makalah potong karkas

20
MAKALAH ILMU TERNAK POTONG KARKAS SAPI Oleh : Nama :Unutung Budiarto Nim :D1E011218 Kelas :C FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2013

Upload: maz-tung-sang-adipatih-gbx

Post on 05-Dec-2014

233 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Karkas,Unsoed,fapet

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Potong Karkas

MAKALAH ILMU TERNAK POTONG

KARKAS SAPI

Oleh :

Nama :Unutung Budiarto

Nim :D1E011218

Kelas :C

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Makalah Potong Karkas

BAB 1

PENDAHULU

1.1 Latar belakang

Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan berkembangnya industry

perhotelan, restoran dan usaha waralaba merupakan kekuatan yang mendorong

meningkatnya permintaan produk peternakan, khususnya terhadap daging. Meskipun

demikian, rendahnya populasi dan produktivitas ternak lokal untuk suplai bakalan

(feeder cattle), pengetahuan dan penerapan teknologi ditingkat peternak yang relatif

sederhana, serta ketergantungan terhadap bahan pakan impor merupakan kelemahan

yang menghambat pengembangan usaha sapi potong.

Menurut data Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan (2003) jumlah

populasi sapi potong di Indonesia sampai tahun 2003 sebesar 11.395.688 ekor,

dibandingkan tahun 1997 sebesar 11.938.856 ekor atau menurun sebesar

4.77%.Tinggi permintaan daging berkualitas dan diakuinya Indonesia sebagai negara

bebas penyakit menular mulut dan kuku serta penyakit sapi gila merupakan peluang

pengembangan usaha sapi potong yang dapat menjawab ancaman perdagangan bebas

(free trade), dimana produksi ternak luar negeri akan bebas masuk ke Indonesia

karena tidak adanya proteksi.

Menurut Wasito (2004) rata-rata kebutuhan daging dalam negeri pertahun

sebanyak 480 ribu ton, dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri hanya sekitar 340

ribu ton (70%). Kekurangan sebanyak 140 ribu ton daging (30%) dipenuhi dengan

importasi. Pada saat ini diimpor sekitar 40 ribu ton daging (frozen meat) dan 100 ribu

ton sapi bakalan (feeder cattle).

Page 3: Makalah Potong Karkas

Ada dua aspek utama yang penting dalam memahami komposisi karkas yakni

perhatian pada pertumbuhan dan distribusi jaringan utama karkas yang

mempengaruhi komposisi dan estimasi komposisi karkas. Beberapa penelitian

terhadap komposisi karkas sapi terfokus pada lemak karkas yang menentukan

perubahan komposisi karkas saat penggemukan dimulai (Tatum et al., 1986a;

Johnson et al., 1996; Taylor et al., 1996; Priyanto et al., 1997). Derajat

kegemukan (fatness) telah banyak digunakan sebagai indikator karkas yang

diharapkan sesuai dengan spesifikasi pasar. Di Indonesia belum dikenal klasifikasi

maupun grading pada ternak sapi, khususnya terhadap karkas yang dihasilkan. Hal ini

disebabkan sebagian besar konsumen daging belum mempertimbangkan kualitas

daging. Konsumen biasanya memanfaatkan hampir semua komponen tubuh ternak

untuk dikonsumsi dengan cara pengolahan dan pemasakan yang bersifat tradisional.

Komponen tubuh tersebut dapat berupa karkas maupun komponen bukan karkas

(offal).

Page 4: Makalah Potong Karkas

BABA II

Kajian Pustaka

Karkas adalah bagian badan ternak yang telah disembelih, dikuliti, dikeluarkan

isi perutnya dan dipotong kaki bagian bawah serta kepalanya. Untuk mendapatkan

daging (Anonima, 2009)

Karkas dipotong dengan pembagian seperti terlihat pada gambar :

Menurut (Anonima 2009) Berdasarkan standar Perdagangan (SP) 144-1982

yang ditetapkan Departemen Perdagangan Indonesia, penggolongan daging sapi

menurut kelasnya adalah sebagai berikut:

Page 5: Makalah Potong Karkas

1. Golongan (kelas) I, meliputi daging bagian

a. Has dalam (Fillet)

b. Tanjung (Rump)

c. Has luar (Sirloin)

d. Lemusir (Cube Roll)

e. Kelapa (Inside)

f. Penutup (Top Side)

g. Pendasar + Gandik (Silver Side)

2. Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian

a. Paha Depan (Chunk)

b. Sengkel (Shank)

c. Daging Iga (Rib meat)

d. Daging Punuk (Blade)

3. Golongan (kelas) III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan

II, yaitu

a. Samcan (Flank)

b. Sandung Lamur ( Brisket )

c. Daging Bagian Lainnya

Sedangkan Klasifikasi karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan

dagingnya. Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya lunak,

lentur, kulitnya bertekstur halus, dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas dengan

keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif lebih tua, kulit

yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel. Klas sedang ini meliputi: (1)

stag, ayam jantan berumur kurang dari 10 bulan, dan (2) kalkun betina dan jantan

berumur sekitar 1 tahun sampai 15 bulan. Klas unggas dewasa meliputi roaster, ayam

betina dewasa. Kelas unggas ini memiliki daging yang alot, kulit kasar dan kartilago

sternal keras. Kelas karkas unggas yang dagingnya empuk dapat dibedakan

berdasarkan atas spesies, berat karkas dan jenis kelamin (Soeparno, 1998).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Karkas

Page 6: Makalah Potong Karkas

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging

antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk

bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan

yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi

listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim

pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,

metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot

daging (Soeparno, 1998).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas karkas dan

daging diantaranya adalah status nutrisi dan konsumsi pakan, umur dan berat tubuh

ternak saat dipotong, bahan aditif, dan stres. Status nutrisi bisa jadi merupakan faktor

lingkungan yangterpenting yang mempengaruhi komposisi karkas dan daging. Ternak

yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi akan meningkatkan

kadar lemak tubuhnya. Ternak-ternak yang digembalakan di pasture dengan dominan

spesies legum akan memiliki kecenderungan penimbunan lemak tubuhnya lebih besar

daripada yang digembalakan pada pasture dengan spesies rerumputan (Soeparno

1998).

Faktor umur dan berat tubuh sering merupakan faktor yang saling terkait satu

dengan yang lainnya. Biasanya baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama

antara umur dan berat tubuh akan mempengaruhi komposisi karkas. Ternak yang

dipotong pada umur yang tua akan memiliki kealotan daging yang lebih tinggi

daripada ternak muda. Dengan bertambahnya umur biasanya diikuti pertambahan

berat badan. Kondisi ini diikuti dengan peningkatan pertumbuhan organ-organ

tertentu terutama yang berkaitan dengan depot lemak (Soeparno, 1998).

Bahan aditif yang sering dihubungkan dengan kualitas daging adalah hormon

dan antibiotika. Hormon-hormon tertentu telah terbukti mempunyai pengaruh yang

baik terhadap pertumbuhan, tetapi banyak juga hormon yang tidak mampu

meningkatkan kualitas karkas dan daging. Hormon tiourasil sebagai agensia antitiroid

Page 7: Makalah Potong Karkas

dapat menurunkan konsumsi pakan dan laju pertumbuhan berat badan tanpa

meningkatkan kualitas karkas. Injeksi hormon adrenalin menjelang penyembelihan

ternak dapat mengakibatkan pH ultimat otot tinggi. Keuntungan pH ultimat yang

tinggi adalah melindungi protein otot dan meningkatkan daya ikat air oleh protein

daging yang direfleksikan pada peningkatan keempukan daging (Soeparno, 1998).

Antibiotik sering ditambahkan pada pakan untuk dikonsumsi ternak.

Antibiotik aureomisin, teramisin, dan penisilin efektif dapat merangsang laju

pertumbuhan, berat dan komposisi karkas, dan efisiensi konversi pakan pada ternak

muda, tetapi pengaruhnya berbeda-beda diantara spesies. Dengan kondisi yang

demikian itu maka daging/karkas dari ternak yang diberi antibiotik dengan yang

tidak memiliki kualitas yang berbeda. Hal ini terkait dengan efek penggunaan

antibiotika pada laju pertumbuhan dan konsumsi serta konversi pakan. Namun

demikian penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat waktu dapat

mempengaruhi kualitas daging dari sisi konsumen, yaitu aspek kesehatan dari residu

antibiotik pada tubuh ternak (Soeparno, 1998)

Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak

relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas

meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas

yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe

ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak

intramuskular atau marbling didalam otot. Faktor nilai karkas dapat diukur secara

subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel. Disamping

kualitas (nilai) karkas, juga dikenal kualitas hasil, yaitu estimasi jumlah daging yang

dihasilkan dari suatu karkas (Soeparno, 1998).

Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan

dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging

(juiciness). Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat

Page 8: Makalah Potong Karkas

sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH

daging, ikut menentukan kualitas daging (Soeparno, 1998).

Aspek-Aspek yang Harus Diperhatikan Untuk Menghasilkan Karkas/Daging

yang Berkualitas

Tujuan utama usaha peternakan pedaging adalah untuk menghasilkan produk

daging dan karkas yang berkualitas baik. Kualitas daging dan karkas ini secara umum

sangat dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu aspek produksi, aspek pemanenan

(pemotongan), dan aspek penanganan segera setelah pemanenan (pemotongan)

(Soeparno, 1994)

1. Aspek Produksi

Aspek produksi menyangkut seluruh rangkaian proses produksi peternakan

termasuk di dalamnya adalah faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang

turut mempengaruhi kualitas daging dan karkas adalah spesies, breed (bangsa), tipe

ternak, dan jenis kelamin ternak. Sebagai contoh adalah bahwa kerbau memiliki serat

daging yang lebih kasar daripada sapi. Sapi potong bangsa angus lebih memiliki

kecenderungan menimbun lemak intramuskular daripada bangsa sapi yang lain. Pada

sapi madura memiliki persentase karkas yang lebih rendah dibanding dengan sapi

bali meskipun daging total yang diperoleh bisa jadi lebih banyak. Demikian halnya

bahwa tipe ternak perah akan memiliki kecenderungan penimbunan lemak pada

ginjal dan pelviksnya (Soeparno, 1994).

2. Aspek pemanenan (pemotongan)

2.1. Sebelum Pemotongan

Selain aspek produksi sebagaimana disebutkan di atas, penyembelihan ternak

memiliki peranan penting dalam mempertahankan kualitas daging/karkas yang

dihasilkan. Ini terkait dengan kerja fisiologis ternak, perubahan-perubahan baik fisik

Page 9: Makalah Potong Karkas

maupun biokemis segera setelah disembelih, dan pencemaran daging oleh

mikroorganisme (Soeparno, 1994)

Pada prinsipnya dalam persiapan penyembelihan ternak adalah bagaimana

mengkondisikan ternak baik secara fisik, emosional, dan fisiologis siap untuk

disembelih dengan sebaik-baiknya sehingga pada proses penyembelihannya darah

yang dikeluarkan sebanyak mungkin dan ternak tidak merasa tersiksa (Soeparno,

1994).

Berkenaan dengan kesiapan ternak untuk siap disembelih maka beberapa hal

perlu diperhatikan sebelum ternak disembelih.

a. Ternak harus diistirahatkan secukupnya dan tenang sesaat menjelang eksekusi

b. ternak harus dihindarkan dari tekanan dan perlakuan menyakiti

c. ternak harus dalam keadaan sehat (Soeparno, 1994).

Ternak yang cukup istirahat dan tenang sebelum penyembelihan diharapkan

akan mendapatkan kualitas karkas/daging bermutu tinggi dibandingkan dengan

ternak yang sebelum penyembelihan dalam kondisi kelelahan dan mendapat tekanan

(stres). Ternak yang kelelahan dan stres memiliki cadangan glikogen yang rendah

sehingga berpengaruh pada proses pengeluaran darah, meronta, dan rigor mortis

(Soeparno, 1994).

Lamanya waktu mengistirahatkan ternak berbeda-beda tergantung dari

spesies, tipe ternak dan kondisi atau tingkat kelelahannya, misalnya dari perjalanan

(pengakutan) menuju tempat pemotongan yang jauh, dan lain sebagainya. Namun

demikian biasanya cukup antara 12 – 24 jam. Perlunya ternak diistirahatkan adalah

agar

a. ternak tidak mengalami stres

b. cukup tersedia cadangan energi sehingga proses rigormortis dapat berlangsung

secara sempurna

c. pada saat disembelih darah yang keluar sebanyak mungkin (Soeparno, 1994)

Page 10: Makalah Potong Karkas

Menurut Soeparno (1994) mengistirahatkan ternak sebelum disembelih ada 2

(dua) cara, yaitu dengan dipuasakan dan tanpa dipuasakan. Pemuasaan dilakukan

agar

(1) diperoleh bobot tubuh kosong (BTK), yaitu bobot tubuh yang telah dikurangi isi

saluran pencernaan, saluran kencing dan empedu

(2) mempermudah proses penyembelihan terutama bagi ternak yang agresif atau liar

Sedangkan pengistirahatan ternak tanpa pemuasaan adalah agar

(1) ternak tidak mengalami stress

(2) ketika disembelih ternak mengeluarkan darah sebanyak mungkin karena lebih

kuat meronta, mengejang atau berkontraksi sehingga darah yang dikeluarkan akan

lebih sempurna

Hal penting lain yang perlu/harus dilakukan sebelum ternak disembelih adalah

melakukan pemeriksaan ternak (pemeriksaan antemortem). Menururt Swatland

(1984 disitasi oleh Soeparno (1994) bahwa pemeriksaan antemortem dimaksudkan

(1) untuk mengetahui ternak yang cidera sehingga diprioritaskan untuk disembelih

terlebih dahulu dan (2) untuk mengetahui ternak-ternak yang sakit sehingga

disembelih secara terpisah.

Menurut Suharyanto (1996) adapun manfaat dari pemeriksaan antemortem

adalah:

a. Mengetahui/menentukan ternak yang dagingnya berbahaya untuk dikonsumsi.

Misalnya ditemukan adanya ternak yang berada pada taraf septi chaemi (gejala

infeksi yang mulai menjalar); ternak yang demikian ini sukar diketahui gejala-

gejalanya sehingga tanpa pemeriksaan sukar diketahui sedangkan hal ini

berbahaya bagi konsumen.

b. Dapat menetapkan kesehatan ternak ketika masih hidup sehingga bisa

menyatakan sehat atau tidak dagingnya untuk dikonsumsi.

c. Dapat mengetahui apakah ternak dalam keadaan lelah atau tidak untuk segera

dilakukan penyembelihan.

Page 11: Makalah Potong Karkas

2.2 Pemotongan/Penyembelihan Ternak

Cara penyembelihan ternak bermacam-mcam sesuai dengan kebiasaan, adat

istiadat dan agama masyarakat setempat. Di Indonesia dan masyarakat Islam lainnya,

penyembelihan dilakukan dengan menyebut nama Allah dan disembelih secara

langsung dengan alat penyembelihan yang tajam. Namun demikian prinsip

penyembelihan ternak adalah bahwa ternak harus disembelih secepat mungkin dan

rasa sakit diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari stres (tekanan) dan

pengurangan cadangan glikogen (Soeparno, 1994)

Menurut Soeparno (1994) ada 2 (dua) cara penyembelihan, yaitu (1)

penyembelihan secara langsung dan (2) penyembelihan secara tidak langsung.

Penyembelihan secara langsung adalah bahwa petugas penyembelih (jagal)

menyembelih langsung pada leher ternak dengan memutuskan arteri karotis, vena

jugularis, dan esofagus. Sedangkan penyembelihan secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pemingsanan ternak terlebih dahulu. Pemingsanan ini dapat

dilakukan dengan (a) menggunakan alat pemingsan (knocker), (b) senjata pemingsan

(stunning gun), (c) pembiusan, dan (4) menggunakan arus listrik.

Setelah ternak disembelih, untuk menentukan apakah ternak benar-benar

telah mati atau belum dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam ujicoba, yaitu reflek

mata, reflek kaki, dan reflek ekor (Soeparno, 1994). Ujicoba dengan reflek mata

dilakukan dengan menyentuh pelupuk mata apakah masih bergerak atau tidak.

Ujicoba refrlek kaki adalah dengan memukul persendian kaki atau memijit sela-sela

kuku. Dan uji coba reflek ekor adalah dengan membengkokkan ekor. Apabila respon

kelopak mata, kaki, dan ekor tidak bergerak tandanya ternak telah benar-benar mati.

3. Aspek Setelah Pemotongan

3.1 Perubahan Karkas/Daging Setelah Disembelih

Setelah ternak disembelih maka penyediaan oksigen ke otot terhenti sebagai

akibat terhentinya aliran darah. Akibatnya adalah bahwa persediaan glikogen tidak

ada lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan dari otot. Perubahan

Page 12: Makalah Potong Karkas

perubahan tersebut diikuti dengan perubahan-perubahan fisik, dan biokemis lainnya

seperti perubahan suhu, perubahan pH, dan rigor mortis (Buckle, et al., 1987).

Ternak yang disembelih, suhu permukaan karkasnya menurun, hal ini karena

tidak ada lagi aliran darah ke permukaan tubuh/kerkas ternak. Penurunan ini sama

dengan suhu sekitarnya atau lebih rendah lagi. Namun demikian karena darah dan

sisa-sisa metabolisme yang tersisa di dalam otot, maka suhu di dalam jaringan justri

meningkat. Peningkatan ini berkisar antara 10 – 20 , tergantung dari besar kecilnya

ternak sebagai akibat dari proses glikolisis sesudah kematian dimana glikogen diubah

menjadi asam laktat (Buckle, et al., 1987).

Konversi glikogen menjadi asam laktat mempengaruhi pH daging. Dengan

demikian pH daging dipengaruhi oleh tingkat cadangan glikogen, penanganan

sebelum penyembelihan, dan laju glikolisis. pH akhir yang dicapai tubuh ternak dapat

mempengaruhi mutu daging (Buckle, et al., 1987), yaitu:

a) pH rendah yaitu sekitar 5,1 – 6,1 menyebabkan daging mempunyai struktur

terbuka yang sangat diinginkan untuk pengasinan daging; warna merah muda yang

cerah dan disukai konsumen; flavor yang lebih disukai, baik dalam kondisi telah

dimasak maupun diasin; dan stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan akibat

mikroorganisme.

b) pH tinggi, yaitu sekitar 6,2 – 7,2 menyebabkan daging tahap akhir mempunyai

struktur tertutup atau padat dengan warna merah-ungu tua, rasa kurang enak dan

keadaan yang lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme.

Perubahan yang secara fisik dapat disaksikan adalah rigor mortis, yaitu proses

yang menunjukkan keadaan karkas menjadi kaku yang biasanya terjadi antara 24 – 48

jam setelah penyembelihan. Rigor mortis terjadi merupakan akibat dari serangkaian

peristiwa biokimia yang kompleks menyangkut hilangnya creatin phosphat (CP) dan

Adhenosine Triphosphat (ATP) dari otot, tidak berfungsinya sistem enzim sitokhrom

dan reaksi-reaksi kompleks lainnya (Buckle, et al., 1987). Kekakuan ini juga akibat

adanya aktin dan miosin mebentuk aktomiosin yang kemudian menjadi irreversible.

Page 13: Makalah Potong Karkas

Kecepatan laju rigor mortis dipengaruhi oleh beberapa faktor (Buckle, et al.,

1987), diantaranya adalah (1) tingkat cadangan glikogen pada saat mati. Bila glikogen

rendah rigor mortis cenderung berlangsung cepat. Dan ini berkaitan erat dengan pH

akhir yang dicapai. (2) Suhu karkas; kecepatyan tertinggi dari rigor mortis sebanding

dengan suhu yang tinggi, yang mempercepat hilangnya CP dan ATP otot.

3.2 Penyiapan Karkas

Setelah ternak disembelih secara sah dan dinyatakan benar-benar mati maka

yang dilakukan selanjutnya adalah penyiapan karkas. Urutan penyiapan karkas yang

umum dilakukan (swatland, 1984 disitasi oleh Soeparno, 1994) adalah:

1. Memisahkan kepala dari tubuh ternak

2. Melakukan pengulitan kepala

3. Memisahkan keempat kaki pada bagian persendian tulang kanon

4. Pengulitan tubuh

5. Membuka rongga dada, tepat melalui ventral tengah tulang dada atau sternum

6. Membuka rongga abdomen dengan irisan sepanjang ventral tengah, kemudian

memisahkan penis, ambing, dan lemak abdomen

7. Membelah bonggol pelvik dan memisahkan keduanya

8. Membuat irisan sekitar anus dan menutupnya dengan kantong plastik

9. Menguliti ekor, jika belum dilakukan

10. Memisahkan esofagus dari trakhea

11. Mengeluarkan kandung kencing dan uterus jika ada, usus, rumen, jantung, dan hati

12. Pisahkan karkas menjadi dua bagian melalui garis tengah punggung

13. Rapikan karkas dengan membuang bagian-bagian yang kurang bermanfaat.

Kemudian karkas ditimbang untuk mendapatkan berat segar. Karkas yang

telah siap, dicuci dapat dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak

subkutan. Selanjutnya karkas dapat dipotong-potong menjadi wholesle cut dan retail

cut sesuai dengan permintaan pasar.

Page 14: Makalah Potong Karkas

DAFTAR PUSTAKAAbustam, Effendi. 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. http://cinnatalemien-

eabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-menjadi-daging.html.

Anonima, 2009. Apakah Karkas dan Bagian-Bagiannya?. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. UI-Press.

Jakarta.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suharyanto, 1996. Pentingnya Pembangunan Rumah Potong Ayam di Bengkulu. Semarak.

Suharyanto dan Anton Sutrisno, 2000. Strategi Menghindari Peredaran Daging Ilegal. Poultry Indonesia.