makalah pbl blok 24
DESCRIPTION
24TRANSCRIPT
Anemia Defisiensi Besi pada Wanita
Rence Pietersz
102011171
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat Korespendensi:
Rence Pietersz
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061,
e-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat tubuh kekurangan zat besi. Hal
ini bisa disebabkan karena banyak hal diantaranya karena pemasukan zat besi yang tidak
mencukupi kebutuhan, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Hal
ini menyebabkan proses eritropoesis menjadi terhambat, sehingga pada akhirnya juga
mengakibatkan pembentukan hemoglobin akan semakin berkurang. Anemia defisiensi besi
ditandai oleh anemia mikrositik hipokrom pada sediaan hapus darah tepi dan hasil labolatorium
yang menunjukan cadangan besi yang berkurang.1
Besi sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, myoglobin dan
berbagai enzim. Sebenarnya sejak awal tubuh kita sudah dipersiapkan untuk menerima besi yang
berasal dari sumber hewani. Tapi karena pola makan yang berubah dimana sekarang ini kita bisa
menerima besi dari sumber nabati. Perubahan pola makan yang terjadi ini, tidak disertai dengan
perubahan pada perangkat absorbsi besi, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.1
Besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh berupa : (1) senyawa besi fungsional, (2)
besi cadangan, (3) besi transport. Dalam keadaan normal kandungan besi pada laki-laki dewasa
1
adalah 50 mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB. Jumlah besi pada
perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuhnya yang juga lebih kecil.1
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi
3 tingkatan: Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis):
cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia
secara laboratorik.Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.1
ANAMNESIS
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
berikut :2
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
2
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan
ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.3
Dalam menegakkan diagnosis pada pasien anemia defisiensi besi anamnesis dilakukan untuk
mengetahui faktor penyebab menurunnya kadar besi pada darah.
Adapun hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain identitas pasien
terkait (nama, usia, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, agama, perkawinan, suku bangsa, dan
pendidikan terakhirnya) dan berdasarkan kasus diketahui bahwa pasien adalah seorang wanita
berusia 30 tahun. Kemudian kita tanyakan keluhan utama pasien (berupa gambaran keluhan yang
dialami oleh pasien serta berapa lama keluhan itu berlangsung) berdasarkan kasus didapati
bahwa pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 bulan yang lalu.Selanjutnya perlu kita
tanyakan riwayat penyakit sekarang pasien (berupa gambaran kronologis terjadinya penyakit
serta gejala penyerta apa saja yang dialami pasien selama mengalami keluhan, selain itu perlu
juga kita tanyakan pengobatan apa yang telah dilakukan pasien untuk meminimalisasi keluhan
yang dialaminya) berdasarkan kasus diketahui bahwa lemas yang dirasakan pasien berlangsung
sepanjang hari terutama dirasakan memberat saat beraktifitas selain itu pasien memiliki riwayat
obstetric G0P0A0 dengan siklus menstruasi yang teratur.2
Kemudian perlu kita tanyakan riwayat penyakit dahulu dari pasien (berupa gambaran
apakah pasien pernah mengalami penyakit serupa atau mungkin pasien pernah mengalami
penyakit lain selain yang dikeluhkan) hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit yang
dialami pasien sebelumnya merupakan suatu faktor resiko yang memungkinkan timbulnya
penyakit yang dialaminya sekarang, dan berdasarkan kasus didapati bahwa pasien sebelumnya
memiliki riwayat demam dan terkena paparan radioaktif.2
Tahap berikutnya perlu kita tanyakan riwayat penyakit keluarga dari pasien (berupa
gambaran apakah dari keluarga pasien ada yang mengalami keluhan serupa ataukah tidak hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah keluhan yang dialami oleh pasien merupakan suatu penyakit
congenital atau didapat) berdasarkan kasus diketahui bahwa keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan seperti pasien sehingga penyakit ini bukanlah disebabkan oleh faktor
congenital.2
3
Dan yang terakhir perlu juga kita tanyakan riwayat kebiasaan pasien (berupa gambaran
pola hidup yang dijalankan pasien apakah sudah baik atau tidak) berdasarkan kasus dapat
diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan hanya mengkonsumsi sayuran dan tidak
mengkonsumsi daging sehingga hal ini menyebabkan kebutuhan zat besi dalam proses
eritropoesis pada pasien tidak tercukupi sehingga sel darah merah tidak dapat terbentuk dengan
sempurna sehingga hal ini dapat menimbulkan terjadinya anemia.1,2
Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis kasus ini adalah:
1. Umum
Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.
Kesadaran: Kompos mentis
Tanda-tanda vital: dalam batas normal.
2. Pemeriksaan lain
Inspeksi :Ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan stomatitis
angularis, atrofi papil lidah
Ekstremitas-Khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada kuku, tidak ditemukan
edema pada tungkai.
Palpasi : Abdomen - Bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang berat,
persisten dan ADB yang tidak diterapi.
Auskultasi: Thoraks - murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung.
Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari
ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan pada anemia
defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan
berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan
anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap
pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit
kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering tumpang tindih.1,3
4
2. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,dan
poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai
sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell
atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai sel target. 1,3
3. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan dengan episode perdarahan
akut.1,3
4. Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin
dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar
besi serum menurun <50µg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350µg/dl,
dan saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi transferin <16%, atau <18%.1,3
5. Ferritin serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada keadaan
inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin serum pada
ADB diapakai angka <12µg/l, tetapi ada juga yang memakai <15µg/l. untuk daerah tropik di
mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi. Feritin serum merupakan pemeriksaan
laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik
di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu
sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi
besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.1,3
6. Protoporfirin
5
Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis heme
terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam
eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin
bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat
penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1,3
7. Kadar reseptor transferrin
Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan cara immunologi adalah 4-9µg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama digunakan
untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi bila
dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5 menunjukkan ADB
dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik.1,3
8. Pemeriksaan sumsum tulang
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls
stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan
normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut
sebagai sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap
sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini
perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih paraktis.1,3
Working Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.1
6
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan
tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikas dari kriteria Kerlin
et al) sebagai berikut:1
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi atau MCV <80 fl dan MCHC
<31 % dengan salah satu dari a, b, c, atau d.
•. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dl
- Saturasi transferin: <15%, atau
• Feritin serum <20 mg/1, atau
• Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif, atau
• Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama
4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.
Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan
tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1
Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi. Anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaar ginekologi. Untuk laki-laki
dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak
cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi
sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, untuk
menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap
sebagai penyebab utama ADB, hams dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing tambang
sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per gram faeces
(EPG) >2000 pada perempuan dan > 4000pada laki-laki. Dalam suatu penelitian lapangan
diemuka hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadanga besi pada
laki-laki. Tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.1
7
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPIC >2000), anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan, pada
pemeriksaan lab disamping tanda-tanda defisiensi besi yag disertai adanya eosinofilia.1
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult
blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau
bawah.1
Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.1
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia. Sering ditemukan penurunan
hemoglobin dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging. Akibat penuruanan kadar hemoglobin yang secara perlahan
menyebabkan sindrom anemia tidak terlalu mencolok. Jika dibandingkan dengan anemia lain
yang dimana kadar hemoglobin yang terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi
tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di
bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien pucat, terutama di konjungtiva dan
terutama di bawah kuku.1
Gejala khas defisensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi adalah :1
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan
menjadi cekung sehingga mirip seperi sendok.
Atrofi papil lidah : permukaa lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
Stomatitis angularis (Cheilosis) : adanya peradangan sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
8
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dan
lain-lain
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
Patofisiologi
Besi merupakan element penting yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, mioglobin, dan berbagai enzim.Dalam tubuh besi memiliki tiga kompartemen
penting yaitu sebagai senyawa fungsional yang berperan dalam membentuk senyawa yang
diperlukan oleh tubuh seperti enzim aldehid oksidase dan enzim gliserofosfat oksidase, senyawa
cadangan yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang, dan senyawa yang berperan sebagai
transport yang berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi dari satu kompartemen
ke kompartemen lainya.1,3
Tubuh mendapat masukan besi yang berasal dari makanan, penyerapan besi pada tubuh
paling banyak berlangsung pada bagian proksimal duodenum hal ini dikarenakan pengaruh dari
pH lambung serta kepadatan protein pada epitel usus yang berbeda dibanding bagian usus yang
lain.Dalam proses penyerapannya dapat dikelompokan kedalam 3 fase, yaitu fase luminal
merupakan fase dimana kandungan besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap
diserap di duodenum pada fase ini lambung mengubah besi dalam 2 bentuk yaitu besi heme yang
tingkat absorpsinya dan bioavailabilitas tinggi biasa dapat ditemukan pada daging dan ikan.
Sedangkan besi non-heme sebaliknya biasa dapat kita temukan pada sumber tumbuh-tumbuhan.
Fase mucosal merupakan fase dimana merupakan fase dimana terjadinya proses penyerapan besi
pada mukosa yang berlangsung secara aktif dengan bantuan enzim ferireduktase sehingga ferri
dapat dipecah menjadi ferro untuk selanjutnya disirkulasikan dalam tubuh. Kemudian fase
terakhir adalah fase corporeal merupakan suatu proses sirkulasi besi, utilisasi besi oleh sel yang
memerlukan, dan penyimpanan besi dalam tubuh.1,3
9
Bila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kadar besi heme rendah seperti makan-
makanan berserat maka hal ini akan menyebabkan tingkat abrobsi besi menjadi menurun
sehingga kadar besi akan berikatan dengan protoporfirin untuk diabawa dalam sirkulasi pun juga
rendah sehingga kadar zat besi dalam tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhan sumsum tulang
untuk membentuk sel darah merah yang optimal, hal ini akan menyebabkan sel darah merah
memiliki ukuran yang lebih kecil (mikrositik) dengan warna lebih muda (hipokromik) saat
dilakukan pewarnaan.1,3
Selain itu simpanan besi dalam tubuh juga akan habis terpakai sehingga hal ini akan
menimbulkan terjadinya deplesi massa sel darah merah disertai konsentrasi Hb dibawah normal,
sehingga hal ini akan menyebabkan kapasitas oksigen yang dibawa darah juga akan minimal hal
ini menyebabkan pasien mengalami lemas dan semakin bertambah saat melakukan aktifitas.1,3
Different Diagnosis
Penyakit ADB memiliki kemiripan dengan berberapa penyakit lain seperti anemia
sideroblastik, anemia akibat perdarahan kronik, dan talasemia.
Anemia sideroblastik merupakan jenis penyakit anemia yang terjadi akibat ketidak
mampuan tubuh untuk menggunakan zat besi dalam sintesis hemoglobin meskipun simpanan
besi tersedia dalam jumlah banyak.Anemia tipe ini dapat bersifat herediter atau didapat namun
biasanya anemia tipe herediter umumnya responsif dengan pemberian piridoksin (vitamin B6)
namun untuk tipe yang akuisit ini bersifat resisten dengan pengobatan dan biasanya berakhir
fatal dalam waktu 10 tahun. Penyakit ini memiliki kemiripan dengan anemia deffisiensi besi oleh
karena pada pemeriksaan dapat kita temukan bahwa struktur sel darah merah akan tampak
mikrositik hipokrom. Namun dari segi gejala yang ditimbulkan anemia sideroblastik memiliki
gejala umum (sindroma anemia) yang lebih nyata, selain itu penyebab anemia ini adalah karena
ketidak mampuan tubuh untuk menggunakan besi dalam proses pembentukan hemoglobin
meskipun cadangan besi tersedia dalam jumlah memadai keadaan ini biasanya disebabkan oleh
pewarisan akibat kromosom X atau zat toksik seperti alcohol dan isoniazid, dan penanganan
yang dilakukan berbeda yaitu dengan memberikan piridoksin dan menyingkirkan obat yang
menyebabkan timbunya gejala anemia sideroblastik.1,3
Talasemia merupakan jenis anemia yang terjadi akibat gangguan sintesis rantai
polipeptida komponen protein pada hemoglobin sehingga hal ini mengakibatkan sintesis sel
10
darah merah juga akan terganggu. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh karena pewarisan gen
homozigot ataupun heterozigot. Penyakit ini memiliki kemiripan dengan anemia deffisiensi besi
karena pasien memiliki struktur sel darah merah yang sama yaitu mikrositik hipokrom. Namun
memiliki perbedaan pada pasien ini biasa dapat kita temukan gejala umum yang nyata yang
disertai dengan terjadinya hepato dan splenomegali. Dan penanganan yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan suplemen asam folat, tranplantasi sumsum tulang, dan melakukan
tindakan transfuse.1,3
Penyakit lain yang memiliki kemiripan dengan anemia defisiensi besi adalah anemia
penyakit kronik. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Merupakan salah
satu penyakit yang paling banyak diderita pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis dan
malignansi.Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru, pneumonia, TB
paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid arthritis, SLE, sarkoidosis, penyakit
Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan anemia diantaranya adalah limfoma,
karsinoma, dan sarcoma.1
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom
normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mirkositik. Terjadinya anemia pada
penyakit kronis disebabkan oleh terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin.
Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga
nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan
kadar reseptor transferrin, transferring receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB
dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal
karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun.
Peningkatan rasio TfR/feririn sensitif dalam mendeteksi ADB.1
Dapat ditemukan:
Morfologi eritrosit normokromik, normositik, atau hipokromik ringan (MCV jarang
kurang dari 75 fl)
Anemia ringan dan non-progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9.0 g/dL) di mana
beratnya anemia tergantung dari penyakit dasarnya.
Besi serum dan daya ikat besi total berkurang, reseptor transferrin serum normal
Ferritin serum normal atau meningkat
Elektroforesis Hb normal
11
Simpanan zat besi retikuloendotelial sumsum tulang normal namun zat besi eritroblas
berkurang.
Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik merupakan
cara yang ideal tapi memerlukan fasilitas dan keterampilan klinis yang cukup.
Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokrom mikrositer.3
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi serta kehilangan besi akibat perdarahan yang menahun. 1
Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker colon, diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : monorraghia atau metroghia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas: hemoptoe
12
Factor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah
daging).1
Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical spure, kolitis kronik.1
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identic dengan
perdarahan menahun. Factor nutrisi atau peningkatan kebutuhan jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan
pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.1
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyrakat atau di lapangan dengan ADB di
rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan
atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di
lapangan factor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada
penelitian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang
mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, factor nutrisi mungkin berperan pada
sebagian besar kasus, terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di
klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang
peranan penting, pada laki-laki infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%),
sedangkan pada perempuan menorrhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-
masing 17%.1
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
kUruk maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada :1
Tabel 1. Prevalensi Anemia Defesiesi Besi di Dunia
Afrika Amerika Latin Indonesia
13
Laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalens ADB sebesar 27%.1
Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India,
Amerika Latin dan Filipina prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai
99%; Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan prevalens anemia
sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42
desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalens ADB sebesar 46%,
sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat
pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1
Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun
1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50
tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.1
TERAPI
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian tetapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi adalah:1
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, Misalnya pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali
b. Pemberian prcparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacmen
therapy),
Terapi Besi Oral. Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphas merupakan pilihan pertama oleh
14
karena paling murah tetapi efektif, dosis anjuran adalah 3 x 200 mg, Setiap 200 mg sulfas ferosus
mengandung 66 mg besi elemental, Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan
absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.1
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate.
Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping
lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi besi.1
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih
sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi,
sulfas ferrosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.1
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada
15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual,
muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis
dikurangi menjadi 3 x 100 mg.1
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,
setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang
diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering
kambuh kembali.1
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi dapat
meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati
dan daging yang banyak mengandung besi.1
Terapi Besi Parentral. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai risiko
lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya
diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral adalah: (1) intoleransi
terhadap pemberian besi oral; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3) gangguan
pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi
terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang
banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada
hereditary hemorrhagic teleangiectasia; (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek,
seperti pada kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi fungsional relatif
15
akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit
kronik.1
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang
lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan.
Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit.
Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%) Efek samping
lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.1
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi
besi sebesar 500 ssmpai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui ramus di bawah
ini:
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
c. Pengobatan lain1
• diet sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari
protein hewani
• vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
• transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah
pada anemia kekurangan besi adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
menyolok
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
Respons Terhadap Terapi
16
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal
lagi setelah hari ke 14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.1
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:1
• Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum.
• Dosis besi kurang
• Masih ada perdarahan cukup banyak
• Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang
sama ada defisiensi asam folat
• Diagnosis defisiensi besi salah.
Jika dijumpai keadaan di atas, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.
PENCEGAHAN
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:1
• Pendidikan kesehatan:1
- kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja,
misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang
- penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi
• Pemberantasan infeksi cacing tarabang sebagai sumber perdarahan kronik paling yang sering
dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.1
• Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.1
• Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara Barat dilakukan dengan mecampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.1
Komplikasi
17
Adapun komplikasi yang dapat muncul dari penyakit ADB apabila tidak memeroleh
penangan yang baik yaitu, overdosis supplement besi oral atau IM yang dapat menimbulkan
ganggungan pada saluran cerna dan reaksi anafilaktik, masih adanya perdarahan yang tersisa
akibat pengobatan yang tidak maksimal, serta timbulnya gejala sisa pika yaitu dorongan
kompulsi untuk memakan makanan yang tidak seharusnya dimakan.3
Prognosis
Penyakit ini memiliki prognosis yang baik bila dilakukan penanganan dengan cermat. Hal
ini dikarenakan penurunan Hb yang terjadi pada pasien biasanya tidak berlangsung secara
derastis dibanding dengan anemia tipe lain. Namun kondisi pasien dapat memburuk bila yang
menjadi penyebab keganasan adalah karena adanya neoplasma dalam tubuh.4
Kesimpulan
Anemia deffisiensi besi (ADB) adalah suatu anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi dalam proses eritropoesis. Keadaan ini dapat timbul oleh karena gangguan
absorpsi besi, perdarahan menahun, kebutuhan yang meningkat, serta asupan nutrisi yang kurang
sehingga hal ini dapat menyebabkan cadangan besi menjadi kosong (depleted iron store) yang
pada akhirnya pembentukan hemoglobinpun juga akan berkurang sehingga pasien akan tampak
lemas dan pucat. Kondisi ini dapat ditangani dengan memberikan preparat besi secara oral
karena cukup murah dan efektif, namun perlu hati-hati bila diberikan dalam keadaan kosong
karena hal ini dapat meningkatkan terjadinya efek samping gangguan gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Anemia deffisiensi besi. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1127-
35.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009. h.7-8.
3. Kowalak, Welsh, Mayer. Sistem hematologi. Dalam: Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC; 2011. h. 444-51.
4. Kumar V, Kontran RZ, Robin SL. Anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik.
Dalam: Buku Ajar Patologi Robbin. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007. h. 461.
19