makalah pleno blok 24 (1)

31
Anemia Hemolitik Kelompok A5 Grace Vanny Sayow (102009097) Albertus Ian (102010058) Mellisa Trixiana (102010101) Shytnhia (102010147) Mutiara Meilyn (102010149) Angelin Rittho Papayungan (102010154) Christian Salim (102010268) Nor Farrizah Binti Osman (102010370) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta Barat 11510 1

Upload: grace-vanny-sayow

Post on 30-Nov-2015

77 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Anemia Hemolitik

Kelompok A5

Grace Vanny Sayow (102009097)

Albertus Ian (102010058)

Mellisa Trixiana (102010101)

Shytnhia (102010147)

Mutiara Meilyn (102010149)

Angelin Rittho Papayungan (102010154)

Christian Salim (102010268)

Nor Farrizah Binti Osman (102010370)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jalan Terusan Arjuna no. 6

Jakarta Barat

11510

1

Page 2: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat

anugerahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah kami kali

ini berjudul “Anemia Hemolitik”.

Pada kesempatan ini, kami juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr.Rebecca N. Angka, Mbiomed, dr.Sanarko Halim, Sp.Pk, dr. Ign.

Iskandar,Sp.PK, dr. Harny Edward, Sp.PK, dr. Richard Kosasih, Sp.PK, dr. Herawati

Sudiono, dr. Sisanta, Sp.PK,Mkes, dr. Henry Naland, Sp.B.Onk, dr. Noto Afiah, Sp.An, dr.

Pulunggono Sudarmo, Sp. Rad, dr.Sri Rochani,Sp.A(K), dr.Marina Rumawas, Mbiomed,

dr.Didi Kurniadhi,Sp.PD, dr.Benyamin S. Tambunan, Sp.PD, yang telah membimbing kami

dalam proses pembuatan makalah ini. Serta kepada dr. Judin yang telah memberi kami

kesempatan untuk membuat makalah ini sehingga kami dapat menambah wawasan dan

pengetahuan kami khususnya dalam mata kuliah hematologi onkologi.

Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”.

Kami sadar kami dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati

kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah kami

yang berikutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 01 Mei 2013

Penulis

2

Page 3: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................................2

Daftar Isi ........................................................................................................................3

Pendahuluan....................................................................................................................4

Isi

1. Anamnesis...........................................................................................................5

2. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................6

3. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................7

4. Etiologi................................................................................................................10

5. Epidemiologi........................................................................................................10

6. Different Diagnosis..............................................................................................12

7. Patofisiologi.........................................................................................................14

8. Komplikasi..........................................................................................................21

Kesimpulan.....................................................................................................................21

Daftar Pustaka.................................................................................................................22

I. Pendahuluan

3

Page 4: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Secara sederhana anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang kurang dari

jangkauan normal yang disetujui. Anemia merupakan keabnormakan darah berbahaya yang

paling umum dan disebabkan oleh banyak hal yang memungkinkan. Ada beberapa penyebab

anemia, antara lain karena pendarahan, meningkatnya destruksi sel darah merah, dan

defisiensi zat besi . Di Indonesia, angka penderita anemia masih tinggi. Gejala umum anemia

ditandai dengan kelelahan seperti lemah, lesu, letih, pusing, nafas sesak, serta susah

berkonsentrasi. Tanda anemia yang paling dikenal adalah kulit pucat yang dsebabkan oleh

pengenceran darah dan berkurangnya aliran darah perifer. Penyebab kepucatan tidak hanya

anemia namun bisa juga kelainan dari hemoglobin.

Destruksi eritrosit normal biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari, yaitu

pada saat sel dikeluarkan ke ekstravasculer oleh makrofag sistem retikuloendotelial yang

terutama terdapat pada sumsum tulang, tetapi juga hati dan limpa. Anemia hemolisis

didefinisikan sebagai anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit.

Kelainan hemoglobin bisa disebabkan oleh hal-hal seperti sintesis hemoglobin abnormal dan

berkurang kecepatan sintesis rantai globin α dan β.

1. Skenario 6

Seorang wanita 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3

minggu, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual, muntah,

BAK frekuensi serta warna dalam batas normal, dan BAB frekuensi warna, konsistensi masih

dalam batas normal. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis, sklera ikterik, Hb 9,5, Ht 30%,

leukosit 8900 µl, trombosit 230.000 µl. MCV 82, MCH 30, MCHC 34%, retikulosit 6%.

Scufner 1-2.

2. Identifikasi Istilah Yang Tidak Diketahui

-

3. Rumusan Masalah

4. Mind Map

4

Page 5: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Anamnesis

Anemia bukan sebuah penyakit, tapi merupakan sebauh gejala yang ada penyakit

dasarnya. Tapi bisa menjadi sebuah diagnosis pada penyakit hematologi tertentu. Oleh karena

itu, kita perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk bisa mendiagnosis.1

Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan dengan

keluhan utama pasien. Keluhan utama pasien pada kasus di atas adalah mudah lelah dan

tampak pucat 2 – 3 minggu.1

Pasien dengan anemia biasanya datang karena adanya pucat, dari keluhan utama

tersebut, ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang, antara lain:1

(1) lelahnya kapan terjadi, apakah saat istirahat atau beraktivitas?

(2) ada keluhan lain tidak seperti pusing, mual, muntah, sesak nafas? Jika ada tanyakan

bagaimana intensitas gejala itu, pada waktu sedang apa gejala itu muncul, lalu di tanya lagi

apakah munculnya tiba – tiba atau perlahan?

(3) ditanyakan juga bagaimana warna dan bau dari BAK dan BAB?.

Karena pasien pada kasus adalah seorang perempuan pada riwayat penyakit dahulu

perlu ditanyakan mengenai bagaimana riwayat menstruasinya.

(1) apa sering merasa pusing dari dulu?

(2) apakah ada gangguan saluran pencernaan?

(3) apakah ada riwayat trauma atau pendarahan saluran cerna?

(4) jika sedang menstruasi, berapa kali mengganti pembalut?

(5) jangan lupa juga untuk ditanya apakah sedang mengonsumsi obat – obatan seperti obat

jantung, obat diabetes, antibiotic, dan sebaginya?.

Setelah itu bisa ditanyakan riwayat penyakit keluarga, menanyakan apakah ada

dikeluarga yang menderita anemia juga? Karena ada beberpa kelainan hematologi yang

penyebabnya adalah herediter. Selain itu tanyakan riwayat sosialnya bagaimana, terutama

mengenai diet, kebiasaan (merokok, alcohol, dan obat – obatan).1

5

Page 6: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Temuan yang paling sering ditemukan adalah kulit pucat. Kondisi ini disebabkan oleh

berkurangnya aliran darah ke perifer. Kepucatan ini bisa dinilai lebih baik dengan

pemeriksaan seksama terhadap konjungtiva, alas kuku, dan lipatan telapak tangan. Kepucatan

merupakan tanda yang tidak peka. 2

Setelah anemia terlihat lebih jelas, temuan klinis bisa diungkapkan dengan istilah

akibat gagal jantung dan paru-paru dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Biasanya,

pasien merasa nyaman saat istirahat, namun tampak mengalami dispnea saat melakukan

aktivitas fisik yang ringan. Respons sirkulasi “hiperkinetik” menyebabkan takikardia, denyut

arteri meningkat dan desir aliran jantung. Penderita anemia parah bisa mengalami gagal

jantung yang nyata dan kardiomegali khas, krepitasi paru-paru saat menghirup napas dan

edema kaki. Kadar hemoglobin rendah biasanya berkaitan dengan papiloedema dan hemoragi

retina. 2

Penyelidikan awal yang seksama terhadap kulit, kuku dan mulut sering kali memberi

petunjuk dalam diagnosis. Pada kondisi kekurangan zat besi parah, tanda umum anemia bisa

muncul bersama glositis dan stomatitis mulut; akibat penipisan epitelium, lidah bisa berwarna

merah gelap. Ciri khas dari kekurangan besi berkepanjangan adalah kloinika yaitu saat kuku

menjadi cekung atau seperti sendok. Keabnormalan epitelium juga dapat terjadi pada kondisi

anemia megaloblastik. Dalam kondisi kekurangan vitamin B12 lidah biasanya merah, halus

dan mengkilap. Anemia hemolitik bisa muncul bersama sakit kuning, dan bukan kepucatan.

Katabolisme hemoglobin yang dipercepat ajan melepaskan lebih banyak bilirubin ke dalam

plasma. Jika kehancuran sel darah merah terjadi di limpa, limpa bisa teraba. Jika terjadi

hemolisis padaa kronis pada masa kanak-kanak, misalnya dalam kondisi hemoglobinopati,

perluasan rongga sumsum menyebabkan keabnormalan tulang, termasuk penonjolan

tengkorak di bagian dahi. 2

Palpasi

Pemeriksaan limpa (spleen), limpa sering kali membesar dalam gangguan darah dan

dalam penyakit sistemik tertentu. Limpa normal tidak bisa diraba. Pemeriksaan limpa sering

kali dilakukan secara kurang optimal dan splenomegali masif organ ini melalui abdomen ke

6

Page 7: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

fosa ileum kanan bisa mudah terabaikan. Limpa yang membesar akan terasa oleh ujung

jemari saat pasien menghirup napas dalam. 2

Auskultasi

Anemia yang parah bisa menyebabkan desir aliran sistole. Desir fungsional ini harus

dibedakan dengan desir sistole pada penyakit katup jantung. 2

Pemeriksaan Penunjang

Hapusan darah tepi

Apus darah tepi bisa menegakkan diagnosis penyakit hematologis primer dan juga penyakit

sistemik. Oleh karenanya pemeriksaan ini mutlak diperlukan pada semua anemia yang belum

terdiagnosis dengan pemeriksaan sederhana.3

Hitung darah lengkap

Pemeriksaan kadar Hb, hitung leukosit, hitung trombosit, hitung eritrosit, laju endap darah,

hitung retikulosit, nilai eritosit rata-rata. Hitung darah lengkap untuk mencari jumlah leukosit

dan trombosit. Kenaikan jumlah leukosit menunjukkan adanya penyakit kronis yang

mendasari (neutrofil Shift to-the-left); proses mieloploriferatif (Leukemia, dan lain-lain) bila

didapatkan leukosit matur (Leukemia kronis) atau immatur (leukemia akut). Jumlah leukosit

yang menurun menunjukkan adanya hipo- atau aplastik pada sum-sum tulang. Jumlah

trombosit yang meningkat merupakan tanda anemia akibat penyakit kronis, perdarahan, atau

proses mieloploriferatif. Jumlah trombosit menurun merupakan tanda-tanda aplasia sum-sum

tulang.3

Hitung retikulosit

Sel-sel normal menghabiskan waktu 1-2 hari beredar sebagai retikulosit dan 120 hari beredar

dalam bentuk matang; sekitar 0,5-2,5% dari sel darah merah yang beredar adalah retikulosit.

Hitung retikulosit biasanya dilaporkan sebagai presentase dari eritrosit yang beredar. Jumlah

eritrosit yang beredar turun sehingga persentasi retikulosit yang normal akan meningkat

terdapat pada anemia. Pasien dengan gangguan pematangan sel atau produksi hemoglobin

kadang-kadang memperlihatkan eritropoesis yang tidak efektif. Pada keadaan ini, produksi

eritroid sangat meningkat (hiperplastik), tetapi hitung retikulosit secara tidak seimbang lebih

7

Page 8: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

rendah karena banyak sel yang belum cukup matang untuk masuk ke sirkulasi perifer, yaitu

pada anemia pernisiosa dan talasemia. Episode perdarahan satu kali menyebabkan

retikulositiosis , yang dimulai dalam 24 sampai 48 jam dan mencapai puncak setelah 4

samapi 7 hari. Namun kadar normal pulih kembali apabila konsentrasi hemoglobin stabil. 4

Hitung sel darah merah

Menghitung sel darah merah dalam volume kecil dari darah yang sudah sangat diencerkan

tidaklah akurat dan jarang dilakukan. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan

akurat oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan. Instrumen-

instrumen ini diprogram untuk memberikan secara cepat hasil perhitungan indeks-indeks

korpuskular, yang sekarag menjadi bagian rutin dari hitung darah lengkap.

Indeks korpuskular

o Volume sel rerata/Mean Corpuscular Volume (MCV)

Besaran ini mencerminkan volume rata-rata sel darah merah. MCV dapat dihitung dengan :

MCV = Hematokrit (%) x 10(fl) Rentang normal 82-92

Eritrosit (juta/µl)

o Hemoglobin sel rerata /Mean Corpuscular Hemoglobine (MCH)

Besaran ini dihitung secara otomatis pada penghitungan elektronik tetapi juga dapat

ditentukan apabila hemoglobin dan hitung sel darah merah diketahui.

MCH= Hemoglobin x 10 (pg) rentang normal = 27-37

Eritosit (juta/µl)

o Konsentrasi hemoglobin sel rerata /Mean Corpuscular hemoglobin Concentration

(MCHC)

Besaran ini dapat ditentukan secara manual dengan rumus :

MCHC = Hemoglobin x 100% Rentang normal= 32-37%

Hematokrit

MCV dan MCHC di setiap sel merupakan hal penting dalam mengevaluasi anemia dan

kelainan hematologik lain. Ukuran sel daat digambarkan sebagai normositik dengan MCV

normal, mikrositik bila MCV lebih kecil daripada normal dan makrositik bila MCV lebih

8

Page 9: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

besar daripada normal. Derajat hemoglobinisasi sel dapat diperkirakan dengan mengukur

MCH dan dapat digambarkan sebagai memiliki hemoglobin rerata bormal (normokromik)

atau hemoglobin rerata yang kurang daripada normal (hipokromik).4

Haptoglobin

Apabila sel darah merah mengalami destruksi di dalam aliran darah, hemoglobin

masuk plasma. Disini hemoglobin terurai menjadi dimer alfa dan beta dan berikatan dengan

haptoglobin. Kompleks dimer-haptoglobin ini diangkut ke hati untuk katabolisme lebih lanjut

sehingga besi dalam hem dapat dihemat karena tidak keluar melalui urine. Dengan demikian

kadar haptoglobin turun merupakan tanda penting hemolisis intravaskular. Kadar

haptoglobin diukur secara kimiawi atau dengan teknik imunologik. Apabila kapasitas

peningkatan hemoglobin bebas akan muncul di plasma. Karena merupakan molekul kecil,

hemoglobin bebas dapat dieksresikan melalui urine. Hemoglobinemia dan hemoglobinuria

terjadi bila kapasitas haptoglobin untuk mengikat dimer hemoglobin telah jenuh. 4

Bilirubin Indirect

Pada hemolisis yang cukup luas, bilirubin (terutama fraksi tidak terkonjugasi atau indirect) ,

prosuk penguraian katabolisme hem, biasanya juga menumpuk sebelum disalurkan ke hati

untuk konjugasi dan eksresi.4

Pemeriksaan untuk medeteksi autoantibodi pada ertirosit

Direct Antiglobulin test (direct Coomb’s test)

Sel eritrosit dicuci oleh protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau

antibodi monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG

dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IGG dan Cd3 maka akan

terkadi aglutinasi.5

Indirect Antiglobulin Test (indirect Coomb’s test)

Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan

sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan

dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.5

9

Page 10: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Uji Fluoresen NADPH

Uji ini spesifik untuk defisiensi G-6-PD dan efeknya pada NADP. Apabila terdapat G-6-PD

stimulasi aktivitas reduksinya akan mengubah NADP menjadi NADPH fluoresen, yang

tampak sebagai titik dibawah ultraviolet. 4

EPIDEMIOLOGI

A. Anemia hemolitik imun sering terjadi pada pasien rawat inap dan mengkonsumsi

berbagai macam obat.

B. Sferositosis herediter biasanya paling sering ditemukan pada orang Eropa Utara.

C. Thalasemia mencapai 3% sampai 10% pada orang Asia,Amerika,Mediterania.

ETIOLOGI

1. Faktor Intrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit

Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a. Gangguan struktur dinding eritrosit

Sferositosis

Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit.

Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala

anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa

sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik

Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan

ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.

Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal

bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan

menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang

ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses

hemolisis dari penyakit ini.

10

Page 11: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

A-beta lipropoteinemia

Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut

menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan

komposisi lemak pada dinding sel.

b. Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia

tipe fanconi.

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:

Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)

Defisiensi Glutation reduktase

Defisiensi Glutation

Defisiensi Piruvatkinase

Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)

Defisiensi difosfogliserat mutase

Defisiensi Heksokinase

Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase

c. Hemoglobinopatia

Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian

pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu

tahun telah mencapai keadaan yang normal

Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:

Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE

dan lain-lain

Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

2 Faktor Ekstrinsik :

11

Page 12: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.

a.Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat

b.Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh

tubuh sendiri.

c.Infeksi, plasmodium, boriella.

Different Diagnosis

Anemia hemolitik

Anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan

sel eritorsit yang lebih cepat dari kemampuan sum-sum tulang untuk menggantikannya.

Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan imunoglobulin pada kejadian hemolisis, anemia

hemolisis dikelompokkan menjadi anemi hemolisis imun dan anemia hemolisis non-imun. 5

Anemia hemolisis imun merupakan hemolisis yang terjadi karena keterlibatan

antibodi yang biasanya IgG dan IgM yang spesifik untuk antigen eritosit pasien (selalu

disebut autoantibody). Klasifikasi anemia Hemolitik imun dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Autoimun5

I. Anemia hemolitik Auto Imun (AIHA)

A. AIHA tipe hangat

1. Idiopatik

2. Sekunder (karena limfoma, sistemik lupus eritematous)

B. AIHA tipe dingin

1. Idopatik

2. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan hemogloinuria)

12

Page 13: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

C. Paroxymal Cold hemoglobinuria

D. AIHA Atipik

1. AIHA tes antiglobulin negatif

2. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

II. AIHA diinduksi obat

III. AIHA diinduksi aloantibodi

D. Reaksi hemolitik transfusi

E. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

Anemia hemolisis non-imun merupakan hemolisis terjadi tanpa keterlibatan

imunoglobulin tetapi karena faktor defek molekular, abnormalitas stuktur membrane, faktor

lingkungan yang bukan antibodi seperti hipersplenisme atau infeksi yang mengakibatkan

kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria, babesiosis

dan clostridium.

Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokan menjadi :

Anemia hemolisis herediter, yang termasuk kelompok ini adalah 5

o Defek enzim/ensimnopati

- Defek jalur Embden Meyershof

Defisiensi piruvat kinase

Defisiensi glukosa fosfat isomerase

Defisiensi fosfogliserat kinase

- Defek jalur heksosa monofosfat

Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)

Defiensi heksosa monofosfat

o Hemoglobinopati

13

Page 14: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

- Talasemia

- Anemia sickle cell

- Hemoglobinopati lain

o Defek membran : sferosis herediter

Anemia hemolisis didapat, yang termasuk kelompok ini adalah 5

o Anemia hemolisis imun , misalnya idopatik, keganasan, obat-obatan, autoimun,

infeksi, transfusi

o Mikroangiopati, misalnya trombotik trombositopenia purpura (TTP), sindrom uremik

hemolitik (SUH), Koagulasi intravascular diseminata (KID)/Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC), preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna, katup

prostetik

o Infeksi, misalnya infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi clostridium.

Patofisiologi, Manifestasi klinis, Penatalaksanaan, Komplikasi, Prognosis

o Anemia Hemolisis Imun

Perusakan sel-sel eritosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi sistem

komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau kombinasi keduanya.

Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan

menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler, yang

ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Sistem komplemen akan diaktifkan

melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki IgG2, IgG3,

IgM, IgG1. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan

antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu dibawah suhu tubuh.

Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena berekasi dengan antigen permukaan sel eritorsit

pada suhu tubuh.

Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravscular. Jika sel darah

disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan

14

Page 15: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah

merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune adherence ini

sangat penting bagi perusakan sel eritorsit yang diperantarai sel. Imunnoadherance, terutama

yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.

Anemia hemolitik autoimun dibagi menjadi anemia hemolitik autoimun type hangat,

anemia hemolitik imun tipe dingin, paroxysmal cold hemoglobinuri, anemia hemolitik

diinduksi obat dan anemia hemolitik aloimun karena tranfusi.

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat, sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe

hangat, dimana autoantibodi bereaksi secara optimal suhu 37OC. Kurang lebih 50% pasien

AIHA tipe hangat disertai penyakit lain. 5

Gejala dan tanda adalah onset penyakit samar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik,

demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri

abdomen, dan anemia berat. Urin gelap karena hemoglobinuria. Splenomegali terjadi pada

50% pasien, hepatomegali 30% dan limfadenopati 25%.5

Hasil laboratorium menunjukkan Hb sering dibawah 7 g/dl dan Coomb’s test postitif.

Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel

eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan semua sel-sel eritrosit

normal. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit

pasien sendiri. 5

Prognosis dari penyakit ini hanya sebagian kecil pasien mengalami pernyembuhan komplit

dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun

terkendali.5

Terapi dari anemia hemolisis tipe hangat dengan kortikosteroid 1-1.5 mg/kgBB/hari. Dalam

dua minggu sebagian besar akan emnunjukkan respon klinis baik (hematokrit, retikulosit

meningkat, tes coombs direct positif lemah, tes coomb indirect negatif). Splenektomi,

dilakukan jika terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tapering dosis selama 3

bulan. Imunosupresan yaitu Azatrioprin 50-200 mg/hari, siklosfosfamid 50-150 mg/hari.

Terapi lain dengan Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol diberikan bersama steroid.

Terapi tranfusi dilakukan jika kondisi mengancam jiwa.5

15

Page 16: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Anemia hemolitik imun tipe dingin, terjadinya hemolisis diperantai antibodi dingin

yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-Landsteir. Kelainan ini secara karakteristik

memiliki aglutinin dingin IgM monoclonal. Spesifitas aglutinin dingin adalah terhadap

antigen I/i. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat pad titer yang rendah, dan titer

ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Antigen I/i berugas sebagai

reseptor mycoplasma yang akan menyebabkan perubahan presentasi antigen dan

menyebabkan produksi antibody. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel darah

merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.5

Gambaran klinis sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik.

Anemia biasanya anemia ringan dengan Hb 9-12 g/dl/ sering didapatkan akrosianosis dan

splenomgali.5

Hasil laboratorium menujukkan anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes Coomb’s

positif.5

Prognosis pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil.

Terapi menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis.

Terapi Prednison dan splenektomi tidak hanya membantu clorambucil 2-4 mg/hari.

Plasmafersis untuk mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa mengurang hemolisis,

namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.5

Paroxysmal cold hemoglobinuria, ini merupakan tipe anemia autoimun yang jarang

dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu

sering ditemukan karena terkait sifilis. Pada kondisi ekstrim autoantibodi Donath-Landster

dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali normal,

terjadi lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lain.5

Gambaran klinis AIHA (2-5%), hemolisis paroxysmal disertai mengigil, panas, mialgia,

sakit kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam.Sering disertai urtikaria.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan hemoglobinuria, sferositosis,

eritrofagositosis. Tes Coombs positif, antibodi Donath Landsteiner terdisosiasi dari sel darah

merah.5

Terapi yang dapat diberikan adalah dengan menghindari faktor pencetus. Glukortikoid dan

splenektomi tidak ada gunanya. Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki

16

Page 17: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

prognosis. Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan survival

yang panjang.5

Anemia Hemolisis Imun Yang Diinduksi Obat, Obat dapat menyebabkan terjadinya

anemia hemolitik imun melalui tiga mekanisme berbeda yaitu :

1. Antibodi yang ditujukan pada kompleks membran ertirosit-obat (misalnya penisilin,

ampisilin)

2. Deposisi komplemen melalui kompleks protein (antigen)-antibodi pada permukaan

eritrosit (misalnya kuinidin, rimfapicin)

3. Anemia hemolitik autoimun sejati; pada keadaan ini peran obat tidak jelas (misalnya

metildopa, fludarabin).

Anemia menghilang setelah pengunaan obat dihentikan, tetapi pada pengobatan

metildopa antibodi akan menetap selama beberapa bulan. Anemia hemolitik imun yang

diinduksi penisilin hanya terjadi pada pemberian antibiotik dosis besar.6

Gambaran klinis pada penyakit ini adalah riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien

yang timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau antibodi biasanya bermanifestasi

sebagai hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis

akan terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah

terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis

tunggal.

Hasil pemeriksaan labortaorium dapat dijumpai anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes

Coomb positif.Lekopeni, trombositopeni, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi

pada hemolisis yang diperantarai kompleks ternary.

Terapi yang dapat dilakukan, dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu,

hemolisis dapat dikurangi.Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi

berat.

o Anemia Hemolisis Non Imun

Hemolisis dapat terjadi intravascular dan ekstravaskular. Hal ini bergantung pada

patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravascular, destruksi eritrosit

terjadi langsung dalam sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen

17

Page 18: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi

membran sel eritrosit. Hemolisis intravascular jarang terjadi.5

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravscular. Pada hemolisis

ekstravsculer destruksi sel eritosit dilakukan oleh sisten retikuloendotelial karena sel eritrosit

yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial

sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.5

Anemia Hemolitik Herediter

Kelainan membrane

Sferosis herediter

Sferosis herediter (HS) adalah anemia hemoltik herediter yang sering terjadi pada

orang di Eropa Utara. HS biasanya disebabkan oleh defek protein yang terlibat dalam

interaksi vertikal antara rangka membran dan lapisan lemak dua lapis eritrosit. Hilangnya

membran dapat terjadi akibat terlepasnya bagian-bagian lemak dua lapis yang tidak ditunjang

oleh rangka. Sum-sum tulang tetap memproduksi eritrosit berbentuk bikonkaf normal, tetapi

eritrosit tersebut kehilangan membranenya dan menjadi semakin sferis (kehilangan luas

permukaan relatif terhadap volume) selama bersirkulasi melalui limpa, sehingga sferosis mati

secara premature. Kelainan ini diwariskan secara dominan autosomal.

Gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang dapat bersifat resesif autosmal. Anemia dapat

muncul usia berapapun dari bayi sampai tua. Ikterusnya biasanya berfluktuasi dan sangat

jelas bila anemia hemolitik disertai penyakit Gilbert (kelainan konjugasi bilirubin di hati);

splenomegali terjadi pada sebagian besar pasien. Batu empedu pigmen sering ditemukan.

Hasil temuan hematologik anemia lazim ditemukan , tetapi tidak selalu ad; keparahnya

cenderung serupa dalam anggota keluarga yang sama. Retikulosit 5-20%. Sediaan apusan

darah memperlihatkan adanya mikrosferosit yang terwarna padat dengan diameter lebih kecil

dibandingkan dengan eritrosit normal.

Terapi dengan pemberian asam folat dapat diberikan pada kasus yang berat untuk mecegah

terjadinya defisiensi folat.6

Epilositosis herediter

18

Page 19: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

Penyakit ini mempunyai klinis dan laboratorium yang sama dengan sferosis herediter

kecuali pada apusan darah, namun biasanya klinis lebih ringan. Defek dasarnya adalah

kegagalan heterodimer spektrin untuk bergabung dengan dirinya menjadi heterotetramer.

Sejumlah mutasi genetik yang mempengaruhi interaksi horizontal telah terdeteksi/

epliositosis homozygot dan heterozygot ganda bermanifestasi dengan anemia hemolitik berat

disertai mikrosferosit, polikilosit, serta splenomegali. Penyakit ini banyak ditemukan pada

orang Malaysia, Indonesia, Filipina. 6

Kelainan Metabolisme Eritorsit

Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) berfungsi mereduksi nikotinamida adenin

dinukleotida (NADPH) sambil mengoksidasi glukosa 6 fosfat. Ini adalah satu-satunya sumber

NADPH dalam eritrosit dan NADPH diperlukan untuk memproduksi glutation tereduksi

sehingga defisiemsi enzim ini menyebabkan eritrosit rentan terhadap oksidasi. 6 Meskipun

G6PD terdapat dalam semua sel, sindrom utama yang timbuk adalah anemia hemolitik akut

yang terjadi akibat stress oksidasi. Ikterus neonatorum dan kadang-kadang anemia hemolitik

non sferositik kongentinal dapat disebabkan oleh berbagai jenis defisiensi enzim. Sifat

penurunan terkait sex, mengenai pria dan dibawa oleh wanita memperilhatkan kadar G6PD

eritrosit sekitar separuh dari nilai normal. 5,6

Gambaran klinis adalah gambaran hemolisis intravascular yang cepat terjadi, disertai

hemoglobinuria. Faktor pencetus yaitu infeksi dan penyakit akut lain, obat atau ingesti

kacang fava. Anemia dapat bersifat swasirna karena eritrosit baru yang muda dibuat dengan

kadar enzim mendekati normal. Gambaran klinis defisiensi G6PD yang lain meliputi ikterus

neonatorum dan kadang-kadang anemia hemolitik kongenital yang dapat terjadi terus-

menerus.

Hasil pemeriksaan hitung darah diantara klinis normal. Defisiensi enzim menggunakan satu

dari sejumlah uji skrining, atau dengan permeriksaan enzim langsung pada eritrosit. Selama

krisis, sediaan apus darah dapat memperlihatkan sel-sel yang mengkerut dan berfragmentasi

“bites cell” dan “blister sel”, yang badan Heinznya telah dikeluarkan oleh limpa.

Terapi dengan menghentikan pemakaian obat pencetus, mengobati infeksi yang mendasari,

mempertahankan keluaran urine yang tinggi dan melakukan tranfusi darah bila perlu untuk

19

Page 20: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

anemia berat. Bayi yang kekurangan G6PD cenderung ikterus dan pada kasus berat

dibutuhkan fototerapi dan tranfusi tukar. 6

Defek jalur Embden Meyerhof

Enzim yang terganggu pada jalur ini adalah piruvat kinase, glukosa isomerase dan

fosfogliserat kinase. Yang terbanyak adalah defisiensi piruvat kinase (95%). Defek enzim

glikolisis ini diturunkan autosomal resesif kecuali fosfogliserat yang diturunkan terkait sex.

Kelainan ini mengakibatkan eritrosit kurang ATP (adenosin tripospat) dan ion kalium keluar

sel. Sel eritrosit menjadi kaku dan lebih cepat disekuestrasi oleh sel fagosit mononuklir.

Defisiensi piruvat kinase hanya mengenai sel eritrosit, sedangkan defisiensi glukosa fosfat

isomerase dan fosfoglierat kinase juga mengenai sel leukosit meskipun tidak mempengaruhi

fungsi leukosit. Kelainan ini diwariskan secara autosomal resesif, pasien yang terkena

bersifat homozygit atau heterozygot ganda. Eritosit menjadi kaku karena berkurangnya

pembentukan ATP.

Manifestasi klinis. Beratnya anemia sangat bervariasi (hemoglobin 4-10g/dl dan

menyebabkan gejala yang relatif ringan karena pergeseran kurva disosiasi oksigen ke kanan

akibat peningkatan kadar 2,3-difosfogliserat intrasel. Ikterus klinis biasa ditemukan dan batu

empedu sering didaptkan. Penonjolan tulang frontal mungkin ada.

Laboratorium. Sediaan apus darah menunjukkan poikilositosis dan prickle cell yang

terdistorsi terutama pasca-splenektomi. Hasil laboratorium menunjukkan meningkatnya

autohemolisis, dan diperlukan pemeriksaan kadar enzim langsung untuk menegakkan

diagnosis. Splenektomi dapat meringankan anemia, tetapi tidak menyebuhkannya, dan

diindikasikan untuk pasien tranfusi berulang. 6

Terapi. Pengobatan jarang dibutuhkan pasien, pada beberapa kasus yang jarang diperlukan

pemberian tranfusi sel darah merah. Pada kasus berat splenktomi merupakan pengobatan

paliatif mencegah kerusakan dan destruksi eritrosit yang berlebihan. Pasien dengan hemolisis

kronis diberikan asam folat sebagai profilaksis.

Penyakit Sel Sabit

Penyakit sel sabit merupakan hemoglobinomati herediter yang terjadi karena asam

glutamat digantikan oleh valin pada posisi ke enam rantai beta-globin dengan menimbulkan

20

Page 21: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

transformasi hemoglobin A yang normal (alfa2 beta2) menjadi hemoglobin S yang mutan.

Lebih-kurang 8% populasi kulit hitam Amerika bersifat heterozigot untuk hemoglobin S(hbS)

Komplikasi

Secara umum, kompllikasi anemia hemolitik kronis berkaitan dengan peningkatan

destruksi eritrosit, produksi eritrosit dan anemia kronis. Komplikasi ini berupa

a. Defisiensi asam folat yang disebabkan oleh peningkatan pergantian eritorsit

b. Splenomegali, yang disebabkan oleh peningkatan eritrosit yang masuk dan

hematopoesis ekstramedular

c. Batu empedu yang disebabkan oleh peningkatan pergantian eritrosit

d. Resiko yang berkaitan dengan protokol tranfusi jangka lama atau splenektomi,

jika diindikasikan

Kesimpulan

Sesuai dengan kasus diatas maka diagnosis kerja belum dapat ditegakan karena

dibutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti Coombs test, elektroforesis.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. history and examination at a glance. Edisi II. Oxford : Blackwell

Publishing, 2007.h. 84-5.

2. Howard MR. Sistem hematologi. Dalam: Houghton RA, Gray D. Chamberlain’s

gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Jakarta : Indeks. 2012. H. 339-60

3. Davey P. Anemia. Dalam : Safitri A, editor. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga.

2003. H. 78-9

4. Sacher RA, McPerson RA. Metode Hematologi. Dalam : Hartanto H, editor. Tinjauan

klinis hasil pemeriksaan labortaorium. Jakarta : EGC. 2004. H. 21-5

21

Page 22: Makalah Pleno BLOK 24 (1)

5. M. william schwatrz. Pedoman klinis pediatri. Jakarta : EGC. 2005. H. 387

6. Parjono E, Hariadi KW. Anemia hemolitik autimun. Dalam : Sudoyono AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor: Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jakarta : Interna Publishing. 2009. 1152-64; 1379-93.

7. Hoffbrand AV. Anemia hemolitik. Dalam : Mahanani DA. Kapita selekta hematologi.

Jakarta : EGC. 2005. H.51-75

8. Chui DH, Fucharoen S, Chan V. Hemoglobin H disease: not necessarily a benign

disorder. Journal Of The American Society Of Hematology. Blood (2003) 101 (3):

791-800. Diunduh tanggal 23 April 13.

http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/101/3/791.full

22