makalah pengilangan dehydrotreating

Upload: 4badon

Post on 09-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Petro dan Oleokimia

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II DumaiKilang minyak pertamina UP II Dumai yang lebih dikenal dengan nama Kilang Putri Tujuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak didalam negeri. Bahan baku yang diolah pertamina UP II Dumai adalah minyak mentah produksi PT Chevron yang dihasilkan dari ladang minyak didaerah duri ( Duri Crude ) dan minas ( Minas Crude ) dengan perbandingan campuran untuk saat ini 85% volume Minas Crude dan 15% volume Duri Crude.Pada saat ini kilang pertamina UP II Dumai beroperasi dengan kapasitas 130.000 barel per hari atau 130% kapasitas desain. Sedangkan kilang pertamina UP II Sei Pakning yang menjadi satu sistem integrasi dengan kilang Pertamina UP II Dumai, mengolah minyak mentah jenis Handil dan link crude yang merupakan produksi Pertamina Unit Explorasi ( UEP ) milik Riau dengan kapasitas desain 50.000 barel per hari. Minyak yang dihasilkan kilang Pertamina UP II Sei Pakning 40 50 MBSD dikirim ke Dumai untuk diolah di High Vacuum Unit.

Tabel 1. Kapasitas Unit Pengolahan Pertamina di IndonesiaNoUnit PengolahanDaerahKapasitas (Barrel/hari)

1Unit Pengolahan (UP) IPangkalan Brandan5.000

2Unit Pengolahan (UP) IIDumai & Sei Pakning180.000

3Unit Pengolahan (UP) III Plaju & Sungai Gerong134.000

4Unit Pengolahan (UP) IVCilacap300.000

5Unit Pengolahan (UP) VBalikpapan252.000

6Unit Pengolahan (UP) VIBalongan125.000

7Unit Pengolahan (UP) VIIKasim Sorong10.000

Jumlah1.010.000

Jenis produksi kilang Pertamina UP II Dumai sei pakning :1. Produksi BBM Aviation Turbine ( avtur) Mogas Kerosene Automotive Diesel Oil Refinery fuel nafta2. Produksi non BBM Liquefied Petroleum Gas (LPG) Green Coke Low Sulfur Wax Residue (LSWR)

Pembangunan kilang Pertamina UP II Dumai dilaksanakan mulai bulan April 1969 dan yang merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor asing, yaitu :1. IHHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin dan instalasi.2. TAESEI construction, Co., untuk pembangunan konstruksi kilang.Saat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD2. kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSDUnit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit ( CDU/100 ) yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100.000 barrel/hari. Tetapi saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas produksi rata-rata 127.000 barrel/hari. Kilang ini diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal 8 September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Dari proses pengolahan tersebut dihasilkan beberapa jenis produk BBM di antaranya adalah: Nafta Kerosin Solar/Automotive Diesel Oil (ADO) Produk bawah berupa 55 % volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR) yang diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.Pada tahun 1972 dilakukan proses perluasan Kilang Putri Tujuh untuk mengolah produk bawah menjadi bensin premium dan komponen mogas. Unit-unit baru yang didirikan yaitu:1. Platforming Unit.2. Naphtha Rerun Unit.3. Hydrobon Unit.4. Mogas Component Blending Plant.Dalam rangka perluasan kilang, pada tanggal 2 April 1980 ditandatangani persetujuan pertjanjian kerjasama antara Pertamina dengan Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat, dengan kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol dengan menggunakan lisensi proses dari UOP.Pelaksanaan pembangunan proyek-proyek dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :1. Survei tanah dilaksanakan oleh SOFOCO (Indonesia) dan dievaluasi oleh HASKONING (Belanda).2. Penimbunan area dilaksanakan oleh PT. SAC Nusantara (Indonesia). Pasir timbunan diambil dari laut di sekitar Pulau Jentilik kira-kira 8 km area proyek dengan menggunakan cutter section dredger.3. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia dengan jumlah tiang pancang 18.000 dan panjangnya 706 km.4. Pembangunan konstruksi unit-unit proses beserta fasilitas penunjang dikerjakan oleh kontraktor utama Technidas Reunmidas Centunion Spanyol yang bekerjaama dengan Pembangunan Jaya Group, dengan subkontraktor :a. DAELIM (Korea) untuk pengerjaan konstruksi : High Vacuum Unit, HC Unibon Unit, Hidrogen Plant Unit, Naphtha Hydrotreater Unit, CCR Platformer Unit, Delayed Coker Unit, Distillate Hydrotreater Unit, dan Amine & LPG Recovery Unit.b. HYUNDAI (Korea) untuk pengerjaan konstruksi unit penunjang dan offsite fasilitas yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke Calciner Unit, Water Treated Boile, Waste Water Treatment Unit, Tank Inter Connection dan Sewer System.c. Pembangunan tangki-tangki penyimpanan oleh Toro Kanetsu Indonesia.d. Pembangunan fasilitas jetty oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia.e. Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan baru, gedung laboratorium, gudang Fire & Safety, perkantoran dan perumahan karyawan dikerjakan oleh kontraktor-kontraktor Indonesia.f. Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh konsultan CF Braun dari Amerika Serikat.Setelah proyek perluasan kilang Dumai selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan presiden RI, Soeharto, pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut : 1. High Vacuum Distillation Unit (110)2. Delayed Coking Unit (140)3. Coke Calciner Unit (170)4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)5. Hydrocracker Unibon (211/212)6. Distillate Hydrotreating Unit (220)7. Continous Katalis Regeneration-Platforming Unit (300-310)8. Hydrobon Platforming Unit/PL-1 (301) 9. Amine-LPG Recovery Unit (410)10. Hidrogen Plant (701/702)11. Sour Water Stripper Unit (840)12. Nitrogen Plant (940)13. Fasilitas penunjang operasi kilang (Utilities)14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak yang telah diproduksi oleh Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :1. Premium2. Jet Petroleum Grade3. Aviation Turbin Fuel (avtur)4. Kerosin5. Automotive Diesel Oil (ADO)sedangkan produk non-BBM antara lain :1. LPG2. Green CokeSaat ini, Pertamina UP II Dumai berencana untuk menghasilkan produk baru dengan nama solar plus untuk bahan bakar busway.Kontribusi kilang Pertamina UP II Dumai dan Sei Pakning terhadap kebutuhan bahan bakar nasional adalah 22-24 %. Desain dan konstruksi Kilang Pertamina UP II Dumai telah menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan peralatan produksi, serta unit pengolahan limbah untuk program perlindungan lingkungan telah dibuat secara memadai dengan mengikuti standar internasional. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Pertamina UP II Dumai memperoleh sertifikat ISO 14001.1.2. Garis Besar ProsesProses produksi di kilang Dumai dimulai dari proses penerimaan minyak mentah. dari PT Caltex Pasific Indonesia melalui sistem perpipaan. Selanjutnya minyak diolah dalam dua tahap pengolahan.Pada pengolahan tahap I, setelah diendapkan airnya, minyak mentah didistilasi dalam Crude Distillation Unit (CDU). Produk yang diperoleh adalah naphtha (8%), kerosin dan solar (29%) serta long residue (63%). Karena perolehan BBM tahap I masih sedikit, maka diperlukan pengolahan tahap II untuk mengubah long residue menjadi BBM.Pengolahan tahap II dimulai dengan distilasi vakum long residue di High Vacuum Unit (HVU). Produk distilasi HVU ini adalah solar, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), dan short residue. HCGO dan short residue direngkah kembali untuk menghasilkan BBM. HVGO direngkah secara katalitik dalam Hydrocracker Unibon (HCU). Dengan menggunakan katalis dan hidrogen tekanan tinggi, dihasilkan LPG, nafta, kerosin, avtur, dan solar.Pada bagian lain, short residue direngkah secara thermal dalam Delay Coking Unit (DCU). Di DCU, short residue dipanaskan hingga 490oC agar terengkah menjadi LPG, naphtha, solar, dan coke. Produk-produk rengkahan ini berkualitas rendah sehingga harus di-treating sebelum dipasarkan.Produk nafta dari CDU, HCU, dan DCU adalah komponen bensin, yang masih memiliki bilangan oktan rendah. Oleh meningkatkan bilangan oktannya (ON), nafta harus diolah dalam Platforming Unit (PL) dengan katalis platina sehingga diperoleh reformat dengan ON sekitar 94, baru kemudian ditambahkan TEL untuk menjadi premium dengan ON 88.Produk LPG tidak secara khusus diproduksi oleh kilang UP II. LPG diproduksi sebagai produk samping proses perengkahan di Hydrocracker dan Delayed Coker, dan juga dihasilkan dari proses Platforming. 1.3. Lokasi KilangKilang minyak Putri Tujuh Pertamina UP II Dumai berada di wilayah Kotamadya Dumai Propinsi Riau, yang terletak di pantai Timur Sumatera yang berjarak kira-kira 200 km sebelah utara dari Pekanbaru. Dipilihnya Kota Dumai sebagai salah satu lokasi kilang minyak adalah karena :1. Riau daratan merupakan ladang minyak yang terbesar di Indonesia, yang dioperasikan oleh PT. Caltex Pasific Indonesia. Produksi Caltex mencapai 850.000 barrel minyak mentah perhari. Yang sebagian besar diekspor ke luar negeri melalui pelabuhan khusus minyak di Dumai.2. Dumai terletak di tepi selat Rupat dengan perairan yang luas menuju perairan bebas Selat Malaka, dapat dilayari oleh kapal-kapal super tanker sebagai alat transportasi minyak bumi dan produk minyak.3. Dumai adalah dataran rendah yang luas, dan untuk perluasan kilang relatif mudah dilaksanakan, terletak cukup jauh dari pusat gempa di sumatera yang berpusat di sepanjang Bukit Barisan sehingga keberadaan kilang akan lebih aman.4. Kondisi tanah di Dumai tergolong tidak subur, sehingga tidak merugikan jika didirikan kilang minyak.

BAB IIISI2.1. HydrotreatingHydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating biasa dilakukan untuk umpan naptha sebelum dialirkan ke unit platforming, karena katalis platforming (platina) sangat sensitif terhadap impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam. Hydrotreating biasa juga dilakukan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan sulfur dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya co lor unstability produk diesel.Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi :1. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon).2. Desulfurisasi(penghilangansulfur) atau sering disebut HDS (hydrodesulfurization).3. Denitrifikasi(penghilangannitrogen) atau sering disebut HDN (hydrodenitrification).4. Deoksigenasi (penghilangan oksigen).5. Demetalisasi(penghilanganlogam) atau sering disebut HDM (hydrodemetalization).6. Reaksi Penghilangan Halida Tujuan proses hydrotreating/hydroprocessing adalah :1. Memperbaiki kualitas produk akhir (seperti diesel)2. Pretreating stream (persiapan umpan proses lanjutan) untuk mencegah keracunan katalis di downstream process : Catalytic Reforming (Platforming) Fluid Katalisic Cracking (FCC) Hydrocracking3. Memenuhi standar lingkungan (untuk diesel sebelum dikirim ke tangki penyimpanan produk)2.2. Reaksi Hydrotreating2.2.1. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon).Pada Straight Run Naphta umumnya mengandung olefin dalam jumlah yang sangat kecil, bahkan kadang-kadang tidak ada, tetapi Cracked Naphta sangat banyak olefin yang dikandung. Kecepatan reaksi penjenuhan olefin hampir sama dengan desulfurisasi. Dalam pengolahan Cracked Naphta yang mengandung olefin sangat tinggi perlu pertimbangan yang bijaksana, karena panas yang ditimbulkan sangat tinggi, perlu pengamatan yang teliti. Dengan reaksinya sebagai berikut:

2.2.2. Desulfurisasi(penghilangansulfur) atau sering disebut HDS (hydrodesulfurization).Didalam umpan unit Platforming yang menggunakan bimetallic katalis kandungan belerangnya tidak diperbolehkan melebihi 0,5 ppm. Untuk menjaga keaktifan katalis dan operasi secara optimal. Bila kandungan belerang makin rendah reaksi pada katalis di Platforming sangat efektif. Oleh sebab itu dianjurkan kandungan belerang dijaga lebih kecil dari 0,5 ppm. Secara umum kandungan belerang dijaga mantap 0,2 ppm atau lebih rendah.

Pada umumnya reaksi hidrogenasi belerang terjadi sebagai berikut :

2.2.3. Denitrifikasi(penghilangannitrogen) atau sering disebut HDN (hydrodenitrification).Reaksi pengusiran nitrogen lebih sukar dibandingkan dengan pengusiran Sulfur dalam Hydrotreating Naphta. Kecepatan reaksi denitrifikasi 1/5 dari desulfurisasi. Pada Straight Run Naphta umumnya kandungan nitrogen lebih sedikit dibandingkan sulfur meskipun demikian apabila katalis pada Platforming adalah bimetallic, pengusiran nitrogen ini perlu mendapat perhatian karena jumlahnya dibatasi maksimum 0,5 ppm bahkan dianjurkan kurang dari 0,5 ppm. Setiap senyawa nitrogen yang ikut dalam reaktor platforming akan bereaksi membentuk amonium chlorida yang akan membentuk deposit pada lintasan edaran gas atau pada Overhead Stabilizer. Oleh sebab itu proses pengusiran nitrogen menjadi lebih penting terutama Unit Naphta Hydrotreating yang mengolah Cracked Naphta. Pada umumnya Cracked Naphta lebih banyak mengandung senyawa nitrogen dari pada Straight Run Naphta. Misalnya :

2.2.4. Deoksigenasi (penghilangan oksigen).Pada umumnya senyawa oksigen dalam senyawa organik mudah dihidrogenasi membentuk air. Misalnya Phenol.

2.2.5. Demetalisasi(penghilanganlogam) atau sering disebut HDM (hydrodemetalization).Kandungan metal dalam naphtha pada umumnya sangat kecil (dalam ppb). Katalis naphtha hydroterating dirangcang dapat mengurangi kandungan logam sampai sebesar 5 ppm minimum, pada kondisi operasi yang normal. Hampir semua logam-logam yang terusir dari naphtha mengendap pada permukaan katalis. Apabila jmlah endapan metal makin banyak maka dapat ditandai pada reaksi desulfurisasi akan menurun. Pada analisa endapan logam pada katalis yang usang ternyata mengandung logam-logam ; arsen, besi, kalsium, magnesium, phaspor, timbal, silikon, tembaga naterium. Reaksi pengusiran logam dari umpan oleh katalis umumnya terjadi pada plugflow. Endapan besi banyak menempel pada katalis yang ditempatkan pada beds yang paling atas berupa senyawa pirit. Logam arsen merupakan logam yagn sangat meracuni keaktifan katalis meskipun jumlahnya pada umumnya kecil (1ppb) tetapi merupakan racun platina yang jahat. Endapan arsenik sebanyak 3% berat atau lebih sangat mnghambat aktifititas terhadap desulfurisasi. Kotaminasi dari timbal dapat disebabkan oleh umpan naphtha yang berasal dari kapal atau reprocessing slop yang mengandung timbal. Natrium, Kalsium, dan magnesium biasanya disebabkan, oleh kontaminasi air laut atau chemical addictive yang digunakan. Penggunaan chemical corrosion inhibitor untuk overhead fraksional kolom atau antidfoaming atau dipertimbangkan jumlah pospat atau silikon yang mungkin ada.Reaksi pengusiran logam berjalan sangat baik pada suhu diatas 315 (600F), pada kondisi ini 2-3 %berat metal mengendap pada katalis, apabila jumlah endapan tersebut mskin bertambah maka katalis cenderung menjadi jenuh secepatnya, dan logam akan menghalang terjadinya reaksi lebih lanjut. Hal ini dapat menimbulkan suatu aliran yang tidak merata, sehingga menimbulkan akibat beban katalis yang tidak sama. Bahkan mungkin sebagian katalis akan menerima posisi yang lebih, sehingga panas yang ditimbulkan akan lebih besar. Reaksinya sebagai berikut:

2.2.6. Reaksi Penghilangan Halida Reaksi pengusiran halida dengan hidrogen pada unit Naphta Hydrotreating membentuk asam halida, yang kemudian akan larut ke dalam air pencuci yang diinjeksikan atau bersama-sama ke overhead gas stripper. Reaksi pengusiran halida dari senyawa organik halide lebih sukar jika dibandingkan dengan reaksi desulfurisasi. Pada kondisi operasi yang biasa digunakan untuk pengusiran sulfur dan nitrogen, reaksi pengusiran halida hanya mencapai hasil < 90 %. Sedangkan pada kondisi operasi yang optimum maksimum mencapai hasil 90%. Hal tersebut bearti bahwa umpan Platforming masih mengandung halida, oleh sebab itu dianjurkan untuk memeriksa kandungan halide pada waktu tertentu, apabila kandungan halide cukup tinggi dalam umpan Platforming (tidak memenuhi persyaratan), maka kondisi operasi harus dirubah. Perlu diketahui bahwa menaikkan suhu operasi dengan tujuan meningkatkan reaksi pengusiran halide sangat sukar dan hasilnya sangat korosip. Reaksinya sebagai berikut:

2.3. Naptha Hydrotreating Unit (NHDT)Naphta Hydrotreating Unit merupakan unit yang mengolah heavy naphta dari HC Unibon dan Delayed Cooker dengan prinsip hydrotreating sehingga menghasilkan naphta yang memenuhi spesifikasi untuk diproses di Platformer/CCR.Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menurunkan kandungan Sulfur dan Nitrogen dalam Naptha yang akan dipakai sebagai umpan pada unit Platforming sampai masing-masing maksimum 0,5 ppm,agar tidak meracuni katalis bimetalnya.Umpan naptha untuk unit berasal dari: Straight Run Naptha (SRN) dari CDU,Heavy naptha dari HC Unibon serta Crack Naptha dari DCU dengan kapasitas 10100 BPSD (70,0 m3/jam) dan menghasilkan produk naphta berat yang sudah treated artinya sudah bebas dari bahan-bahan yang bisa merubah atau meracuni katalis. Unit ini beroperasi pada suhu 310-350 C dengan tekanan reaktor 52,0 kg/cm 2 serta LHSV 5Hr-1 dan perbandingan antara H2/umpan =200Nm3/ m3.Feed setelah melewati feed surge drum (V-4) dicampur dengan gas hidrogen dan dipanaskan dengan serangkaian alat penukar panas (E-1 A/B/C/D/E) kemudian dipanaskan dalam dapur H-1 hingga suhunya 300 C dan tekanan 36,6 kg/cm2. Di dalam reaktor dengan pemanasan yang cukup naphta akan dibersihkan dari racun/impurities sehingga memenuhi persyaratan feed platformer. Hasil reaksi setelah keluar dari reaktor dikondensasikan dan didinginkan kemudian masuk drum pemisah untuk memisahkan cairan dan gas.Produk yang dihasilkan ini adalah : Gas, dimanfaatkan sebagai fuel gas Light Naphta, sebagai Low Octane Mogas component Heavy Naphta, sebagai umpan CCR-Platforming Unit.Unit ini berfungsi untuk mempersiapkan umpan CCR-Platforming Unit dengan menghilangkan kontaminan seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan penjenuhan olevin.Persaratan kandungan maksimum sulfur dan nitrogen dalam umpan adalah 0,5 ppm untuk mencegah terjadinya keracunan katalis.Katalis yang digunakan adalah katalis Ketjen tipe 830 (CoMo/Al2O3).Tekana reaktor 52,7 atm dengan temperatur 340 -385oC.Reaksi yang terjadi Penghilangan Sulfur: RSH + H2 RH + H2S Penghilangan Nitrogen :C5H5 +5H2 C5H12 + NH3+ Penghilangan Oksigen :C6H5OH + H2C6H6 +H2O Penjenuhan Olefin: R=R + H2 RH-RH Penghilangan Klorida:R-Cl + H2 RH + HCl2.4 Destilate/Kerosene HydrotreatingUnit DHDT Pertamina UP II dirancang untuk mengolah 12,659 BPSD LCGO. Light Coker Gas Oil (LCGO) dihasilkan oleh Delayed Coking Unit (DCU). LCGO mengandung sejumlah unsaturated material dan impurities. Melalui proses hydrotreating unsaturated material dikonversi ke saturated material dan impurities dihilangkan dari minyak (oil).Umpan distillate/diesel hydrotreater adalah straight run diesel atau cracked diesel. Jika mengolah cracked diesel, maka perlu diketahui batasan maksimumnya karena cracked diesel membawa cracked material/olefin yang akan mempengaruhi operasi hydrotreater. Selain itu cracked diesel sangat mungkin mengandung nitrogen yang tinggi. Kandungan nitrogen yang tinggi akan mempengaruhi tingkat color stability produk diesel.Produk yang dihasilkan berupa :1. Gas sebagai fuel gas2. Naphtha sebagai umpan HC Unibon3. Light Kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel4. Heavy kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel.2.5 Peralatan Utama2.5.1. Distillate Hydrotreating Unit(NHDT)Tabel 2.1 Peralatan utama pada unit NHDTAlat UtamaFungsiKondisi Operasi

Reaktor (V-2 & 3)Tempat terjadinya reaksi hydrotreatingT 400 oC

Stripper (V-8)Memisahkan naphta dan komponen yang lebih ringan dari keroseneT top 163 oCT bottom 322 oC

Splitter (V-10)Memisahkan kerosene menjadi light dan heavy keroseneT top 228 oCT bottom 260 oC

2.6 Aliran Proses2.6.1 Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)2.6.1.1 Seksi ReaktorPeralatan yang berada didalam seksi reaktor ini diantara lain adalah Reaktor feed and combined feed / effluent exchanger, Reaktor charge heater 220-H1, Reaktor 220-V2 dan 220-V3, dan Fin fan condenser 220-E2 ABCD.a. Reaktor feed and combined feed / effluent exchangerUmpan untuk Unit Distillate Hydrotreating adalah LCGO dari trim cooler di Unit Delayed Coking, mengalir ke Feed Surge Drum 220-V1 melalui line 6. Surge Drum dilengkapi dengan level indicator dengan High & Low Alarm, dilengkapi dengan split range pressure control system 220-PRC2 dan safety valve 220-PSV1.Sistem split range akan menolong untuk mendapatkan tekanan yang konstan di surge drum selama operasi normal. Apabila tekanan surge drum jatuh ke nilai dibawah setting pressure, split range control valve no. 2B akan secara otomatis membuka dan gas mengalir dari make up compressor suction drum melalui line 2 ke surge drum selama tekanan surge drum naik ke nilai diatas setting pressure, split range control valve no.2A secara otomatis membuka dan gas yang berlebihan (excessive gas) mengalir ke flare, control valve menutup pada saat tekanan turun kembali ke normal.Gas oil dari feed surge drum mengalir ke suction dari feed charge pumps 220-P1AB, melalui line 8. Kedua pompa adalah multi stage, yang digerakkan dengan motor listrik. Untuk melindungi pompa ini dari kerusakan yang disebabkan oleh low flow, pompa dilengkapi dengan automatic shutdown device system yang digerakkan (actuated) oleh low flow signal 220-FRCAL-51.Pada keadaan flow rate jatuh ke nilai dibawah rate yang dibolehkan (allowable rate), pompa akan stop secara otomatis. Untuk initial start up terdapat bypass switch untuk low flow shutdown.Feed dipompa ke reaktor charge heater melalui sederetan combined feed/effluent exchanger 220-E1ABCDE melalui line 8 dan flow controller 220-FRCAL-51. Sebelum masuk ke Combine Feed Exchanger (CFE), feed dicampur dengan hidrokarbon rich gas dari recycle gas compressor. Temperatur outlet CFE dijaga konstan dengan memakai 220-TRC-47 yang mengontrol CFE by pass flow.

Gambar 2.1 Diagram Alir Distillate Hydrotreating Unit-22b. Reaktor charge heater 220-H1Setelah dipanaskan (preheated) di sederetan CFE, feed mengalir ke reaktor charge heater melalui line 10. Feed dipanaskan di Reaktor Charge Heater (220-H1) ke temperatur yang diinginkan (kira-kira 315C) dan dikontrol oleh 220-TRC-36. Heater adalah tipe cylindrical forced draft dengan automatic shut down devices. Heater akan shut down secara otomatis pada keadaan berikut : High pressure dari reaktor charge heater cabin (220-PIAH-24). High pressure dari stripper reboiler heater cabin (220-PIAH-138). High pressure dari splitter reboiler heater cabin (220-PIAH-175). High temperatur dari combined flue gas ke air preheater inlet (220-TIAH-7). Low pressure dari combustion air dari air preheater outlet (220-PIAL-8). Low pressure dari pilot gas (220-PIAL-10). Low pressure dari atomizing steam (220-PIAL-11). Low flow dari recycle gas ke reaktor circuit (220-FRAL-52). Dengan menekan emergency push button.c. Reaktor 220-V2 dan 220-V3Setelah dipanaskan sampai sekitar 315C, feed masuk reaktor melalui inlet distributor, kemudian ke liquid/vapor distributor tray untuk mendapatkan distribusi yang baik melintasi daerah bagian-bagian (sectional area) dari katalis. Ketika feed turun melalui bed katalis, reaksi muncul dan panas dibangkitkan.Outlet reaktor 220-V2 dilengkapi dengan High Temperatur Alarm 220-TRAH-38, yang di set pada 399 C untuk mencegah reaksi perengkahan yang berlebihan (excessive cracking reactions).Cold recycle gas dibawa ke efluen reaktor 220-V2 untuk meng-quench reaksi. Aliran quench dikontrol dengan temperatur inlet reaktor no.2, 220-TRC-41. Reaktor ini juga dilengkapi dengan inlet dan outlet pressure gauge serta outlet temperatur recorder high alarm 220-TRAH-44. Efluen reaktor mengalir ke CFE 220-E1 melalui line 10.d. Fin fan condenser 220-E2 ABCDDari CFE efluen reaktor mengalir ke empat parallel fin fan cooler melalui line 10. Sulfur dan nitrogen dalam feed dikonversikan ke hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3). Kedua material ini bergabung (combine) untuk membentuk garam ammonium yang dapat mengeras (solidify) dan mengendap (precipitate) ketika efluen reaktor didinginkan. Air diinjeksikan ke efluen reaktor untuk mencegah garam menyumbat tube condenser.Didalam fin fan coolers 220-E2 A/B/C/D efluen reaktor didinginkan sampai 49C dan kemudian masuk High Pressure Separator 220-V4 melalui line 8. Didalam high pressure separator gas, hidrokarbon liquid dan udara dipisahkan tersendiri (individually). Gas dikirim ke suction drum dari recycle gas compressor 220-V5 melalui line 8 dan sejumlah kecil gas dikirim ke feed drum sebagai gas blanketing.Recycle compressor suction drum dilengkapi dengan monel wire mesh untuk menghindari liquid entainment ke recycle gas compressor. Dari suction drum 220-V5 gas dikirim ke recycle gas compressor melalui line 8. Dengan menggunakan recycle gas compressor 220-C1 A/B gas di-recycle dan dicampur dengan feed sebelum mengalir ke reaktor dan sejumlah lain dipakai sebagai quench di dalam line inlet reaktor 220-V3.Gas hidrogen diperoleh dari unit platforming, mengalir melalui line 4 ke make up compressor suction drum 220-V6 dimana setiap liquid yang terbawa (carried over) dipisahkan. Liquid dikirim dan dicampur dengan produk liquid high pressure separator ke seksi fraksionasi. Gas H2 dari suction drum di kirim ke make up compressor 220-C1 A/B melalui line 4. Hidrogen ditekan (compressed) dan dikirin ke sistem recycle gas melalui line 3. Kecepatan make up hidrogen dicatat dengan 220-FRQI-68. Make up compressor dilengkapi dengan spill back control valve 220-PV-66. Wash water yang dikumpulkan didalam water boot dari high pressure separator di-drain ke sour water system pada level controller 220-LC-60. Liquid dari HPS dikirim ke seksi fraksionasi melalui line 6 pada level controller 220-LC-63.2.6.1.2 Seksi FraksionasiPeralatan yang berada didalam seksi fraksionasi ini diantara lain adalah Product Stripper dan Product Splitter

a. Product StripperSebelum masuk kolom stripper, HPS liquid dipanaskan didalam sederet exchanger; stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4, stripper feed/heavy kerosene exchanger 220-E5 ABCDE dan stripper feed/bottom exchager 220-E6. Dari exchanger feed mengalir ke kolom stripper melalui line 6 diatas tray no. 6 pada sekitar 266C. Hidrogen sulfida dan material yang ringan mengalir ke upper section dari stripper dan yang lebih berat ke bottom section. Sebagian dari bottom stripper dipompa melalui line 4 ke stripper reboiler heater 220-H2. Didalam reboiler, fraksi bottom dipanaskan sampai sekitar 330C untuk meyakinkan penghilangan yang sempurna (complete removal) dari H2S, sebelum mengalir ke seksi splitter.Sisanya dikirim ke kolom splitter melalui line 6 dan stripper feed/bottom exchanger 220-E6. Vapor meninggalkan puncak (top) dari kolom stripper, didinginkan didalam fin fan condenser 220-E7 dan cooler 220-E8, kemudian dikirim ke stripper receiver drum 220-V9.Didalam stripper receiver drum 220-V9, gas, air dan hidrokarbon liquid dipisahkan. Hidrokarbon liquid dipompa dengan pompa overhead stripper 220-P2 AB, sebagian dari hidrokarbon liquid dikirm kembali ke puncak stripper sebagai reflux untuk mengontrol end point dari produk overhead. Kecepatan reflux dikontrol dengan flow controller 220-FRC-159 (cascade dengan receiver drum level controller, 220-LICAHL-166). Sisanya dikirim melalui line 2 ke LP flash drum di HC Unibon pada flow control 220-FRCQI-156. Air secara manual didrain ke sour water system. Net gas dikirim ke suction drum dari Unit Amine LPG Recovery melalui line 4.Tekanan stripper receiver drum dikontrol dengan pressure controller 220-PRC-165.b. Product SplitterBottom stripper pada level controller 220-LC-130 masuk kolom splitter diatas tray no.10 dan dipisahkan menjadi 2 fraksi : light kerosene sebagai top product dan heavy kerosene sebagai bottom product. Beberapa dari bottom splitter dipompa melalui line 6 ke splitter reboiler heater sampai sekitar 273C, untuk mencapai vaporisasi yang diinginkan. Sisa heavy kerosene dipompa dan didinginkan di stripper feed/heavy kerosene exchanger 220-E5 ABCDE, cooler 220-E11, trim cooler 220-E12 dan kemudian dikirim ke penampungan (storage).Produk overhead meninggalkan puncak kolom melalui line 14 dan dikondensasikan didalam overhead condenser 220-E7. Tekanan kolom dikontrol dengan pressure controller 220-PRC-199, dan splitter receiver dikontrol dengan sistem bypass yang dilengkapi dengan pressure differential controller 220-PDIC-201. Low pressure di splitter receiver akan membuka pressure differential controller untuk menjaga tekanan yang konstan.Produk overhead dikirim ke suction dari pompa splitter overhead 220-P4A atau B. Beberapa dari produk overhead dipompa ke puncak kolom sebagai reflux pada level controller 220-LICAHL-200. Temperatur puncak dari kolom sekitar 228C.Sisanya dipompa ke stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4 melalui line 3. Setelah dipakai untuk memanaskan (preheat) feed stripper, lalu dikirim ke tanki penampungan sebagai produk light kerosene melalui light kerosene product cooler 220-E10. Aliran dari produk light kerosene dikontrol oleh temperatur puncak column dengan temperatur controller 220-TRC-171.2.7 Variabel Proses Hydrotreating2.7.1 Tekanan Reaktor / Hidrogen Partial PressureSecara umum desulfurization dan denitrification meningkat dengan meningkatnya reaktor pressure (atau tepatnya hidrogen partial pressure). Namun biasanya tekanan pada reaktor bukan suatu variabel operasi yang dapat dimainkan. Pada operasi normal, tekanan reaktor di-set semaksimal mungkin seperti desain. Namun, sering terjadi kendala seperti ketidakmampuan kompresor untuk mempertahankan tekanan reaktor/sistem seperti desain, hal ini dapat dikompensasi dengan menaikkan kemurnian gas daur ulang. Untuk straight run naphtha desulfurization, biasanya digunakan tekanan 20 s/d 35 kg/cm2g. Namun jika kandungan nitrogen dan/atau sulfur dalam feed tinggi, maka tekanan yang dibutuhkan lebih tinggi.Cracked naphtha biasanya mengandung nitrogen dan sulfur yang jauh lebih besar daripada straight run naphtha, sehingga membutuhkan tekanan yang lebih tinggi, yaitu hingga 55 kg/cm2g. Tekanan setinggi ini juga dibutuhkan untuk menghilangkan semua organic halides. Pemilihan tekanan operasi dipengaruhi oleh tingkat rasio umpan hidrogen desain, karena kedua parameter ini menentukan tekanan partial hidrogen dalam reaktor. Hidrogen partial pressure dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ratio gas to feed pada inlet reaktor.2.7.2 Temperatur ReaktorBerbeda dengan tekanan reaktor yang tidak bisa dimainkan, temperatur reaktor dapat dimainkan tergantung kebutuhan kandungan sulfur dan nitrogen yang diinginkan pada produk keluar reaktor (untuk naphtha hydrotreater biasanya maksimum sulfur dan nitrogen adalah 0,5 ppmwt). Reaksi desulfurisasi mulai terjadi pada temperatur 230 oC dengan kecepatan reaksi yang meningkat dengan makin tingginya temperatur. Namun di atas temperatur 340 oC, pengaruh temperatur terhadap reaksi penghilangan sulfur sangat kecil.Penghilangan senyawa chloride dengan konsentrasi rendah (