makalah perpetaan irigasi
DESCRIPTION
irigasi untuk tugas kuliahTRANSCRIPT
MAKALAH PERPETAANSURVEY PEMETAAN IRIGASI
1 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPILUNIVERSITAS MERCU BUANA
DISUSUN OLEH :
1 MUKORROBIN (41114110011)2 ULIL ALBAB (41114110067)3 RIZAL RODIYATNO (41114110066)4 HERI PURWANTO (41114110029)5 LEONARDUS ROSIAWAN (41114110059)6 AKBAR IMANI (41114110000)7 DENY AFRIANSYAH (41114110003)
Daftar Isi
1. Kata Pengantar................................................................................. 3
2. Pendahuluan.................................................................................... 4
3. Tinjauan Pustaka............................................................................... 5
4. Bahan dan Metoda............................................................................6
5. Penutup............................................................................................34
2 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
I. KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan
pada kelompok kami untuk menyelesaikan makalah bidang studi Perpetaan dengan judul
“Survey Pemetaan Irigasi”.Dengan makalah ini pembaca diharapkan bisa mengetahui
pengertian, fungsi dan tujuan diadakannya sebuah Saluran dan Bangunan irigasi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu menyelesaikan makalah ini terutama atas kerja keras kelompok kami.
Walaupun penulis sudah berusaha sesuai dengan pengetahuan, pengalaman atau
kemampuan penulis, namun penulis masih merasakan adanya kekurangan-kekurangan,
sehingga saran-saran atau masukan-masukan sangat penulis harapkan.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.
Salam,
Kelompok 3
3 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
II. PENDAHULUAN
i. Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian telah dilakukan melalui Panca
usaha tani. Pada upaya tersebut mencakup pengolahan tanah yang baik, penyedian bibit unggul, irigasi
yang baik, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit terpadu. Irigasi yang baik merupakan
salah satu usaha meningkatkan hasil produksi dari pertanian, untuk itu diperlukan bangunan jaringan
irigasi yang baik agar pengairan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Dalam PP No.20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir nomor 3 menyebutkan bahwa
irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk penunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak. Dalam peraturan itu, tersebut dengan jelas disebutkan bahwa irigasi digunakan untuk
menunjang pertanian.
Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi pasal 1 nomor 12, untuk mencapai irigasi
yang baik diperlukan sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan irigasi berupa saluran, bangunan
utama, dan bangunan pelengkap merupakan satu kesatuan yang berfungsi sebagai penyedian,
pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya termasuk kegiatan membuka pintu bangunan
irigasi, menyusun rencana tata nama, menyusun sistem golongan, menyusun rencana, melaksanakan
kalibrasi pintu / bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.
Prasarana sumberdaya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang
kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu dari
prasarana tersebut didalamnya termasuk bangunan irigasi. Secara garis besar jaringan irigasi
mencakup 5 macam bangunan irigasi yaitu : (i) Bangunan pengambilan (intake), (ii) Bangunan
pembawa (saluran), (iii) Bangunan bagi dan sadap, (iv) Bangunan pengaturan dan pengukuuran
debit, (v) Bangunan pelindung dan pelengkap.
Operasi dan pemeliharaan (O & P) jaringan irigasi sangat diperlukan agar irigasi dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Salah satu bentuk O&P adalah peta jaringan irigasi. Tetapi
kenyataannya masih terdapat permasalahan peta jaringan irigasi seperti :
4 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
1. Data jaringan irigasi pada saat ini kurang up to date.
2. Penyebaran data pada umumnya tidak tersimpan dalam satu unit atau instansi tertentu.
Sehingga untuk suatu keperluan pengembangan daerah irigasi kedepan harus
mengumpulkan data tersebut pada masing – masing lokasi antar instasi dengan beragam
prosedur sehingga usaha tersebut kurang efisien dalam waktu.
3. Penyimpanan data pada instansi sering sulit dalam pencarian dan pelacakannya. Hal ini
masih kurangnya data khususnya peta jaringan irigasi dalam format digital. Sehingga data
sering hilang atau hasil data yang diharapkan menjadi tidak lengkap.
4. Satuan ukuran data baik data kualitatif maupun data peta umumnya berbeda. Sebagai
contoh ukuran panjang ada yang menggunakan milimeter, centimeter, meter, atau
kilometer.
5. Peta yang masih dalam bentuk kertas kurang terawat secara fisik. Sehingga kurang sedap
dipandang karena kumal, sobek, termakan rayap dll. Padahal nilai dari sebuah data tidak
dapat diukur nilainya.
Informasi merupakan kebutuhan dasar di era globalisasi sekarang ini terutama bagi
organisasi, begitu juga halnya dengan kelompok petani yang memerlukan informasi daerah
irigasi. Dengan informasi ini memungkinkan untuk dilakukannya antisipasi atas segala
kemungkinan yang terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan yang cepat dan kompleks
sehingga produksi pertanian suatu daerah pertanian dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan
mempertahankan kondisi lingkungan.
Untuk menunjang penyampaian informasi kepada penerima, maka diperlukan suatu
sistem informasi. Sistem informasi adalah sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk
tujuan spesifik dan data disebut sebagai bahan mentah data informasi melalui suatu proses
transformasi, data dibuat lebih bermakna (Prahasta, 2001).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang mengorganisasikan
perangkat keras, perangkat lunak komputer, data geografi dan personal yang merancangnya
5 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
dalam rangka mendayagunakan pengolahan data termasuk penyimpanan, pendinian, merevisi,
analisis, dan penyaian seluruh bentuk informasi yang bereferensi geografi.
Melalui SIG dapat dengan mudah memperoleh informasi dan sangat membantu bila
dibandingkan dengan peta konvensional. Sistem ini dapat menayangkan informasi secara rinci
tentang kenampakan objek muka bumi seperti jalan, bangunan, sungai dan lain – lain.
Berdasarkan persoalan tersebut, maka dalam pengelolaan irigasi yang baik diperlukan
data atau peta yang memberikan informasi kawasan tersebut secara akurat, up to date dan mudah
diakses. Dengan kemajuan teknologi dibidang geografis, maka pembuatan peta tidak lagi
dilakukan secara sederhana atau manual. Tetapi pembuatan peta dilakukan dengan pencitraan
satelit, dan diolah kedalam software komputer. Sehingga data lebih mutakhir baik dalam
penyimpanan, penyeragaman data, pengolahan, keamanan serta sekaligus data tersebut mampu
terbaca dalam layar komputer.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis telah melakukan penelitian ”Pemetaan
Jaringan Irigasi Berbasis Sistem Informasi Geografis ( SIG )”.
ii. Tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan jaringan irigasi yang dilengkapi sistem informasi
dengan pangkalan data (database) spasial beserta atributnya, untuk mendukung proses perencanaan
pembangunan suatu wilayah khususnya di bidang pengelolaan irigasi.
iii. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Tanah dan Air.
2. Sebagai alat bantu dalam proses perencanaan strategi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi.
6 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
3. Mempermudah dalam menyimpan, memproses, menganalisa, dan menyajikan data – data dari
suatu jaringan irigasi.
4. Dapat memberikan informasi atau data hasil inventarisasi kepada setiap steakholders yang
berkaitan langsung
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Air adalah karunia Tuhan yang paling besar. Air merupakan kebutuhan yang penting dalam
kehidupan manusia. Air dapat digunakan untuk minum, mencuci, mandi, irigasi, pembangkit listrik dan
lain sebagainya. Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air dalam pasal 1 butir no 2,
menyebutkan Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
Menurut PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 3, Dalam ruang lingkup
pertanian, air digunakan sebagai saluran irigasi. Irigasi merupakan usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air irigasi untuk penunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Air merupakan faktor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air
bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara
bercocok tanam, luas areal pertanian topografi dan sebagainya (Mawardi, 2007).
Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 9 menyebutkan, Air
disalurkan dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier
disebut pemberian air irigasi.
Sejarah irigasi di Indonesia telah cukup panjang, dimulai sejak zaman Hindu. Sebagai contoh
pertanian padi sistem Subak di Bali, sistem Tuo Banda di Sumatera Barat, sitem Tudung Sipulung di
Sulawesi Selatan dan sistem kalender pertanian Pranatamangsa di Jawa. Kemudian dikembangkan di
masa penjajahan belanda dilanjutkan di zaman Indonesia membangun tahun 1970-an (Mawardi, 2007).
Sistem irigasi dalam Hupert dan Walker (1989), didefinisikan sebagai suatu sistem sosio-teknis
yang terbuka dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang berorientasi terhadap tujuan. Irigasi sebagai
suatu sistem sosio–teknik maksudnya dalam irigasi terkandung komponen atau subsistem fisik, teknis,
7 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
dan sosial dimana diantara komponen yang satu dengan komponen yang lain saling berhubungan dan
berinteraksi.
Menurut Pusposutardjo (1995), Sistem irigasi juga merupakan suatu sistem sosio-kultural
masyarakat, yang terdiri atas beberapa subsistem yaitu pola pikir atau budaya, subsistem sosial
ekonomi, subsistem artefak (termasuk teknologi) dan subsistem bukan manusia (non-human subsistem).
Di Indonesia berkembang 6 sistem irigasi yaitu : (1) Irigasi permukaan, (2) Irigasi bawah
permukaan, (3) Irigasi dengan pancaran ( Sprinkler ), (4) Irigasi tetes, (5) Irigasi pompa, (6) Irigasi kincir
( Ekaputra, 2006).
Menurut Jayadi (1990), berdasarkan kelengkapan dan kondisi bangunan irigasi, sistem irigasi
dibagi menjadi tiga : (1) Irigasi tradisional, (2) Irigasi semiteknis, (3) Irigasi Teknis.
Irigasi tradisonal merupakan sistem irigasi yang belum terdapat bangunan irigasi pada jaringan
irigasinya. Irigasi tradisional pada sawah berteras umumnya dilakukan dengan membuka dan menutup
saluran air masuk dan keluar yang dibangun secara sederhana oleh petani. Sumber air irigasi berasal dari
mata air yang ada di kawasan atas atau air hujan yang mengalir melalui kanal – kanal alami.
(Sukristiyonubowo, 2008)
Irigasi semi teknis merupakan suatu sistem irigasi yang sudah terdapat bangunan irigasi
didalamnya, tetapi bangunan tersebut belum lengkap. Kondisi fisik dari jaringan irigasinya telah dilapisi
beton. Debit dan efisiensi yang mengalir cukup besar. Sistem irigasi semi teknis sudah dikelola oleh dinas
sumber daya air dan dibantu oleh petani atau kelompok tani (Mawardi, 2007).
Irigasi teknis merupakan sistem irigasi yang sudah maju dan fasilitas yang dimiliki sudah lengkap.
Debit dan efisiensi yang mengalir besar, kondisi dari bangunan irigasi sudah permanen. Pengelolaan
irigasi dilakukan sepenuhnya oleh dinas sumber daya air dan balai irigasi (Soruso, 2008).
2.2 Jaringan Irigasi
Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 12 menyebutkan,
jaringan irigasi merupakan saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air
irigasi.
8 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Menurut Mawardi (2007) sebuah jaringan irigasi terdiri dari 2 bagian utama yaitu : (1) Saluran
(saluran irigasi dan saluran drainase), (2) Bangunan Irigasi. Pada saluran berfungsi sebagai pengangkut,
sedangkan bangunan irigasi berfungsi sebagai pengatur dari aliran tersebut.
Untuk menunjang berjalannya sistem irigasi dengan baik, diperlukan prasarana sumber daya air.
Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air menyebutkan prasarana sumber daya air adalah
bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik
langsung maupun tidak langsung.
Prasarana jaringan irigasi mencakup 5 macam bangunan yaitu : (i) Bangunan pengambilan
(intake), (ii) Bangunan pembawa (saluran), (iii) Bangunan bagi dan bangunan sadap, (iv) Bangunan
pengatur dan pengukuran aliran, (v) Bangunan pelindung dan pelengkap (Ekaputra, 2006)
2.2.1. Bangunan Pengambilan ( Intake )
Bangunan pengambilan dimaksudkan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di
sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai
untuk keperluan irigasi (Dirjen Pengairan dan Departemen Pekerjaan Umum, 1986). Contoh bangunan
pengambilan ini seperti bendung, bendung gerak.
Bendung merupakan bangunan yang dibuat pada tepi sungai guna mengalirkan air ke dalam
jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka air di sungai. Konstruksi dari bendung terbuat dari
bahan tetap ( beton, pasangan batu kali dan lain-lain ) (Hansen, 1992).
9 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Gambar 1. Bendung
Sedangkan bendung bergerak menurut Saruso (2008) merupakan bendung dilengkapi dengan
pintu air guna mengalirkan aliran banjir dan ditutup jika aliran kecil.
Gambar 2. Bendung gerak
2.2.2 Bangunan Pembawa ( Saluran )
Bangunan pembawa atau saluran merupakan tempat mengalirnya air yang dibelokan dari
bangunan pengambilan. Selain itu, saluran digunakan untuk membuang kelebihan air dari areal irigasi
yang disebut juga dengan drainase (Kridatunsa Iwan, Junus Bothmir dan Reiwill M Anjla, 2006) .
10 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Saluran yang banyak digunakan di Indonesia adalah saluran dengan bentuk trapesium. Dalam
pembuatan saluran, lebar dasar saluran haruslah lebih besar daripada dalamnya air. Hal ini bertujuan
agar proses pendangkalan karena penumpukan sedimen kecil, sehingga biaya pemeliharaan tidak terlalu
mahal (Mawardi, 2007)
Menurut Jayadi (1990) berdasarkan areal pelayanannya saluran irigasi dibedakan atas 3 macam,
yaitu : (1) Saluran Primer. (2) Saluran Sekunder, (3) Saluran Tersier.
Saluran primer merupakan saluran yang mengambil langsung air dari bangunan pengambilan,
kemudian mengalirkannya ke saluran skunder, atau langsung mengalirkannya ke areal pertanian yang
berada didekat saluran tersebut. Pada saluran primer kontruksi bangunannya telah dilapisi beton
(Anonim, 2007).
Saluran sekunder merupakan saluran yang menerima air dari saluran primer, kemudian
meneruskannya ke saluran terseier dan dapat juga mengalirkan langsung ke areal yang membutuhkan
air yang berada didekat saluran tersebut. Konstruksi dari saluran sekunder umumnya telah dilapisi
beton, tetapi masih ada saluran yang masih dari tumpukan galian tanah (Mawardi, 2008).
Saluran tersier merupakan aliran yang mendapat air irigasi dari saluran sekunder, kemudian
meneruskannya ke areal pertanian yang membutuhkan air. Saluran tersier berada langsung dekat areal
pertanian. Sehingga lebar saluran tersebut tidak terlalu lebar, dan masih dibuat secara tradisional
(Suroso, 2008).
Gambar 3.
Saluran irigasi
2.2.3 Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan
bagi terletak di
saluran
primer atau
di saluran sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran dari satu saluran
kepada dua saluran atau lebih yang masing – masing debitnya lebih kecil (Anonim, 2007).
11 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Bangunan sadap merupakan bangunan yang memberikan air dari saluran saluran primer atau
sekunder kepada saluran tersier. Bangunan sadap terletak di saluran primer dan atau saluran sekunder
(Hansen, 1992)
Menurut Saroyo ( 1982 ) bangunan bagi dan bangunan sadap di lapangan sering kali digabung
karena mempunyai fungsi yang hampir sama yaitu mengalirkan air dari saluran primer. Penggabungan
ke dua bangunan ini sering dikenal juga dengan bangunan bagi sadap.
Konstruksi bangunan bagi dan bangunan sadap hendaknya dilengkapi dengan pintu air untuk
pengukuran debit. Pintu air ini digunakan agar pembagian dan pemberian air dapat seefisien mungkin
(Mawardi, 2007).
2.2.4 Bangunan Pengatur dan Pengukur Aliran
Bangunan pengukur debit berfungsi untuk mengukur debit pada saluran irigasi dan bangunan
sadap tersier. Contoh dari bangunan ukur ini seperti pintu romijn, alat ukur cipoletti, alat ukur parshall,
alat ukur ambang lebar dan lain sebagainya (Anonim, 2002)
Gambar 4. Bangunan Sekat Ukur
12 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Gambar 5. Bangunan Sekat Ukur Parshal
Menurut (Kridatunsa dkk, 2006) dalam menentukan jaringan irigasi, terdapat juga bangunan –
bangunan yang digunakan sebagai pengaturan muka air irigasi dan drainase yang lebih dikenal dengan
bangunan pengatur muka air. Bangunan pengatur muka air digunakan untuk mengukur ketinggina muka
air di saluran agar diperoleh debit aliran sesuai dengan kebutuhan perlayanan. Bangunan pengatur
muka air terdapat pada saluran primer atau sekunder. Bangunan pengatur muka air berhubungan erat
dengan pengaturan debit aliran. Selain menggunakan alat pengukur debit, debit suatu saluran dapat
diketahui dengan membangun bangunan ukur debit. Bangunan ukur debit merupakan kunci pembagian
irigasi yang baik. Bangunan irigasi dapat mengontrol dengan baik debit yang diberikan ke seluruh
jaringan irigasi (Mawardi, 2007)
2.2.5 Bangunan Pelindung dan Pelengkap.
Bangunan pelindung dan pelengkap yang dimaksud dalam jaringan irigasi adalah bangunan yang
diperlukan untuk menjaga agar prasarana jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik. Contoh dari
bangunan pelengkap yang sering dijumpai dilapangan adalah tanggul,gorong – gorong, bangunan terjun,
talang, sifon, got miring, jalan, bangunan akhir, bangunan pelindung tebing dan bangunan pelimpah
(Anonim, 2007)
2.2.6 Tata Nama Bangunan Irigasi
13 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Untuk lebih memudahkan tata letak dari bangunan irigasi pada jaringan irigasi di suatu daerah,
perlu dilakukan standarisasai penamaan bangunan irigasi tersebut. Sehingga lebih mudah dalam
kegiatan operasional dan pemeliharaan terhadap jaringan irigasi.
Dalam penamaan bangunan irigasi, nama yang diberikan harus logis, pendek dan tidak
mengandung makna ambigu (bermakna ganda). Pemberian nama harus dibuat sedemikian rupa
sehingga jika dibuat bangunan baru tidak harus mengubah nama.
Daerah irigasi dan bangunan utama diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat atau
desa penting didaerah tersebut didaerah tersebut., yang biasanya terletak pada jaringan irigasi. Saluran
primer diberi nama sesuai dengan daerah irigasi. Sedangkan untuk saluran sekunder deberi nama sesuai
dengan nama desa yang terletak dipetak sekunder.
Saluran dibagi menjadi ruas – ruas yang berkapasitas sama. Ruas dilambangkan dengan huruf R.
Ruas terletak diantar 2 bangunan (B). Bangunan bagi merupakan bangunan terakhir disuatu ruas.
Bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas hulu. Tetapi huruf R diganti menjadi B.
Bangunan yang diantara bangunan – bangunan bagi sadap seperti gorong – gorong, jombatan,
talang, bangunan terjun, dan sebagainya diberi nama sesuai dengan dengan nama ruas dimana
bangunan tersebut terletak. Pemberian namanya diawali dengan huruf B (bangunan) diikuti dengan
huruf kecil. Sehingga bangunan yang terletak diujung hilir diberi nama “a” kemudian diikitu b,c dan
seterusnya. Sebagai contoh : BS 2b maksudnya bangunan kedua pada ruas RS 2 di saluran Sambak,
terletak antara bangunan – bangunan bagi BS 1 dan BS 2.
Pemberian nama untuk petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier diberi nama
seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama. Sebagai contoh S1 ki maksudnya mendapat air dari
pintu air kiri bangunan bagi BS 1 yang terletak di saluran Sambak.
Pada boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari
boks pertama dihilir bangunan sadap tersier :T1, T2 dsb. Ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan
nama sesuai dengan nama boks yang terletak diantara kedua boks. Misalnya (T1 – T2), (T3 – K1).
Pada petak kuarter, pemberian nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dst menurut arah putaran jarum jam. Boks
kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks kuarter
pertama dihilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi. Misalnya K1, K2, dst.
14 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi dengan
huruf kecil. Misalnya a1, a2 dst. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter
yang dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan “dk”. Misalnya dka1, dka2 dst. Saluran
pembuang tersier diberi kode dt1, dt2 dst searah jarum jam.
Gambar 6. Contoh Nama Bangunan irigasi
2.2.7 Standarisasi Peta Jaringan Irigasi
Bagian kriteria perencanan mengenai standar penggambaran digunakan sebagai panduan
dalam pembuatan gambar – gambar teknis untuk pekerjaan irigasi. Gambar – gambar teknis yang
digunakan meliputi : (1) Peta topografi, (2) Peta tata letak, (3) Peta Geologi, (4) gambar potongan
memanjang dan melintang untuk pembuangan, saluran atau tanggul, (5) Gambar untuk bangunan –
bangunan di saluran atau buangn.
Dirjen Pengairan dan Pekerjaan Umum (1986) dalam Standar Perencanaan Irigasi KP-07
terdapat beberapa ketentuan dalam pemetaan jaringan irigasi. Ketentuan dalam peta jaringan irigasi
15 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
harus memenuhi beberapa hal yaitu : (1) Penunjuk arah gambar, (2) Skala, tebal garis, tinggi huruf dan
angka, (3) Simbol dan singkatan, dan (4) Tata warna peta.
Penunjuk arah gambar dalam suatu peta ditunjukan ke arah atas gambar. Penunjuk arah ini
menunjukan arah utara. Peta – peta situasi sungai untuk trase saluran atau drainase akan digambar
sedemikian sehingga arah aliran adalah ke arah kanan gambar.
Skala merupakan perbandingan ukuran pada peta dengan ukuran yang sebenarnya. Skala
gambar bergantung kepada apa yang harus ditunjukan oleh gambar atau seberapa detail gambar
tersebut harus dibuat. Skala yang dipakai dalam peta umunya adalah skala batang. contoh dari beberapa
skala peta dapat dilihat pada lampiran 2.
Selain peta, tebal garis dan tinggi huruf dan angka sangat menentukan dalam pembuatan peta
dan gambar. Dalam pekerjaan gambar dipakai bermacam – macam tebal garis dan tinggi huruf atau
angka agar gambar lebih mudah dibaca. Hubungan skala, tebal garis, serta tinggi huruf dan angka dapat
dilihat pada lampiran 3.
Simbol merupakan gambaran dalam peta yang mewakili bangunan, kejadian alam, serta lokasi
yng terdapat dalam peta. Biasanya simbol pada peta berupa gambar kecil (icon) yang menerangkan
sesuatu. Contoh simbol peta dapat dilihat pada lampiran 3. Simbol dari peta dilampirkan pada legenda
peta. Sehingga pembaca peta dapat memahami arti dari simbol peta tersebut.
Singkatan merupakan penjelasan dalam peta yang berupa singkatan yang menerangkan suatu
informasi dalam peta. Simbol dalam peta berupa gambar kecil (icon), sedangkan singkatan berupa huruf
atau tulisan pada peta. Singkatan – singkatan dari suatu peta dapat dilihat pada lampiran 4.
Warna standard akan dipakai untuk memperjelas gambar tata letak jaringan irigasi dan
pembuangan, serta gambar tata letak jaringan irigasi. Warna – warna dalam peta yang dipakai
diantaranya sebagai berikut :
a. Warna biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada dan garis putus
– putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
b. Warna merah untuk jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang sudah ada dan garis
putus – putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
c. Warna coklat untuk jaringan jalan.
d. Warna kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa – rawa).
16 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
e. Warna hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan perkampungan.
f. Warna merah untuk tata nama bangunan dan jalan.
g. Warna bayangan akan dipakai untuk batas – batas petak sekunder, batas petak tersier akan
diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama.
17 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
2.3 Sistem Informasi Jaringan Irigasi
2.3.1 Sistem Informasi
Sistem informasi adalah sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk mengumpulkan,
memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk tujuan spesifik dan data
disebut sebagai bahan mentah data informasi melalui suatu proses transformasi, data dibuat lebih
bermakna (Azis dan Pujiono, 2006).
Informasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Azis dan Pujiono,
2006).
a. Akurat, jelas dan dibutuhkan.
b. Presisi (kesepadanan); ukuran detail yang digunakan dalam penyediaan informasi harus
jelas.
c. Up To Date (Tepat Waktu); penerimaan informasi masih dalam jangkauan waktu yang
dibutuhkan oleh si penerima.
d. Quantifiable; informasi dapat dinyatakan dalam bentuk numerik.
e. Veriviable; tingkat kesepakatan atau kesamaan nilai sebagai hasil pengujian informasi yang
sama oleh berbagai pengguna (layak uji).
f. Accessible; tingkat kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh informasi yang
bersangkutan.
g. Comprehensif; informasi dapat menggambarkan keseluruhan persoalan dengan lengkap.
h. Non-bias; derajat perubahan yang sengaja dibuat untuk merubah atau memodifikasi
informasi dengan tujuan mempengaruhi penerima.
2.3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Puntodowo, dkk (2003) SIG mulai dikenal pada awal tahun 1980-an. Sejalan dengan
berkembangnya perangkat computer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras – SIG berkembang
sangat pesat pada tahun 1990-an.
Secara umum SIG atau Geographic Information Sistem (GIS), merupakan suatu sistem
(berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan, dan menganalisis objek – objek dan
fenomena – fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk
18 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut
dalam menangani data yang bereferensi geografis:
a. Masukan.
b. Keluaran.
c. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data).
d. Analisis dan manipulasi data.
Meskipun dengan SIG kita mampu membuat dan menampilkan peta, tetapi masih banyak hal
lain yang bisa dikerjakannya. Aplikasi SIG yang baik adalah apabila aplikasi tersebut dapat menjawab
salah satu atau lebih dari 5 (lima) pertanyaan dasar dibawah ini, yaitu:
a. Lokasi, dapat dipergunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai lokasi tertentu.
b. Kondisi, dapat dipergunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kondisi dari suatu
lokasi.
c. Trend, untuk melihat trend dari suatu keadaan.
d. Pola, dapat dipergunakan untuk membaca gejala-gejala alam dan mempelajarinya.
e. Pemodelan, dapat digunakan untuk menyimpan kondisi-kondisi tertentu dan
mempergunakannya untuk memprediksi keadaan dimasa yang akan dating maupun
memperkirakan apa yang terjadi pada masa lalu.
2.3.2.1 Konsep Dasar Data Geografis
Menurut Puntodowo, dkk (2003) Peta digital menyimpan 2 (dua) jenis informasi dasar, yaitu:
a. Informasi spasial, yang menjabarkan lokasi dan bentuk dari feature geografis dan hubungan
spasial pada feature lainnya.
b. Informasi deskriptif (non spasial), yang berisi keterangan/atribut dari suatu feature.
Menurut Nuarsa (2003) hal – hal yang diperlukan dalam SIG dalam pembuatan peta digital
antara lain :
a. Point/titik. Adalah lokasi diskrit, biasanya digambarkan sebagai simbol atau label.
Menggambarkan suatu feature yang batas atau bentuknya terlalu kecil untuk ditampilkan
19 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
dalam garis atau luasan. Point biasanya juga digunakan untuk menggambarkan lokasi yang
tidak mempunyai luasan seperti titik tinggi atau puncak gunung.
b. Line atau arc/garis. Adalah feature yang dibentuk oleh sekumpulan koordinat yang saling
berhubungan. Menggambarkan feature linier di peta yang terlalu sempit untuk digambarkan
sebagai luasan. Atau untuk menggambarkan
c. feature yang tidak mempunyai lebar, seperti garis kontur.
d. Polygon/luasan (area). Adalah feature luasan yang dibentuk dari garis yang tertutup
menggambarkan suatu area yang homogen. Biasanya digunakan untuk menggambarkan
suatu feature seperti batas Negara, kecamatan, danau dan lain sebagainya.
Gambar 7. Contoh Gambar Peta Digital
2.3.2.2 Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Pemetaan secara komputerisasi dan analisa keruangan telah dikembangkan secara serempak di
beberapa bidang/disiplin. Hal ini tidak akan mencapai hasil yang baik tanpa kerjasama antar masing
bidang tersebut. Menurut Darmawan (2008), berbagai bidang yang terlibat dalam pengembangan SIG
diantaranya yaitu:
• Pemetaan tanah dan pemetaan prasarana kota
20 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
• Pemetaan kartografi dan peta tematik
• Ukur tanah dan fotogrametri
• Penginderaan jauh dan analisa citra
• Ilmu komputer
• Perencanaan wilayah (Planologi)
• Ilmu tanah
• Geografi
Berdasarkan sejarah perkembangannya, SIG dengan cepat menjadi peralatan utama dalam
pengelolaan sumber daya alam. SIG banyak digunakan untuk membantu pengambilan keputusan
dengan menunjukan bermacam-macam pilihan dalam perencanaan pembangunan dan konservasi
(Prahasta, 2001).
Beberapa contoh aplikasi SIG dalam perencaanaan sumber daya alam yaitu : Pengelolaan dan
perencanaan penggunaan lahan, Eksplorasi mineral, Studi dampak lingkungan, Pengelolan sumberdaya
air, Pemetaan bahaya/ bencana alam, Pengelolan hutan dan kehidupan satwa, Studi degradasi tanah,
Monitoring penggurunan (Darmawan, 2008).
2.3.2.3 Penggunaan GPS sebagai Alat Bantu Survey, Navigasi, dan Pengolahan Data dalam Pemetaan
GPS, singkatan dari Global Positioning Sistem (Sistem Pencari Posisi Global), adalah suatu
jaringan satelit yang secara terus menerus memancarkan sinyal radio dengan frekuensi yang sangat
rendah. Alat penerima GPS secara pasif menerima sinyal ini, dengan syarat bahwa pandangan ke langit
tidak boleh terhalang, sehingga biasanya alat ini hanya bekerja di ruang terbuka. Satelit GPS bekerja
pada referensi waktu yang sangat teliti dan memancarkan data yang menunjukkan lokasi dan waktu
pada saat itu. Operasi dari seluruh satelit GPS yang ada disinkronisasi sehingga memancarkan sinyal
yang sama. Alat penerima GPS akan bekerja jika ia menerima sinyal dari sedikitnya 4 buah satelit GPS,
sehingga posisinya dalam tiga dimensi bisa dihitung. Pada saat ini sedikitnya ada 24 satelit GPS yang
beroperasi setiap waktu dan dilengkapi dengan beberapa cadangan. Satelit tersebut dioperasikan oleh
Departemen Pertahanan Amerika Serikat, mengorbit selama 12 jam (dua orbit per hari) pada ketinggian
sekitar 11.500 mile dan bergerak dengan kecepatan 2000 mil per jam. Ada stasiun penerima di bumi
yang menghitung lintasan orbit setiap satelit dengan teliti (www.geosities.com/yaslinus/masuk.html).
21 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
2.3.2.3.1 Pemasukan Data dengan GPS
Data spasial lain dalam bentuk digital seperti data hasil pengukuran lapang dan data dari GPS
bisa dimasukkan dalam sistem SIG. Pada intinya SIG membutuhkan data spasial dalam format tertentu
untuk membedakan apakah data tersebut berupa point, line atau polygon, satelit yang mengitari bumi
ditunjukan pada Gambar 6.
Gambar 8. Satelit yang Mengitari Bumi
Sumber: Garmin web-page
Untuk mempelajari cara-cara pengambilan dan pemasukan data GPS, alat yang digunakan penerima
GPS GARMIN 12 CX. Tentunya alat yang berbeda mempunyai tata cara penggunaan yang berbeda, tetapi
pada dasarnya konsepnya sama. Sebelum kita mulai, sebaiknya kita pelajari dulu komponen-komponen
pokok yang ada pada alat tersebut.
2.3.2.3.2 Menggunakan alat penerima GPS menentukan posisi
Kegunaan alat penerima GPS yang utama adalah untuk mengambil posisi koordinat dari suatu
titik di bumi ini dan menyimpannya sebagai waypoint. Caranya penggunaannya adalah:
a. Aktifkan GPS dan tunggu sampai halaman satelit 3D muncul. Untuk dapat menggunakan alat
penerima GPS dengan sempurna, alat tersebut harus menerima sinyal dari minimum 4 satelit.
b. Setelah memperoleh sinyal yang diinginkan, tekan tombol MARK, sehingga layar akan berubah
menjadi MARK POSITION.
c. Nilai koordinat dimana kita berada akan muncul di layar. Untuk menyimpan nilai koordinat,
pindahkan kursor ke SAVE dan diikuti dengan menekan tombol ENTER.
22 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
d. Untuk memberi nama file pada titik tersebut, tekan ENTER lalu gunakan tombol ROCKER, Ada
dua cara menggunakan tombol ROCKER: (i) arah ke atas/ke bawah untuk memilih huruf atau
angka, dan (ii) arah ke kiri/kanan untuk memindahkan ke huruf atau angka
sebelumnya/berikutnya. Akhiri dengan menekan ENTER.
e. Untuk menyimpan nama yang baru saja kita buat pada alat, tekan sekali lagi tombol ROCKER,
arahkan menuju pilihan SAVE. Jangan lupa untuk kemudian menekan tombol ENTER. GPS
Garmin 12CX dapat menyimpan sampai dengan 1000 waypoint.
2.4 Kinerja Sistem Irigasi
Kinerja sistem irigasi merupakan output dari sistem irigasi yang berupa pelayanan air irigasi untk
pertanian. Survei kinerja sistem irigasi bertujuan mengumpulkan data yang digunakan untuk mengukur
tingkat kinerja suatu sistem irigasi (Sudaryanto, 2004).
Menurut Ardian (1991) dalam menentukan kinerja irigasi dapat dilakukan pada kondisi fisik dari
jaringan irigasi. Kondisi fisik jaringan irigasi kemudian dilakukan analisa kerusakan dan karakteristik
jaringan irigasi.
2.4.1 Kerusakan Jaringan irigasi.
Kerusak jaringan irigasi menurut Ardian (1991) dapat disebabkan oleh :
1. Dirusak oleh petani.
2. Kerusakan karena kesalahan pengoperasian dan kurang pemeliharaan.
3. Kerusakan karena kesalahan desain dan konstruksi.
4. Kerusakan alami.
23 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Berdasarkan tingkat kerusakan jaringan, Ardian (1991) mengelompok tingkat kerusakan jaringan
atas :
1. Ringan.
Kategori ringan apabila petani tidak terpengaruh terhadap kerusakan tersebut.
2. Sedang
Kategori sedang apabila petani dalam kelompok dapat memperbaiki kerusakan tersebut.
3. Berat
Ketegori berat apabila petani dalam kelompok tidak dapat memperbaiki kerusakan tersebut.
2.4.2 Karekateristik Jaringan irigasi.
Pembagian air akan berhasil dengan baik apabila semua bangunan bagi dapat berfungsi dengan
baik. Menurut Puspusutardjo dalam Ardian (1991), untuk menggambarkan karakteristik dari jaringan
irigasi yang berfungsi utamanya sebagai sarana pengaliran dan pembagi digunakan beberapa kriteria.
2.4.2.1 Kerapatan Saluran.
Besarnya kerapatan saluran dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Kerapatan saluran=Panjangsaluran (m)
Luas Area(ha)
Semakin besar harga kerapatan saluran, berarti semakin saluran yang ada panang sehingga
penyebaran air ke petak tersier akan semakin merata.
2.4.2.2 Kerapatan Bangunan
Besarnya kerapatan bangunaan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Kerapatanbangunan=jumlahbangunan (bua h)
luas Are(ha)
Semakin besar nilai kerapatan bangunan, maka semakin banyak saluran yang dapat dilayani oleh
bangunan sehingga akan lebih merata pendistribusian air.
24 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
……………………………..(1)
………………..………..(2)
2.4.2.3 Ratio Beta (β)
Besarnya β dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan rumus :
β = Ratio beta
e = Jumlah penggal saluran (buah)
v = Jumlah bangunan bagi (buah)
β = 1, berarti dalam sistem jaringan terdapat jaringan tertutup.
β > 1, merupakan rangkaian yang komplek.
β < 1, pada jaringan banyak mengalami kerusakan sehingga mengganggu kelancaran air.
2.4.2.4 Ratio Eta (∩)
Besarnya ∩ dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan rumus :
∩ = Ratio Eta
M = Panjang total saluran pada petak tersier (m)
e = Jumlah penggal saluran (buah)
Semakin tinggi nilai ∩, maka semakin panjang penggal saluran dan semakin cepat pemerataaan
air ke petak – petak tersier.
2.4.2.5 Ratio Theta (θ)
25 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
……………………………………………………..………..(3)
……………………………………………………..………..(4)
Besarnya θ dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan rumus :
θ = Ratio Theta
M = Panjang total saluran pada petak tersier (Km)
v = Jumlah bangunan bagi (buah)
Nilai θ menunjukan kemampuan rata – rata tiap boks bagi untuk melayani saluran.
Pusposutardjo dalam Ardian (1991), membagi kriteria jaringan yang sesuai dengan kemampuan
dari petani sebagai berikut :
1. Kerapatan saluran, 50 – 100 m/ha
2. Kerapatan susunan, 0,11 – 0,40 unit/ha
3. β – ratio, 2,21 – 2,50 unit segmen saluran / kotak bagi.
4. ∩- ratio, 250 – 500 m/ unit segmen saluran.
5. Θ- ratio, 500 – 1000 m/kotak bagi.
Dalam kriteria fisik diatas, petani mampu mengelola dan mengoperasikan jaringan tersier
dengan baik (Ardian, 1991).
26 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
……………………………………………………..………..(5)
III. BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Mei tahun 2009. Tempat
penelitian dilakukan di Daerah Irigasi Koto Tuo Kecamatan Koto Tangah Kotamadya Padang.
Daerah ini diambil karena memiliki jaringan yang baik dan dapat mendukung pertanian di
daerah ini.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Perangkat GPS (Global Potition System) sebanyak 2 unit.
2. Meteran
3. Seperangkat Current meter dan Pelampung
4. Seperangkat komputer dengan software Arc View GIS 3.3
5. Alat tulis dan gambar
6. Peta rupa bumi skala 1 : 50,000
7. Skema jaringan irigasi
8. Peta Administratif
9. Peta land use
3.3 Metoda Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data dari dua aspek yaitu :
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung di
lapangan atau wawancara langsung dengan petani atau instansi terkait. Data primer
yang dibutuhkan meliputi :
Data kondisi dan fungsi jaringan irigasi.
Data koordinat jaringan irigasi
Data debit
Data Kerapatan Saluran
Data Kerapatan Bangunan
27 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan meliputi :
Data Iklim
Data luas layanan
Peta rupa bumi skala 1 : 50.000
Peta jaringan irigasi
Peta administrative
Peta land use
3.3.1 Data Primer
3.3.1.1 Penentuan Koordinat
Pengumpulan data dilakukan survey topografi. Langkah pertama dalam melakukan
penelitian ini adalah dengan menyiapkan peta topografi wilayah tersebut. Kemudian ditentukan
titik awal pergerakan untuk memetakan jaringan irigasi. Titik awal yang akan digunakan
merupakan sebuah bangunan pengambilan (intake) seperti bendungan atau bendungan gerak.
Dari titik awal, kemudian ditentukan titik pengambilan lain pada jaringan irigasi yang
lain. Jaringan Irigasi yang diambil koordinatnya meliputi bangunan irigasi seperti saluran
bangunan bagi dan sadap, bangunan pengukur debit, serta bangunan pelengkap seperti
jembatan, jalan, gorong – gorong, dan lain sebagainya. Koordinat ini nantinya akan
diinterprestasikan dengan peta rupa bumi skala 1 : 50.000.
Dalam pengambilan petak tersier dilakukan pada tiga daerah P3A. Daerah P3A yang
diambil merupakan P3A yang berada didaerah hulu, tengah, dan hilir dari Daerah Irigasi Koto
Tuo.
Setiap titik yang telah diberi patok, kemudian ditentukan koordinatnya dengan
menggunakan Global Potition System (GPS). Dari GPS akan didapatkan koordinat bangunan
irigasi terhadap lintang dan bujur. Dalam penggunaan GPS harus dilakukan dengan hati – hati,
karena alat ini memiliki sensitifitas yang tinggi. Untuk itu digunakan dua buah GPS sebagai
perbandingan ketelitian.
28 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
3.3.1.2 Kondisi Bangunan Irigasi
Kondisi dari jaringan irigasi meliputi kerusakan yang digolongkan menjadi tiga kriteria
yaitu : (1) ringan, (2) sedang, (3) berat. Kondisi jaringan dilakukan dengan melihat langsung
jaringan irigasi tersebut, termasuk didalamnya bangunan pengambil, saluran, bangunan bagi
dan sadap, dan bangunan pelengakap lainnya.
Kondisi jaringan digolongkan berdasarkan kondisi fisik jaringan. Selain itu, kondisi
jaringan juga dikelompokan berdasarkan debit aliran dan efisiensi dari saluran dan bangunan
irigasi.
3.3.1.3 Penelusuran Jaringan.
Penelusuran jaringan digunakan untuk menganalisa kinerja irigasi. Pengukuran dimensi
meliputi panjang saluran, luas area, jumlah bangunan, jumlah penggal saluran, jumlah boks
bagi, panjang total saluran pada petak tersier.
3.3.1.4 Pengukuran Debit Sesaat dan Efisiensi
Pengukuran debit dilakukan pada tiap – tiap jaringan irigasi. Debit diukur dengan cara
mengukur kecepatan aliran secara langsung dengan bantuan current meter atau pelampung
kemudian dikalikan dengan luas penampang basah. Luas penampang didapatkan dengan
mengukur lebar dengan meteran kemudian dikalikan dengan tinggi yang juga diukur dengan
meteran.
Pengukuran menggunakan current meter ditentukan berdasarkan ketinggian aliran
seperti pada tabel 1. Tetapi untuk mengontrol data dari pengukuran current meter digunakan
pelampung. Pelampung juga digunakan pada saluran tersier dan tinggi aliran kurang dari 15 cm.
Tabel 1. Ketentuan Pengukuran dengan current meter
Kedalaman aliran (h) dalam m
Jumlah titik pengukuran Titik kedalaman
0,0-0,6 1 0,6h
0,6-3,0 2 0,2h;0,8h
3,0-6,0 3 0,2h;0,6h;0,8h
>6,0 4 0,2h;0,6h;0,8h
29 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
3.3.2 Data Sekunder
3.3.2.1 Data Iklim
Data iklim yang diperlukan yaitu curah hujan 10 tahunan, temperatur, kecepatan angin,
lama penyinaran. Data iklim ini didapatkan dari Badan Metereologi dan Goefisika (BMG),
Departemen Pekerjaan Umum (PU), dan dinas terkait lainnya.
3.3.2.2 Luas Layanan Irigasi
Luas layanan irigasi merupakan luas area yang dapat dialiri dari irigasi. Luas layanan
irigasi ini, data yang diperlukan didapat dari dinas PSDA. Selain dari dinas PSDA,data ini juga
dapat dikumpulkan pada dinas terkait seperti dinas Pertanian, perkebunan, kehutanan,
pemukiman dll.
3.3.2.3 Peta Topografi
Peta topografi atau peta kontur digunakan sebagai peta dasar dalam penelitian ini. Peta
topografi akan digabungkan ( overlay ) dengan peta lain seperti peta jaringan dan peta
administratif.
3.3.2.4 Skema Jaringan Irigasi
Skema jaringan irigasi merupakan skema yang menggambarkan jaringan irigasi yang
akan dipetakan dan diinventarisasi. Dari skema jaringan ini dapat ditentukan bangunan dan
jaringan lain yang berada di Daerah Irigasi Koto Tuo. Selain itu dengan skema Jaringan ini dapat
ditentukan daerah hulu, tengah, dan hilir Daerah Irigasi tersebut.
3.3.2.5 Peta Administratif
Peta Administratif yang digunakan merupakan peta administratif yang mencakup
Daerah Irigasi Koto Tuo.
3.3.2.6 Peta Land Use
Peta land use digunakan untuk menggambarkan situasi wilayah Daerah Irigasi Koto Tuo.
Dengan peta land use dapat dilihat kondisi daerah dan pertanian khusunya sawah yang dialiri
oleh irigasi Koto Tuo.
30 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
3.4 Analisa Data
Tahap analisa data dilakukan setelah mendapatkan data yang lengkap di lapangan dan
digabungkan dengan data sekunder yang didapat. Data yang diperlukan untuk dianalisa adalah
koordinat lokasi, keadaan fisik, dan debit aliran.
3.4.1 Koordinat Jaringan Irigasi
Data koordinat bangunan irigasi yang diambil dengan bantuan GPS kemudian ditransfer
dan dianalisa dengan bantuan software Arc View GIS 3.3. Koordinat ini juga digunakan untuk
register peta. Setelah dilakukan register, dari koordinat ini kemudian dijitasi kedalam peta
daerah. Sehingga didapatkan sebuah peta jaringan irigasi yang berbasis Sistem Informasi
Geografis (SIG).
Peta jaringan irigasi hasil keluaran software ini selain berisikan peta, juga memuat
database yang memuat informasi keadaan jaringan irigasi tersebut. Sehingga ketika steakholder
meinginkan informasi salah satu bagian jaringan irigasi, cukup dengan mengaktifkan cursor
pada bagian yang diinginkan.
3.4.2 Debit Aliran
Debit aliran didapatkan dengan bantuan current meter. Dari alat ini, kemudian akan
diketahui kecepatan aliran pada saat itu. Setelah itu dikalikan dengan luas penampang basah
yang diukur dengan luas penampang basah dan koefisien kekasaran
Q = V. A. C
Keterangan :
Q = Debit aliran (m3/s)
V = Kecepatan aliran (m/s)
A = Luas penampang basah (m2)
C = Koefisien kekasaran
3.4.3 Efisiensi Saluran
Efesiensi diukur agar dapat mengetahui kehilangan air yang masuk dengan air yang
keluar pada jaringan irigasi. Efisiensi dapat diukur dengan menggunakan rumus :
31 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
……………………………………………………..………..(6)
Keterangan :
Qin = Jumlah debit yang masuk ke jaringan irigasi (m3/detik)
Qout = Jumlah debi yang keluar dari jaringan irigasi (m3/detik)
3.4.4 Kondisi Jaringan Irigasi
Kondisi jaringan irigasi diamati langsung ke lapangan. Sehingga dari pengamatan
tersebut, dapat dikelompokan jaringan irigasi tersebut ke dalam kriteria – kriteria kondisi
jaringan irigasi menurut tingkat kerusakannya. Hal – hal yang akan diamati yaitu kerusakan,
penyebab kerusakan, dan tindakan perbaikan.
1. Ringan, apabila kerusakan tidak mempengaruhi laju aliran dan efesiensi debit besar dari
50 % dan petani tidak terpengaruh terhadap kerusakan tersebut.
2. Sedang, apabila kerusakan telah mempengaruhi laju aliran dan efisiensi debit antara 25
– 50 %. Pada tingkat kerusakan ini, petani atau kelompok tani masih bisa memperbaiki.
3. Berat, apabila jaringan irigasi tidak layak lagi digunakan dan efisiensi kurang dari 25 %.
Pada tingkat kerusakan ini, petani atau kelompok tani tidak dapat lagi memperbaikinya.
3.4.5 Karakteristik Kondisi Fisik Jaringan
3.4.5.1 Analisa Kerapatan Saluran
Kerapatan saluran dianalisa dengan cara menentukan panjang saluran, luas total area
irigasi. Kerapatan saluran dianalisa dengan menggunakan persamaan 1.
3.4.5.2 Analisa Kerapatan Bangunan
Kerapatan bangunan dianalisa dengan cara menentukan jumlah bangunan yang ada di
area irigasi. Kerapatan bangunan dianalisa dengan menggunakan persamaan 2.
3.4.5.3 Analisa Ratio Bheta (β)
Ratio Bheta (β) dianalisa dengan cara menentukan jumlah penggal saluran dan jumlah
boks bagi. Ratio Bheta (β) ditentukan dengan menggunakan persamaan 3.
32 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
…………………………………………..………..(6)
3.4.5.4 Analisa Ratio Eta (∩)
Ratio Eta (∩) dianalisa dengan cara menentukan total panjang saluran dan jumlah
penggal saluran. Ratio Eta (∩) ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.
3.4.5.5 Analisa Ratio Theta (θ)
Ratio Theta (θ) dianalisa dengan cara menentukan Panjang total saluran pada petak tersier
dan Jumlah kotak bagi. Ratio Theta (θ) ditentukan dengan menggunakan persamaan 5.
3.5 Output
Data disajikan dalam bentuk peta jaringan irigasi dalam format digital yang berisikan
database dari jaringan irigasi. Hasil dari peta ini didapat dari data – data primer dan sekunder
yang kemudian diolah dengan software Arc View 3.3.
Output dari peta ini menggambarkan kondisi jaringan irigasi dan inventarisasi jaringan
irigasi. Selain itu dari peta ini dapat kondisi jaringan terhadap kebutuhan lahan pertanian.
Ketika air dari jaringan irigasi memenuhi atau berlebih, maka dilakukan tindakan seperti
penambahan luas lahan. Selain itu, pemanfaatan air juga dapat digunakan sebagai kebutuhan
lain seperti kolam, tambak dan lain – lain.
Keadaan jika air irigasi tidak memenuhi lahan yang tersedia, maka diperlukan tindakan
lain seperti irigasi bergiliran, terputus – putus, atau dengan cara melakukan pergiliran tanaman
dan dapat juga dengan penundaan penanaman dari jadwal yang ditentukan kelompok tani.
33 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i
III. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
34 | S u r v e y P e m e t a a n I r i g a s i