makalah perbankan syariah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Perbankan Syariah Indonesia dimulai tahun 1992 dengan
digulirkannya UU No. 7/1992 yang memungkinkan bank menjalankan
operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama lahir bank
syariah pertama di Indonesia, Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI). Hingga
tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual
Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat
naik. Dalam 5 tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank
syariah bertambah menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas
mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi
syariah bank konvensional. Pendatang-pendatang baru perbankan syariah
dipastikan terus bertambah mengingat pada akhir 2003, beberapa bank
konvensional sudah mengantungi ijin Bank Indonesia untuk membuka unit/divisi
syariah tahun ini.
Sistem ekonomi berbasis Syariah, belakangan ini makin populer bukan
hanya di negara-negara Islam tetapi juga negara-negara barat, yang ditandai
dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syariah. Di
Indonesia perkembangan pemikiran tentang perlunya menerapkan prinsip Islam
dalam berekonomi muncul pada 1974. Tepatnya digagas dalam sebuah seminar
‘Hubungan Indonesia-Timur Tengah’ yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi
Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Perkembangan pemikiran tentang perlunya
umat Islam Indonesia memiliki lembaga keuangan Islam sendiri mulai berhembus
sejak itu, Seiring munculnya kesadaran baru kaum intelektual dan cendekiawan
muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat.
Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan yang melelahkan
mengenai hukum bunga Bank dan hukum zakat vs pajak di kalangan para ulama,
cendekiawan dan intelektual muslim. Akan tetapi, nampaknya perkembangan
pemikiran dan pergumulan ijtihâd panjang dalam masalah hukum ‘bunga bank’
1
dan ‘zakat vs pajak’ tersebut tidak sia-sia, akhirnya membuahkan hasil yang
melegakan dan memuaskan umat Islam Indonesia. Paling tidak, kalau boleh
dikatakan ‘sebuah tonggak’ sejarah baru kebangkitan ekonomi Islam di Indonesia,
tepatnya pada hari Ahad, 3 November 1991 untuk pertama kalinya sebuah Bank
Islam dilaunching pendiriannya di Istana Bogor yang Panitia Penyelenggaranya
diketuai oleh Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz (sekarang Ketua Yayasan PINBUK)
Bank Islam Indonesia ini selanjutnya diberi nama Bank Muamalat Indonesia
(BMI). Ketika itu, memang BMI menjadi satu-satunya tumpuan dan harapan 150
juta umat Islam Indonesia. Bahkan harapan yang sangat besar untuk kapasitas
Bank yang baru seumur jagung. Harapan yang tentunya sangat wajar jika
dikaitkan dengan suasana emosional yang menghinggapi umat Islam yang sudah
puluhan tahun bercitacita memiliki lembaga keuangan yang menggunakan prinsip
syariah yang sekaligus untuk mewujudkan ‘mimpi’ akan kebangkitan ekonomi
90% umat Islam yang hidup.
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan
sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun
meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi
untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana
hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Bank Syariah?
2. Bagaimana Sejarah Perbankan Syariah?
3. Bagaimana Dasar hokum?
4. Bagaimana Fungsi, Peran, Tujuan, Prinsip serta Ciri-ciri Perbankan
Syariah?
5. Bagaimana Produk Perbankan Syariah?
6. Bagaimana Perbedaan IDB, bank syari’ah dan BPRS?
7. Bagaimana Perbedaan antara bank syari’ah dan konvensional?
2
8. Bagaimana Prospek Bank Syari’ah?
9. Bagaimana Kendala Pengembangan Bank Syariah?
C. Manfaat Penulisan
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengkaji tentang
perbankan syariah. Sedangkan secara khusus penulisan makalah ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui dan mengkaji Pengertian Bank Syariah?
2. Mengetahui dan mengkaji Sejarah Perbankan Syariah?
3. Mengetahui dan mengkaji Dasar hokum?
4. Mengetahui dan mengkaji Fungsi, Peran, Tujuan, Prinsip serta Ciri-ciri
Perbankan Syariah?
5. Mengetahui dan mengkaji Mengetahui dan mengkaji Produk Perbankan
Syariah?
6. Mengetahui dan mengkaji Perbedaan IDB, bank syari’ah dan BPRS?
7. Mengetahui dan mengkaji Perbedaan antara bank syari’ah dan
konvensional?
8. Mengetahui dan mengkaji Prospek Bank Syari’ah?
9. Mengetahui dan mengkaji Kendala Pengembangan Bank Syariah?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank Syariah
Kata bank dari kata banque dalam bahasa prancis, dan dari banco dalam
bahasa italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari
menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti
emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam al-Quran, istilah bank tidak
disebutkan secara eksplisit. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang
memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan
kewajibanmaka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, sadaqah,
ghanimah (rampasan perang), bai’ (jual beli), dayn (utang dagang), mall (harta)
dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu
dalam kegiatan.
Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan masalah
uang sebagai dagangan utamanya. Kegiatan dan usaha bank akan selalu berkait
dengan komoditas antara lain.
1. Pemindahan Uang
2. Menerima dan membayaran kembali uang dalam rekening koan,
3. Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat surat berharga,
4. Membeli dan menjual surat-surat berharga,
5. Membeli dan menjual cek wesel,surat order maupun surat surat
berhargalainnya,
6. Memberi kredit, dan
7. Memberi jaminan kredit.
Bank syariah, atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari
perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat (hukum)
Islam. Menurut Schaik (2001), Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank
4
modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad
pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan
meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan
sebelumnya. Sudarsono (2004), Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas
pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.
Definisi Bank Syariah menurut Muhammad (2002) dalam Donna (2006),
adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada
bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai
dengan prinsip syariat Islam. Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh
prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu:
1. keadilan, kesamaan dan solidaritas;
2. larangan terhadap objek dan makhluk;
3. pengakuan kekayaan intelektual;
4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way);
5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban;
6. kondisi umum dari kredit (meliputi; pertama, peminjam yang mengalami
kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu,
bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan, dan kedua, terdapat beberapa
perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot.
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perbankan syari’ah
atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah(hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (missal : usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini
tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
5
Bank syari’ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Dalam Bank Syari’ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan
kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor
pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk
yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment
relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara
bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.
2. Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari’ah yang
bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan
menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil
masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep
usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung
tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak
sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
3. Kegiatan uasaha Bank Syari’ah lebih variatif disbanding bank konvensional,
yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain
sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.
B. Sejarah Perbankan Syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan
embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu
akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini
Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara
langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat
dengan para penabung. Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social
bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga.
6
Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama
maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974
disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi
Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang
bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara
anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk
negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah
islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam
kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank
(1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977)
serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank
didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983
berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka
yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh
krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga
dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan
pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank
diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank
Rakyat Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan
Nasional (Tbk).
7
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat
ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Prinsip perbankan syariahPrinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
C. Dasar hukum
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah
antara lain:
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua
belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh
dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Dasar hukum (Dalil Rujukan)
1. Al-baqarah ayat 275 yang artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
8
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
2. Ar-Rum ayat 39 yang artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”
D. Fungsi, Peran, Tujuan, Prinsip serta Ciri-ciri Perbankan Syariah
Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam
pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (accounting and
Auditing Organization For Islamic Financial Institution), sebagai berikut:
1. Manajer investasi, bank syariah dapat meneglola investasi dana nasabah
2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun
dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3. penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat
melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagimana
lazimnya.
4. pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan
syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan
mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta
dana-dana sosial lainnnya.
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para ilmuwan dan
para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah
menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen
keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah.
Menurut Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank
konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses
pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam
buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan
9
keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga,
melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang
muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad
Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat
dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan
untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan
meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun
sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya
yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang
kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-
jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata
komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan
ditunjukkan untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker
muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial,
dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail,
manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis
muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank
Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin
keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
Selain itu, terdapat beberapa tujuan lain dari perbankan syariah diantaranya
sebagai berikut :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam,
khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari
praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam
islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi
rakyat.
10
2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan
pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang
amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membutuhkan peluang
berusaha yang lebih besar tertama kelompok miskin, yang diarahkan kepada
kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan
program utama dari negara-negara yang sedang berkembangan. Upaya bank
syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah
yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti
program pembinaan penguusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan
program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah
akan mampu manghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi,
menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
6. Untuk menyelematkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank nonsyariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip/ hukum
yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
11
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional,
adapun ciri-ciri bank syariah adalah :
1. Beban yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam
bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan
kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut
hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam
kontrak.
2. penggunaan presentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran
selalu dihindari, karena presentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun
batas waktu perjanjian telah berakhir.
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka,
karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang
dibiayai bank hanyalah Allah semata.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan
dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai
titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang
dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada
penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
5. Dewan pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi
bank dari sulut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus
menguasai dasar-dasar muamalah Islam.
6. Fungsi kelembangaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik
modal dengan pihak yang membutuhkan dana, artinya berkewajiban menjaga
dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-
waktu apabila dana diambil pemiliknya.
12
E. Produk Perbankan Syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara
lain:
1. Penghimpun Dana
a) Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
b) Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek/bilyet giro.
c) Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
2. Penyaluran Dana
a) Akad Mudharabah (bagi hasil)
Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola
untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian
hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah
disepakati.
b) Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang
untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil
antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika
pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
c) Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah
margin yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual
menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada pembeli atau
konsumen.
13
Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat
sifat pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun
segi waktu sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty
Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust
Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya diberikan
kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah teruji amanahnya.
Secara skematis, akad mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut :
Jenis-Jenis Mudharabah
1) Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada
jenis usaha, waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas
untuk menentukan cara ia mengelola modal tersebut.
2) Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan
persyaratan-persyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan
untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu.
d) Akad Salam
Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat
tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
e) Akad Istishna
14
Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.
Definisi Menurut Fatwa DSN MUI
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)
Jenis Akad Istishna :
(a) Langsung : Pemesan<->Penjual
(b) Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Rukun Akad Istishna
(a) Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)
(b) Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal
istishna’ yang berbentuk harga.
(c) Ijab kabul/serah terima
f) Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan
pemakaian sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek
yang disewakan. Transaksi terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat
mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan imbalan tertentu . Ijarah
ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan materi/benda, dapat berupa
manfaat/nilai . Ijarah memiliki beberapa ketentuan:
1) Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum
2) Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah
dan tidak terpaksa
3) Manfaat objek diketahui secara jelas
4) Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk
orang lain baik dengan cara menyewakannya atau meminjamkan
5) Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung
6) Objek Ijarah adalah halal
15
Akad Ijarah Berakhir
1) Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam
2) Habis masa waktunya
3) Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya
4) Objek disita, pailit
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:
(a) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan
jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
sebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
(b) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti,
3. Pelayanan Jasa
a) Letter of credit (L/C) impor syariah
L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh
bank atas permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
b) Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan
atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin
kepada pihak ketiga dimaksud.
c) Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual
kepada nasabah.
F. Perbedaan IDB, bank syari’ah dan BPRS
Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. Dapat
didirikan dan/atau dimiliki oleh:
1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
2. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
16
3. Pemerintah daerah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Tidak
diizinkan untuk membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor
lainnya di luar negeri. Hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :
1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara Indonesia;
2. Pemerintah daerah; atau
3. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
Islamic Development Bank (IDB) diprakarsai berdirinya dalam
konferensi Menteri-Menteri Keuangan pertama negara anggota OKI di Jeddah
tanggal 18 Desember 1973. Tujuan: mendorong pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kehidupan sosial negara anggotanya serta masyarakat Muslim
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
G. Perbedaan antara bank syari’ah dan konvensional
PARAMETER BANK SYARI’AH BANK
KONVENSIONAL
Landasan hukum UU Perbankan dan Landasan
syari’ah
UU Perbankan
Return Bagi hasil, margin pendapatan
sewa, komisi/fee
Bunga, komisi/fee
Hubungan dengan
nasabah
Kemitraan, Investor-investor,
investor-pengusaha
Debitur-kreditur
Fungsi dan
kegiatan bank
Intermediasi, manager investasi,
investor, sosial, jasa keuangan
Intermediasi, jasa
keuangan
Prinsip dasar
operasi
Anti riba dan anti maysir Tidak anti riba dan
maysir
Prioritas
pelayanan
1. Tidakbebas nilai (prinsip
syari’ahIslam)
1. Bebas nilai (prinsip
materialis)
17
2. Uang sebagai alat tukar dan
bukan komoditi
3. Bagi hasil, jual beli, sewa
2. Uang sebagai
komoditi
3. Bunga
Orientasi Kepentingan publik Kepentingan pribadi
Bentuk usaha Tujuan social-ekonomi Islam,
keuntungan
Keuntungan
Evaluasi nasabah bank komersial, bank
pembangunan, bank universal,
atau multi purpose
bank komersial
Hubungan nasabah Lebih hati-hati karena partisipasi
dalam risiko
Kepastian
pengembalian pokok
dan bunga
Suber likuiditas
jangka pendek
Erat sebagai mitra usaha Terbatas debitur-
kreditur
Pinjaman yang
diberikan
Terbatas Pasar uang, bank
sentral
Prinsip usaha Komersial dan nonkomersial,
berorentasi laba dan nirlaba
Komersial dan
nonkomersial,
berorientasi laba
Pengelolaan dana Pasiva ke Aktiva Aktiva ke Pasiva
Lembaga
penyelesaian
sengketa
Pengadilan, arbitrase Pengadilan, Badan
Arbitrase bank
Nasional
Risiko Investasi 1. Dihadapi bersama antara bank
dan nasabah dengan prinsip
keadilan dan kejujuran
2. Tidak mungkin terjadi
negative spread
1. Risiko bank tidak
terkait langsung
dengan debitur,
risiko debitur tidak
terkait langsung
dengan bank
2. Kemungkinan
18
terjadi negative
spread
Monitoring
pembiayaan/Kredi
t
Memungkinkan bank ikut dalam
manajemen nasabah
Terbatas pada
administrasi
Struktur
Organisasi
Pengawas
Dewan komisaris, Dewan
Pengwas syari’ah, Dewan
Syaraiah Nasional
Dewan komisaris
Criteria
pembiayaan
Bankable, Halal Bankable, Halal atau
haram
H. Prospek Bank Syari’ah
Tidak bisa dibantah, bahwa perbankan syari’ah mempunyai potensi dan
prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek yang baik
ini setidaknya ditandai oleh empat hal ;
1. Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar
potensial bagi pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai saat ini,
pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara signifikan.
2. Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi
syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan
akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma,
pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti
sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi syariah karena belum
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah.
3. Bahwa fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap
berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syari’ah. Pasca fatwa MUI
tersebut, terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank
syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya.
Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana
pihak ketiga yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini
semakin mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.
19
4. Harapan kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada
kebenaran, keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk
mendukung pengembangan perbakan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu
waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank
syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung
membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-
benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan menyelamatkan
negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini terkesan hanya
mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan
berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak
peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah,
khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan pencerdasan
bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.
5. Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha
perbankan syari’ah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa
usaha perbankan syari’ah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh
para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana
yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11 September
WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk ditempatkan di Asia.
Program pengembangan perbankan syariah selalu mempertimbangkan
kondisi-kondisi serta lingkungan yang menyertainya. Oleh karena itu dalam
pengembangan bank syariah diterapkan sejumlah prinsip-prinsip pokok kebijakan
pengembangan yang antara lain sebagai berikut :
1. Pengembangan jaringan kantor perbankan syariah diserahkan sepenhnya pada
mekanise pasar (market driven) yaitu interaksi antara masyarakat yang
membutuhkan jasa perbankan syariah dengan investor atau lembaga
perbankan yang menyediakan pelayanan jasa perbankan syariah. Dalam hal ini
peran otoritas perbankan (BI) lebih di tekankan pada penciptaan perangkat
ketentuan perbankan yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan usaha
bank syariah yang sehat, efesien dan sejalan dengan prinsip syariah.
20
2. Pengaturan dan pengembangan perbankan syariah dilaksanakan dengan tidak
menerapkan infant industry agrument yaitu memberikan perlakuanperlakuan
khusus. Perlakuan yang sama (equal tretment) antara bank syariah dan bank
konvensional. Perbedaan pengaturan dan ketentuan yang diharapkan pada
perbankan syariah dilaksanakan dalam rangka memenuhi prinsip syariah
dan/atau karena perbedaan nature bisnisnya.
3. Pengembangan perbankan syariah baik dari sisi kelembagaan maupun
pengaturan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan (gradual and
sustainnable apporoachi). Berkaitan dengan hal ini, kita tidak dapat
mengharap satu kesempurnaan baik dari aspek operassional maupun dari
aspek syariah dari suatu sistem perbankan syariah yang berkembang.
Penyempurnaan ketentuan dan infrastruktur pendukung perbankan syariah
dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan urgensi dan prioritas dari
sejumlah tugas yang harus dilaksanakan.
4. Peraturan dan pengembangan perbankan syariah menerapkan prinsip
universalitas sesuai dengan nilai dasar Islam yang rahmat bagi sekalian alam.
Sejalan dengan hal itu pengembangan perbankan syariah diarahkan bahwa jasa
bank syariah dapat digunakan dan dikembangkan oleh semua lapisan
masyarakat tidak hanya masyarakat muslim. Namun penyediaan dan pengguna
jasa perbankan syariah tersebut harus taat terhadap prinsip-prinsip syariah
dalam pelaksanaan kegiatan dan akad perbaikan.
5. Mengingat bahwa perbankan syraiah adalah sistem perbankan yang
mengedepankan moralitas dan etika, maka nilai-nilai yang menjadi dasar
dalam pengeaturan dan pengembangan serta nilai-nilai yang harus diterapkan
dalam operasi perbankan siddiqi, istiqomqh, tabliq, amanah, fathtonah. Selain
itu adalah penerapan nilai-nilai kerja sama (ta’awun), pengelolaan yang
profesional (ri’ayah) dan tanggung jawab (masuliyah) dan upaya bersama-
sama dan terus menerus untuk melakukan perbaikan (fastabiqhul khairat).
21
I. Kendala Pengembangan Bank Syariah
Dalam perkembangannya bank syariah menghadapi berbagai kendala,
kendala tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Kendala-Kendala Fiqh
Adanya perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai
bunga yang secara garis besar terbagi pada tiga pendapat yaitu; halal, syubhat, dan
haram. Hal ini sangat menentukan respon masyarakat terhadap bank Syari’ah.
Umar Syihab, salah seorang ulama NU (Nahdatul Ulama) sebagai representasi
ulama berpendapat bahwa bunga bank adalah halal, didasarkan pendapatnya pada
beberapa alasan. Pertama, jumlah bunga uang yang dipungut dan diberikan oleh
bank kepada nasabah jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba yang
diberlakukan di jaman jahiliyah. Kedua, pemungut bunga bank tidak membuat
bank itu sendiri dan nasabahnya memperoleh keuntungan besar atau sebaliknya
tidak akan merasa dirugikan dengan pemberian bunga. Ketiga, tujuan
pengambilan kredit dari debitor pada jaman jahiliyah adalah untuk konsumsi,
sementara pada saat ini bertujuan produktif. Keempat, adanya kerelaan antara
kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana halnya kebolehan dalam jual-
beli dengan asas kerelaan (Umar Syihab, 1996, pp. 1270).
Sementara itu Majelas Tarjih Muhammadiyah memutuskan bahwa bunga
bank yang diberikan oleh bank milik negara kepada nasabahnya, atau sebaliknya
selama berlaku termasuk ke dalam perkara syubhat. Akan tetapi dari faktor
tersebut, hanya menyinggung bunga bank yang diberikan oleh bank negara,
dengan menyatakan bahwa bunga yang diberikan oleh negara diperbolehkan,
karena bunga yang diberikan masih tergolong rendah, jika dibandingkan dengan
bunga pada bank swasta (Rifyal Ka’bah, 2001, pp. 63).
2. Problem Hukum
Kendala hukum yang dialami perbankan syariah di Indonesia ialah,
Pengadilan Negeri tidak menggunakan syari’ah sebagai landasan hukum bagi
penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan Agama telah dibatasi UU
No. 7 Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat memeriksa dan mengadili perkara-
perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, waqaf, hibah, dan sedekah.
22
Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara-perkara di luar kelima bidang
tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, kepentingan untuk membentuk
lembaga permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya
sengketa perdata di antara bank-bank Syari’ah dengan para nasabah sudah sangat
mendesak, maka didirikan suatu lembaga yang mengatur hukum materi dan/atau
berdasarkan prinsip syari’ah.
3. Rendahnya Sosialisasi Perbankan Syari’ah
Isu sentral yang sering kita dengar adalah bahwa pemahaman masyarakat
mengenai sistem, prinsip pelayanan dan produk perbankan yang berdasarkan
syari’ah Islam sebagian besar masih kurang tepat. Hal demikian bukan hanya
terdapat pada masyarakat awam, tetapi juga terjadi pada diri Ulama, Kyai dan
Para tokoh masyarakat lainnya. Meskipun sistem ekonomi Islam telah jelas dan
mudah dipahami, yaitu melarang menggandakan uang secara tidak produktif dan
konsentrasi kekayaan pada satu pihak dan secara tidak adil. Namun secara praktis
bentuk produk dan pelayanan jasa, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank
dengan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank Syari’ah masih
terasa awam dan belum dipahami secara benar (Bank Indonesia, Oktober 2001,
pp. 6).
Kesan umum yang ditangkap oleh masyarakat tentang bank Syari’ah: 1)
bank Syari’ah identik dengan bank dengan sistem bagi hasil, 2) Bank Syari’ah
adalah bank yang Islami, sebagian masyarakat ada yang menyatakan bahwa bank
Syari’ah secara eksklusif hanya khusus untuk umat Islam. Menurut penulis bahwa
kegiatan sosialisasi perbankan Syari’ah amat diperlukan dalam rangka
penyebarluasan informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
perbankan Syari’ah. Hal ini dapat dilakukan secara terus-menerus dengan cara
tatap muka dengan para bankir, alim ulama, pemuka masyarakat, pengusaha,
akademisi dan masyarakat secara umum. Di masa mendatang bentuk kegiatan
sosialisasi diharapkan dapat lebih beragam dengan menggunakan berbagai media
massa dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki akses kepada
masyarakat luas.
23
4. Kendala-kendala Operasional
Sumber daya manusia, maraknya bank syariah di indonesia tidak
diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai. Terutama sumber daya
manusia yang memiliki latar belakang disiplin keilmuan bidang perbankan
syariah. Sebagian besar sumber daya manusia di perbankan syariah terutama bank
konvensional yang membuka Islamic Windows berlatar belakang disiplin ilmu
ekonomi konvensional. Di samping itu lembaga akademi dan pelatihan di bidang
ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan pengalaman di bidang perbankan
Syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih terasa
kurang. (Bank Indonesia, Oktober 2001, pp. 7) Keadaan ini. mengakibatkan
akselerasi hukum islam dalam praktek perbankan kurang cepat dapat
diakomodasikan dalam sistem perbankan, sehingga kemampuan pengembangan
bank menjadi lambat.
Belum terpenuhinya peraturan pemerintah dibidang perbankan syariah
yang memadai. Walaupun pasca krisis berlangsung pembahasan Undang-undang
(UU) bank dan lembaga keuangan syariah tren-nya meningkat dari BI dan
pemerintah. Namun upaya untuk merealisasikan UU mampu menginterprestasikan
perkembangan bank syariah di masa depan dimana perkembangan bank syariah
membutuhkan proses perbaikan secara bertahap.
Kurangnya akademisi perbankan syariah. Hal ini diakibatkan lingkungan
akademisi lebih memperkenalkan kajian-kajian perbankan yang berbasis pada
instrument konvensional. Kondisi ini lebih disebabkan lingkungan pendidikan kita
lebih familiar dengan literatur-literatur ekonomi konvensional dibanding literatur
ekonomi Islam / syariah. Sehingga kajian-kajian ilmiah mengenai keberadaan
bank syariah dan instrument-instrumen keuangan syariah kurang mendapat
perhatian. Hal ini yang mengakibatkan keberadaan bank syariah kurang mendapat
legimitasi secara ilmiah di masyarakat
Kurangnya sosialisasi kemasyarakat ke masyarakat tentang keberadaan
bank syariah. Sosialisasi tidak sekedar memperkenalkan keberadaan bank syariah
disuatu tempat, tetapi juga memperkenalkan mekanisme, produk bank syariah dan
instrumen-instrumen keuangan bank syariah kepada masyarakat.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan masalah
uang sebagai dagangan utamanya.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan
embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu
akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini
Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara
langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat
dengan para penabung.
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara
lain:
1. Penghimpun Dana
a) Giro Syariah
b) Tabungan Syariah
c) Deposito Syariah
2. Penyaluran Dana
a) Akad Mudharabah (bagi hasil)
b) Akad Musyarakah (penyertaan modal)
c) Akad Murabahah (jual beli)
Jenis-Jenis Mudharabah
1) Mudharabah Mutlaqah
2) Mudharabah Muqayyadah
25
d) Akad Salam
e) Akad Istishna
Jenis Akad Istishna :
(a) Langsung : Pemesan<->Penjual
(b) Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Rukun Akad Istishna
(a) Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)
(b) Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal
istishna’ yang berbentuk harga.
(c) Ijab kabul/serah terima
f) Akad Ijarah (sewa)
3. Pelayanan Jasa
a) Letter of credit (L/C) impor syariah
b) Bank Garansi Syariah
c) Penukaran Valuta Asing (sharf)
Dalam perkembangannya bank syariah menghadapi berbagai kendala,
kendala tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Kendala-Kendala Fiqh
Adanya perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai
bunga yang secara garis besar terbagi pada tiga pendapat yaitu; halal,
syubhat, dan haram. Hal ini sangat menentukan respon masyarakat
terhadap bank Syari’ah.
2. Problem Hukum
Kendala hukum yang dialami perbankan syariah di Indonesia ialah,
Pengadilan Negeri tidak menggunakan syari’ah sebagai landasan hukum bagi
penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan Agama telah dibatasi
UU No. 7 Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat memeriksa dan mengadili
perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, waqaf, hibah, dan
sedekah. Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara-perkara di luar
kelima bidang tersebut.
26
3. Rendahnya Sosialisasi Perbankan Syari’ah
Isu sentral yang sering kita dengar adalah bahwa pemahaman masyarakat
mengenai sistem, prinsip pelayanan dan produk perbankan yang berdasarkan
syari’ah Islam sebagian besar masih kurang tepat
4. Kendala-kendala Operasional
B. Saran
Semoga dengan adanya pembuatan makalah ini dengan judul “Perbankan
Syariah” dapat di ambil manfaatnya oleh pembaca dan dapat di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari khususnya dalam perbankan syariah.
27
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono Heri, (2004). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta.
Ekonisia.
Jumadil Ula, 1428 H / 25 Mei 2007. Laboratorium Ekonomika dan Bisnis Islam
(LEBI) FEB UGM
_____. (2008). Perbankan syariah (versi e-book). Pusat komunikasi ekonomi
syariah (PKES publishing) . [online] tersedia :
http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/PERBANKANSyariah_PKES_secur
e.pdf
______. (2010). Artikel Perbankan Syariah. [online] tersedia : http://cafe-
ekonomi.blogspot.com/2009/05/artkel-sistem-perbankan-syariah.html
28