makalah pkn korupsi

41
KORUPSI DI INDONESIA Disusun Oleh : FAKIH AULIA RAKHMAN

Upload: fahmialzieputra

Post on 12-Aug-2015

189 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pkn Korupsi

KORUPSI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

FAKIH AULIA RAKHMAN

JURUSAN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG2012

Page 2: Makalah Pkn Korupsi

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Makalah Sitem Pemerintahan

Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi adadi sekeliling kita,

mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat,

maupun diinstansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang

mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun,

apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya. Dari kenyataan diatas

dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;

1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga

pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.

2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena

kurangnya moyivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa

mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban

kita untuk Negara ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, dapat ditarik rumusan

masalah berikut ini :

1.      Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi ?

2.      Apakah dampak Pemberitaan Korupsi Pada Masyarakat?

3.      Bagaimana penjatuhan pidana terhadap koruptor?

C. Tujuan Makalah

Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui penyebab atau latar

belakang terjadinya korupsi dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas

korupsi.

Page 3: Makalah Pkn Korupsi

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah

darikata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak

bermoral,kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan

demikiankorupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal

buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit

modifikasi;Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan

akhirnyadari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.

Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk

maksudmempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan

sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-

tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepadatindakan

pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingandiri sendiri sehingga

harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.Dengan demikian, korupsi

merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secaralangsung maupun tidak langsung.

Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsimerupakan suatu penyimpangan atau

pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukummaupun norma etika pada umumnya secara

tegas menganggap korupsi sebagai tindakanyang buruk. Dari segi hukum korupsi mempunyai

arti ; a. Melawan hukum b. Menyakahgunakan kekuasaan c. Memperkaya diri d. Merugikan

keuangan Negara Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gambling dijelaskan

Page 4: Makalah Pkn Korupsi

dalam UU No 31 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana. Istilah korupsi di Indonesia

pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan

penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit

tersebut sudah mewabah dan terusmeningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan,

maka banyak orangmemandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas

pemerintah danmerugikan ekonomi Negara.Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang

kronis, bukan hanya membudaya tetapisudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi

di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama

terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.Beragam lembaga,

produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah dilakukan,akan tetapi hal itu belum

juga dapat menggeser kasta pemberantasan korupsi. Seandainyasaja kita sadar, pemberantasan

korupsi meski sudah pada tahun keenam perayaan hariantikorupsi ternyata masih jalan ditempat

dan berkutat pada tingkat ³kuantitas´.Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi

belum memiliki dampak yangmenakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut

disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.Dalam masyarakat yang tingkat

korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi.

Mulainya dari mana juga merupakan masalah besar,karena boleh dikatakan semuanya sudah

terjangkit penyakit birokrasi.

B.     Pengertian Korupsi Secara Hukum

Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuanperaturan perundang-

undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan

pada pembuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas atau kepentingan

pribadi atau golongan. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) · Korupsi yaitu menyelewengkan

kewajiban yang bukan hak kita. · Kolusi ialah perbuatan yang jujur, misalnya memberikan

pelican agar kerja mereka lancar, namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi. ·

Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsure-unsur

sebagai berikut; · Perbuatan melawan hukum · Penyalahgunaan kewenangan · Merugikan

keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Page 5: Makalah Pkn Korupsi

C. Macam-Macam Korupsi

Tindak pidana korupsi yang dilakukan cukup beragam bentuk dan jenisnya. Namun, bila

diklasifikasikan ada tiga jenis atau macamnya, yaitubentuk, sifat, dan tujuan.

1. Bentuk korupsi

Bentuk korupsi terdiri atas dua macam, yaitu materiil dan immateriil.Jadi korupsi tidak

selamanya berkaitan dengan penyalahgunaan uangnegara.Korupsi yang berkaitan

dengan uang termasuk jenis korupsi materiil.

2. Berdasarkan sifatnya

a. Korupsi Publik

Dari segi publik menyangkut nepotisme, fraus, bribery, dan birokrasi.Nepotisme itu

terkait dengan kerabat terdekat. Segala peluang dankesempatan yang ada sebesar-

besarnya digunakan untuk kemenangankerabat dekat. Kerabat dekat bisa

keponakan, adik-kakak, nenek ataukroni. Fraus, artinya, berusaha mempertahankan

posisinya daripengaruh luar. Berbagai cara dilakukan untuk kepentingan ini.

Sodok kanan, sikut kiri, suap kanan, suap kiri, semua dilakukan agar posisiyang telah

dicapai atau diduduki tidak diambil pihak lain atau direbut orang lain.

b. Korupsi Privat

Sisilain korupsi ditinjau dari privat, yang dimaksud privat ada dua,yaitu badan hukum

privat dan masyarakat. Ada dua model korupsi, yaitu: pertama internal, yakni

korupsi yangdilakukan oleh orang dalam. Kedua internal-eksternal, yaknikolaborasi

antara sektok privat dengan publik.

Page 6: Makalah Pkn Korupsi

3. Berdasarkan tujuannya

Pada umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan pribadi,tetapi secara

spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut:

a. Politik, orang melakukan korupsi karena bertujuan politik.

b. Di bidang ekonomi, dilakukan pun untuk kesuksesan bisnisnya.Kurang lebih

wujudnya sama, praktik korupsi disini juga dilakukandengan segala cara. Tetapi,

sasarannya adalah pemegang kekuasaan.

c. Di bidang pendidikan,Fenomena jual beli gelar dan nilai adalah bukti kuat bahwa di

lembagaini juga terjangkit korupsi.

d. Di bidang hukum, praktik korupsi ditujukan untuk memperolehfasilitas dan

perlindungan hukum. Fasilitas disini berupa kepastianhukum terhadap bisnis atau

usaha koruptor.

D. Faktor Pemicu Korupsi dan Dampaknya

Tindakan korupsi disebabkan oleh beberapa faktor sesuai situasi dan kondisi, yaitu:

1. Kondusifitas Budaya

Budaya dalam sub bahasan ini diartikan sebagai ”sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan

yang sudah sukar diubah” . Berdasarkan pandangan tersebut maka budaya yang

mendukung tindakan korupsi yaitu budaya ewuh pakewuh dan budaya resiprokal.Ewuh

pakewuh merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang mengacu pada sikap keengganandan

hormat menghormati. Budaya ini merupakan budaya yang umum dalam duniaketimuran.

Budaya ini dituding sebagai penyebab dari adanya rasa sungkang dari individudari status

sosial lebih rendah jika menghadapi masalah korupsi pada individu dari statussosial yang

lebih tinggi dan berpengaruh. Hal seperti ini terjadi misalnya pada penyelidikankasus

korupsi

Page 7: Makalah Pkn Korupsi

2. Pandangan Kapitalistik

Manusia dewasa ini sedang hidup di tengah kehidupan material yang sangat mengedepan.Dunia

kapitalistik memang ditandai salah satunya ialah akumulasi modal atau kepemilikanyang

semakin banyak. Semakin banyak modal atau akumulasi modal maka semakin dianggap sebagai

orang yang kaya atau orang yang berhasil. Karena persepsi tentangkekayaan sebagai ukuran

keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaanitu tanpa memperhitungkan

bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.

3. Sinisme MasyarakatAda semacam sinisme yang berkembang di masyarakat bahwa korupsi di Indonesia

sudahsedemikian parah sehingga tidak mungkin bisa diberantas. Survei yang dilakukan

UNDP baru-baru ini menjadi indikasi kuat mengenai hal itu. Hasil survey menunjukkan

bahwakorupsi di sektor publik dianggap sangat lazim oleh 75% responden. Sebanyak

65%responden bahkan tidak hanya menduga tentang praktik korupsi tetapi terlibat

secaralangsung dalam praktik ini terutama menyangkut pejabat pemerintah. Dalam

penelitianUNDP, dari 40% responden yang telah melihat kasus korupsi, kurang dari 10%

yangdilaporkan. Responden rumah tangga menempati persentase tertinggi dalam hal

tidak melaporkan kasus korupsi(98%). Hal yang kurang lebih sama terjadi pada hasil

penelitianICW. Sebanyak 43,7% responden tidak melaporkan korupsi; 29,9% menegur

dan 26%melaporkan

D. Dampak Negatif Korupsi yang Ditimbulkan

Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia

politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)

dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif

mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem

pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan

ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis

kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya,

dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan,

korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan

Page 8: Makalah Pkn Korupsi

toleransi. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi

dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga

karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat

korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang

menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,

konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat

untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi

ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki

koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-

perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor

publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan

dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat

untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.

Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,

atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan

infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar

ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan

ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa

yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,

bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada

diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia,

seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun

lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban

hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970

sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi

dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau

kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur

Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga

kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering

didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan

mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. Kesejahteraan Umum

Page 9: Makalah Pkn Korupsi

Negara Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga

negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi

sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan

yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).

Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar

yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Bagi Rakyat Miskin

Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa

dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional

kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan

pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama

sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga

kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan

pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para

koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan

retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak

diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat.

Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin

kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk

subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk

mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban

rakyat miskin. Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong

di tingkat desa atau dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin

yang terus menerus menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati

rakyatnya. Bahkan disaat Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya

justeru meminta Dana Serap Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah

budaya, bukan aib yang memalukan. Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk

memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya justeru seperti “Antara Ada Dan

Tiada “. Masyarakat bingung dan saya sendiri sempat merinding bulu kuduk ketika hampir

setiap pagi di berita-berita media eletronik maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak

pejabat yang ditahan karena diduga sebagai pelaku korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini,

Page 10: Makalah Pkn Korupsi

masih segar dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh Dinas Kesehatan Promal melalui

pengadaan Alkes.

E. Penyebab Korupsi Berkembang

Dengan melihat berbagai kemungkinan akibat korupsi hingga yang paling buruk,

tampaklah bahwa setiap saat korupsi bisa berubah menjadi ahlik buas dan rakus, tak kenal batas,

sehingga siap meluluhlantakkan segala nilai moral-spiritual, dan tak lagi mengenal umpamanya

nilai-nilai tanggung jawab pada kepentingan umum, kejujuran, kebenaran, keadilan, pemerataan,

disiplin diri, rasa hemat, dosa, dan sebagainya. Kini masalahnya adalah mengapa korupsi bisa

berkembang subur dalam lingkungan masyarakat tertentu sedangkan dalam masyarakat yang lain

ia bisa diberantas atau setidak-tidaknya dikendalikan pada batas-batas yang tidak menggoyahkan

negara.

Kesulitan utama bagi suatu negara dalam meredakan korupsi ialah apabila korupsi itu

sendiri telah menjadi bagian dari sejarah masyarakat yang bersangkutan. Di dalam system social

yang masih terpengaruh sisa-sisa feodalisme, upeti menjadi sumber utama korupsi yang sukar di

ubah. Penguasa-penguasa feodal pada zaman dahulu mempunyaki hak-hak istimewa untuk

menarik pajak tertentu dari penduduk. Pada zaman sekarang mereka pun mencari kesempatan-

kesepatan dan bentuk-bentuk baru, sesuai dengan keadaan dan posisinya. Mereka terus mencoba

untuk melestarikan system upeti untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Setelah satu hal yang menjadi penyebab merajalelanya korupsi adalah tidak adanya

komponen-komponen yang berfungsi sebagai pengawas atau pengontrol sehingga tidak ada

proses check and balance. Komponen pengawas itu bisa berupa komponen-komponen missal

seperti partai politik, lembaga legislative, dan pers, atau bisa juga yang bersifat structural

maupun fungsional.

Efek birokratisasi juga merupakan salah satu sumber penyebab korupsi di kebanyakan

negara berkembang teori Parkinson tentang birokrasi mengatakan bahwa di dalam setiap struktur

formal terdapat kecendrungan bagi bertambahnya personil dalam satuan-satuan organisasi. Setiap

kali mendapat tugas, biasanya para pejabat akan membentuk satuan-satuan baru yang merekrut

orang-orang baru. Ini mengakibatkan membengkaknya birokrasi dari segi jumlah satuan maupun

jumlah pegawainya. Karena lahan atau sumber penghasilan yang bisa digali oleh pegawai-

Page 11: Makalah Pkn Korupsi

pegawai tiu menjadi terbatas, mereka terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan illegal atau

dengan kata lain melakukan korupsi.

Di lingkungan masyarakat Asia, di samping mekarnya kegiatan pemerintah yang di kelola

oleh birokrasi terdapat pula cirri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang dapat menjadi

penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di negara-negara Asia

adalah birokrasi patrimonial. Kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini terutama adalah

bawa ia tidak mengenal perbedaan antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Itulah sebabnya

para pejabat atau pegawai negeri sering tidak tahu perbedaan antara kewajiban perorangan dan

kewajiban masyarakat atau perbedaan antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.

Ini tampak dalam pranata-pranata hadian dan kewajiban menyantuni keluarga. Juga,

kecendrungan bahwa pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa,

dan kekuasaan politik di anggap sebagai bagian dari milik pribadinya, yang dapat di eksploitasi

dengan cara menari berbagai sumbangan dan pemungutan.

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-

delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan

terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya.

Padahal semua teori dan semua orang tahu bahwa selama hukum masih dapat diombang-

ambingkan kepentingan pribadi dan golongan, selama itu pula kejahatan akan berkembang.

Apabila penindakan terhadap kasus-kasus korupsi masih pilih kasih, ia bukannya encegah

terjadinya korupsi tetapi malah lebih mendorong menjadi-jadinya perbuatan korupsi.

Dengan demikian untuk selanjutnya agaknya kita harus hati-hati dengan memandang

factor-faktor penyebab korupsi dari kerangka berfikir yang lebih luas. Kemiskinan atau

ketidakcukupan bukanlah satu-satunya penyebab korupsi. Contoh-contoh korupsi yang

terungkap, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, telah membuktikan hal ini. Ketika Diky

Iskandar Dinata dinyatakan menjadi otak dari korupsi sebesar US $ 419,6 juta atau hampir

Rp.800 milyar pada akhir tahun 1990, dia sudah menduduki jabatan wakil presiden direktur Bank

Duta dan sudah sangat kaya dalam kedudukannya sebagai banker.

Page 12: Makalah Pkn Korupsi

F. Faktor Berpengaruh Terhadap Korupsi. Kasus Indonesia

1. Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi Kasus Indonesia Oleh Oswar Mungkasa

(Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro 3, 2002)1. Pendahuluan Korupsi merupakan penyakit paling

parah yang menggerogotiperekonomian negara-negara di dunia ketiga. Suatu

kemustahilanmengharapkan negara menjadi makmur ketika korupsi sudah dianggapmenjadi

bagian dari suatu kehidupan bangsa. Tingkat Korupsi yang demikian besar tentu saja akan

berdampakterhadap kondisi perekonomian. Salah satu contoh aktual adalah Nigeria.Tahun 1985

pendapatan per kapita Nigeria mencapai 2.500 dollar AS. Namun,sekarang tinggal 225 Dollar

AS. Salah satu hasil studi Angang Hu (2000)1 dariCenter for China Study, Qinghua University

menyebutkan bahwa kerugianCina akibat korupsi di berbagai proyek mencapai sekitar 3,4

sampai 4,5persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Besarnya dampak korupsimengakibatkan

kejahatan korupsi dianggap bukan tindak pidana biasa tetapimerupakan kejahatan luar biasa

(extra ordinary crime). Dikaitkan dengan kondisi di Indonesia, maka tingkat korupsi diIndonesia

menunjukkan kondisi yang relatif sama jeleknya. Tidak ada datayang pasti tentang besarnya

korupsi di Indonesia, tetapi berdasar salah satuindikator yang diakui secara internasional yaitu

Corruption Perception Index(CPI)2 yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI)

menempatkanIndonesia pada peringkat ke-88 dari 91 negara yang dinilai. Posisi ini

secarasubstansial tidak beranjak dari tahun tahun sebelumnya (Kompas, 41 Hasil penelitian ini

dikemukakan dalam makalahnya Corruption and Anti-corruption Strategies in China

yangdisampaikan dalam Simposium Korupsi di Amerika Serikat pada bulan februari 2001.2

Transparency International (TI) merupakan sebuah lembaga pemantau tingkat korupsi di

berbagai negara yangberbasis di Berlin, Jerman. Sementara Corruption Perception Index 9CPI)

dihitung berdasar persepsi pelakubisnis, analis, dan orang yang berkepentingan dengan

pemberantasan korupsi.Tugas Mikro III - Om 1

2. Desember 2001). Sekalipun angka ini masih dipertanyakan validitasnya,tetapi realitasnya

menunjukkan kondisi yang relatif serupa. Tentu saja banyak faktor yang dituding menjadi

penyebab korupsi.Kesemua faktor penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi

beberapafaktor berpengaruh dalam pengambilan keputusan korupsi dari sebuahindividu. Dalam

Page 13: Makalah Pkn Korupsi

makalah ini keseluruhan faktor penyebab tersebutdikelompokkan dalam 3 (tiga) faktor

berpengaruh terhadap kecenderungankorupsi (atau tidak korupsi) yaitu tingkat gaji pegawai

pemerintah, besarnyapendapatan dari korupsi, besar/tingginya tingkat hukuman jika

tertangkap,dan kemungkinan (probabilitas) tertangkap. Pemahaman terhadap mekanisme

pengaruh dari faktor-faktor tersebutdipercaya dapat membantu pengambil kebijakan (pada

berbagai tingkatanpemerintahan/institusi) dalam menerapkan strategi penanganan korupsi.

Memperhatikan hal tersebut di atas, maka maksud studi ini adalahmemberikan gambaran

kecenderungan seseorang berperilaku korupsidengan memperhatikan faktor tingkat gaji pegawai

negeri, kemungkinantertangkap, besarnya suap/hasil korupsi dan besarnya hukuman. Tujuanstudi

adalah membangun sebuah model yang dapat memperlihatkan bentukhubungan antara (a) gaji

pegawai negeri; (b) kemungkinan tertangkap; (c)besarnya suap/hasil korupsi; dan (d)

besarnya/tingginya hukuman terhadaptingkat kecenderungan korupsi dari pelaku korupsi.2.

Korupsi: Penyebab dan Faktor Berpengaruh2.1 Definisi dan Bentuk Korupsi Korupsi berasal dari

Bahasa Latin corruptus yang berarti mematahkanatau memisahkan dan corrumpere atau merusak.

Secara konsepsual, korupsiadalah sebuah bentuk perilaku yang memisahkan diri dari etika,

moralitas,tradisi, hukum dan kebajikan sipil. Korupsi mencakup penyalahgunaankekuasaan serta

pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalammasyarakat untuk maksud pribadi (Lubis,

1998). Definisi klasik Bank DuniaTugas Mikro III - Om 2

3. dan Dana Moneter Internasional (IMF), korupsi diartikan sebagaipenggunaan posisi

pengambilan kebijakan publik untuk secara ilegalmemperoleh keuntungan pribadi/kelompok.

Sementara definisi lainnya adalah (a) Discretionary corruption, korupsiyang dilakukan karena

adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan;(b) Illegal corruption, suatu jenis tindakan

yang bermaksud mengacaukanmaksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu; (c)

Mercenerycorruption, jenis tindak korupsi untuk kepentingan pribadi; (d) Ideologicalcorruption,

korupsi illegal atau discretionery untuk kepentingan kelompok(Benveniste, 1997). Sedikitnya

terdapat tujuh macam bentuk korupsi, yaitu (a) korupsitransaksional, korupsi yang melibatkan

kedua belah pihak; (b) korupsimemeras, jika salah satu pihak terpaksa melakukan korupsi; (c)

korupsiontogenik, hanya melibatkan yang bersangkutan; (d) korupsi defensif, jikadilakukan

untuk membela diri; (e) korupsi investasi, berupa pelaksanaantugas dengan harapan mendapat

imbalan; (f) korupsi nepotisme, pemberiankeistimewaan pada keluarga/teman/relasi; (g) korupsi

Page 14: Makalah Pkn Korupsi

suportif, tidak terlibatlangsung tapi memberi peluang atau pura-pura tidak tahu (Noeh, 1997).2.2

Dampak Korupsi Dampak korupsi dapat dibedakan atas dampak negatip dan positip.Dampak

negatip yaitu (a) Menggagalkan pencapaian tujuan pelaksanaanpembangunan; (b) Kenaikan

biaya administrasi; (c) Jika dalam bentuk komisi,akan mengurangi alokasi dana yang seharusnya

dipakai untuk keperluanmasyarakat umum; (d) Berpengaruh buruk pada mental pegawai;

(e)Menurunkan kredibilitas pemerintah. Sementara dampak positip adalah (a)Hasil korupsi

sebagian terbesar dipergunakan untuk investasi; (b)Meningkatkan kualitas pegawai; (c)

Perekrutan yang berlandaskan nepotismeakan melipatgandakan jumlah pegawai, yang berakibat

mengurangi jumlahpengangguran (Lubis,1998).2.3 Faktor PenyebabTugas Mikro III - Om 3

4. Faktor penyebab korupsi, dapat dikategorikan sebagai (a) rendahnyatingkat kesejahteraan

pegawai dan sistem penerimaan pegawai. Dampaksistem penerimaan pegawai yang baik (merit-

system) diteliti oleh Evans andRauch [1996] di 35 negara berkembang. Hasilnya menunjukkan

bahwa sistemyang baik mengurangi tingkat korupsi. Pengaruh tingkat gaji pegawaipemerintah

diteliti oleh Rijckeghem and Weder (1997) yang menemukanbahwa perbedaan gaji pegawai

pemerintah relatif terhadap gaji swastaberpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi.

Meningkatkan gaji pegawaipemerintah sebesar dua kali lipat akan memperbaiki CPI sebanyak 2

point(Lambsdorff, 2000); (b) faktor kultural. Budaya patron-client dalam birokrasi,dan

pendekatan kekeluargaan/perkawanan dalam pengambilan keputusanmerupakan bentuk budaya

yang mendorong terjadinya korupsi. Padabeberapa komunitas, tingkat kepercayaan diantara

masyarakat masih tinggi.La Porta et al. [1997: 336] menyatakan bahwa kepercayaan dapat

membantumengurangi tingkat korupsi karena dapat membantu pegawai pemerintahbekerjasama

lebih baik diantara mereka dan dengan masyarakat umum. Hasilini berdasar pada penelitian di 33

negara (Lambsdorff, 2000); (c) kurangefektifnya sistem pengawasan; (d) lemahnya penegakan

hukum BerdasarWorld Development Report (1997) yang terfokus pada kualitas

hukummenunjukkan penegakan hukum mempengaruhi tingkat korupsi di 59negara; (e)

kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat dalampenanggulangan korupsi. Brunetti and

Weder (1998) menunjukkan bahwaketerbukaan, demokrasi, kebebasan pers, dan partisipasi

masyarakatmerupakan faktor efektif mengurangi tingkat korupsi (Lambsdorff, 2000) Menurut

Huntington (1968) dalam buku klasiknya tentangpembangunan politik, mengutarakan beberapa

kondisi yang menguntungkantimbulnya korupsi yaitu (a) korupsi cendrung meningkat dalam

Page 15: Makalah Pkn Korupsi

suatuperiode pertumbuhan serta modernisasi yang cepat, karena perubahan nilai-nilai, sumber-

sumber baru kekayaan dan kekuasaan, dan perluasanpemerintahan; (b) Negara dengan

keragaman stratifikasi sosial, lebih banyakTugas Mikro III - Om 4

5. polarisasi kelas, dan lebih banyak kecenderungan feodal, korupsi cenderungberkurang; (c)

Apabila banyak perusahaan asing di suatu negara makakorupsi cenderung meningkat; (d)

semakin partai politik kurang berkembangmekar, semakin meluas korupsinya, lantaran lemahnya

kontrol (Klitgaard,1998). Menurut Rijckeghem (1997)3, keseluruhan faktor penyebab korupsi

diatas dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu tingkat gaji (w),ketidakmemadaian

pengawasan (p), tingkat/besarnya hukuman (f), besarnyadistorsi ekonomi, dan faktor lainnya

(Rijckeghem, 1997).3. Pengaruh Kemungkinan Tertangkap, Besarnya Korupsi dan Hukuman

terhadap Kecenderungan Korupsi3.1 Tinjauan Teoritis Model dalam makalah ini dijiwai oleh

‘Shirking Model’ (Shapiro danStiglitz, 1984) dan dibangun dari hasil kerja Becker dan Stigler

(1974), yangmengasumsikan bahwa pegawai negeri memaksimalkan ‘expected income’.Perilaku

korupsi jika tertangkap dihukum dalam bentuk dipecat, sehinggapejabat dengan pendapatan besar

cenderung menjadi kurang korup. Ketikatingkat suap tinggi atau kemungkinan tertangkap

rendah, model inimemperkirakan bahwa gaji yang dapat mengurangi korupsi adalah tinggi.

Karena itu, buat pemerintah lebih efektif (cost effective) untukmembayar ‘capitulation wages’

(gaji dibawah reservation wages) daripadameningkatkan gaji. Lebih lanjut, hukuman dapat selalu

diperberat sampaipada tingkat yang dapat mencegah korupsi, karenanya gaji tinggi

tidakdibutuhkan. Implikasi kebijakan di atas tidak kuat untuk merumuskan proseskorupsi. Hal ini

terlihat ketika dilakukan relaksasi terhadap asumsi pegawainegeri memak-simalkan ‘expected

income’, sehingga peran kebijakan gajimenjadi lebih besar3 Faktor p, w, f ditambah besarnya

korupsi (B) dinasukkan dalam model Rijckeghem pada bagianselanjutnya dari makalah ini.Tugas

Mikro III - Om 5

6. Pegaai negeri mungkin terlibat dalam perilaku ‘satisficing (pemuasan)’dan bukannya

‘maximizing (pemaksimalan)’ dan karenanya korupsidilakukan hanya untuk mencapai

pendapatan sewajarnya (fair income).Pegawai negeri mungkin menghindari kesempatan korupsi,

dengantersedianya gaji memadai, bahkan ketika tindakan tersebut bukanmemaksimalkan

‘expected income’. Formalnya cara pandang ini dimodelkansebagai ‘fair-wage effort hypothesis’

(Akerloff and Yellen, 1990). Ditunjukkanbahwa hipotesis ini berakibat peningkatan gaji

Page 16: Makalah Pkn Korupsi

(penurunan) mempunyaidampak kuat pada korupsi daripada ketika PNS memaksimalkan

‘expectedincome’ dan mengurangi korupsi melalui kebijakan gaji mungkin tidakmahal. Ini

konsisten dengan bukti penelitian terkini terhadap fair wage efforthypothesis.3.2 Korupsi dalam

kerangka ‘maximizing’ Dari sudut pandang penegakan hukum (Becker and Stigler, 1974)bahwa

pegawai negeri memaksimalkan ‘expected income’ dengan caramenyeimbangkan keuntungan

korupsi terhadap denda dan hukuman jikatertangkap. Hukuman ini mencakup pemecatan (biaya

sama denganperbedaan gaji dengan swasta ditambah kesempatan korupsi yang hilang)dan

hukuman lainnya. Pada model satu periode hubungannya sebagai berikut: EI = (1 – P( C)) (CB +

Wg) + P( C) (Wp – f) …... (1) EI = expected income P = kemungkinan tertangkap dan dihukum

C = jumlah tindakan korupsi (variabel kontinu) Wg = gaji pegawai pemerintah Wp = gaji swasta

B = tingkat suap F = hukuman lain/penjara Kecuali C maka semua variabel dan parameter P( C)

adalah eksogen.Tugas Mikro III - Om 6

7. Persamaan diatas menunjukkan bahwa expected income merupakanrata-rata tertimbang

pendapatan ketika korupsi tidak terdeteksi dan ketikaterdeteksi. Ketika terdeteksi, pendapatan

adalah hasil korupsi dan gajisementara jika tertangkap pendapatan adalah gaji swasta

dikurangihukuman. Pada formulasi ini, kebijakan gaji pemerintah mempunyai dampakterhadap

korupsi sebab hukuman termasuk kehilangan pekerjaan. Namungaji tinggi tidak berarti korupsi

berkurang, dengan kondisi pemerintah dapatmemanipulasi P(C) dan f . Akhirnya, kebijakan gaji

kehilangan kefektifannyaketika tingkat suap tinggi. Beragam penambahan dimungkinkan.

Pertama, P dapat diekspresikansebagai fungsi negatif hukuman (memasukkan pemecatan), P

jugadipengaruhi oleh suap terhadap penegak hukum. Kedua, ukuran suap (B)mungkin

bergantung pada keuntungan suap bagi pemberi suap, tingkathukuman dan kemungkinan

tertangkap. Mempertimbangkan semua penambahan di atas maka formulamenjadi: EI = (1 –

P( C,f,Wg-Wp)) (CB(P,f) + Wg) + P( C,f,Wg-Wp) (Wp – f) … (2) Berdasar formula di atas,

penambahan f kehilangan banyakkemampuan mengurangi korupsi, sebagai hasil dari dampak

terhadappenegakan hukum oleh masyarakat yang berkurang sebagaimana padatingkat suap (yang

bertambah). Instrumen kedua, P tidak lagi beradadibawah kendali langsung pemerintah. Gaji Wg,

dilain pihak, meningkatperannya melalui dampak pada aktifitas penegakan hukum oleh

masyarakat(yang bertambah dengan meningkatnya pendapatan).3.3 Korupsi dalam Kerangka

Pemuasan (‘satisficing’)Tugas Mikro III - Om 7

Page 17: Makalah Pkn Korupsi

8. Perilaku individu mungkin tidak cocok dengan penggambaran melaluikerangka ‘maximizing’

di atas. Fehr et. al (1993) menemukan bukti bahwa gajimemotivasi usaha bahkan ketika tidak ada

hukuman untuk ‘shirking’.Eksperimen ‘lost-letters’4 menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakatjujur, dalam konteks tidak menggunakan kesempatan korupsi. Penemuan

inimengindikasikan bahwa sebagian masyarakat tidak menggunakankesempatan korupsi

sepanjang diperlakukan adil. Secara formal ‘fair wage-effort’ hypothesys dimodelkan sebagai : e

= f (I/W*) = f ((W + N)/W*) …… (3.a) e = usaha I = pendapatan aktual W* = gaji wajar (fair

wage) W = gaji yang diterima N = tunjangan Menurut teori, pekerja menyesuaikan usahanya

kalau terdapatperbedaan antara gaji dan ‘fair’ wage. Korupsi dapat dipahami dalam konteksini

sebagai penyesuaian tunjangan (N). Dengan sedikit modifikasi maka teoriini menjadi: e = f

(EI/EI*) …. (3.b) EI = actual expected income EI* = targeted/’fair’ exp. income Untuk

membandingkan dengan kerangka maximizing diasumsikanbahwa hukuman korupsi melalui

pemecatan (Wg-Wp), kehilangankesempatan korupsi (CB), dan hukuman (f). Diasumsikan juga

untuk4 Eskperimen ini dimaksudkan untuk menilai tingkat kejujuran suatu komunitas dengan

carapenyebaran amplop berisi uang di tempat-tempat umum. Setiap amplop diberi alamat

pemilik amplop,sehingga jika si penemu jujur maka dia dapat mengirim kembali amplop tersebut

pada pemiliknya.Tugas Mikro III - Om 8

9. penyederhanaan bahwa P adalah jumlah kejadian korupsi ( C) dikalikankemungkinan

tertangkap untuk sebuah kegiatan korupsi (p). Asumsi inimengurangi kompleksitas analsis, tetapi

tetap dapat diterima sebagai suatupedekatan untuk negara berkembang. Substitusi P = pC pada

persamaan 1 didapatkan: EI = (1 – pC)) (CB + Wg) + pC (Wp – f) …... (4) Persamaan ini

menjadi dasar analisis selanjutnya yang disebut ‘fairwage-corruption’ hypothesis, yaitu hipotesis

bahwa pegawai memilihtingkatan korupsi dalam usaha mencapai EI = EI* EI = (1 – pC)) (CB +

Wg) + pC (Wp – f) = EI* …... (5) Solusi untuk C adalah fungsi dari Wg relatif terhadap fair

income EI*.Kemungkinan tidak terdapat solusi untuk C. Penggabungan korupsi dan usaha dalam

satu model sesuai denganyang digambarkan dalam literatur korupsi (PNS yang tidak ingin,

tidakpunya kesempatan, atau korupsi tidak menguntungkan mungkin melakukanstrategi lain

yaitu ngobyek (Gould, 1980).3.4 Implikasi Tertentu3.4.1 Hipotesis Fair Wage-Corruption

Penyelesaian C (satisficing) menggunakan rumus ABC dan memilihakar negatip sehingga: B – p

Page 18: Makalah Pkn Korupsi

(Wg – Wp + f) - D C = ---------------------------------------------- ….. (6) 2pBTugas Mikro III - Om

9

10. D = [B – p (Wg – Wp + f)]2 – 4 p B (EI – Wg) ….. (6.a) Penggunaan hanya akar negatip

karena akar positip mengakibatkansemakin banyaknya korupsi dibanding maximizing dan berarti

pareto-inferior (keduanya pemerintah dan PNS akan lebih baik dengan kurangnyakorupsi),

sehingga ditiadakan. Jika Wg = EI*, C=0, contohnya korupsi nol ketika pemerintahmembayar

fair wage. Dari pers. 4 bahwa jika solusi ada (C>0) dan tertangkapmenjadi mahal (misal CB+Wg

> Wp-f), pendapatan korupsi CB melampauiperbedaan antara fair wage dan gaji PNS, EI* -Wg.

Intuisinya adalah bahwapegawai memerlukan kompensasi untuk kemungkinan kehilangan

pekerjaandan biaya lainnya yang berkaitan dengan tertangkap. Jika EI* bertambah maka korupsi

meningkat tetapi EI* terlalu tinggimengakibatkan D negatip dan tidak ada solusi. Penurunan

Pertama dC -1 1 ------ = ----- [ 1 + --------- [B+p (Wg – Wp + f)]] …. (6.a) dWg 2B (D)0.5

Penurunan ini juga merepresentasikan penurunan C terhadap (Wg –Wp) jika EI* = Wp, yaitu

fair wage sama dengan gaji swasta. Penurunan Kedua dC 1 [B - p (Wg – Wp + f)] – [2p (EI-

Wg)] – (D)0.5 ------ = ----- ----------------------------------------------------------- …. (6.b) dp 2 p2

(D)0.5Tugas Mikro III - Om 10

11. Penurunan kedua ini selalu lebih besar atau sama dengan nol. (jikasolusi ada). Secara intuisi,

peningkatan kemungkinan tertangkap mengurangiexpected income dari PNS, ceteris paribus,

sepanjang dipecat adalah sesuatuyang tidak diinginkan. Karenanya PNS akan menguragi korupsi

jikakemungkinan tertangkap meningkat.3.4.2 Hipotesis Shirking Jika pegawai menginginkan

maximizing EI solusi C dan turunanpertama terhadap Wg dan p adalah B – p (Wg – Wp + f) C =

-------------------------------- ………….. (7) 2pB Penurunan Pertama dC -1 ------- = ----- …..

(7.a) dWg 2B Penurunan Kedua dC -1 ------- = ------- …… (7.b) dp 2 p2 Tiga observasi dapat

dihasilkan. Pertama, jumlah korupsi skenariosatisficing adalah lebih kecil dari jumlah korupsi

skenario maximizing, untukTugas Mikro III - Om 11

12. setiap tingkatan gaji (jika solusi ada, bandingkan pers 6 dan 7). Dalamkonteks ini,

kesempatan korupsi tidak dipergunakan. Gaji yang mengurangikorupsi selalu lebih besar untuk

maximizing daripada satisficing. Kedua,turunan C terhadap Wg sama dengan turunan

(satisficing), minus term, yangselalu negatif (jika B+p(Wg-Wp+f) positif). Oleh karenanya dalam

Page 19: Makalah Pkn Korupsi

skenariomaximizing peran gaji lebih besar dalam mengurangi korupsi. Juga turunanlebih kecil

untuk tingkat suap yang lebih besar, baik satisficing danmaximicing, mengakibatkan peran lebih

kecil bagi kebijakan gaji ketika suaptinggi. Ketiga, turunan terhadap p negatip (maximizing)

sementara positip(satisficing). Pada kedua skenario (maximizing dan satisficing) maka :

Hipotesis I Korupsi berhubungan negatip dengan perbedaan relatif gaji pegawai negeri dan

swasta Skenario fair wage hypothesis Hipotesis II Korupsi berkurang/hilang ketika gaji sama

dengan fair wage. Sebagai catatan, untuk tingkat suap rendah dan/atau hukuman tinggi dan/atau

probabilitas tertangkap dan dihukum tinggi, korupsi hilang pada tingkat gaji rendah. jika gaji

cukup tinggiHipotesis III (sehingga solusi ada pada skenario satisficing), probabilitas

tertangkap dan dihukum lebih tinggi dihubungkan dengan korupsi yang lebih tinggi, dan bukan

korupsi rendah. Catatan, hubungan negatip anatara p dan f adalah konsisten dengan hipotesis fair

wage jika gaji rendah dan lingkungan kerja dengan tingkat suap rendah dan/atau hukuman

tinggi dan/atau p tinggi. Skenario shirking hypothesis jika lingkungan kerja dengan tingkat

suapHipotesis 4 tinggi dan/atau f rendah dan/atau p rendah, gaji pemerintah berlipat gaji swasta

agar korupsi hilang.Tugas Mikro III - Om 12

13. p lebih besar dikaitkan dengan13. Hipotesis 5 korupsi rendah3.5 Kasus Indonesia Menurut

Filmer (2001), berdasar penelitiannya tentang perbandingangaji pegawai negeri dan swasta,

menemukan bahwa secara umum pegawainegeri golongan III kebawah (yang mencakup sekitar

70 persen dari seluruhjumlah pegawai negeri) mempunyai tingkat gaji yang lebih baik dari

pegawaiswasta. Kondisi ini menyebabkan untuk kasus Indonesia, Model Rijckeghemperlu

dilakukan perubahan terutama menyangkut asumsi Wp lebih besar dariWg menjadi Wg lebih

besar dari Wp, sehingga jika tertangkap maka fungsikerugian menjadi (Wg – f). Perubahan

tersebut mengakibatkan persamaan (1)berubah menjadi: EI = EI* = (1 – P(C)) (CB + Wg) + P(C)

(Wg – f) …... (8) Substitusi P = pC maka persamaan (8) dapat ditulis sebagai: (1 – pC) (CB +

Wg) + pC (Wg – f) – EI = 0 …... (9) Optimalisasi persamaan (9) dilakukan dengan menggunakan

rumusABC dan memilih akar negatip sehingga: (B – pf) – (E)0.5 C = --------------------------------

………………… (10) 2pB E = [B - pf)]2 - 4 p B (EI - Wg) ………. (10.a)Tugas Mikro III - Om

14. 3.5.1 Kondisi Maksimisasi (Shirking Corruption) Pada kondisi ini dianggap pelaku korupsi

memaksimalkan expectedincomenya, sehingga persamaan (10) menjadi (B – pf) C =

------------------- ………… (11) 2pB Pengaruh gaji pegawai pemerintah (Wg) terhadap korupsi

Page 20: Makalah Pkn Korupsi

(C) Pengaruh Wg terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertamapersamaan (11) terhadap Wg,

sebagai: dC ------- = 0 ….. (12.a) dWg Persamaan (12.a) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh

dari faktorgaji pegawai pemerintah terhadap intensitas korupsi. Pengaruh kemungkinan

tertangkap (p) terhadap korupsi (C) Pengaruh p terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama

persamaan(11) terhadap p, sebagai: dC -1 ------- = --------- …… (12.b) dp 2 p2 Persamaan (12.b)

menunjukkan bahwa kemungkinan tertangkapberpengaruh negatip terhadap intensitas korupsi.

Semakin besarkemungkinan tertangkap akan mengakibatkan berkurangnya intensitaskorupsi.

Pengaruh besarnya korupsi (B) terhadap korupsi (C)Tugas Mikro III - Om 14

15. Pengaruh B terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama persamaan(11) terhadap B,

sebagai: dC f ------- = --------- …… (12.c) dB 2 B2 Persamaan (12.c) menunjukkan bahwa

besarnya korupsi berpengaruhpositip terhadap intensitas korupsi. Semakin besar jumlah yang

didapatkandari hasil korupsi (atau suap) akan mengakibatkan meningkatnya intensitaskorupsi.

Pengaruh tingkat/besar hukuman (f) terhadap korupsi (C) Pengaruh f terhadap C ditunjukkan

melalui turunan pertama persamaan(11) terhadap f, sebagai: dC -1 ------- = --------- …… (12.d)

df 2B Persamaan (12.d) menunjukkan bahwa tingkat hukuman berpengaruhnegatip terhadap

intensitas korupsi. Semakin tinggi tingkat hukuman akanmengakibatkan menurunnya intensitas

korupsi. Hal lainnya bahwa pengaruh tingkat hukuman terhadap intensitaskorupsi tergantung

pada besarnya hasil korupsi. Semakin besar hasil korupsimaka semakin kecil pengaruh tingkat

hukuman terhadap intensitas korupsi.3.5.2 Kondisi Optimalisasi (Fair-Wage Corruption) Pada

kondisi ini dianggap pelaku korupsi melakukan korupsi dalamrangka mencapai expected income,

sehingga formula yang dipergunakanadalah persamaan (10). Pada kondisi ini maka beberapa

persyaratan awal perlu dipenuhi yaitu(i) (E)0.5 harus positip agar terdapat solusi, sehingga [B -

pf)]2 > 4 p B (EI - Wg) atauTugas Mikro III - Om 15

16. [B - pf)]2 /4pB > (EI - Wg) ………. (13.a)(ii) (B – pf) harus positip agar terdapat solusi,

sehingga (B – pf) > 0 atau (B > pf) ………. (13.b)(iii) (B – pf) harus lebih besar dari (E)0.5 agar

terdapat solusi, sehingga (B - pf) > (E)0.5 ………. (13.c) Pengaruh gaji pegawai pemerintah

(Wg) terhadap korupsi (C) Pengaruh Wg terhadap C ditunjukkan melalui turunan

pertamapersamaan (10) terhadap Wg, sebagai: dC -1 ------- = ------ ….. (14.a) dWg (E)0.5

Persamaan (14.a) menunjukkan bahwa gaji pegawai pemerintahberpengaruh negatip terhadap

intensitas korupsi. Semakin tinggi gajipegawai pemerintah maka semakin kecil intensitas

Page 21: Makalah Pkn Korupsi

korupsi. Pengaruh kemungkinan tertangkap (p) terhadap korupsi (C) Pengaruh p terhadap C

ditunjukkan melalui turunan pertama persamaan(10) terhadap p, sebagai: dC 1 (E)0.5 4 B (EI –

Wg) + f (B – pf) ------ = ----- [ ---------- - 1 ] + --------------------------------- … (14.b) dp 2 p2 B 2

PB (E)0.5Tugas Mikro III - Om 16

17. Dari persamaan (14.b) relatif sulit menunjukkan bentuk hubunganantara C dan P. Hal ini

terlihat dari persamaan (14.c) dan (14.d): 1 (E)0.5 persamaan (13.c) ------- [ ---------- - 1 ] < 0

…………. (14.c) 2 p2 B 4 B (EI – Wg) + f (B – pf) persamaan (13.b)

----------------------------------- > 0 …… (14.d) 2 PB (E)0.5 Persamaan (14.c) bisa lebih kecil atau

lebih besar dari persamaan(14.d). Jika dC/dP < 0, maka persamaan (14.c) harus lebih besar

daripersamaan (14.d), sehingga: 1 (E)0.5 4 B (EI – Wg) + f (B – pf) - ----- [ ---------- - 1 ] >

--------------------------------- … (14.e) 2 p2 B 2 PB (E)0.5 Persamaan (14.e) dapat disederhanakan

menjadi: B (E)0.5 - E > 4 pB (EI – Wg) + pf (B – pf) …. (14.f)Tugas Mikro III - Om 17

18. Tetapi kemudian persamaan (14.f) tetap sulit untuk diartikan, sehinggapengaruh

kemungkinan tertangkap terhadap intensitas korupsi menjadi tidaksederhana. Bisa berpengaruh

positip maupun negatip. Pengaruh besarnya korupsi (B) terhadap korupsi (C) Pengaruh B

terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama persamaan(10) terhadap B, sebagai: dC 1 (E)0.5

4 p (EI – Wg) - (B – pf) ------- = -------- [( f + --------- )] + ---------------------------------- …. (14.g)

dB 2 B2 p 2 p B (E)0.5 Dari persamaan (14.g) relatif sulit menunjukkan pengaruh besarnyahasil

korupsi terhadap intensitas korupsi. Jika dC/dB > 0 maka 4 p (EI – Wg)harus lebih besar dari (B

– pf), sehingga: B < 4 p (EI – Wg+ 0,25 f) …. (14.h) Dari persamaan (14.h) dapat diartikan

bahwa besarnya hasil korupsiberpengaruh positip terhadap intensitas korupsi jika persamaan

(14.h)terpenuhi, yaitu selisih expexted income dan actual income ditambahbesarnya hukuman

harus lebih besar dari besarnya korupsi. Perilaku optimalisasi mengakibatkan bahwa besarnya

korupsi hanyaakan berpengaruh positip jika tidak melebihi selisih antara pendapatansekarang dan

pendapatan yang diharapkan ditambah besarnya hukumanyang kemungkinan harus dibayar. Jika

hasil korupsi besar sekali makapegawai negeri tidak akan melakukan korupsi. Pengaruh

tingkat/besar hukuman (f) terhadap korupsi (C) Pengaruh f terhadap C ditunjukkan melalui

turunan pertamapersamaan (10) terhadap f, sebagai: dC 1 (B – pf) ------- = --------- [ ----------- -

1 ] …… (14.i)Tugas Mikro III - Om 18 df 2B (E)0.5

Page 22: Makalah Pkn Korupsi

19. Persamaan (14.i) menunjukkan bahwa tingkat hukuman berpengaruhpositip terhadap

intensitas korupsi. Semakin tinggi tingkat hukuman akanmengakibatkan meningkatnya intensitas

korupsi. Artinya pelaku korupsiakan tetap korupsi walaupun tingkat hukuman dinaikkan. Hal ini

terkaitdengan kondisi pelaku korupsi hanya melakukan korupsi untuk memenuhikekurangan

pendapatannya dari pendapatan yang diharapkan.4. Kesimpulan Beberapa hal dapat disimpulkan

dari hasil kajian ini yaitu:a. Perilaku korupsi dipengaruhi oleh banyak faktor yang dalam kajian

ini diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori yaitu tingkat gaji pemerintah (Wg), kemungkinan

tertangkap (p), besarnya korupsi (B), dan besarnya/tingginya hukuman (f).b. Pengaruh dari

faktor-faktor tersebut terhadap intensitas korupsi beragam tergantung pada kondisi yang ada.

Dalam kajian ini dibedakan antara perilaku korupsi yang memaksimalkan pendapatan dan

korupsi yang mengoptimalkan pendapatan (haanya untuk memenuhi kekurangan antara

pendapatan aktual dan pendapatan yang diharapkan). Model awal mengasumsikan gaji pegawai

pemerintah (Wg) lebih kecil dari gaji swasta (Wp), sementara untuk kondisi Indonesia Wp lebih

kecil dari Wg. Secara ringkas hasil kajian tersebut adalah sebagai berikut: Faktor WpSkenario I

> Wg Skenario II Wp < Wg Maksimisasi Optimalisas Masimisasi Optimalisasi iGaji pegawai

Negatip Negatip Tidak ada Negatippemerintah pengaruhTugas Mikro III - Om 19

20. (Wg)Kemungkinan Negatip Positip Negatip Tidak jelastertangkap (p)Besarnya Positip Tidak

jelas Positip Positip jikakorupsi (B) B < 4p (EI – g + 0,25f)Besarnya Negatip Tidak jelas Negatip

pengaruhPositiphukuman (f)Keterangan: sel dibaca faktor Wg/p/B/f terhadap intensitas korupsi

untukmasing-masing skenario Pada skenario I (Wp > Wg), maka model dapat menjelaskan

secara baik hanya untuk kondisi maksimisasi, sementara pada kondisi optimalisasi hanya dapat

menjelaskan hubungan Wg dan p terhadap intensitas korupsi. Pada skenario II (Wp < Wg), maka

model dapat menjelaskan secara baik hanya untuk kondisi maksimisasi, sementara pada kondisi

optimalisasi model tidak dapat menjelaskan hubungan p terhadap intensitas korupsi.c. Pada kasus

Indonesia, maka pengurangan intensitas korupsi dapat dilakukan melalui: (i) jika diasumsikan

bahwa pelaku korupsi memaksimumkan expected income maka menaikkan gaji pegawai

pemerintah tidak akan mengurangi tingkat korupsi. Hanya menaikkan besarnya hukuman yang

dapat menurunkan intensitas korupsi. (ii) Jika diasumsikan bahwa pelaku korupsi

mengoptimalkan pendapatan aktualnya sehingga dapat menutup kekurangan pendapatannya,

maka kenakan gaji pegawai pemerintah akan menurunkan intensitas korupsi. Sementara besarnya

Page 23: Makalah Pkn Korupsi

hukuman bukan merupakan strategi yang tepat untuk menurunkan intensitas korupsi.d.

Kebijakan untuk menanggulangi korupsi sangat tergantung pada asumsi/kondisi obyektif yang

ada.Tugas Mikro III - Om 20

21. DAFTAR PUSTAKABuku1. Benveniste, Guy. Birokrasi. Cetakan Keempat. PT.

Rajagrafindo, Jakarta 1997.2. Klitgaard, Robert. Membasmi Korupsi. Diterjemahkan oleh

Hermoyo dari judul asli Controlling Corruption. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998.3. Lubis,

Mochtar dan Scott, James C. (Ed.). Bunga Rampai Korupsi. Cetakan Ketiga. LP3ES, Jakarta,

1995.4. Noeh, Munawar Fuad. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi. Zihrul Hakim, Jakarta,

1997.Makalah1. Filmer, Deon dan Lindauer, David L. Does Indonesia Have A ‘Low Pay’ Civil

Service?. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 37, No.2, 2001.1. Lambsdorff, Johann

Graf. Corruption in Empirical Research - A Review. Internet center for Corruption Research,

2000.2. Rijckeghem, Caroline Van dan Beatrice Weder. Corruption and the Rate of Temptation:

Do Low Wages in the Civil Service Cause Corruption?. International Monetary Fund, June

1997.Media Massa1. Kompas 4 Desember 2001. Pemberantasan Korupsi. Kemajuan itu Masih

Sebatas Kata.Tugas Mikro III - Om 21

F. Contoh Kasus Korupsi Dalam Politik

Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Hal yang demikian ini merupakan contoh

koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebiah baik menjual sawah, lading,

kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya biasa lulus menjadi PNS. Hanya orang-

orang yang masih berpaham primitiflah yang mau melakukan hal smacam itu. Sangat

merugikjan sekali bagi oramg lain dan dirinya sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu

adalah dari uangnya sendiri Dan dalam kasus lain yang sedang hangat di bicarakan oleh

masyarakat yaitu pemborosan dana anggaran anggota dpr Di DPR RI disinyalir banyak korupsi

dan penyelewengan dana. Hal itu dibuktikan dengan upaya Ketua DPR, Marzuki Alie yang

akan mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan Marzuki tersebut terkait

dugaan penyelewengan anggaran renovasi ruang Banggar senilai Rp. 20 miliar.

Page 24: Makalah Pkn Korupsi

Ketua DPR Marzuki Alie berencana bertandang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Marzuki akan melaporkan dugaan penyelewengan anggaran terkait renovasi ruang Banggar

senilai Rp 20 miliar.

“Mau melaporkan soal proyek-proyek DPR yang terindikasi bermasalah," ujar Marzuki dalam

pesan singkat seperti dilansir detikcom, Jumat (20/1/2012).

Marzuki akan mendatangi KPK sekitar pukul 15.00 WIB bersama sejumlah staf DPR dan

Sekjen DPR Nining Indra Saleh."Iya sama Bu Sekjen," jelasnya.

" Seperti diketahui sejumlah proyek di DPR memiliki anggaran dengan angka yang fantastis.

Proyek itu di antaranya renovasi toilet Rp 2 miliar, pengadaan finger print, renovasi tempat

parkir Rp 3 miliar, pengadaan kalender Rp 1,59 miliar, papan 'welcome to DPR' Rp 4 miliar

dan paling disorot adalah renovasi ruang Banggar nyaris 800 meter persegi Rp 20,4 miliar.

G. Akibat Dari Korupsi

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.

2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.

3. Menurunya pendapatan Negara.

4. Hukum tidak lagi dihormati.

H. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORUPTOR

Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi.

a. Pidana mati Dapat dipidanakan mati kepada orang yang melawan hukum atau merugikan

Negara(perekonomian).

b. Pidana penjara Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20

tahun.

Page 25: Makalah Pkn Korupsi

c. Pidana tambahan Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari

tindak pidana korupsi.

I. Penanggulangan Korupsi

Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistempemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan dirisendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsimenutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dankualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi diIndonesia. 

Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritasnasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatananseperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harusmendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikianpula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan,yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasanmenegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkarankebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak laindiawasi.

Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalahbagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksudbukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranahpolitik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yangtermanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakatsipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupanberbangsa dan bernegara yang baik

BAB III

KESIMPULAN

Page 26: Makalah Pkn Korupsi

            Demikianlah, korupsi sebagai fenomena social, ekonomis, dan politis ternyata memiliki

penapakan yang beraneka macam. Korupsi bisa dilakukan oleh aparat adinistratif yang paling

bawah hingga aparat paling tinggi. Elit penguasa puncak pun tidak pernah jauh dari

kemungkinan melakukan tindakan korup. Setiap komponen masyarakat hendaknya senantiasa

awas terhadap adanya kemungkinan korupsi di lingkungannya karena fenomena korupsi tidak

pernah berhenti. Korupsi meningkat dalam besaran uang yang diselewengkan, membesar dalam

jumlah orang yang terlibat, dan berkembang dalam kecanggihan cara-cara yang dipergunakan.

Sumber : http://kumpulanmakalahadministrasinegara.blogspot.com/2011/01/masalah-

korupsi-di-indonesia.html dan http://rizaldysss.blogspot.com/