasa (berkata-kata) yang diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar. Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi orang tua sehingga seringkali berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian otak.

Bagan 8.1 menelusuri tahapan kesulitan belajar, yang diklasifikasikan ke dalam empat tataran, dari mulai penyebab sampai hasil. Tataran I menunjukkan penyebab asli, baik yang terjadi pada saat kelahiran maupun setelah lahir. Hasil dari tataran I ini terwujud dalam tataran II yang mungkin berupa kerusakan otak, ketidakseimbangan kimiawai, hambatan emosional, kesenjangan kematangan, dan/atau kemiskinan pengalaman yang dapat menimbulkan kesulitan dalam persepsi, pembentukan konsep, memori, dan proses lainnya sebagaimana tampak dalam tataran III. Kesulitan-kesulitan yang terjadi pada tataran III menghasilkan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak pada tataran IV. Jika ditilik dari proses tersebut maka suatu kesulitan belajar bisa disebabkan oleh faktor ganda.

4

Dengan menilik faktor-faktor diatas, faktor pada tataran I dan II lebih banyak menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidang medis akan lebih banyak terlibat dalam menangani masalah ini. Pada tataran III akan lebih banyak melibatkan ahli diagnostik dan ahli psikologi; sedangkan pada tataran IV akan lebih banyak melibatkan guru dan ahli pendidikan. Untuk kepentingan layanan pendidikan dan psikologis di dalam diagnosis dan

5

remedial, keragaman gaya belajar seperti tampak pada tataran IV harus menjadi fokus utama penyembuhan.

Gaya belajar seperti tampak pada tataran IV merupakan hal baru tetapi merupakan dimensi yang amat penting dalam memahami faktor kesulitan belajar. Sebagai contoh seorang anak yang mempunyai ga

ya belajar auditif tentu tidak akan efektif mencerna informasi yang disajikan melalui rangsangan visual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekeliruan dalam gaya penyajian dapat menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam belajar seyogyanya melakukan analisis tugas dan perilaku anak sebagai dasar pengembangan program pengajaran yang sepadan dengan gaya belajar dan gaya kognitif anak.

C. KARAKTERISTIK ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Anak yang berprestasi rendah (underachiviers) umumnya kita temui di sekolah karena tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran yang sangat rendah ditandai pula dengan hasil tes IQ berada di bawah rerata normal. Untuk golongan ini disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya disebabkan oleh faktor minimal brain dysfuncton, dyslexia, atau perceptual disability. Di Amerika Serikat anal yang berprestasi rendah disebut dengan istilah spesific learning disability.

1. Aspek Kognitif

Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar. Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukkan kemampuan berhitung atau matematika yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.

2. Aspek Bahasa

Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah kemampuan berbahasa anak akan berpengaruh signifikan terhadap kegagalan belajar.

3. Aspek Motorik

Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau pola. Kemampuan ini sangat diperlukan menggambar, menulis, atau menggunakan gunting.

6

Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan belajar.

4. Aspek Sosial dan Emosi

Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen. Ke-impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.

D. SEBAB-SEBAB KESULITAN BELAJAR

1. Ketidakberfungsian Minimal Otak (minimal brain dysfunction)

Ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada anak. Ketidakberfungsian ini bisa didapatkan dalam berbagai macam kombinasi kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi motorik.

Sekalipun sistem seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak, tetapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam memahami konsep konkrit maupun abstrak; penampilannya cenderung kacau atau tak beraturan-tinggi dalam bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering menunjukkan gejala kurang mampu memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustrasi, dan sikap permusuhan.

Beberapa simptom spesifik dari ketidakberfungsian otak minimal ialah:

a. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep

Kelemahan dalam membedakan ukuran.

Kelemahan dalam membedakan kiri-kanan dan atas-bawah.

Kelemahan tilikan ruang.

Kelemahan orientasi waktu.

Kelemahan dalam memperkirakan jarak.

Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan.

Kelemahan memahami keutuhan.

7

b. Gangguan bicara dan komunikasi

Kelemahan membedakan stimulus auditif.

Perkembangan bahasa yang lamban.

Seringkali kehilangan pendengaran.

Seringkali berbicara tak teratur.

c. Gangguan funsi motorik

Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak.

Hiperaktivitas.

Hipoaktivitas.

d. Kemunduran prestasi dan penyesuaian akademik

Ketidakcakapan membaca.

Ketidakcakapan berhitung.

Ketidakcakapan mengeja.

Ketidakcakapan menulis dan menggambar.

Kelambanan menyelesaikan pekerjaan.

Kebimbangan memahami instruksi.

e. Karakteristik emosional

Impulsif.

Eksplosif.

Kelemahan kendali emosi dan dorongan.

Toleransi rendah terhadap frustasi.

f. Gangguan proses berpikir

Ketidakcakapan berpikir abstrak.

Umumnya berpikir konkret.

Kesulitan membentuk konsep.

Seringkali berpikirnya tak terorganisasi.

Keterbatasan rentang memori.

Seringkali berpikir autistik.

8

2. Aphasia

Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 30 tahunan. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara, atau faktor lingkungan.

Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan simptom yang cukup kompleks. Secara garis besar simptom aphasia dapat digolongkan ke dalam tiga karakteristik utama berikut ini.

a. Receptive aphasia

Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar.

Tidak dapat melacak arah.

Kemiskinan kosakata.

Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.

Tidak dapat memahami apa yang dia baca.

b. Expressive aphasia

Jarang bicara di kelas.

Kesulitan dalam melakukan peniruan.

Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.

Jarang menampilkan gesture (gerak tangan).

Ketidakcakapan menggambar dan menulis.

c. Inner aphasia

Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak.

Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan.

Lamban merespon.

3. Dyslexia

Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah. Simptom umum yang sering ditampilkan anak disleksa ialah:

9

Kelemahan orientasi kanan-kiri.

Kecenderungan membaca kata bergerak mundur; seperti “dia” dibaca “aid”

Kelemahan keterampilan jari.

Kesulitan dalam berhitung, kesalahan hitung.

Kelemahan memori.

Kesulitan auditif.

Kelemahan memori-visual, tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata, atau huruf.

Dalam membaca keras tidak mampu menkonversikan simbol visual kedalam simbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.

4. Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik

Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah yang sama. Sebenarnya persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri berfungsi membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna. Seorang anak membedakan dan menafsirkan objek sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi jika kelemahan perseptual-motorik itu terjadi, hubungan antara persepsi dan gerak motorik akan terganggu. Kondisi ini menjadikan anak tidak dapat melakukan pengamatan secara tepat dan tidak mampu menterjemahkan pengamatan itu ke dalam alur gerak motorik, dan bahkan anak tidak dapat mendengar dan melihat secara normal. Biasanya anak yang mengalami gangguan perseptual motorik ini mengalami kesulitan dalam memahami dan menyatakan ide.

Simptom umum yang sering ditunjukkan oleh anak yang mengalami kelemahan perseptual atau perseptual-motorik ialah:

Kemiskinan koordinasi visual-motorik.

Gangguan keseimbangan badan pada waktu berjalan maju, mundur, dan menyamping.

Kurang terampil dalam melompat.

Kesulitan mengamati diri dalam konteks ruang dan waktu.

Kesulitan melakukan gerak ritme normal; saat menulis cenderung mengurangi atau menambah ukuran, bentuk, warna, ketebalan.

Kesulitan dalam mengikuti konsistensi objek; d menjadi b.

10

A. IDENTIFIKASI ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Keragaman definisi kesulitan belajar membawa keragaman pula dalam orientasi filosofis tentang identifikasi dan pengajaran bagi anak berkesulitan belajar. Meskipun demikian prinsip-prinsip dasar evaluasi bagi seluruh anak berkesulitan belajar perlu diketahui dan dipahami. Prinsip-prinsip dasar tersebut ialah:

1. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami oleh anak.

2. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas seorang guru atau ahli lain yang mengetahui masalah kesulitan belajar.

3. Kriteria penetapan kesulitan belajar hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut:

a) Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika anak tidak mampu mencapai prestasi sesuai dengan usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang:

Ekspresi lisan

Mendengarkan pemahaman

Ekspresi tulisan

Keterampilan membaca dasar

Membaca pemahaman

Perhitungan matematis, atau

Berpikir matematis

b) Seorang anak tidak diidentifikasikan sebagai mengalami kesulitan belajar jika kesenjangan antara kecakapan dan prestasi disebabkan oleh:

Hambatan visual, pendengaran, atau motorik

Keterbelakangan mental

Gangguan emosional

Ketidakberuntungan lingkungan, budaya, atau ekonomis.

4. Pelaporan hasil identifikasi hendaknya menyatakan:

a) Kesulitan belajar khusus apa yang dialami anak,

b) Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis kesulitan,

c) Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan,

d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian akademik anak,

e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan,

11

f) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan dan layanan khusus,

g) Pertimbangan tentang pengaruh ketakberuntungan lingkungan, budaya, dan ekonomi.

F. MASALAH DAN DAMPAK DARI ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Telah diungkapkan di atas bahwa perilaku bermasalah yang muncul sebagai akibat dari kesulitan belajar sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi kesulitan itu. Namun demikian, secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya.

Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua, apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialami anaknya. Kekecewaan, perasaan, dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil menimbulkan frustasi orang tua atau keluarga.

Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar menimbulkan dampat terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Meskipun demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu penyelenggaraan kelas khusus bagi anak kesulitan belajar. Penyelenggaraan kelas khusus akan membawa dampak kurang baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman sebayanya yang normal. Penempatan dan layanan khusus tersebut akan lebih baik jika diwujudkan dalam layanan semacam resource room, dimana anak memperoleh layanan tanpa harus dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang dapat memberikan layanan dan konsultasi bagi guru kelas dimana anak tersebut ada. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan pendidikan dan psikologis dikembangkan.

Mengingat harapan tersebut di Indonesia masih sulit diwujudkan, maka hal yang paling mungkin ialah membekali para guru dan calon guru sekolah dasar dengan pengetahuan/keterampilan memahami dan membantu anak berkesulitan belajar.

PENUTUP

12

Kesimpulan

Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.

Anak berkesulitan belajar merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.

DAFTAR PUSTAKA

13

Delphie,Bandi (2007). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman:Penerbit KTSP

Somantri.Sutjihati (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung :Penerbit Refika Aditama

14