makalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman sekutu dan belanda
DESCRIPTION
Makalah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Sekutu Dan BelandaTRANSCRIPT
Sejarah IndonesiaPerjuangan Mempertahankan
Kemerdekaan dari Ancaman Sekutu dan Belanda
Disusun oleh:Nama Kelompok:
Septia Ulandari Novi Lestari Sefti Ratna Sari Rahmi Yuzilva Suharno Indra Myrdianto Risky Ramadani
Guru Pembimbing : Nuraisyah, S.Pd
SMK MUHAMMADIYAH PAGAR ALAM
Tahun Ajaran 2014/2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah Allah swt, kami
dapat menyelesikan makalah “Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia”
ini sebagaimana tugas yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampailan ucapan terima kasih kepada
Ibu Nuraisyah,S.Pd. selaku guru mata pelajaran sejarah, yang senantiasa
membimbing dan menyumbangkan ilmunya kepada kami. Tak lupa juga kami
ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan juga semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan tugas ini.
Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran atas penulisan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Pagaralam, September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan....................................................................................................2
1.3 Manfaat..................................................................................................2
1.4 Rumusan Masalah..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Konflik Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan ...........4
2.2. Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah. ...............7
2.3.Perjuangan Diplomasi Indonesia..........................................................14
2.4 Faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia.......................25
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................27
3.2 Saran-Saran..........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum memperoleh kemedekaan, bangsa Indonesia terlebih dahulu
memproklamasikan kemerdekaannya yang dikenal dengan “Proklamasi
Kemerdekaan”. Proses ini berawal dari terdengarnya berita kekalahan Jepang dari
pihak sekutu, seketika juga kelompok pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi dengan
alasan menunggu janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia, Soekarno-
Hatta tidak dengan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal inilah
yang mendorong para pemuda melakukan aksi penculikan terhadap Soekarno-Hatta
ke Rengasdengklok yang akhirnya dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok”.
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh
Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu
langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi
kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan,
Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di dunia. Hal ini tampak dari adanya
pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara
merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar
(UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai
Wakil Presiden. Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan tanggal 17
Agustus 1945. Meskipun demikian, Belanda tidak mengakui kemerdekaan itu
dan terus berusaha untuk menjajah Indonesia kembali. Setelah kedatangan sekutu ke
Indonesia dalam rangka mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, ternyata
diikuti oleh Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, maka rakyat Indonesia
di berbagai daerah mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Bangsa
Indonesia berjuang dengan gigih untuk mempertahankan kemerdekaan.Ada dua
bentuk perjuangan mempertahakan kemerdekaan, yaitu perjuangan fisik dan
perjuangan diplomasi. Perjuangan fisik dilakukan dengan cara bertempur melawan
musuh. Perjuangan diplomasi dilakukan dengan cara menggalang dukungan dari
negara-negara lain dan lewat perundingan-perundingan. Kemerdekaan Indonesia
tentu merupakan sebuah bencana bagi negara yang telah menjajah Indonesia.. Maka,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir
perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ia adalah awal perjuangan baru bangsa ini
dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan bernegara. Sebuah negara berdiri
bukan hanya berdasarkan wilayah, namun juga membutuhkan perangkat
pemerintahan, dan yang terpenting adalah pengakuan kedaulatan dari negara lain.
Karena pada hakikatnya (seperti halnya manusia sebagai makhluk sosial), dalam
kehidupan bernegara juga membutuhkan negara lain agar bangsa dan negara ini dapat
bergaul dan tidak terkucilkan dalam hubungan internasional.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
Mengidentifikasi konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda pasca
kemerdekaan indonesia.
Untuk mendeskripsikan perjuangan rakyat dan pemerintah di berbagai daerah;
Untuk mengetahui perjuangan-perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia.
1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat memahami penyebab terjadinya konflik antara belanda dan
indonesia setelah kemerdekaan di proklamasikan
2. Untuk mengetahui pertempuran- pertempuran yang terjadi di daerah – daerah
demi mempertahankan kemerdekaan
3. Pembaca dapat mengetahui perjuangan-perjuangan diplomasi Bangsa
Indonesia demi mempertahankan kemerdekaannya.
4. Pembaca mengetahui faktor yang menyebabkan Belanda keluar dari Indonesia
1.4 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan terjadinya Konflik Indonesia dan Belanda pasca
kemerdekaan?
2. Bagaimana Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah dalam
mempertahankan Kemerdekaan ?
3. Bagaimana Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam mempertahankan
Kemerdekaan?
4. Apakah faktor memaksa Belanda keluar dari Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Konflik Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan
Sebagaimana kita ketahui kemerdekaan bangsa Indonesia di kumandangkan
pada tanggal 17 Agustus 1845, sehari kemudian setelah itu tepatnya tanggal 18
agustus 1945 di tetapkan UUD ( UUD 1945 ) sebagai konstitusi negara RI dan di
pilihnya Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil
Presiden.Perjuangan bangsa indonesia selanjutnya semakin berat karena harus
mempertahankan kemerdekaannya.
Adapun faktor penyebab konflik Indonesia dan Belanda antara lain :
1. Kedatangan Tentara Sekutu Yang Di Boncengi Oleh NICA.
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945 maka secara hukum jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini
mengakibatkan Indonesia berada dalam keadaan Vacum Of Power (tidak ada seorang
pemerintah yang berkuasa) maka pada waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10
September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan
bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan
pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari
dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang
bertugas melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan
senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan
tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di
bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat
Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan
orang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah
pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan
bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh
Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia
menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA
dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied
Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson.
Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun
tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan
kepada pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan
pengadilan.
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh
pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa
NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi
curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang
dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda
memberikan sambutan tembakan selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin
buruk sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari
tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan
pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945.
Sejak saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat
RI di daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi
insiden dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak
bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang
merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan
ketertiban sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan
kembali kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan
memberi dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda,
Laksamana Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik
dan pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah
Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan
kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di
Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia
internasional untuk menyelesaikannya.
2. Kedatangan NICA ( Belanda ) Berupaya Untuk Menegakkan Kembali
Kekuasaannya Di Indonesia .
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands
Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia).
Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan
provokasi sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison
menyadari bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah
Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI.
Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1
Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status
kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat hura-
hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA sering
melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa
Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah
untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita
berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan
Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini
akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk menyelesaikannya.
2.2. Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah.
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal
29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini
semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru
dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima
kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan
percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak
menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan
senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
1. Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran di Surabaya diawali dengan pendaratan pasukan Sekutu dibawah
pimpinan Brigjen A.W.S. Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Pada tanggal 27
Oktober, mereka menyerbu penjara dan membebaskan perwira-perwira Sekutu yang
sebelumnya ditawan oleh pejuang-pejuang republik. Pembebasan tanpa izin
pemerintah RI telah menimbulkan kemarahan rakyat setempat, sehingga mereka
secara serentak mengadakan serangan terhadap Sekutu.
Dalam suatu pertempuran, Mallaby terbunuh. Hal ini menimbulkan kemarahan
Sekutu, sehingga komandan pasukan Sekutu di Jawa Timur, Mayjend R. Mansergh
mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut berisi :
a. semua pemimpin Indonesia termasuk pemimpin pergerakan, pemuda, polisi, dan
petugas radio harus melapor kepada Inggris dalam batas waktu sampai pukul
18.00 pada tanggal 9 November 1945;
b. mereka harus berbaris satu-persatu dengan membawa senjata yang dimilikinya;
c. setelah meletakkan senjata, mereka harus berjalan dengan tangan di atas kepala
menuju pos yang telah ditentukan;
d. jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan seluruh kota
Surabaya.
Ultimatum tersebut tidak digubris oleh rakyat Surabaya yang didukung juga oleh
gubernurnya R. Soerjo. Semangat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan telah
mendorong rakyat rela berkorban. Bung Tomo salah seorang pimpinan para pejuang selalu
membangkitkan semangat perjuangan melalui radio agar rakyat Surabaya tidak
menghiraukan ultimatum Inggris. Akhirnya, pasukan Inggris dan Belanda menggempur
Surabaya dari segala jurusan dengan persenjatan berat dan lengkap pada tanggal 10
November 1945. Penduduk Surabaya bertempur mati-matian sehingga banyak korban yang
tewas. Pertempuran di Surabaya bagi pasukan Inggris sendiri merupakan perang terbesar
yang dialaminya setelah Perang Dunia II, sehingga mereka menyebutnya “neraka”.
Peristiwa tanggal 10 November tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
2. Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat
sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada
saat itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut
pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan
kotra Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung.
Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan
terhadap kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada
tanggal 23 maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI
meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari
pemerintah pusat Jakarta supaya TRI meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI di
Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara
membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi
pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung.
Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.
3. Peristiwa Palagan Ambarawa (21 November – 15 Desember 1945)
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 21 November 1945 dan berakhir
tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan laskar pemuda melawan pasukan
Inggris. Peristiwa tersebut dilatar-belakangi sebuah insiden di Magelang sesudah
mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang. Pihak RI
memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara
Ambarawa dan Magelang. Tetapi kedatangan pasukan Inggris ternyata diikuti oleh pasukan
NICA yang kemudian mempersenjati para bekas tawanan perang Jepang tersebut. Maka
pecahlah pertempuran di Ambarawa-Magelang
Pada waktu itu, TKR dibawah pimpinan Panglima Divisi V Banyumas, Kolonel
Soedirman dan berhasil memukul mundur Sekutu sampai ke Semarang pada tanggal
15 Desember 1945. Kemenangan di Ambarawa itu mempunyai arti yang sangat
penting karena letaknya yang strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa,
mereka bisa mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta (Solo),
Magelang, dan terutama Yogyakarta yang merupakan tempat kedudukan markas
tertinggi TKR. Pertempuran di Ambarawa tersebut terkenal dengan sebutan “Palagan
Ambarawa”, dan sampai sekarang selalu diperingati sebagai “Hari Infanteri” oleh
TNI-AD.
4. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27
Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara
Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi
Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan
Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di
wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera
Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA
ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan.
Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M.
Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat. Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela
memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di
samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-
laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly
memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-
aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945
Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di
berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka
dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada
tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara
besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946
pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas
Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil
menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Laskar
Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat
terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran
berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di
Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu
memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat
sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen.
Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat
bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
5. Peristiwa Merah Putih di Manado (14 Februari 1946)
Peristiwa Merah Putih di Manado terjadi tanggal 14 Pebruari 1946. Para
pemuda tergabung dalam pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger).
Kompeni VII bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan
kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon dan Minahasa. Sekitar 600 orang
pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Pebruari 1946 mereka
mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado
telah berada di tangan bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik
Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama
Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan.
Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu
bulan, yaitu sejak tanggal 14 Pebruari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai
Gubernur Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat
Sulawesi. Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan
Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka
masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi
tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun
1946, Dr. Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang
Papua)
6. Perang Puputan Margarana di Bali (18 November 1946)
Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946 adalah
bahwa Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda harus
sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada
tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000
tentara di Bali, ikut pula tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Pada waktu itu Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke
Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI. Sementara
itu perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang
menguntungkan akibat perundingan Linggajati di mana Bali tidak diakui sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa kecewa terhadap isi
perundingan ini. Lebih-lebih ketika Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti
Ngurah Rai diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Ajakan tersebut ditolak
dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata
Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai memperoleh kemenangan dalam
penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Kemudian Belanda mengerahkan seluruh
kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan rakyat Bali ini.
Pertempuran hebat terjadi pada tanggal 29 November 1946 di Margarana, sebelah
utara Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai mengobarkan perang “Puputan” atau habis-habisan
demi membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya
gugur sebagai kusuma bangsa.
7. Peristiwa Westerling di Makassar
Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J.
Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional
Indonesia (PPNI). Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi pemuda ini
pernah dipimpin oleh Manai Sophian. Sementara itu pada bulan Desember 1946
Belanda mengirimkan pasukan ke Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond
Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk “membersihkan” daerah Sulawesi Selatan
dari pejuang-pejuang Republik dan menumpas perlawanan rakyat yang menentang
terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur. Di daerah ini pula, pasukan
Australia yang diboncengi NICA mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil.
di Makassar karena Belanda melakukan usaha memecah belah rakyat maka tampillah
pemuda-pemuda pelajar seperti A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter Monginsidi
melakukan perlawanan dengan merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA.
Selanjutnya untuk menggerakkan perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak
Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo,
Makkaraeng Daeng Djarung, dan Robert Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris
Jenderalnya. Sejak tanggal 7 – 25 Desember 1946 pasukan Westerling secara keji
membunuh beribu-ribu rakyat yang tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946
Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada waktu
itu Raymond Westerling mengadakan aksi pembunuhan massal di desa-desa yang
mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban.
8. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 15 — 20 Oktober 1945 di Semarang terjadi pertempuran hebat
antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini diawali dengan adanya
desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi, Semarang diracun oleh Jepang.
Untuk membuktikan kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala laboratorium Pusat Rumah
Sakit Rakyat melakukan pemeriksaan. Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak
oleh Jepang sehingga gugur. Dengan gugurnya Dr. Karyadi kemarahan rakyat
khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang
menimbulkan banyak korban jiwa. Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang
didirikan Tugu Muda. Untuk mengenang jasa Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama
sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.
Selain perjuangan perjuangan di atas masih banyak lagi perjuangan yang
dilakukan para pahlawan kita demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia Seperti
pertempuran empat hari di surakarta, Perisiwa Merah Putih di Biak, pertempuran di
teluk cirebon, dll
2.3.Perjuangan Diplomasi Indonesia
Selaian berjuang mempertahankan Indonesia melalui perjuangan fisik, Indonesia
juga berusaha tetap mempertahankan kemerdekaanya melalui perjuangan Diplomasi.
Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Para pejuang
diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan
dilaksanakan.
Berikut adalah berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia:
1. Perundingan Hooge Veluwe
Sebelum Perjanjian Linggajati didahului oleh perundingan di HogeVoluwe di
Negeri Belanda yang dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946, berdasarkan suatu
rancangan yang disusun oleh Sjahrir, Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir II.
Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Mentri
dalam Kabinet Sjahrir I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana
Belanda yang berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas
kesatuan kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara
persemakmuran menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya
berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta dalam kerajaan dapat menentukan
apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerjasama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pemerintah Inggris mengangkat seseorang Diplomat tinggi Sir
Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak
sebagai ketua dalam perundingan Indonesia – Belanda.
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usulan-usulan
tandingan. Yang penting dalam usul itu ialah bahwa : (A) RI diakui sebagai negara
berdaulat yang meliputi daerah bekas Hindia Belanda, dan (B) antara negeri Belanda
dan RI dibentuk Federasi. Jelaslah behwa usul ini bertentangan dengan usul Van
Mook. Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjahrir dicapai
kesepakatan :
Rancangan perstujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Internasional
dengan “Preambule”.
Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de Facto Republik atas Pulau Jawa dan
Sumatra.
Pada rapat Pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa
rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh
pemerintahnya . Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke Negeri Belanda,
dan cabinet mengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi,
Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-25 April 1946. Pada
hari pertama perundingan sudah mencapai Deadlock, karena bentuk perjanjian
Internasional (treaty) tidak dapat diterima oleh kabinet Belanda. Perjanjian
Internasional akan berarti bahwa RI mempunyai kedudukan yang sama dengan
Belanda didunia Internasional. Padahal Belanda tetap menganggap dirinya sebagai
negara pemegang kedaulatan atas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluwe
merupakan kegagalan, akan tetapi pengalaman yang diperoleh dari perundingan Hoge
Voluwe ternyata berguna dalam perjanjian Linggajati.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Voluwe ini tidak membawa hasil sebab
Belanda menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta
Pihak Belanda tidak tersedia memberikan pengakuan de’facto kedaulatan RI atas
Jawa dan Sumatera tetapi hanya jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang
diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan
Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul
bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
2. Perundingan Linggajati
Dalam rangka kelanjutan dari perundingan-perundingan sebelumnya, pada tanggal
10 November 1946 diselenggarakan perundingan yang bertempat di Linggarjati (perbatasan
Cirebon-Kuningan). Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Sutan Syahrir, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh H.J. Van Mook. Meskipun perundingan berjalan sangat
alot, pada tanggal 15 November 1946 dicapailah suatu persetujuan yang terdiri 17 pasal,
isinya antara lain :
a) Belanda mengakui secara de facto wilayah RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera
Belanda harus sudah meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1947.
b) Indonesia dan Belanda akan membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) yang
salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c) Pembentukan Uni Indonesia – Belanda (Commonwealth).
Bila dianalisa, hasil Persetujuan Linggarjati jelas sangat merugikan bagi bangsa
Indonesia, sebab : Poin pertama, jelas merupakan kemunduran bagi RI karena
kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk
seluruh wilayah dan rakyat Indonesia, akhirnya hanya meliputi sebagian saja (Jawa,
Madura, dan Sumatera). Poin kedua : apa yang dulu diidam-idamkan sebagai negara
kesatuan, ternyata hanya merupakan negara federasi. Poin ketiga : status Indonesia
tidak merdeka penuh sebab masih terikat dari Kerajaan Belanda.
Hasil perundingan tersebut akhirnya mempunyai dampak yang sangat kuat
dengan munculnya pro dan kontra. Meskipun pemerintah menganggap bahwa
perundingan itu merupakan alat diplomasi untuk melepaskan diri secara berangsur-
angsur dari kekuasaan Belanda. Mereka yang pro kemudian tergabung dalam
golongan Sayap Kiri, sedangkan yang kontra tergabung dalam golongan Banteng
Republik. Golongan Banteng Republik tidak percaya lagi terhadap kepemimpinan
Kabinet Syahrir dan menganggap bertanggung jawab terhadap hasil perundingan
Linggarjati. Akhirnya Kabinet Syahrir jatuh dan menyerahkan mandatnya kepada
Presiden Soekarno tanggal 27 Juni 1947. Presiden Soekarno kemudian membentuk
kabinet baru yang dipimpin oleh Amir Syarifudin pada tanggal 3 Juli 1947.
Kekacauan politik di Indonesia tersebut dimanfaatkan oleh Belanda ketika
jatuhnya Kabinet Syahrir. Belanda membentuk Negara Pasundan dengan Soerja
Kartalegawa sebagai wali negara pada tanggal 4 Mei 1947. Kemudian Negara
Kalimantan Barat dengan Kepala Negaranya Sultan Hamid II, disusul kemudian
dengan negara-negara lainnya di wilayah Indonesia. Dengan demikian, pecahlah
negara kesatuan RI.
3. Agresi Militer Belanda I, Terbentuknya KTN, dan Perundingan Renville
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan yang besar-besaran
terhadap daerah-daerah RI. Agresi Belanda tersebut menyebebkan jatuhnya beberapa
kota penting RI. Bagi Belanda, tindakan agresinya itu dianggap sebagai aksi
polisional, yang menganggap perjuangan bangsa Indonesia menghadapi Belanda
sebagai tindakan kaum ekstrimis yang memberontak terhadap pemerintah Belanda
yang sah.
Agresi Militer Belanda I, mendapat reaksi dan kecaman yang keras dari negara-
negara di kawasan Asia dan negara-negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat.
Bagi Amerika Serikat, Belanda dianggap telah menyelewengkan dana bantuan
program Marshall Plan untuk menyerang Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus 1947,
DK-PBB menyerukan kepada Belanda dan Indonesia agar mengadakan gencatan
senjata dan segera mengadakan perundingan. Pada tanggal 4 Agustus 1947, DK-PBB
mengumumkan penghentian tembak-menembak, yang mengakhiri Agresi Militer
Belanda I.
Upaya selanjutnya dari DK-PBB adalah membentuk Komisi Jasa Baik (Goodwill
Commission)yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan
Australia (diwakili Richard Kirby), Belgia (diwakili Paul van Zeeland) dan Amerika
Serikat (diwakili oleh Dr. Frank B. Graham). Setelah tiba di Jakarta, wakil-wakil KTN
mengadakan penelitian tentang keadaan di Indonesia dengan pendekatan kepada kedua
belah pihak yang bertikai. Kemudian KTN mengusulkan agar perundingan
diselenggarakan di atas kapal milik AS, yaitu kapal AL USS Renville yang sedang
berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1947.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Amir Syarifudin, sedangkan delegasi
Belanda dipimpin oleh R. Abdoel Kadir Widjojoatmodjo (seorang Indonesia yang pro
Belanda).
Meskipun perundingan berjalan alot, KTN berhasil mengusulkan usul politik untuk
dipilih kedua belah pihak yaitu :
a) kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
b) kerja sama Indonesia-Belanda
c) dibentuknya suatu negara federasi
d) dibentuknya suatu Uni Indonesia-Serikat dan bagian lain
Akhirnya perundingan di kapal Renville berhasil ditandatangani oleh semua
pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Persetujuan tersebut antara lain berisi :
a) Persetujuan gencatan senjata
b) 5 pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna memperlancar penyelesaian
politik, antara lain :
1) Belanda tetap memegang kedaulatan atas seluruh wilayah Indonesia, sampai
kedaulatan diserahkan kepada RIS yang segera akan dibentuk.
2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat mengerahkan sebagian dari kekuasaannya
pada suatu pemerintahan federal sementara.
3) RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat, sederajat dengan Kerajaan Belanda
dalam Uni Indonesia-Belanda. Namun Raja Belanda bertindak sebagai Kepala
Uni.
4) RI merupakan bagian dari RIS.
5) Akan diadakan plebisit di wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera untuk
menentukan masuk RI atau RIS (di daerah-daerah RI yang diduduki Belanda hasil
Agresi I).
Hasil perundingan Renville jelas telah merugikan Indonesia. Hal tersebut
menimbulkan pro dan kontra di kalangan politisi nasional maupun pejuang pergerakan.
Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit,
dan kedudukannya semakin terdesak karena RI harus mengakui daerah RI yang yang
diduduki Belanda hasil dari agresinya. Melaksanakan Perjanjian Renville, berarti harus
melaksanakan “garis demarkasi Van Mook”. Ini berarti, daerah-daerah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur harus ada daerah-daerah yang
“dikosongkan”.Dari Jawa Barat, pasukan Divisi Siliwangi harus hijrah ke Jawa
Tengah, demikian pula tentara dari Divisi Damarwulan dari Jawa Timur harus ditarik
ke wilayah RI. Perintah ini jelas menimbulkan reaksi yang sangat keras dari kalangan
TNI dan para pejuang. Bahkan Letjen Oerip Soemohardjo mengundurkan diri dari
jabatannya karena tidak dapat menerima keputusan pemerintah untuk meninggalkan
kantong-kantong gerilya.
Akhirnya Kabinet Amir Syarifudin jatuh karena tidak mendapat dukungan dari
rakyat, apalagi setelah keluarnya Masyumi dan PNI dari kabinet. Pada tanggal 29
Januari 1948, Presiden Soekarno membentuk kabinet baru dengan perdana
menterinya, Drs. Moh. Hatta. Kondisi politik di Indonesia semakin rumit. Pemerintah
harus menghadapi berbagai tantangan yang berat. Di satu pihak harus menghadapi
kelicikan Belanda, di pihak lain harus menghadapi perpecahan di kalangan politisi
dan pejuang sendiri. Dan pada waktu bersamaan harus menghadapi pemberontakan
yang dilakukan PKI di Madiun.
4. Agresi Militer Belanda II
Agresi militer II Belanda terjadi pada 19 Desember 1948. Agresi militer itu
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya.
Jatuhnya ibu kota negara itu juga menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatera, yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranega.Seiring
dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo Yogyakarta hari itu, Belanda
menyatakan tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.
Penyerangan terhadap Yogyakarta diawali dengan pemboman atas lapangan terbang
Maguwo. Pada pukul 05.45 pagi itu, lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan
tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan
TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan, dengan persenjataan sangat
minim. Akibatnya, dalam waktu singkat bandara Maguwo jatuh ke tangan pasukan
Belanda. Sebanyak 128 tentara Indonesia tewas, sedangkan di pihak Belanda tidak
ada satu pun korban.
Beriringan dengan agresi ke Yogyakarta, pasukan Belanda juga menyerang
daerah-daerah lain di Jawa. Segera setelah mendengar berita agresi militer yang
dilakukan Belanda tersebut, Panglima Besar Soedirman pun mengeluarkan perintah
kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00, dan perang
gerilya melawan Belanda pun dimulai.
Akibat agresi militer Belanda tersebut, pihak internasional melakukan tekanan
terhadap Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan
menghentikan bantuannya kepada Belanda. Akhirnya, dengan terpaksa, Belanda
bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik
Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem-Royen
5. PDRI dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Sebenarnya, sebelum para pemimpin RI ditangkap Belanda, para pemimpin
TNI dan Presiden RI sempat mengadakan sidang kilat yang menghasilkan keputusan,
di antaranya yaitu :
a) Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera;
b) Kepada Mr. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Soedarsono yang sedang berada di
India diberi tugas untuk membentuk Pemerintah Pelarian RI di India bila PDRI di
Bukittinggi gagal.
Selanjutnya Presiden Soekarno melalui radiogram segera memberikan
mandat kepada Menteri Kemakmuran Rakyat, Mr. Syafruddin Prawiranegara yang
pada waktu itu sedang berada di Sumatera (Bukittinggi) agar membentuk PDRI.
Dengan demikian, walaupun para pemimpin RI serta ibukota berada di tangan
Belanda, pemerintahan RI terus tetap berjalan.
Terlepas dari polemik tentang siapa sebenarnya yang memiliki ide awal untuk
melakukan serangan umum tanggal 1 Maret 1949 ke Yogyakarta apakah Sri Sultan
Hamengkubuwono IX atau Letkol Soeharto, toh dalam kenyataannya TNI berhasil
menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Keberhasilan serangan ini kemudian
disiarkan melalui radio di Wonogiri ke seluruh penjuru dunia. Serangan Umum 1
Maret 1949 mempunyai arti yang sangat penting bagi perjuangan bangsa Indonesia
dalam menghadapi Belanda, yaitu :
a. Ke dalam; secara psikologis dapat mendorong semangat perjuangan TNI dan
rakyat Indonesia yang sedang berjuang melakukan perang gerilya.
b. Ke luar; secara politik untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa
TNI dan negara RI masih ada dan sekaligus membantah kebohongan Belanda
yang menyatakan negara RI dan TNI sudah tidak ada lagi.
6. Perundingan Roem-Royen
Berbagai bangsa di Asia, Afrika, dan Australia mengecam tindakan Belanda
yang melakukan agresinya yang kedua ke Indonesia. Atas prakarsa Birma dan India,
pada tanggal 20-23 Januari 1949 diselenggarakan Konferensi Asia di New Delhi,
India. Dalam konferensi itu khusus membahas acara tunggal, yaitu Agresi Militer
Belanda II. Konferensi tersebut menghasilkan suatu resolusi tentang masalah RI-
Belanda, yaitu :
a) Belanda harus mengembalikan Pemerintahan RI ke Yogyakarta;
b) Pembentukan Pemerintahan ad-interim yang mempunyai kemerdekaan politik
luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c) Tentara Belanda harus ditarik dari seluruh wilayah RI;
d) Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat
tanggal 1 Januari 1950.
Usaha perundingan kemudian ditempuh kembali dengan diadakannya perundingan
awal di Jakarta tanggal 14 April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh.
Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen. Perundingan
tersebut di bawah pengawasan UNCI yang dipimpin oleh Merle Cochran. Melalui
perdebatan yang sengit, akhirnya dicapai persetujuan pada tanggal 7 Mei 1949 yang
dikenal dengan Persetujuan Roem-Roijen (Roem-Roijen Statement). Persetujuan
tersebut antara lain berisi :
a) Pemerintah RI bersedia menghentikan perang gerilyanya;
b) Pemerintah RI bersedia menjalin kerjasama untuk mengembalikan keamanan dan
ketertiban;
c) Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta;
d) Pemerintah Belanda bersedia menghentikan operasi militernya, membebaskan semua
tahanan politik serta berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera dilaksanakan
setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta
7. Konfrensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda
yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter
Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh
Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka
pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut
berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang
melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia. Soekarno menyebut
konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan
RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1) Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
2) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden.
3) RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda.
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5) Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL
serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli
dengan keputusan:
1) Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2) Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3) Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4) Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada
kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara.
Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja
Bundar.
8. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda,
danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini
paradelegasi yang hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a) Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b) Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c) Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
d) Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia
Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e) Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa
korvet akan diserahkan kepada RIS.
f) Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa
paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi
bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa
Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan
dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum
diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih
berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari
NKRI
2.4 Faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
Ketika Belanda melakukan agresi militemya yang kedua, tanggal 19
Desember 1948, Dewan Keamanan PBB merasa tersinggung karena tindakan
Belanda tersebut telah melanggar persetujuan gencatan senjata yang telah diprakasai
oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Di dalam negeri Indonesia pun Belanda tidak
memperoleh dukungan politik bahkan para pejuang melakukan gerilya maupun
serangan umum. Menghadapi kondisi yang demikian ini maka Belanda mengubah
sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan senjata. Penghentian tembak menembak
akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11 Agustus 1949, dan di Sumatera pada tanggal
15 Agustus 1949. Pada masa gencatan senjata itulah berlangsung Konferensi Meja
Bundar di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949. Dalam konferensi ini hasil
utamanya antara lain bahwa Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia
Serikat pada akhir bulan Desember 1949. dengan demikian hal ini memaksa Belanda
harus keluar dari bumi Indonesia. Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang memaksa
Belanda harus keluar dari Indonesia?
Faktor dari Dalam :
1. Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya
tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2. Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-
pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah
strateginya.
3. Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika
membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara
di Jawa maka ditolaknya.
4. Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan
umum.
Faktor dari Luar :
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap
Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan
yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas
maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar
dari bumi Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia yang diboncengi oleh NICA membawa
ancaman bagi keberlangsungan kemerdekaan bangsa Indonesia. Belanda ternyata
ingin menjajah kembali negara kita yang telah diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945.
Bukti nyata keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia kembali adalah
dilancarkannya Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer
Belanda II tanggal 19 Desember 1948.
Untuk mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin nasional menggunakan cara
diplomasi dan perjuangan fisik. Langkah diplomasi dilakukan baik melalui forum
internasional, seperti Kegiatan diplomasi (perundingan) dengan Belanda,
misalnya Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-
Royen, hingga KMB
Perjuangan fisik dalam mempertahankan kemerdekaan ditempuh leh rakyat di
berbagai pelosok Nusantara bersama dengan tentara. Beberapa contoh perjuangan
fisik tersebut antara lain Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Pertempuran
Margarana, Pertempuran Medan Area, Serangan Umum 1 Maret 1949,dll.
Setelah perjuangan yang cukup panjang, akhirnya tanggal 27 Desember 1949
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
3.2 Saran-Saran
Adapun dari penulisan makalah ini saya selaku penulis menyarankan kepada
generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut
berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia, dan mencontoh semangat para
pahlawan terdahulu, betapa sulitnya mereka meraih kemerdekaan dan
mempertahankannya hingga sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
http://fitria97.wordpress.com/tugas-tugas/ips/22-2/
http://perjuangankemerdekaanindonesia.blogspot.com/
http://historimaos.blogspot.com/2010/10/lks-bab
3.html https://sites.google.com/site/redaksisejarahindonesia/contact
file:///G:/Tugas%20Sekolah/KELAS%209/Sejarah/Internet/Pertempuran
%20Melawan%20Sekutu%20di%20Berbagai%20Daerah%20-%20Bimbie.com.htm