[makalah] perbedaan penentuan awal bulan hijriyah

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penentuan awal bulan Hijriah merupakan persoalan yang menarik untuk dikaji, terutama pada penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya Islam. Pada dasar pijakan hukumnya sama, namun dalam implementasinya sering terjadi perbedaan. Walaupun penentuan awal bulan Hijriah ini merupakan persoalan klasik, namun selalu muncul polemik terutama menjelang awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Tidak mengherankan saat menjelang Ramadhan sering terjadi perselisihan di tengah-tengah masyarakat. Kaum muslim di seluruh dunia tentu akan menjalani salah satu rukun Islam yakni berpuasa di bulan Ramadhan. Namun, penentuan 1 Ramadhan membutuhkan perhitungan matang dan akurat. Hal itu disebabkan kalender Islam (Qomariyah) merujuk pada perputaran bulan sedangkan perhitungan kalender masehi, kalender yang digunakan di Indonesia merujuk pada perputaran matahari (Syamsiyah). Oleh sebab itu, penentuan 1 Ramadhan harus didahului dengan memastikan apakah bulan baru atau dalam ajaran Islam disebut hilal telah muncul di ufuk timur. Di Indonesia, terdapat dua metode yang dipergunakan dalam penetapan awal puasa ramadhan. 1

Upload: ddoctor007

Post on 22-Jun-2015

676 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penentuan awal bulan Hijriah merupakan persoalan yang menarik untuk

dikaji, terutama pada penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya Islam. Pada

dasar pijakan hukumnya sama, namun dalam implementasinya sering terjadi

perbedaan. Walaupun penentuan awal bulan Hijriah ini merupakan persoalan

klasik, namun selalu muncul polemik terutama menjelang awal Ramadhan,

Syawal, dan Dzulhijjah. Tidak mengherankan saat menjelang Ramadhan sering

terjadi perselisihan di tengah-tengah masyarakat.

Kaum muslim di seluruh dunia tentu akan menjalani salah satu rukun

Islam yakni berpuasa di bulan Ramadhan. Namun, penentuan 1 Ramadhan

membutuhkan perhitungan matang dan akurat. Hal itu disebabkan kalender

Islam (Qomariyah) merujuk pada perputaran bulan sedangkan perhitungan

kalender masehi, kalender yang digunakan di Indonesia merujuk pada

perputaran matahari (Syamsiyah). Oleh sebab itu, penentuan 1 Ramadhan

harus didahului dengan memastikan apakah bulan baru atau dalam ajaran Islam

disebut hilal telah muncul di ufuk timur.

Di Indonesia, terdapat dua metode yang dipergunakan dalam penetapan

awal puasa ramadhan. Metode pertama dikenal dengan istilah rukyat. Metode

ini menggunakan pandangan mata apakah bulan baru telah muncul saat

maghrib atau tidak. Metode kedua dikenal dengan istilah hisab. Metode hisab

menentukan 1 Ramadhan dengan perhitungan matematika astronomi.

Sebagian orang mungkin awam dengan penentuan awal bulan hijriah

tersebut. Sehingga menurut kami, topik ini penting untuk dikaji agar

masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam tidak lagi awam dengan

hal tersebut. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan mencoba membahas

secara global mengenai polemik perbedaan penentuan awal bulan Hijriah dan

bagaimana cara menyikapinya.

1

Page 2: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas,

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Fakta apa saja yang sering terjadi di Indonesia mengenai penentuan awal

bulan Hijriah terkait pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan Hari

Raya Islam?

2. Apakah perbedaan penentuan awal bulan Hijriah terjadi di negara lain?

3. Mengapa terjadi perbedaan penentuan awal bulan Hijriah?

4. Bagaimana cara menentukan awal bulan Hijriah?

5. Bagaimana solusi untuk mengatasi perbedaan penentuan awal Ramadhan,

Syawal dan Dzulhijah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan fakta-

fakta yang sering terjadi berkaitan dengan penentuan awal bulan Ramadhan,

Syawal, dan Dzulhijjah baik di Indonesia maupun di negara lain. Kemudian

menelaah penyabab terjadinya perbedaan tersebut, serta cara menyikapinya.

D. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama,

yaitu Bab 1 Pendahuluan. Bagian ini memaparkan latar belakang, rumusan

masalah dan tujuan pembuatan makalah. Bagian kedua, yaitu Bab 2 Isi

makalah yang membahas mengenai perbedaan penentun awal bulan Hijriyah.

Bagian ini terdiri dari beberapa sub bab, yaitu fakta penentuan awal Ramadhan,

Syawal, dan Dzulhijjah; dasar-dasar hukum penentuan awal bulan Hijriyah;

perbedaan penentuan awal bulan Hijriyah ditinjau dari konsep rukyah;

perbedaan dalam ijtima’; dan solusi mengatasi perbedaan penentuan awal

bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Bagian ketiga, yaitu Bab 3

Kesimpulan dan Saran. Bagian ini berisi kesimpulan yang diberikan oleh

penyusun atas apa yang telah dikaji dalam makalah dan saran mengenai

2

Page 3: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

penentuan awal bulan Hijriyah di Indonesia dan kaitannya dengan ibadah yang

dilakukan umat muslim.

BAB II

PERBEDAAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH

(RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH)

Penentuan awal bulan Hijriah (Qomariyah) sangatlah penting terutama bagi

kaum muslimin, karena masalah ini menyangkut masalah wajib ‘ain bagi umat

Islam, yaitu kewajiban menjalankan ibadah puasa dan haji. Sebagai contoh

apabila ibadah puasa dilaksanakan sebelum waktunya maka ibadah puasa tersebut

dinyatakan tidak syah atau batal. Namun sebaliknya, apabila telah dinyatakan

masuk waktunya untuk berpuasa, sementara umat Islam belum juga

melaksanakannya, maka umat Islam tersebut berarti telah melalaikan ibadah puasa

sebagaimana yang telah diwajibkan oleh Allah SWT yang tercantum dalam al-

Qur’an.

Pada dasarnya perbedaan pandangan dalam penentuan awal bulan Qomariah

lebih kepada perbedaan dalam menginterpretasikan ayat maupun hadits yang

menjadi dasar hukum dalam penentuan awal bulan tersebut. Kemudian ditambah

lagi dengan beragamnya sistem perhitungan, metode dan kriteria yang digunakan

merupakan salah satu penyebab terjadinya perbedaan dalam penentuan awal bulan

Qomariah. Berikut ini dipaparkan permasalahan mengenai penentuan awal bulan

Hijriah secara global.

A. Fakta Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

Beberapa hal terkait penentuan awal bulan Hijriyah di Indonesia

seringkali mengalami perbedaan antara satu golongan dengan golongan yang

lain. Hampir setiap tahun kaum muslimin disibukkan dengan masalah awal

puasa Ramadhan dan berhari raya, baik hari raya Idul Fitri maupun hari raya

Idul Adha. Pemerintah dan pengurus lembaga-lembaga Islam seperti ormas

disibukkan berijtihad untuk memastikan kapan Ramadhan dan Syawal tahun

itu dimulai dan berakhir, sementara masyarakat sebagai pengikut setia acap

3

Page 4: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

kali dibingungkan dengan berbagai keputusan yang dibuat oleh pemerintah dan

ormas serta lembaga Islam yang terkadang keputusannya berbeda-beda.

Misalkan pada tahun 1432 Hijriyah atau 2011 Masehi, berdasarkan

sidang Itsbat pemerintah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh

pada hari Rabu, 31 Agustus 2011, sesuai dengan keputusan Menteri Agama

Nomor 148 tahun 2011 tertanggal 29 Agustus 2011, tentang Penetapan 1

Syawal 1432 H. Sedangkan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1432 H

jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011.

Beda lagi pada tahun 1433 Hijriah atau 2012 Masehi, potensi perbedaan

penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri kembali terjadi. Pimpinan Pusat (PP)

Muhammadiyah telah menetapkan bahwa awal Ramadhan jatuh hari Jumat, 20

Juli 2012, berdasarkan hisab hakiki hilal. Sedangkan ormas NU menetapkan

pada awal Ramadhan jatuh tanggal 21 Juli 2012 sama dengan hasil sidang

itsbat yang dilakukan pemerintah pada Kamis malam, tanggal 19 Juli 2012.

Awal Ramadhan 1434 Hijriah atau 2013 Masehi, kembali memunculkan

perbedaan sebagai konsekuensi dari perbedaan metode yang digunakan.

Pemerintah menetapakan 1 Ramadhan jatuh pada hari Rabu, 10 Juli 2013.

Sedangkan Muhammadiyah mengumumkan awal Ramadhan jatuh pada hari

Selasa, 9 Juli 2013. Meskipun pelaksanaan awal Ramadhan berbeda, penetapan

1 Syawal 1434 H jatuh pada saat yang bersamaan antara pemerintah dan

Muhammadiyah yaitu pada tanggal 8 Agustus 2013. Dan mayoritas masyarakat

Indonesia merayakan Idul Fitri pada tanggal tersebut. Kecuali kalangan tertentu

yang tergolong minoritas, misalnya jamaah Tarekat Naqsyabandiyah (Sumatra

Barat) yang ber-Idul Fitri pada Selasa 6 Agustus 2013 ataupun jamaah an-

Nadzir (Sulawesi Selatan) yang telah menunaikan shalat hari raya pada Rabu 7

Agustus 2013.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa belum ada satu hal yang pasti

untuk menyatukan beberapa pendapat yang berbeda tersebut. Secara umum,

perbedaan tersebut dapat dikarenakan faktor daerah pengamatan hilal dan cara

menentukan hilalnya.

4

Page 5: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Untuk meminimalisir hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia, sebagai

lembaga islam yang mewakili negara telah mengeluarkan Keputusan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan awal

Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa tersebut berisi sebagai berikut.

1. Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan

metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku

secara nasional.

2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah

RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.

3. Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri

Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas

Islam dan Instansi terkait.

4. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di

luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat

dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.

Walau begitu, di Indonesia masih sering terjadi perbedaan penentuan

awal bulan Hijriyah, baik awal bulan Ramadhan, awal Syawal maupun

Dzulhijjah. Hal ini mencerminkan bahwa dengan adanya kontrol dari negara

pun, penentuan awal bulan Hijriyah yang terkait dengan ibadah umat Islam

belum terlaksana dengan baik.

B. Dasar-dasar Hukum Penentuan Awal Bulan Hijriah

Dasar-dasar hukum penentuan awal bulan Hijriah diantaranya adalah dari

Al-Qur’an dan Hadits. Tidak sedikit terjadi perbedaan persepsi dalam

menafsirkan ayat maupun hadits sehingga memicu perbedaan dalam penentuan

awal bulan hijriyah.

Dasar hukum penetuan awal bulan Hijriyah berdasarkan hadits di

antaranya :

5

Page 6: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Artinya : ”Humaid bin Mas’adah Al-Bahily bercerita kepadaku : Bisr bin

Mufadhal bercerita kepada kami : Salamah bin Al-Qamah bercerita kepada

kami, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, Ia berkata : Saya mendengar

Rasulullah bersabda: “(jumlah bilangan) bulan ada 29 (hari). Apabila kalian

melihat hilal, maka berpuasalah, dan apabila kalian melihat hilal maka

berbukalah. Namun apabila kalian terhalangi (oleh mendung) maka

kadarkanlah.” (HR. Muslim)

Artinya : “Yahya bin Yahya bercerita kepada kami, ia berkata : Aku berkata

kepada Malik dari Nafi’, dari Ibnu Umar dari Nabi SAW. Bahwa beliau

menyebutkan Ramadhan seraya bersabda : “Janganlah kalian berpuasa hingga

melihat hilal, dan janganlah kalian berhenti puasa hingga melihatnya. Jika

kalian terhalangi (oleh mendung) maka tetapkanlah (hingga Sya’ban)

untuknya.”(HR. Muslim)

Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan kata “Faqduru� lahu”.

Sebagian ulama termasuk Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa lafadz

“Faqduru� lahu” memiliki makna “sempitkanlah dan kira-kirakanlah

keberadaan bulan ada di bawah awan.” Ibnu Suraij dan beberapa ulama

seperti Muhtraf bin Abdullah dan Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa makna

“Faqduru� lahu” adalah “kira-kirakanlah dengan melakukan perhitungan

terhadap manazil (posisi atau orbit bulan).” Sedangkan Imam Malik, Syafi’i,

Abu Hanifah, beserta jumhur ulama, berpendapat bahwa lafadz “Faqduru�

lahu” mempunyai arti “kira-kirakanlah dengan menyempurnakan jumlah hari

pada bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”

6

Page 7: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Artinya : “Yahya bin Yahya bercerita kepada kami: Ibrahim bin Sa’ad

memberi kabar kepada kami: dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Musayyab, dari

Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila kalian melihat

hilal, maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihatnya (hilal) maka

berbukalah. Namun apabila kalian terhalangi (oleh mendung), maka

berpuasalah selama 30 hari.” (HR. Muslim)

Namun ada pula yang berpendapat dalam pemaknaan lafadz “Faqduru�

lahu” adalah menggabungkan antara hasil pemikiran Ibnu Suraij dengan hasil

pemikiran jumhur ulama, yakni dengan melakukan perhitungan terlebih dahulu

terhadap manazil (orbit bulan), tapi jika hasil dari perhitungan tersebut tidak

memadai, maka hasil pendapat kedua (jumhur ulama) patut kita gunakan.

C. Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriah ditinjau dari Konsep Rukyah

Untuk menelaah lebih lanjut tentang perbedaan- perbedaan penentuan

awal bulan dipandang dari segi mazhab rukyah, maka terlebih dahulu kita

mengetahui pengertian rukyah itu sendiri. Menurut bahasa, rukyah berasal dari

kata Ra’a-yaraa-rukyahan. Kata tersebut berarti melihat, mengerti,

menyangka, menduga, dan mengira atau perceive (merasa), notice, observe

(memperhatikan/melihat) dan discern/to behold (melihat).

Sedangkan rukyah menurut istilah adalah melihat hilal pada saat matahari

terbenam tanggal 29 Qomariyah. Selain itu, hilal dalam konsep penganut

rukyah adalah Bulan sabit yang ‘dilihat pertama kali’ sesaat setelah

terbenamnya matahari paska ijtima’ (konjungsi). Hilal dianggap dapat

terlihat dan malamnya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah, dan berikutnya

apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut :

1. Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang

dari 2°, dan

7

Page 8: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

2. Jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi/lintang) tidak kurang dari 3°,

atau

3. Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang dari 8 jam selepas ijtima’

berlaku.

Jadi, jika rukyah berhasil, maka sejak matahari terbenam itu sudah

dihitung bulan baru. Tetapi sebaliknya bila belum dapat dilihat, maka sejak

matahari terbenam itu sudah dihitung bulan baru, kalau tidak terlihat, maka

malam itu dan keesokkan harinya masih merupakan bulan yang berjalan

dengan digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.

Secara garis besar Rukyah al-hilal dapat dikategorikan menjadi 2 :

1. Rukyah al-hilal bil Fi’li (secara visual)

Rukyah al-Hilal yaitu usaha melihat hilal dengan mata biasa dan

dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan alat bantu, yang

dilakukan setiap akhir bulan Qomariyah (tanggal 29) di sebelah barat ketika

matahari terbenam. Jika hilal berhasil dilihat, maka sejak malam itu sudah

dihitung tanggal baru bulan baru. Sebaliknya, jika tidak berhasil, maka

malam dan keesokkan harinya masih merupakan bulan yang sedang

berjalan, sehingga umur bulan tersebut digenapkan 30 hari. Tetapi perlu

diketahui, bahwa sistem rukyah ini hanya bisa dilakukan untuk kepentingan

pelaksanaan ibadah, dan tidak bisa diaplikasikan untuk menyusun kalender.

Sebab penyusunan kalender harus diperhitungkan jauh sebelumnya dan

tidak tergantung pada hasil rukyah.

Seperti dalam Q.S. Al-An’am ayat 76 – 78 :

“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:

“Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya

tidak suka kepada yang tenggelam.” (76)

8

Page 9: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku.”

Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika

Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang

yang sesat.” (77)

“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah

Tuhanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala matahari itu terbenam, dia

berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu

persekutukan.” (78)

Terdapat dua perbedaan pemahaman mengenai rukyah al-hilal yang

seringkali terjadi. Perbedaan tersebut yaitu sebagai berikut.

a) Pemahaman mathla’

Mathla adalah tempat terbitnya benda-benda langit (dalam hal ini

bulan). Dalam istilah ilmu falak mathla’ adalah batas daerah berdasarkan

jangkauan dilihatnya hilal. Dengan kata lain mathla adalah batas

geografis keberlakuan rukyah.

Pertama, ada pendapat yang menyatakan bahwa hasil rukyah di

suatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Hal ini memakai argumentasi

bahwa kitab dari hadis-hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan rukyah,

ditujukan kepada seluruh umat Islam di dunia tanpa membedakan letak

geografis dan batas-batas daerah kekuasaan. Kelompok ini menggunakan

mathla’ global atau universal.

Pendapat kedua menyatakan bahwa hasil rukyah di suatu tempat

hanya berlaku bagi suatu daerah, kekuasaan hakim yang menetapkan atau

9

Page 10: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

memberi keputusan atas hasil rukyah tersebut. Pemikiran ini terkenal

dengan Rukyah fi al-wilayah al-hukmi.

Bahkan, selain itu ada juga pendapat yang hanya memberlakukan

rukyah sebatas pada daerah yang dianggap memang memungkinkan

adanya rukyah tersebut. Namun pendapat ini jarang sekali diikuti.

Dari ketiga perbedaan di atas, setidaknya kita dapat mencoba

memodifikasikannya dengan memberlakukan mathla’ wilayah al-hukmi

pada suatu tempat dan waktu tertentu, dan sebaliknya, memberlakukan

mathla’ global secara kondisional sesuai tempat-tempat tertentu pula.

b) Pemahaman ‘Adil’

Adil dalam hal ini, maksudnya yaitu bahwa seorang ahli yang

melakukan rukyatul hilal haruslah dapat bersikap netral, tidak memihak,

tidak berat sebelah, serta berpegang pada kebenaran. Penilaian ‘adil’

seseorang dalam hal melihat hilal sangat berkaitan dengan perhitungan

hisab, di mana rukyah itu dilakukan. Sebagaimana kasus dalam tiga kali

berturut-turut yakni : 1 Syawal 1412, 1413, dan 1414 H. yang pada saat

itu terjadi laporan kesaksian melihat hilal, padahal hilal masih berada di

bawah ufuk, sehingga laporan tersebut tidak diterima. Hal ini

menyatakan bahwa rukyah merupakan tindakan pembuktian atas hisab

karena pada dasarnya baik hisab maupun rukyah tidak dapat ditinggalkan

salah satunya.

Kewajiban rukyah al-hilal secara visual ini dibebankan hanya

kepada sebagian muslim. Jika sudah ada orang yang sudah berusaha

untuk melihat hilal, maka kewajiban bagi muslim lain secara otomatis

telah gugur. Dengan kata lain, hukum melakukan rukyah al-hilal bi al-

fi’li adalah fardhu kifayah.

Terdapat dua pendapat batas minimal kesaksian dalam rukyah al-

hilal. Pertama, ketika rukyah al-hilal digunakan dalam penentuan awal

bulan Ramadhan, maka kesaksian seorang yang adil sudah dapat

diterima. Sedangkan kedua, ketika rukyah al-hilal dipakai untuk

menentukan awal bulan Syawal (Idul Fitri), maka kesaksian yang hanya

10

Page 11: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

berasal dari seorang yang adil belum bisa diterima. Setidaknya

dibutuhkan dua orang saksi yang adil dalam masalah ini.

2. Rukyah al-hilal bil Ilmi (menggunakan ilmu pengetahuan)

Rukyah al-hilal bil Ilmi yaitu menggunakan metode hisab. Sebelum

kita jauh menelaah tentang metode hisab ini, maka alangkah baiknya jika

terlebih dahulu kita mengetahui pengertian hisab tersebut.

Hisab menurut bahasa berarti hitungan, aritmatika atau ilmu hitung,

perhitungan, kalkulus, komputasi, estimasi atau penilaian, dan penaksiran.

Jadi, ilmu hisab adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang

seluk beluk perhitungan. Sedangkan hisab menurut istilah adalah

perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu

saat yang diinginkan.

Metode hisab sendiri dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Hisab ‘Urfi

Hisab ‘urfi adalah sistem perhitungan sederhana dalam

penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi

bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak

tahun 17 Hijriyah, oleh khalifah Umar sebagai acuan untuk menyusun

kalender Islam abadi. Para ulama di kalangan umat Islam sepakat bahwa

hisab ‘urfi tidak dapat digunakan dalam pentuan awal bulan Qomariyah

dan untuk pelaksanaan ibadah, kecuali untuk pembuatan kalender. Dalam

satu tahun kalender Hijriyah, umur bulan ada yang berjumlah 29 dan 30

hari. Bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan genap 29 hari. Tetapi

khusus bulan ke 12 (Dzulhijjah) pada tahun kabisat qomariyah berumur

30 hari.

b) Hisab Haqiqi

Hisab haqiqi adalah perhitungan yang sesungguhnya dan seakurat

mungkin terhadap peredaran bulan mengelilingi bumi, dengan

menggunakan kaidah ilmu ukur segi tiga bola (spherical trigonometry).

Perputaran bulan haqiqi selama satu tahun adalah 354,367 hari atau 354

hari 8 jam 44 menit 35 detik. Jumlah hari dalam tiap bulannya tidak tetap

11

Page 12: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

dan tidak beraturan, terkadang dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari

atau 30 hari. Terkadang pula bergantian seperti perhitungan hisab ‘urfi.

Umur bulan yang bervariasi tersebut tidak dapat diterapkan dalam

metode ini.

Dari segi akurasinya, sistem hisab haqiqi ini diklasifikasikan

menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut.

(1) Hisab Haqiqi Taqribi

Sistem hisab ini bersumber dari data yang telah disusun oleh

Ulugh Beik Al-Samarqhandi (wafat: 1420 M.) yang biasa dikenal

dengan nama “Zeij Ulugh Beyk”. Adapun pengamatan yang

digunakannya berasal dari teori Claudius Ptolomeus (geosentris),

yakni teori yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat peredaran

benda-benda langit. Salah satu kelebihan teori ini adalah data-data

dan tabel-tabelnya dapat digunakan secara terus menerus tanpa harus

diubah. menentukan derajat ketinggian Bulan paska ijtimak

berdasarkan perhitungan yang sifatnya “kurang-lebih”, yakni

membagi dua selisih waktu antara saat ijtimak dengan saat terbenam

Matahari

Beberapa contoh kitab yang masih komitmen menggunakan

sistem hisab haqiqi taqribi di antaranya : Sullam al-Nayirain oleh

Muhammad Manshur Ibn Abdil Hamid ibn Muhammad ad-Damiri

al-Batawi, Tadzkirah al-Ikhwan, Risalah al-Qomarain, dan Qawaid

al-Falakiyah.

(2) Hisab Haqiqi Tahqiqi

Sistem perhitungan hisab ini didasarkan pada data astronomi

yang telah disusun oleh syeikh Husein Zaid Alauddin Ibnu Syatir.

Pengamatannya didasarkan pada teori Nicolas Copernicus, yakni

teori Heliosentris yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat

peredaran benda-benda langit. Sistem ini menentukan derajat

ketinggian Bulan paska ijtima’ (konjungsi) dengan memanfaatkan

12

Page 13: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

perhitungan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometri) dengan

koreksi data gerakan bulan maupun matahari yang dilakukan dengan

teliti dan membutuhkan bantuan alat hitung elektronik berupa

kalkulator, computer, dan daftar logaritma. Kitab-kitab yang

menggunakan sistem ini diantaranya : al-Khalashah al-Wafiyah, dan

Hisab Haqiqi Nur Anwar.

(3) Hisab Haqiqi Tathqiqi (Kontemporer)

Dasar perhitungan sistem hisab ini menggunakan data-data

astronomi modern dan merupakan pengembangan dari sistem hisab

haqiqi tahqiqi yang digabungkan dengan ilmu astronomi modern.

Sistem ini mengacu pada data astronomis yang selalu diperbaharui

atau dikoreksi dengan penemuan-penemuan terbaru. Perhitungan

pada sistem ini dilakukan dengan cara memperluas dan

menambahkan koreksi gerak bulan dan matahari dengan spherical

trigonometri, sehingga diperoleh data yang sangat teliti dan akurat.

Jadi, selain alat hitung elektronik, sistem ini juga menggunakan GPS

(Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat lintang dan

bujur. Beberapa buku yang berpedoman pada sistem ini di

antaranya : Newcomb, Jean Meuus, Almanak nautika, dan The

American Ephemeris.

Hadits Hisab Rukyah

Hadits Ibn Umar :

� �ه� الل رضي ع�مر �ن ب �ه الل �د عب عن� نافع� عن� مالك� حد�ثنا لمة مس� �ن� ب �ه الل �د� عب د�ثنا

حت�ى تص�وم�وا ال فقال رمضان ذكر �م وسل �ه علي �ه� الل صل�ى �ه الل ول رس� أن� �ه�ما عن

ل� ال� ال�ه� ا و� حت�ى ت�ر� وا �ف�طر� ت ه�وال و� له� ت�ر� وا فاق�د�ر� �م� �ك علي غ�م� ن� ) فإ البخاري( رواه

�ه�ما عن �ه� الل رضي ع�مر �ن اب عن� نافع� عن� مالك� على ت�� قرأ قال يح�يى �ن� ب يح�يى حد�ثنا

حت�ى تص�وم�وا ال فقال رمضان ذكر �ه� أن �م وسل �ه علي �ه� الل صل�ى Bي �ب الن اعن� و� ت�ر�

ل� ال� وا ال�ه� �ف�طر� ت و�ه وال ت�ر� ت�ى )ح� مسلم ( رواه له� وا فاق�در� �م� �ك علي �غ�مي أ ن� فإ �

13

Page 14: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Artinya : “Jangan kalian berpuasa sampai melihat bulan sabit, dan jangan

kalian berbuka sampai kalian melihatnya. Dan jika mendung

menghalangi maka kadarkanlah padanya”

Hadits Abu Hurairah :

�ن ب سعيد عن� هاب� ش �ن اب عن� سع�د� �ن� ب �راهيم� ب إ برنا أخ� يح�يى �ن� ب يح�يى حد�ثنا

�م وسل �ه علي �ه� الل صل�ى �ه الل رس�ول� قال قال �ه� عن �ه� الل رضي �رة ه�ري ي أب عن� �ب �م�سي ال

ذا ل� إ ال� ال�ه� ي�ت�م�� أ ذا ر� وإ ي�ت�م�وهفص�وم�وا

� أ ين ر� ثالث فص�وم�وا �م� �ك علي غ�م� ن� فإ وا فأف�طر� �

( مسلم ( رواه يو�مMا

Artinya : “Jika kalian melihat bulan, maka berpuasalah, dan jika kalian

melihatnya maka berbukalah. Tapi jika kalian tertutupi mendung,

maka berpuasalah tiga puluh hari.”

Hadits-hadits hisab rukyah mengandung sepuluh interpretasi yang

beragam, yang semuanya merupakan akar dari lahirnya aliran dan mazhab

dalam penetapan awal bulan Qomariyah, di antaranya sebagai berikut.

1. Perintah berpuasa berlaku atas semua orang yang melihat hilal dan tidak

berlaku atas orang yang tidak melihatnya.

2. Melihat di sini melalui mata. Karenanya ia tidak berlaku atas orang buta

(matanya tidak berfungsi).

3. Melihat (rukyah) secara ilmu bernilai mutawatir (berurutan atau kontinu)

dan merupakan berita dari orang yang adil.

4. Nash tersebut mengandung juga makna zhan sehingga mencakup ramalan

dalam nujum (astronomi).

5. Ada tuntutan puasa secara kontinu jika terhalang pandangan atas hilal

manakala sudah ada kepastian hilal sudah dapat dilihat.

6. Ada kemungkinan hilal sudah wujud sehingga wajib puasa, walaupun

menurut ahli astronomi belum ada kemungkinan hilal dapat dilihat.

7. Perintah hadits tersebut ditujukan kepada kaum muslimin secara

menyeluruh. Namun pelaksanaan rukyah tidak diwajibkan kepada

seluruhnya bahkan mungkin hanya perseorangan.

14

Page 15: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

8. Hadits ini mengandung makna berbuka puasa.

9. Rukyah itu berlaku pada hilal bulan Ramadlan dalam kewajiban berpuasa,

tidak untuk ifthornya (berbuka).

10. Yang menutup pandangan hanya oleh mendung bukan selainnya.

D. Perbedaan dalam Ijtima’

Ijtima’ kumpul atau bersama, yaitu posisi matahari dan bulan berada

pada satu bujur yang sama (conjuntion) bila dilihat dari arah timur maupun

barat. Para astronom murni menggunakan ijtima’ ini sebagai pergantian bulan

Qomariyah, sehingga ia juga biasa disebut dengan istilah new moon. Adapun

ijtima’ ini terdiri menjadi 2 antara lain :

1. Ijtima’ semata

Paham ini menetapkan bahwa awal bulan Qomariyah mulai masuk

ketika terjadinya ijtima’. Bertemunya dua benda yang bersinar (matahari

dan planet) merupakan pemisah diantara dua bulan. Kriteria awal bulan

yang ditetapkan oleh aliran ijtima’ semata ini sama sekali tidak

memperhatikan rukyat. Dengan artian tidak mempermasalahkan hilal dapat

dilihat atau tidak, karena aliran ini semata-mata hanya berpegang pada

astronomi murni.

Ketika menentukan awal bulan Qomariyah, aliran ini biasanya

memadukan saat-saat ijtima’ tersebut dengan fenomena alam lain, sehingga

kriteria tersebut menjadi berkembang dan akomodatif. Fenomena alam yang

dihubungkan dengan saat ijtima’ tersebut tidak hanya satu, sehingga aliran

ijtima’ ini terbagi lagi dalam sub-sub aliran yang lebih kecil, yaitu Ijtima’

qabla al-ghurub, Ijtima’ qabla al-fajar, Ijtima’ dan terbit matahari, Ijtima’

dan tengah hari, Ijtima’dan tengah malam.

2. Ijtima’ dan posisi hilal di atas Ufuk

Aliran ini mengatakan bahwa, awal bulan Qomariyah dimulai sejak

saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah

berada di atas ufuk. Jadi, kriteria umum aliran ini adalah awal bulan

Qomariah dimulai sejak saat terbenam matahari setelah terbenam matahari

15

Page 16: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

setelah terjadi ijtima’, dan hilal sudah berada di atas ufuk pada saat matahari

terbenam.

Aliran ini hampir mirip dengan aliran ijtima’ qabla al-ghurub namun

perbedaanya, aliran ijtima’ qabla al-ghurub tidak memperhatikan posisi hilal

di atas ufuk pada saat terbenam matahari. Sedangkan aliran ini selalu

memperhatikan kedudukan hilal di atas ufuk.

Dengan kata lain, walaupun ijtima’ terjadi sebelum terbenam

matahari, pada saat terbenam matahari tersebut belum dapat dikatakan awal

bulan Qamariyah sebelum diketahui posisi hilal di atas ufuk pada saat

terbenam matahari. Aliran ini terbagi menjadi tiga cabang, antara lain

Ijtima’ dan ufuk haqiqi, Ijtima’ dan ufuk hissi, Ijtima’ dan imkan al-Rukyat.

E. Solusi Mengatasi Perbedaan Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawal,

dan Dzulhijjah

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan mengapa terjadi

perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah, terutama pada awal bulan

Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang seringkali memicu perselisihan di

tengah-tengah masyarakat. Perselisihan (khilafiyah) dalam masalah agama itu

banyak, tidak hanya masalah penentuan awal Ramadhan saja. Dari segi siapa

yang berselisih, khilafiyah dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu

khilafiyah diantara ulama dan khilafiyah diantara orang awwam (umat secara

umum)

Sehingga kita sering dapati masalah-masalah yang para ulama tidak

berselisih tentangnya, namun orang-orang awam memperselisihkannya.

Demikian juga masalah-masalah yang sudah terdapat dalil yang terang

benderang, namun ternyata di tengah masyarakat menjadi perselisihan juga.

Dengan demikian masalah khilafiyah itu menjadi sangat banyak, karena

bagi orang awam hampir tidak ada masalah yang lepas dari perselisihan.

Bahkan perkara-perkara yang sudah diterima secara luas kebenarannya pun

masih ada saja segelintir orang yang memperselisihkan. Contohnya mengenai

wajibnya shalat dan wajibnya memakai jilbab, ada saja sebagian orang awam

16

Page 17: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

yang memperselisihkannya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa

sallam bersabda,

بعدي منكم يعش من فإنه ، حبشيا عبدا وإن والطاعة والسمع الله بتقوى أوصيكم

تمسكوا الراشدين المهديين الخلفاء وسنة بسنتي فعليكم ، كثيرا اختالفا فسيرى

وكل ، بدعة محدثة كل فإن األمور ومحدثات وإياكم ، Mالنواجذ ب عليها وعضوا ، بها

ضاللة بدعة

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, juga agar

mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia budak Habasyah. Karena

barangsiapa yang hidup sepeninggalku nanti akan melihat banyak

perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang pada sunnah-ku dan sunnah

Khulafa Ar Rasyidin yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Peganglah dengan

erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham. Dan hendaknya kalian menjauhi

perkara yang diada-adakan, karena yang diada-adakan dalam agama itu

bid’ah dan semua bid’ah itu sesat” (HR. Abu Daud, 4607, dishahihkan Al

Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2735)

Ternyata perselisihan yang banyak ini sudah dikabarkan oleh

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dan beliau sudah memberikan

solusinya. Allah Ta’ala juga berfiman:

�يو�م وال �ه الل ب �ون �ؤ�من ت �م� �ت �ن ك ن� إ س�ول والر� �ه الل لى إ دZوه� فر� شي�ء� في �م� تنازع�ت ن� فإ

Mيالو� تأ وأح�سن� �ر� خي ك ذل خر اآل�

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

(QS. An Nisa: 59)

Jika demikian solusi yang ditawarkan oleh Allah dan Rasul-Nya ketika

terjadi perselisihan yaitu :

1. Kembali kepada Al Qur’an

2. Kembali kepada sunnah Nabi melalui hadits-haditsnya,

17

Page 18: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

3. Kembali kepada pemahaman para Khulafa Ar Rasyidin dan juga para

sahabat Nabi

4. Meninggalkan perkara bid’ah

Maka, terkait perselisihan kaum muslimin dalam masalah penentuan

awal dan akhir Ramadhan maupun bulan Haji, solusinya adalah kembali

kepada dalil-dalil syar’i sesuai apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi dan

disepakati oleh para ulama Islam yang memerintahkan untuk

menggunakan ru’yatul hilal dalam penentuan awal bulan Hijriah. Jadi, bukan

kembali kepada keyakinan masing-masing, bukan kembali pada pendapat

ormas, pendapat partai atau pendapat tokoh agama. Setiap mukmin

hendaknya tasliim, menerima dengan lapang dada dalil-dalil yang telah

ditetapkan syariat dalam masalah ini serta menerima dengan lapang dada ijma-

nya para ulama Islam.

Telah kita ketahui bahwa masing-masing metode penentuan awal bulan

Hijriah memiliki pijakan kuat berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Masing-

masing metode memiliki hujjah-nya sendiri. Ustadz Sarwat, pengasuh rubrik

“Ustadz Menjawab” di eramuslim.com menjelaskan bahwa perbedaan

pendapat dalam banyak masalah cabang syariah adalah sebuah kepastian, tidak

mungkin ditampik dan mustahil dihilangkan. Demikian secara umum yang

berlaku untuk setiap masalah furu’iyah dalam masalah kajian fiqih. “Namun

khusus untuk penetapan tanggal 1 Syawwal, 1 Ramadhan atau pun 1

Dzulhijjah, seharusnya ada kesepakatan di antara para mujtahid. Tidak

diserahkan kepada masing-masing orang untuk menetapkan sendiri-sendiri”.

Di masa kita sekarang ini di mana khilafah sudah tidak ada lagi, tradisi

menyerahkan urusan jadwal Ramadhan dan Syawwal kepada otoritas penguasa

tertinggi yang ada di tengah umat Islam tetap berlangsung.

Rakyat Mesir yang merupakan gudang ulama dan ilmuwan, tetap saja

menyerahkan masalah ini kepada satu pihak. Bersama dengan pemerintah yang

resmi mereka sepakat menyerahkan masalah ini kepada Grand Master Al-

Azhar (Syaikhul Azhar). Dan yang menarik, begitu Syaikhul Azhar

menetapkan keputusannya, semua jamaah di Mesir baik Ikhwanul Muslimin,

18

Page 19: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Ansharussunnah, Takfir wal jihad, Salafi sampai kepada kelompok-kelompok

sekuler sepakat untuk taat, tunduk dan patuh kepada satu pihak.

Hal yang sama juga kita saksikan di Saudi Arabia. Meski di sana ada

banyak jamaah, kelompok, dan aktifis yang sering kali saling menyalahkan dan

berbeda pendapat, tetapi khusus untuk jadwal Ramadhan dan Syawwal, mereka

bisa akur dan patuh kepada keputusan mufti Kerajaan.

Dan hal yang sama terjadi di semua negeri Islam, mereka semua kompak

untuk menyerahkan urusan ini kepada satu pihak, yaitu pemerintah muslim.

Entah bagaimana ceritanya, di negeri kita yang konon negeri terbesar

dengan jumlah penduduk muslim di dunia, justru setiap pihak tidak bisa

berbesar hati untuk menyerahkan masalah ini ke satu tangan saja. Setiap ormas

merasa punya hak 100% untuk menetapkan jatuhnya jadwal ibadah itu.

Bahkan tanpa malu-malu melarang otoritas tertinggi yaitu pemerintah

untuk bersikap dan menjalankan tugasnya. Padahal yang diperselisihkan hanya

urusan ijtihad yang mungkin benar dan mungkin salah. Nyaris tidak ada

kebenaran mutlak dalam masalah ini. Sebab sesama yang rukyat sudah pasti

berbeda. Dan sesama yang berhisab juga berbeda. Dan perbedaan itu akan

selalu ada.

Padahal masalah ini adalah masalah nasional dan menyangkut

kepentingan orang banyak. Seharusnya 200 juta umat Islam menyerahkan

masalah ini kepada satu pihak yang dipercaya dan konsekuen untuk patuh dan

tunduk.

Satu pihak itu seharusnya adalah pihak yang netral, tidak punya

kepentingan kelompok, ahli di bidang rukyat dan hisab serta punya legitimasi.

Dan pihak itu adalah pemerintah sah negeri ini. Karena dalam hal ini

pemerintah adalah pihak yang merupakan otoritas tertinggi umat Islam. Dan

direpresentasikan sebagai Menteri Agama RI.

19

Page 20: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila sudah terlihat adanya bulan

baru. untuk kepastiannya, yaitu dengan menggunakan dasar yang telah

ditetapkan nabi dan juga para ulama’ baik ulama’ pada zaman dahulu maupun

ulama’ sekarang yang juga harus disepakati dengan ketetapan dari pemerintah.

Adapun dasar yang dijadikan pedoman untuk menentukan awal ramadhan yaitu

berdasarkan hadits nabi yang artinya "Jangan kalian berpuasa sampai kalian

melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika bulan tersebut

tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai tiga-puluh." (HR

Muslim).

Dari hadits tersebut diperoleh dua metode dalam penetapan awal

ramadhan dan satu syawal yaitu dengan itsbat rukyah dan itsbat hisab. Itsbat

rukyat Artinya menetapkan bahwa bulan sabit sudah kelihatan. Sedangkan

itsbat hisab artinya menentukan awal ramadhan dengan cara menghitung

menggunakan ilmu falak.

20

Page 21: [Makalah] Perbedaan Penentuan Awal Bulan Hijriyah

B. Saran

Sebagain besar umat Islam tentu menginginkan kebersamaan dalam

melaksanakan awal puasa dan akhir puasa Ramadhan, demikian pula

Pemerintah menghimbau kepada seluruh umat Islam untuk mentaati hasil

sidang isbat berdasarkan Badan Hisab dan Rukyah Kementerian Agama,

sehingga tidak ada perbedaan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini juga berlaku

pada negara-negara lain seperti Malaysia, Brunai Darussalam dan negara-

negara Islam lainnya.

Mengapa di Indonesia tidak bisa disamakan seperti negara lain? Mungkin

diperlukan perangkat hukum seperti peraturan pemerintah tentang awal dan

akhir Ramadhan, sehingga apabila ada yang melanggar perlu diberi sangsi. Dan

kita sebagai masyarakat hendaknya tasliim (berlapang dada) dengan ijma’ para

ulama dan orang-orang yang lebih ahli di bidangnya tentu saja dengan

berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits.

21