makalah psi. abnormal gangguan makan

32
MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL GANGGUAN MAKAN Disusun oleh : Alifia Hardyanis 1125121043 Muthia Shabira 1125121055 Suci Andini 1125121025 Yuliana Putri Ayuningtyas 1125121034 Reguler B 2012 Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Upload: raidiniputri

Post on 20-Dec-2015

490 views

Category:

Documents


38 download

TRANSCRIPT

MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL

GANGGUAN MAKAN

Disusun oleh :

Alifia Hardyanis 1125121043

Muthia Shabira 1125121055

Suci Andini 1125121025

Yuliana Putri Ayuningtyas 1125121034

Reguler B 2012

Program Studi Psikologi

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

Dewasa ini, seiring dengan gaya hidup masyarakat yang cepat dan menjamurnya

restoran menyajikan makanan cepat saji, menjadikan tren pola makan tidak sehat. Ditambah

lagi banyak sekali iklan makanan cepat saji yang dikemas secara menarik di majalah maupun

di televisi yang tak lupa menawarkan harga murah ataupun potongan harga. Pada saat yang

sama, banyak orang mengalami kelebihan berat badan. Pengaturan pola makan untuk

menurunkan berat badan merupakan hal umum dan merupakan keinginan banyak orang

terutama kaum perempuan. Hal ini semata-mata dilakukan untuk mencapai tujuan untuk

memiliki tubuh yang lebih langsing. Obsesi saat proses pengaturan pola makan untuk

mendapatkan tubuh yang ideal itu lah yang tak jarang menyebabkan beberapa aspek perilaku

manusia sehingga dapat mengalami gangguan.

Gambaran klinis mengenai gangguan makan pertama kali dicantumkan didalam DSM

pada tahun 1980 sebagai suatu sub kategori gangguan yang bermula pada masa kanak-kanan

atau remaja. Seiring dengan diterbitkannya DSM-IV, gangguan makan berupa anorexia

nervosa dan bulimia nervosa menjadi kategori tersendiri. Hal ini mencerminkan semakin

meningkatnya perhatian para ahli klinis dan peneliti terhadap gangguan tersebut dalam tiga

decade terakhir.

BAB II

Gangguan Makan

2.1 Gambaran Klinis

Berikut akan dijelaskan mengenai anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Diagnosis

kedua gangguan tersebut memiliki beberapa cirri klinis yang sama yaitu ketakutan yang amat

sangat mengalami kenaikan berat badan. Namun, terdapat beberapa indikasi yang menjadi

pembeda diantara keduanya.

2.1.1 Anorexia Nervosa

Istilah “anorexia’’ berarti hilangnya selera makan, dan “nervosa” mengidentifikasikan

bahwa hilangnya selera makan tersebut memiliki sebab emosional. Jadi anorexia nervosa

adalah suatu keadaan dimana hilangnya selera makan pada diri seseorang yang dipengaruhi

oleh faktor emosional. Namun, istilah itu sendiri kurang tepat karena sebagian besar pasien

anorexia nervosa secara aktual tidak benar-benar kehilangan selera makan atau selera mereka

terhadap makanan. Secara kontras, seraya melaparkan dirinya sendiri, sebagian besar pasien

dengan gangguan ini justru mensibukkan dirinya dengan urusan makanan seperti dengan

membaca buku-buku tentang masakan secara rutin, dan menyiapkan makanan untuk

keluarganya.

Dalam DSM-IV-TR terdapat beberapa kriteria yang mengidentifikasikan seseorang menderita

anorexia nervosa diantaranya:

• Orang yang bersangkutan menolak untuk mempertahankan berat badan normal

Hal ini biasanya berarti bahwa berat badam orang tersebut kurang dari 85 persen dari

berat badan yang dianggap normal bagi usia dan tinggi badan orang tersebut

• Meskipun berat badannya sangat kurang, namun mengalami ketakutan yang amat sangat

untuk menjadi gemuk.

Pasien anoreksia sangat takut bila berat badannya bertambah, dan rasa takut tersebut tidak

serta merta berkurang saat Ia telah mengalami banyak penurunan berat badan. Mereka

tidak pernah pernah pernah puas dan merasa tidak cukup kurus.

• Gangguan citra tubuh

Pasien anorexia mempunyai pandangan yang menyimpang tentang bentuk tubuh mereka.

Bahkan dalam kondisi kurus kering mereka tetap merasa bahwa mereka kelebihan berat

badan, atau merasa berlebihan pada bagian tubuh tertentu seperti perut, paha atau lengan.

Pasien anorexia cenderung sering menimbang berat badan mereka dan mengamati secara

kritis tubuh mereka di cermin.

• Pada perempuan yang telah menstruasi dapat menyebabkan amenorea (berhentinya

periode mentruasi)

Distorsi citra tubuh pada individu yang mengalami anorexia nervosa dapat dilakukan

dengan menggunakan kuesioner seperti Eating Disorders (Garner, Olmsted, & Polivy, 1983).

Dalam kuesioner ini disajikan sebaris gambar perempuan dengan berat badan yang bervariasi,

dan individu diminta untuk memilih satu gambar yang paling mendekati berat badannya saat

ini dan satu gambar yang mencerminkan bentuk tubuh ideal bagi mereka. Pasien yang

menderita anorexia nervosa menilai berat badan mereka secara berlebihan dam memilih figur

yang kurus sebagai bentuk tubuh ideal.

DSM-IV-TR membedakan dua tipe anoreksia nervosa yaitu: Tipe terbatas (penurunan

berat badan dicapai dengan membatasi asupan makan), Tipe makan Berlebihan-pengurasan

(individu secara rutin makan secara berlebihan dan kemudian mengeluarkannya). Anorexia

nervosa umumnya timbul pada awal hingga pertengahan masa remaja. Gangguan ini

seringkali muncul setelah suatu episode dian dan terjadinya stress dalam kehidupan.

Gangguan ini sepuluh kali lebih banyak terjadi pada perempuan. Pasien anorexia seringkali

didiagnosis dengan depresi, gangguan obsesif-kompulsif , fobia, gangguan panic,

alkoholisme, dan berbagai gangguan lain. Pada laki-laki yang menderita gangguan ini

memiliki kemungkinan juga didiagnosis menderita gangguan mood, skizofrenia, atau

ketergangguan zat.

2.1.2 Anorexia dan Depresi

Melalui perubahan biokimiawi yang disebabkan oleh kelaparan atau rasa bersalah dan

rada malu dapat menyebabkan munculnya depresi pada pasien anorexia. Perempuan yang

menderita anorexia dan mengalami depresi memiliki gaya atribusional depresif. Ketika

mereka mengalami peristiwa yang penuh stres dalam hidupnya, mereka cenderung

mengartikannya dengan cara yang menimbulkan kondisi emosioanal negatif.

2.1.3 Perubahan Fisik dalam Anorexia Nervosa

Pada pasien anorexia keadaan melaparkan diri dan penggunaan obat pencahar yang

berlebihan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah, melambatnya denyut jantung,

gangguan pada ginjal dan sistem pencernaan, kulit menjadi kering, kuku mudah patah, kadar

hormone berubah, dan dapat terjadi anemia ringan. Pada beberapa pasien terjadi kerontokan

rambut, dan dapat memiliki lunogo yaitu bulu-bulu lembut dan halus ditubuh mereka.

Kekurangan elektrolit mengakibatkan kelelahan, lemah, aritmias kardiak, dan bahkan

kematian mendadak. Perubahan struktur otak seperti rongga yang meluas atau pelebaran

sulcal juga dapat terjadi,namun masih dapat diperbaiki.

2.1.4 Prognosis

Sekitar 70 perssen pasien anorexia akhirnya dapat sembuh. Meskipun demikian,

penyembuhan dapat berlangsung selama 6 atau 7 tahun, dan tidak jarang pasien kembali

mengalami kekambuhan (kembali melaparkan diri) sebelum tercapainya pola makan yang

stabil dan dipertahankannya berat badan.

2.1.5 Bulimia Nervosa

Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “lapar seperti sapi jantan”. Gangguan

ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan

perilaku kompensatori seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan. Kriteria DSM-IV-TR

untuk bulimia nervosa adalah sebagai berikut:

• Makan berlebihan secara berulang

• Pengurasan berulang untuk mencegah bertambahnya berat badan

• Simtom-simtom terjadi sekurang-kurangnya 2 kali seminggu selama sekurang-kurangnya

3 bulan

Pada pasien bulimia, makan berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam.

Perilaku ini dapat disebabkan oleh stress dan berbagai emosi negative yang ditimbulkannya.

Individu akan terus makan hingga yang dirinya merasa sangat kekenyangan. Setelah selesai

makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah

memicu tahap kedua pada bulimia nervosa yaitu pengurasan untuk menghilangkan efek

asupan kalori karena makan berlebihan. Cara yang paling sering dilakukan untuk menguras

atau mengeluarkan kembali makanan yang sudah dimakan adalah dengan memuntahkannya

kembali. Selain itu pasien bulimia juga terlibat dalam penyalahgunaan obat pencahar secara

berlebihan, berpuasa, dan olahraga berlebihan untuk mencegah penambahan berat badan.

Bulimia nervosa biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.

Sekitar 90 persen kasus terjadi pada perempuan. Gangguan ini dikaitkan dengan sejumlah

diagnosis lain terutama depresi, gangguan kepribadian, gangguan kecemasan, penyalah

gunaan zat, dan gangguan tingkah laku. Laki-laki yang menderita bulimia juga kemungkinan

didiagnosis memiliki gangguan mood atau ketergantungan zat.

2.1.6 Perubahan Fisik dalam Bulimia Nervosa

Berbeda pada penderita anorexia, pada pasien bulimia biasanya memiliki indeks

massa tubuh (IMT) yang normal. Efek samping pada pasien bulimia terjadi karena seringnya

pengurasan yang dapat menyebabkan beburangan potassium. Penggunaan obat pencahar

secara berlebihan dapat menyababkan diare dan perubahan elektrolit dalam tubuh sehingga

menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur. Muntah secara berlebihan menyebabkan

rusaknya jaringan lambung dan tenggorokan serta hilangnya enamel gigi akibat asam

lambung yang naik bersama muntahan sehingga dapat menyebabkan gigi berlubang dan

kelenjar ludah dapat membengkak, menstruasi yang tidak teratur juga mungkin saja terjadi.

2.1.7 Prognosis

Sekitar 70 persen pasien bulimia nervosa memperoleh kesembuhan meskipun sekitar

10 persen tetap sepenuhnnya simtomatik. Pasien dengan yang lebih sering makan dan

muntah, komorbid dengan penyalah gunaan zat, atau memiliki riwayat depresi memiliki

prognosis yang lebih buruk dibanding pasien tanpa faktor-faktor tersebut.

2.2 Gangguan Makan Berlebihan

DSM-IV-TR mencantumkan gangguan makan berlebihan sebagai satu diagnosis yang

memerlukan studi lebihlanjut dan bukan sebagai diagnosis resmi. Beberapa kriteria gangguan

makan berlebihan adalah:

• Makan berlebihan yang berulang setidaknya selama dua kali seminggunselama sekurang-

kurangnya enam bulan

• Kurangnya control diri selama episode makan berlebihan dan merasa tertekan karena

makan berlebihan

• Makan secara cepat dan diam-diam

Kondisi-kondisi diata dibedakan dengan bulimia nervosa karena meskipun sama-sama

makan berlebihan secara berulang namun, pada gangguan makan berlebihan tidak terjadi

perilaku kompensatori (pengurasan, puasa, olahraga berat). Gangguan ini lebih sering terjadi

pada perembuan dan dihubungkan dengan dengan obesitas dan riwayat melakukan diet.

Gangguan ini dikaitkan dengan kemampuan fungsi pekerjaan dan sosial, depresi, harga diri

yang rendah, penyalahgunaan zat, dan ketidak puasan atass bentuk tubuh. Faktor-faktor yang

beresiko dapat menyebabkan munculnya gangguan ini diantaranya mencakup obesitas pada

masa kanak-kanak, komentar-komentar bernada mengkritik atas berat badan yang berlebihan,

konsep diri yang rendah, depresi, dan penyiksaan fisik atau seksual pada masa kanak-kanak.

2.3 Faktor – faktor biologis

2.3.1 Genetik

Genetik dapat memberikan pengaruh besar pada kemunculan bulimia nervosa.

Bulimia dapat terjadi dalam satu keluarga, kerabat tingkat pertama dari perempuan yang

menderita anoreksia nervosa memiliki kemungkinan sepuluh kali lebih besar dibanding rata –

rata untuk menderita gangguan tersebut dan juga memiliki kemungkinan sekitar 4 kali lebih

besar dibanding rata – rata untuk menderita gangguan tersebut. Kerabat pasien yang

menderita gangguan makan memiliki kemungkinan lebih besar dibanding rata – rata untuk

mengalami simtom – simtom gangguan makan yang tidak memenuhi kriteria lengkap untuk

menegakkan diagnosis.

Genetik memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap orang kembar mengenai

gangguan makan dibandingkan dengan faktor – aktor lingkungan. Penelitian juga

menunjukkan bahwa ciri – ciri penting gangguan makan, seperti ketidakpuasan atas bentuk

tubuh, keinginan yang kuat untuk menjadi langsing, makan berlebihan, dan preokupasi

dengan berat badan dapat diturunkan dalam keluarga.

2.3.2 Gangguan makan dan otak

Hipotalamus adalah pusat otak yang penting dalam pengaturan rasa lapar dan makan.

Kadar beberapa hormon yang diatur oleh hipotalamus, seperti kortisol, memang tidak normal

pada penderita anoreksia, namun bukan merupakan penyebab anoreksia, melainkan

merupakan akibat kondisi melaparkan diri sendiri, dan kadarnya kembali normal seiring

betambahnya berat badan.

Opioid endogenus adalah zat yang diproduksi tubuh yang mengurangi sensasi sakit,

meningkatkan mood, dan menekan selera makan, setidak – tidaknya pada mereka yang

memiliki berat badan rendah. Opioid diproduksi dalam kondisi kelaparan yang dianggap

berperan dalam anoreksia dan bulimia, namu dengan cara yang berbeda. Kelaparan pada

pasien anoreksia dapat menaikkan kadar opioid endogenus, yang menyebabkan kondisi eforia

yang memberikan penguatan positif.

2.4 Pengaruh Sosiokultural

2.4.1 Pengaruh Gender

Terdapat fakta – fakta bahwa gangguan makan lebih umum terjadi pada perempuan

dibanding laki – laki. Salah satu alasan utama atas prevalensi gangguan makan yang lebih

besar pada perempuan adalah karena standar budaya masyarakat Barat menguatkan keinginan

untuk menjadi kurus pada perempuan. Selain itu nilai – nilai sosiokultural mendorong

objektivitasi tubuh perempuan. Resiko gangguan makan terjadi pada kelompok yang sangat

peduli terhadap berat badan, misalnya para model, penari, dan pesenam sangat tinggi.

2.4.2 Berbagai Studi Lintas Budaya

Gangguan makan tampaknya lebih banyak terjadi dalam masyarakat industri seperti

Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, dan Eropa dibandingkan pada masyarakat

nonindustri. Selain itu, seiring dengan berbagai masyarakat yang mengalami perubahan sosial

yang berkaitan dengan pengadopsian berbagai praktik budaya Barat, insiden gangguan makan

tampak mengalami peningkatan. Variasi anatarberbagai budaya dalam prevalensi gangguan

makan tetap merupakan suatu pendapat dan kadang kontroversial. Contohnya, Lee (1994)

menjelaskan suatu gangguan yang mirip dengan anoreksia nervosa yang terjadi pada

beberapa negara nonindustri di Asia. Gangguan ini ditandai dengan tubuh yang kurus,

menolak makanan dan amenorea, namun tidak disertai rasa takut menjadi gemuk. Hal ini

berkaitan dengan peran individu dalam hubungan dengan keluarga dan masyarakat mengenai

berbagai studi lintas budaya terhadap gangguan makan.\

2.4.3 Perbedaan Etnik

Berbagai studi yang lebih mutakhir menyatakan lebih banyak terjadi gangguan makan

dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang lebih besar dikalangan perempuan kulit putih

dibandingkan dengan perempuan Afrika Amerika. Kelompok etnis bukan merupakan satu –

satunya variabel penting dalam berbagai perbedaan tersebut. Kelas sosial juga merupakan hal

penting. Penekanan pada kelangsingan tubuh dan diet saat ini telah mulai menyebar keluar

kalangan kulit putih kelas menengah atas hingga ke kalangan perempuan dari berbagai kelas

sosial yang lebih rendah dan prevalensi patologi gangguan makan telah meningkat diberbagai

kalangan.

2.5 Pandangan Psikodinamika

Teori psikodinamika banyak yang menjelaskan tentang gangguan makan salah satu

penyebab utamanya yaitu hubungan orang tua dan anak yang terganggu dan sepakat bahwa

beberapa karakteristik kepribadian menjadi penting. Berbagai teori psikodinamika juga

menyatakan simtom – simtom gangguan makan menjadi suatu pemenuhan bagi beberapa

kebutuhan. Karakteristik kepribadian pasien yang menderita gangguan makan dan berbagai

studi tentang karakteristik keluarga pasien memeberikan dukungan tentang teori

psikodinamika dalam gangguan makan. Goodsitt (1997) menyatakan bahwa bulimia nervosa

pada perempuan berakar dari kegagalan untuk mengembangkan kesadaran diri yang adekuat

karena hubungan ibu-anak yang penuh konflik.

2.6 Karakteristik Keluarga

Hubungan yang bermasalah dalam keluarga tampaknya memang menjadi karakter

keluarga beberapa pasien gangguan makan, dengan salah satu karakteristik yang paling sering

terlihat adalah rendahnya dukungan. Meski demikian, karakteristik keluarga tersebut dapat

disebabkan oleh gangguan makan dan tidak selalu merupakan penyebab. Beberapa

karakteristik yang sama juga ditemukan dalam keluarga dengan tipe psikopatologi lain,

termasuk depresi dan gangguan kepribadian. Dengan demikian, pola keluarga tersebut tidak

hanya spesifik dalam patologi gangguan makan tetapi juga dapat merupakan hal umum dalam

keluarga yang salah satu anggotanya menderita psikopatologi secara umum (a.l., Wonderlich

& Swift, 1990).

Untuk memahami lebih baik peran dari fungsi keluarga, maka perlu untuk mulai

mempelajari keluarga secara langsung dengan metode observasional daripada melalui laporan

diri sendiri. Dalam salah satu dari sedikit studi observasional yang dilakukan sejauh ini, para

orang tua dari anak-anak dengan gangguan makan tidak tampak sangat berbeda dengan orang

tua dalam kelompok control. Meski demikian, para orang tua anak-anak dengan gangguan

makan memang kurang meiliki beberapa keterampilan komunikasi, seperti kemampuan untuk

meminta klarifikasi atas pernyataan yang tidak jelas (van den Broucke, Vandereycken, &

Vertommen, 1995). Studi observasional semacam ini, dipasangkan dengan data mengenai

karakteristik keluarga yang teramati, akan membantu menentukan apakah karakteristik

keluarga yang actual atau yang teramati berkaitan dengan gangguan makan.

2.7 Penyiksaan Anak dan Gangguan Makan

Beberapa studi mengindikasikan bahwa penuturan diri tentang pelecehan seksual di

masa kanak-kanak lebih tinggi dari normal di antara pasien dengan gangguan makan,

terutama yang menderita bulimia nervosa (Deep dkk., 1999; Webster & Palmer, 2000).

Beberapa data mengindikasikan bahwa laporan tentang pelecehan dapat diciptakan dalam

proses terapi, perlu dicatat bahwa angka pelecehan yang tinggi ditemukan pada individu yang

menderita gangguan makan yang belum pernah mendapatkan penanganan serta pada mereka

yang pernah (Romans dkk., 2001; Wonderlich dkk., 1996; Wonderlich dkk., 2001).

Penelitian juga menemukan angka pelecehan fisik di masa kanak-kanak yang lebih

tinggi di kalangan pasien gangguan makan. Data ini menunjukkan bahwa berbagai studi di

masa mendatang seharusnya memfokuskan pada pengalaman pelecehan yang lebih luas.

Terlebih lagi, telah disampaikan bahwa terjadi atau tidaknya pelecehan merupakan variable

yang bersifat terlalu umum. Pelecehan yang terjadi pada usia yang sangat awal, melibatkan

unsur paksaan, dan dilakukan oleh anggota keluarga dapat memiliki hubungan yang lebih

kuat dengan gangguan makan dibanding jenis pelecehan lainnya (Everill & Waller, 1995).

2.8 Pandangan Kognitif-Perilaku

2.8.1 Anoreksia Nervosa

Rasa takut terhadap kegemukan dan gangguan citra tubuh dihipotesiskan sebagai

factor-factor yang memotivasi yang menjadikan kondisi melaparkan diri sendiri dan

penurunan berat badan sebagai penguat yang penuh daya. Perilaku untuk mencapai atau

mempertahankan tubuh kurus diperkuat secara negatif dengan berkurangnya kecemasan akan

menjadi gemuk. Terlebih lagi, diet dan penurunan berat badan dapat diperkuat secara positif

dengan perasaan memiliki menguasai atau control diri yang ditimbulkannya (Fair-burn,

Shatran, & Cooper, 1999; Garner, Vitousek, & Pike, 1997).

Faktor penting lain yang menghasilkan dorongan kuat untuk langsing dan citra tubuh

yang terganggu adalah kritik dari teman-teman sebaya dan orang tua tentang kelebihan berat

badan yang alami (Paxton dkk., 1991; Thompson dkk., 1995). Obesitas dalam pengukuran

pertama berhubungan dengan olok-olok yang diucapkan oleh teman-teman sebaya dan dalam

pengukuran kedua berhubungan dengan simtom-simtom gangguan makan.

Makan berlebihan sering kali terjadi bila diet gagal (Polivy & Herman, 1985).

Sehingga bila kekambuhan terjadi dalam diet ketat yang dilakukan penderita anoreksia

nervosa, kekambuhan tersebut kemungkinan akan meningkat menjadi makan berlebihan.

Pasien dengan anoreksia yang tidak mengalami episode makan berlebihan dan pengurasan

mungkin memiliki preokupasi yang lebih mendalam dengan bertambahnya berat badan dan

ketakutan akan hal itu (Schlundt & Johnson, 1990) atau dapat lebih mampu melakukan

pengendalian diri.

2.8.2 Bulimia Nervosa

Penderita bulimia nervosa juga dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan dengan

penambahan berat badan dan penampilan tubuh; mereka menilai diri mereka menilai diri

mereka terutama berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh mereka. Mereka cenderung

memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh, seraya berharap bahwa usaha mereka

dalam bidang ini akan membuat mereka secara umum merasa lebih baik. Mereka mencoba

mengikuti pola makan terbatas yang sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai jumlah

asupan makanan, jenis makanan yang dimakan, dan kapan harus makan. Aturan tersebut

akhirnya dilanggar, dan pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah

makan berlebihan, timbul perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu

tindakan kompensatori seperti muntah (Fairbun, 1997).

Polivy, Herman, dan Howard (1980) menyusun Skala Pembatasan, yaitu suatu

kuisioner yang mengukur tentang diet dan makan berlebihan, untuk melakukan penelitian

laboratorium terhadap orang-orang yang menjalani diet dan memiliki sikap menyimpang

tentang makan. Berbagai studi tersebut secara umum dilakukan menggunakan berbagai tes uji

cita rasa. Salah satu studi semacam itu digambarkan sebagai pengukuran terhadap efek

temperature pada cita rasa (Polivy, Heartherton, & Herman, 1988). Untuk mencapai suatu

kondisi “dingin”, pertama-tama beberapa peserta meminum 15 ons susu coklat kocok

(disebut sebagai asupan awal oleh para peneliti) dan kemudian diberi tiga mangkuk es krim

untuk merasakan dan merating rasanya. Para peserta diberi tahu bahwa setelah mereka

menyelesaikan pemberian rating, mereka boleh memakan es krim sebanyak yang diinginkan.

Variable tergantung adalah banyaknya es krim yang dimakan.

Ditemukan beberapa kondisi lain yang semakin meningkatkan banyaknya asupan

makanan pada orang-orang yang melakukan pembatasan makanan setelah asupan awal, yang

perlu dicatat adalah beragam mood negatif, seperti kecemasan dan depresi (a.l., Herman dkk.,

1987). Meningkatnya konsumsi makanan pada orang-orang yang membatasi asupan

makanannya terutama terjadi ketika citra dirimereka terancam (Heartherton, Herman, Polivy,

1991) dan jika mereka memiliki harga diri rendah (Polivy dkk., 1988). Bila orang-orang yang

membatasi asupan makanannya mendapatkan umpan balik yang salah bahwa mereka

memiliki berat badan tinggi, mereka merespons dengan peningkatan emosi negatif dan

peningkatan konsumsi makanan (McFarlane, Polivy, & Herman, 1998).

2.9 Penanganan Biologis

Karena bulimia nervousa seringkali komorbid dengan depresi, gangguan ini dtangani

oleh berbagai antidepresan, salah satunya fluoksetin. Fluoksetin ternyata lebih memberikan

hasil disbanding placebo untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi

depresi dan sikap yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Dari segi negatifnya, jauh

lebih banyak pasien yang tidak tuntas menjalani penanganan dengan obat-obatan dalam

berbagai studi tentang bulimia disbanding yang tidak tuntas menjalani jenis penanganan

kognitif perilaku. Hampir sepertiga pasien berhenti sebelum ahir masa penanganan yang

berlangsung selama delapan minggu, terutama disebabkan oleh efek samping obat-obatan

yang diberikan. Terlebih lagi sebagian besar pasien kambuh ketika pemberian berbagai jenis

obat antidepresan dihentikan, seperti yang terjadi dengan sebagian besar obat-obatan

psikoaktif. Obat-obatan juga digunakan dalam upaya menangani anoreksia nervousa.

Sayangnya hal ini tidak terlalu berhasil.

2.10 Penanganan Psikologis Anoreksia Nervousa

Terapi bagi anoreklsia nervousa secara umum diyakini terdiri dari dua tahap. Tujuan

jangka pendeknya adalah membantu pasien menambah bnerat badan untuk mencegah

komplikasi medis dan kemungkinan kematian. Program terapi perilaku operant conditioning

cukup berhasil untuk menambah berat badan dalam jangka pendek. Meskipun demikian,

tujuan kedua dalam penanganan-mempertahankan pertambahan berat badan dalam jangka

panjang- belum dapat dicapai secara reliable melalui berbagai intervensi medis, perilaku, atau

pikodinamika tradisional.

Minuchin dan para koleganya berpendapat bahwa simtom-simtom gangguan makan

paling baik dipahami dengan memahami pasien dan bagaimana simtom-simtom tersebut

tertanam dalam struktur keluarga yang disfungsional. Dalam teori ini, yang sering disebut

teori sistem keluarga, anak dianggap rentan secara psikologis (meskipun ciri-ciri pasti

mengenai kerentanan tersebut sulit dijelaskan) , dan keluarga si anak memiliki beberapa

karakteristik yang memicu terjadinya gangguan makan. Keluarga dari anak-anak yang

memiliki gangguan makan menunjukan beberapa karakteristik berikut :

• Keterikatran. Keleuarga memilki bentuk ekstrim keterlibnatan yang berlebiohan dan

kintiman dimana orantua berbicara mewakili anak-anaknya karena mereka yakin

bahwa mereka mengetahui dengan pasti apa yang dirasakan anak-anak mereka.

• Terlaalu protektif.Angghota keluarga memilki tingkat kepedulian ekstrim terhadap

kesejahteraan satu sama lain.

• Rigigditas. Keluarga memilki kecenderungan untuk mencoba mempertahankan status

quo dan menghindari untuk menghadapi secara efektif setiap peristiwa yang

menghendaki perubahan.

• Kurangnya penyelesaian konflik. Keluarga menghindari konflik atau berada dalam

situasi konflik yang kronis.

Cara menerapkan terapi ini yaitu dengan cara terapis bertemu dengan keluarga dalam

acara makan siang keluarga, karena konflik yang berhubungan dengan anoreksia diyakini

paling terlihat ketika acara makan berlangsung. Acara makan siang tersebut memilki tiga

tujuan besar, yaitu :

• Mengubah peran pasien dari penderta anoreksia

• Mendefinikan ulang masalah makan sebagai masalah intrapersonal

• Mencegah orangtua memanfaatkan anoreksia yang dialamai anaknya sebagai alat

untuk menghindari konflik.

Salah satu laporan menyatakan bahwa sebanyak 86 persen dari 50 anak perempuan

yang menderita anoreksia yang mendapatykan penanganan bersama keluarga mereka masih

berfungsi dengan baik ketika diukur pada waktu-waktu tertentu antara tiga bulan hingga

empat tahun setelah penanganan. Suatu terapi keluarga yang lebih mutakhir, yang terutama

dilandasi teori Minuchin, baru-baru ini dikembangkan di Inggris, dan bukti-bukti awal

menunjukan bahwa terapi tersebut berguna/kuat.

2.11 Penanganan Bulimia Nevousa

2.11.1 Pendekatan terapi prilaku kognitif (CBT-Cognitif Behavior Therapy)

Dari Fairbun merupakan standar penanganan bulimia yang paling baik tervalidasi

denagan baik dan paling terkini. Dalam terapi ini, pasien harus dibantu untuk melihat bahwa

berat badan normal dapat dipertahankan tanpa harus menjalani diet sangat ketat dan serta

pembatasan asupan makanan yang tidak realistis seringkali dapat memicu makan yang

berlebihan. Mereka diajari bahwa semua tidak hilang hanya dengan makan satu gigit

makanan berkalori tinggi dan bahwa mengudap tidak perlu memiocu makan berlebihan, yang

akan diikuti dengan muntah secara disengajaatau minum obat pencahar yang akan

menyebabkan harga diri semakin rendah dan depresi. Mengubah pola pikir “semua atau tidak

sama sekali” tersebut dapat membantu pasien mulai makan secara lebih wajar.

Tujuan keseluruhan penaganan bulimia nervousa adalah mengembangkan pola makan

normal. Untuk membantu pasien mengembangkan keyakinan yang tidak ekstrim mengenai

diri sendiri, Terapis kognitif perilaku secara lembit namun tegas mempertanyakan berbagai

keyakinan yang tidak rasional seperti “Tidak seorangpun yang akan menghargai saya jika

berat badan saya beberapa pon lebih berat dari saat ini”. Asumsi umum yang mendasari

pikiran diatas dan pikiran terkait lain pada pasien perempuan adalah bahwa seorang

perempuan hanya berharga bagi laki-laki jika ia memilki berat badan beberapa pon dibawah

berat badan normal-suatu keyakinan yang muncul melalui berbagai media dan iklan.

Menambahkan obat-obatan anti depresan dapat berguna untuk mengurangi depresi

yang seringkali menyertai bulimia. Walsh menemukan bahwa penanganan yang

mengkombinasikan CBT dan medikasi lebih baik dari pemberian obat saja. Pemberian obat

saja tidak lebih baik dibandingkan placebo. Suatu perbandingan atas efek CBT dan terapi

suportif yang berorientasi psikodinamika menunjukan bahwa CBT lebih baik. Terapi

Interpersonal (IPT) dari Weissman dan Klerman samabaiknyua dengan CBT, meskipun tidak

memberikan hasil sece[pat CBT. Kedua bentuk intervensi tersebut setara dalam pemantauan

selama satu tahun dalam hal menyebabkan perubahan dalam keseluruhan empat aspek

bulimia.

Keberhasilan IPT menunjukan bahwa, setidaknya bagi beberapa pasien, pola makan

terganggu dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang buruk dan berbagai perasaan

negative terhadap diri sendiri dan lingkungan yang ditimbulkannnya. Sebagai alasan

mengapa sekurang-kurangnya separuh pasien dalam berbagai studi terkendali tidak

mengalami kesembuhan, kemungkinan karena sejumlah besar pasien dalam berbagai studi

tersebut menagalami gangguan psikologis selain gangguan makan, seperti gangguan

kepribadian ambang, depresi, kecemasan, dan amsalah perkawinan.

BAB III

Penutup

3. 1. Kesimpulan

Istilah “anorexia’’ berarti hilangnya selera makan, dan “nervosa” mengidentifikasikan

bahwa hilangnya selera makan tersebut memiliki sebab emosional. Jadi anorexia nervosa

adalah suatu keadaan dimana hilangnya selera makan pada diri seseorang yang dipengaruhi

oleh faktor emosional. Pada pasien anorexia keadaan melaparkan diri dan penggunaan obat

pencahar yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah, melambatnya denyut

jantung, gangguan pada ginjal dan sistem pencernaan, kulit menjadi kering, kuku mudah

patah, kadar hormone berubah, dan dapat terjadi anemia ringan.

Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “lapar seperti sapi jantan”. Gangguan

ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan

perilaku kompensatori seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan. Efek samping pada

pasien bulimia terjadi karena seringnya pengurasan yang dapat menyebabkan beburangan

potassium. Penggunaan obat pencahar secara berlebihan dapat menyababkan diare dan

perubahan elektrolit dalam tubuh sehingga menyebabkan denyut jantung menjadi tidak

teratur.

Pada kasus Tina Toon, keluarga sangat berperan dalam menangani kesembuhannya.

Keluarga Tina menyadari bahwa ini masalah bersama dan ahirnya saling bahu membahu

berusaha menyelesaikan masalah, dengan cara membantu Tina menghilangkan kebiasaan

makannya yang salah. Seperti yang telah dijelaskan p[ada materi diatas, bahwa salah satu

penanganan paling efektif dalam bullimia nervosa dan anoreksia adalah memperbaiki sistem

keluarga.

Selain itu terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami

gangguan makan, baik itu anoreksia maupun bullimia. Gangguan makan yang dialami

seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis, dan faktor sosiokultural. Selain itu, pola

keluarga dalam menyelesaikan suatu konflik internal juga memengaruhi seorang individu

terkena gangguan makan

Cara menangani gangguan makan, salahsatunya dengan menggunakan obat obatan,

atau menggunakan penanganan secara kognitif dan psikologis. Menurut penilaian,

penanganan yang dilakukan akan menjadi lebih efektif jika melibatkan ketiga penanganan

tersebut. Karena apabila seorang individu yang mengalami gangguan makan diberi obat saja

tanpa ada penanganan lain, orang tersebut akan merasa ketergantungan terhadap obat, dan

bila obat tersebut habis, maka gangguanya akan kambuh kembali.

3. 2. Saran Pengembangan

Makalah ini dapat bermanfaat bagi para orangtua, agar lebih memerhatikan kondisi

anaknya. Ketika remaja, anak, teruitama perempuan sanga terpengaruh oleh lingkungan

sekitar.Kondisi Psikis anak saat remaja sangat tidak stabil, sehingga sedikit kritikan terhadap

bentuk tubuhnya, akan membuatnya merasa down. Ia akan berusaha dengan berbagai cara

untuk membuat tubuhnya memilki berat badan ideal, dan mempertahankan tubuhnya agar

terus kurus. Disinilah orangtua dan keluarga memilki andil besar. Kelarga harus bahu

membahu mengembalikan rasa percaya diri anak, agar anak tidak merasa depresi karena

bentuk tubuhnya yang menurutnya tidak ideal. Makalh ini diharapkan dapat membantu

orangtua dan teman-teman dijurusan psikologi untuk lebih memahami fenomena gangguan

makan, yaitu anreksia dan bullimia.

BAB IV

Analisis Kasus

A. Mengenal Bulimia

Masalah bulimia yang dihadapi Tina termasuk sebagai gangguan pola makan.

Pengakuan Tina sebagai penderita Bulimia hingga berhasil mengalami perubahan berat badan

drastis mengagetkan banyak orang. Gangguan makan ini tak bisa disepelekan karena dapat

menyebabkan komplikasi medis yang kronis mulai dari dehidrasi, gagal ginjal, gagal jantung

hingga gangguan pencernaan.

Bulimia nervosa atau dikenal sebagai bulimia merupakan gangguan makan kronis yang

dapat mengancam kelangsungan hidup penderitanya. Penderita bulimia memiliki kebiasaan

menyingkirkan kalori berlebih dengan cara yang tidak sehat seperti memuntahkan makanan.

Terdapat dua kategori bulimia yaitu purging bulimia di mana penderitanya secara rutin

memuntahkan makanan atau mengonsumsi obat pencahar, diuretik atau enema dengan dosis

berlebihan dan non purging bulimia yang penderitanya melakukan pengurangan kalori dalam

tubuh dan mencegah naiknya berat badan dengan melakukan puasa, diet ketat atau olahraga

berlebihan.

Seperti dilansir dari situs web kesehatan Medicinenet, tidak ada penyebab spesifik

bulimia namun beberapa faktor seperti psikologis dan biologis berperan penting dalam

munculnya gangguan makan ini.

B. Bulimia dan gangguan kejiwaan

Seseorang yang memiliki anggota keluarga yang mengidap gangguan makan berisiko

lebih tinggi untuk mengidap penyakit yang sama. Namun, menurut beberapa studi, para

penderita bulimia umumnya memiliki masalah psikologi dan kesehatan mental yang

terganggu seperti memiliki kepercayaan diri yang rendah, terobsesi memiliki postur tubuh

yang langsing dan sebagainya.

"Orang yang mengidap bulimia, terutama kaum perempuan, ekspektasinya sangat

tinggi. Misalnya menjaga penampilan dalam keseharian, menjaga berat badan supaya tetap

ideal. Mereka juga dituntut lingkungannya agar badan tetap prima, menjaga makanan," kata

Psikolog dari Universitas Maranatha, Bandung, Efnie Indranie saat berbincang dengan

VIVAlife, Kamis, 11 September 2014.

Dalam hal ini,  lanjut Efnie wanita khususnya remaja antara usia 15 hingga 22 tahun

ternyata lebih rentan mengidap gangguan makan ini. Hal tersebut dikarenakan tekanan sosial

seperti yang mereka lihat di kalangan teman-teman atau media mengenai bentuk tubuh ideal

seorang wanita. Bulimia, kata Efine bukan hal yang mudah untuk disembuhkan karena bukan

hanya berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat namun juga mengenai bagaimana

seseorang memandang citranya sendiri.

Walau begitu, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk sembuh dari

gangguan makan ini misalnya rutin berkonsultasi dengan dokter, terapi ke psikiater hingga

pengobatan alternatif seperti akupunktur.

C. Menyebabkan Depresi

Bulimia biasa dialami oleh sosialita dan selebritis ternama. Bahkan yang paling

berbahaya, kata Efnie, penderita bulimia bisa mudah mengalami depresi, ada tuntutan

perilaku. "Saya menyebutnya ada abnormal behaviour. Tidak wajar dong ini. Mereka juga

pakai obat-obatan supaya muntah. Atau, memakai tangan dan benda lainnya supaya muntah."

"Mental mereka pasti tidak kuat. Itu kenapa mereka sampai melakukan bulimia demi

karier dan penampilan mereka. Ada presure dari lingkungan. Personality-nya lemah." Jika

bulimia tak segera disembuhkan, ini akan sangat berbahaya, karena dapat kesehatan.

"Merusak lambung. Dan ujung-ujungnya bisa depresi. Dipulihkannya lama dan mahal. Ada

kemungkinan muncul irrasional believe. Bukannya jadi nggak pede setelah kurus. Tapi juga

ada reaksi. Ada reaksi insecure. Perilaku bulimia ini secara psikologis sudah menyimpang,"

lanjut Efnie. (ren)

LAMPIRAN

VIVALIFE

Derita Bulimia Tina Toon

Berawal dari obsesi ingin tubuh langsing, tapi akhirnya jadi siksaan.

Rabu, 17 September 2014 | 15:43 WIBOleh : Lutfi Dwi Puji Astuti, Tasya Paramitha, Shalli Syartiqa Tina Toon (VIVAnews/Beno Junianto)

VIVAlife - Wajahnya yang selalu ceria dan selalu tampil penuh energi di setiap aksi panggung membuat pelantun Bolo-Bolo, Tina Toon dikenal sebagai seleb yang penuh dengan rasa percaya diri.

Tapi di balik itu semua, tak banyak yang tahu, jika artis yang semasa kecilnya ini terkenal karena tubuh gempalnya memiliki perjuangan berat untuk tampil sempurna di hadapan publik.

Setiap perempuan, terlebih selebriti pasti memimpikan tubuh ideal dan langsing. Ini membuat mereka menghalalkan segala cara, termasuk melakukan diet ketat. Ini, diam-diam dilakukan oleh Tina.

Terobsesi memiliki tubuh langsing, Tina bahkan harus berjuang melawan bulimia. Ini merupakan kelainan pola makan, biasanya sengaja dilakukan agar tubuh menjadi atau tetap langsing walau makan banyak.

Tindakan ini cukup ringkas, namun sangat menyiksa. Setelah makan, biasanya pelaku bulimia berupaya membuang semua makanan yang baru dia santap dengan memasukkan tangannya ke mulut agar bisa muntah. Ada pula melalui obat-obatan maupun olahraga yang berlebihan setelah makan.

Bagi sebagian kalangan, bulimia tidak saja dipandang sebagai penyimpangan namun juga dikaitkan dengan penyakit mental. Ini terkait dengan depresi atau gangguan emosional yang dialami seseorang yang merasa bentuk tubuhnya tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Biasanya ini dialami mereka yang sangat memperhatikan penampilan fisik , seperti artis atau seleb.

Ada yang ingin bentuk tubuh mereka berubah drastis sehingga praktik bulimia pun mereka jalani, namun lama kelamaan itu menjadi kebiasaan yang mengganggu. Itulah yang dialami Tina.     

Dari Bully hingga Bulimia

Sejak kecil Tina memang selalu mengundang gemas para penggemar yang melihatnya. Apalagi, jika melihat gaya khasnya dengan goyangan kepala dan tubuhnya yang gemuk.

Namun tak banyak yang tahu, tubuh gemuknya itu justru membawa masalah bagi Tina saat ia sekolah, dan beranjak remaja. Tina menjadi korban bully teman-temannya. Menjadi bahan olok-olok karena tubuh suburnya.

Tina berusaha memendam masalah itu sendiri. Namun, akhirnya terserang stres berat.

"Remaja pasti ada stresnya. Pelampiasannya beda-beda, ada di YouTube, sosmed, ada yang langsung gila."

Tina tak memungkiri, masa remaja adalah masa paling indah. Tapi buat Tina, masa itu justru membuat hidupnya harus merasakan banyak masalah. Tak hanya menderita stres, Tina remaja juga harus merasakan penderitaan diserang bulimia.

Tiga tahun lebih, ia menderita penyakit ini. "Nah, kalau stres, gue larinya ke makan dan bulimia," ungkapnya.

Beruntung, dia bisa keluar dari permasalahan tersebut. Tina mulai membenahi hidupnya pelan-pelan. Ia isi dengan kegiatan positif. Dan semakin mendekatkan diri dengan keluarga.

"Keluarga selalu bikin up. Mami sama Oma nomor satu. Dulu lagi gendut-gendutnya, mau live di TV, Mami fotoin, katanya kurus. Mereka bukan bohongin, tapi coba nguatin," ujarnya.

Kini, tubuh Tina memang tak segempal dulu. Ia mengaku pernah menyentuh bobot 78 kilogram kala tinggi tubuhnya 140 sentimeter. Dan kini, Tina telah berhasil, ia telah bertransformasi menjadi perempuan berbadan seksi.

“Sekarang berat badan saya sekitar 50-51 kilogram,” kata Tina.

 “Semua ini saya raih setelah jatuh bangun diet, bahkan sampai harus diopname karena menolak makan.”

Untuk orang yang doyan makan seperti Tina, diet sangatlah menyakitkan. Sebab mereka harus menghindari hal yang paling disukai. Bahkan di awal diet, Tina kerap megendap-endap ke dapur untuk menyantap kue. Meski kerap kepergok dan diomeli oleh si oma, Tina tidak surut berusaha mendapatkan roti untuk menghilangkan keroncongan perutnya.

“Sampai-sampai Oma dan Mami bosen melarang, badan saya pun gemuk lagi,” cerita Tina. “Sampai satu titik saya niat dan mengubah pola pikir soal diet. Akhirnya bisa kurus seperti sekarang.”

Salah diet

Demi bertubuh langsing, Tina mengaku sempat menghalalkan segala cara. Tina mengambil jalan pintas, merogoh tenggorokan hingga muntah. Mereka yang melakukan hal ini disebut sebagai penderita bulimia nervosa. Dan Tina pernah mengidap bulimia tiga tahun lebih.

Sepanjang itu, tidak ada anggota keluarga Tina yang tahu. Dan ia tidak hanya memaksakan diri memuntahkan segala penganan yang sudah masuk perut. Juga berolahraga secara berlebihan, hingga berjam-jam dalam sehari. “Akhirnya Oma memergoki dan menginterograsi saya,” ujar Tina. “Dengan proses yang cukup lama, saya sembuh dari

penyakit itu.”

Bagi Tina, dukungan keluarga sangat berarti. Apalagi ketika ia sangat ingin menurunkan berat badannya. Selain harus mencari cara diet yang sesuai dengan tubuh, Tina juga kerap depresi ketika berhadapan dengan angka timbangan yang tidak kunjung bergerak ke arah kiri. Kalau sudah begitu, Tina melanjutkan, rasanya stres. Bahkan ia sempat membanting dua alat timbangan.

Untuk itu, dukungan keluarga mesti kuat. Sehingga mereka yang menjalani diet tak mudah menyerah. “Dukungan keluarga juga penting agar orang gemuk, terutama remaja, tidak salah jalan seperti saya dulu,” ujar Tina.