makalah pbl blok 21

53
Makalah PBL Blok 21 Ketoasidosis Diabetikum ec Diabetes Mellitus Tipe 1 Disusun oleh: Olivia Ekaputri 10.2009.077 – A6 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Ketoasidosis Diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin- dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga. Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang serius pada DM tipe 1 terutama pada pasien anak, dan merupakan kondisi gawat darurat yag menimbulkan morbiditas dan mortalitas. 1 | Page

Upload: olivia-ekaputri

Post on 28-Oct-2015

231 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah PBL Blok 21

Makalah PBL Blok 21

Ketoasidosis Diabetikum ec Diabetes Mellitus Tipe 1

Disusun oleh:

Olivia Ekaputri

10.2009.077 – A6

Email: [email protected]

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta 2011

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Ketoasidosis Diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang

pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada

pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes

mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.

Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang serius pada DM tipe 1 terutama

pada pasien anak, dan merupakan kondisi gawat darurat yag menimbulkan morbiditas dan

mortalitas.

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami keadaan KAD, serta etiologi dan perjalanan

penyakitnya.

2. Mahasiswa dapat menmahami penanganan yang tepat pada KAD

1 | P a g e

Page 2: Makalah PBL Blok 21

Bab II

Pembahasan

Skenario

Seorang anak perempuan, 6 tahun, dibawa oleh obunya ke Unit Gawat Darurat RS karena

napas yang cepat, tampak mengantuk, dan sukar dibangunkan. Ibu pasien mengatakan bahwa

anaknya memiliki nafsu makan yang baik, tapi BB tidak naik. Ibu memperhatikan bahwa

anaknya sering BAK pada malam hari dengan frekuensi 5-7x BAK/malam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak Somnolen, napas berbau buah (Fruity Breath Odor),

napas dalam dan cepat, TD 85/50 mmHg, denyut nadi 93x/menit, RR 45x/menit, suhu 36˚C.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 300 mg/dL, keton urin (+), AGD pH 6.8 dan

HCO3- 15 mEq.

A. Anamnesis

Pasien ini datang dengan keluhan napas cepat, kesadaran sudah menurun, arahkan pada

keadaan asidosis (tanda napas kussmaul). Tanyakan hal-hal berikut:

1. Apakah anak ini mengalami diare berat belakangan ini?

2. Apakah anak ini mengidap penyakit ginjal kronis?

3. Apakah anak ini tak sengaja memakan aspirin berlebih? (kedapatan memakan obat)

Pertanyaan diatas adalah untuk mengetahui perkiraan penyebab asidosis pada anak ini,

apabila semua negative, arahkan pertanyaan ke Diabetes Melitus.1

1. Apakah anak sering BAK malam hari?

2. Apakah nafsu makan anak meningkat/ baik tapi BB tidak naik/turun?

3. Apakah kebiasaan minum anak meningkat dari biasanya? Cepat haus?

4. Apakah ada riwayat DM di keluarga?

B. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh H to T (head to toe), dimulai dengan Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.

2 | P a g e

Page 3: Makalah PBL Blok 21

Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD)

ditemukan :

- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun

- Kulit kering - Selaput lendir kering

- Penurunan reflex - Mual, muntah, nyeri perut

Gambar 1. Pola pernapasan2

Tanda-tanda vital ditemukan :

- Takikardi - Hipotensi

- Takipneu - Hipotermia

Ada tanda khusus yang khas pada KAD

- Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)

Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari

aseton yang berlebih. Tanda ini khasterjadi dengan ketoasidosis - sebuah kondisi yang

berpotensi mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan segera untuk

mencegah dehidrasi berat, koma, dan kematian.

Ketoasidosis hasil dari katabolisme yang berlebihan lemak untuk energi sel dalam

ketiadaan karbohidrat dapat digunakan. Proses ini dimulai ketika kadar insulin tidak

mencukupi untuk mengangkut glukosa ke dalam sel, seperti pada diabetes mellitus, atau

ketika glukosa tidak tersedia dan toko hati glikogen yang habis, seperti pada diet rendah

karbohidrat dan kekurangan gizi. Kurang glukosa, sel-sel membakar lemak lebih cepat

daripada enzim dapat menangani keton sebagai produk

3 | P a g e

Page 4: Makalah PBL Blok 21

akhir asam. Sebagai hasilnya, keton(aseton, beta-asam hidroksibutirat, dan

asam acetoacetic) menumpuk dalam darah dan urin.  Untuk

mengimbangi keasaman meningkat, respirasi Kussmaul mengusir karbon dioksida

dengan aseton cukup untuk rasa nafas. 

- Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma)

Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma

KAD.

Gambar 2. Status mental pada pasien KAD.3

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis,yang terdiri atas :

Laboratorium :

Glukosa: >250 mg / dL. Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan fingerstick sambil

menunggu hasil lab.

Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari ekstravaskuler ke

ruang intravaskular. Untuk setiap kelebihan 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan

oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan

jumlah yang sesuai.

Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium normal atau

sedikit meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan

menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L.

Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat

asidosis. Kadar bicarbonate <18 mEq.

Sel darah lengkap (CBC) menghitung: sel darah putih (> 15 X 10 9 / L), ditandai pergeseran

ke kiri, mungkin infeksi yang mendasari KAD.

Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang

4 | P a g e

Page 5: Makalah PBL Blok 21

pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan DKA adalah 0,03 lebih rendah dari pH arteri.

Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan tidak signifikansi klinis, maka hampir tidak

ada alasan untuk melakukan ABG lebih menyakitkan.

o Nilai normal pada AGD :

Partial pressure of oxygen (PaO2) - 75 - 100 mmHg

Partial pressure of carbon dioxide (PaCO2) - 38 - 42 mmHg

Arterial blood pH of 7.38 - 7.42

Oxygen saturation (SaO2) - 94 - 100%

Bicarbonate - (HCO3) - 22 - 28 mEq/L

Keton: positif

Menguji keton dapat digunakan untuk menilai ketoasidosis dini pada penderita DM tipe 1.

Tes ini dilakukan dengan menggunakan sampel urin. Uji keton dilakukan saat :

Gula darah >240 mg/dL

Selama penyakit pneumonia, serangan jantung, atau stroke

Ketika mual muntah muncul

kehamilan

Beta hidroksibutirat: Serum atau hidroksibutirat beta kapiler dapat digunakan untuk

mengikuti tanggapan terhadap pengobatan. Tingkat lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap

normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi dengan ketoasidosis diabetikum.

Urinalysis: Cari ketosis glycosuria dan urin. Gunakan ini untuk mendeteksi mendasari infeksi

saluran kencing.

Osmolalitas: Pasien dengan ketoasidosis diabetes yang berada dalam keadaan koma biasanya

memiliki osmolalities> 330 mOsm / kg H 2 O. Jika osmolalitas kurang dari ini pada pasien

yang koma, mencari penyebab lain.

Fosfor: Jika pasien yang berisiko hypophosphatemia (misalnya, status gizi yang buruk,

alkoholisme kronis), maka fosfor serum harus ditentukan.

Hyperamylasemia dapat dilihat, bahkan tanpa adanya pankreatitis.

BUN meningkat.

Anion Gap lebih dari normal ( meningkat)

Hubungan Anion Gap dengan asidosis metabolic terlihat pada gambar 3. Gambar kiri adalah

ionogram normal. Gambar tengah menunjukkan bila ke dalam plasma ditambahkan HCL

maka sebagian ion HCO3- akan dipakai untuk mengikat proton sehingga kadarnya menjadi

berkurang, dan kadar CL meningkat. Gambar kanan menunjukkan bila metabolic asidosis

disebabkan kelebihan produki asam organic (misalnya asam laktat), ion HCO3- berkurang

sedangkan CL tetap dan anion yang tak diukur(sebagian besar adalah ion laktat) meningkat

kadarnya. Oleh karena itu asidosis metabolic dapat disertai dengan anion gap yang normal

atau meningkat.

5 | P a g e

Page 6: Makalah PBL Blok 21

Gambar 3. Anion Gap.4

Keadaan Jenis Anion

Ketoasidosis Asetoasetat, betahidroksibutirat

Asidosis laktat Laktat

Gagal ginjal Sulfat, fosfat, urea, hipurat

Keracunan methanol Format

Keracunan etilen glikol Glikosilat, glikolat, oksalat

Keracunan salisilat Asam keton, laktat, salisilat

Table 1.jenis anion pada keadaan klinis tertentu.4

Perlu diketahui bahwa tingkat glukosa serum yang tinggi dapat menyebabkan hiponatremia

pengenceran; kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan kadar gula buatan rendah dan

tingkat tinggi badan keton dapat menyebabkan elevasi buatan tingkat kreatinin.

6 | P a g e

Page 7: Makalah PBL Blok 21

Table 2. Kriteria Diagnostik3

7 | P a g e

Page 8: Makalah PBL Blok 21

table 3.  Evaluasi laboratorium dari penyebab metabolic dari asidosis dan koma.3

Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:

CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,

selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri. 

Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.

Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:

EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan

terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem. 

Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu: 

o Interval QT memanjang

o  Depresi segmen ST

o  Gelombang T mendatar atau difasik 

o Gelombang U 

o Interval PR memanjang 

o Blok SA 

8 | P a g e

Page 9: Makalah PBL Blok 21

C. Diagnosis

a. Differential Diagnosis

HONK

Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes

melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi

pada penderita diabetes tipe II.

Suatu keadaan metabolic yang ekstrim yang terjadi akibat kombinasi beberapa penyakit,

dehidrasi, dan ketidak mampuan untuk mendapat terapi diabetic karena efek penyakit

(missal pada penderita GGK yang punya riwayat DM lama, mendapat pengobatan

diuretic, yang menyebabkan interaksi antara obat DM dengan diuretic yang berakibat

obat diabetic tidak bias bekerja). Keadaan HONK berpotensi sebagai keadaan kegawat

daruratan. HONK dikarakterisasi sebagai Hiperglikemia berat dengan ditandai

Hiperosmolaritas serum tanpa bukti dari ketosis yang signifikan.

Hiperglikemia menyebabkan osmosis diuretic dengan hiperosmolaritas yang menuju

kepada perpindahan air secara osmosis kedalam kompartemen intravascular, yang

menyebabkan dehidrasi intrasel. Ketosis tidak terjadi karena kehadiran basal sekresi

insulin cukup untuk mencegah terjadinya ketogenesis, tapu tidak cukup untuk

menurunkan kadar gula darah.

Etiologi :

1. Insufisiensi insulin

DM, pankreatitis, pankreatektomi

Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)

2. Increase exogenous glukose

Hiperalimentation (tpn)

High kalori enteral feeding

3. Increase endogenous glukosa

Acute stress (ami, infeksi)

Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)

9 | P a g e

Page 10: Makalah PBL Blok 21

4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.

5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan

kardiovaskular.

6. Pembedahan/operasi.

7. Pemberian cairan hipertonik.

8. Luka bakar.

Faktor risiko:

1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)

2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)

3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)

4. Riwayat keluarga DM

5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)

8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu)

Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalahhaus, kulit terasa hangat dan

kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan

kabur, banyak kencing, mudah lelah.

Gejala-gejala meliputi :

1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.

2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.

3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.

4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).

5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.

6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.

7. Hipernatremia.

8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.

9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).

10. Kerusakan fungsi ginjal.

11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.

10 | P a g e

Page 11: Makalah PBL Blok 21

12. Kadar CO2 normal.

13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.

14. Kalium serum biasanya normal.

15. Tidak ada ketonemia.

16. Asidosis ringan.

Patofisiologi

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin

dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan

glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon

glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.

Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan

menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan

intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.

Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria

yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria

akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan

phospat.

Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar

gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,

karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi

maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.

Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama

urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam

urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan

merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien

akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi

hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel

sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi

menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan

merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.

11 | P a g e

Page 12: Makalah PBL Blok 21

Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,

hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat

karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.Hemokonsentrasi akan

meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah,

tromboemboli, infark cerebral, jantung.

Pengobatan

1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan

NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam

sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru

diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil

harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal

atau hipernatremia.

Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.

2. Insulin

Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik

sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis

rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan

dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik

3. Kalium

Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,

perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan

4. Hindari infeksi sekunder

Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter

DM tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin.

Diabet tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi

tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang

dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara

maksimal.5

Sekitar 90-95% penderita diabetes melitus termasuk dalam tipe diabetes 2. Penderita

dirawat dengan mangatur pola makan, latihan dan menyuntikkan insulin untuk

12 | P a g e

Page 13: Makalah PBL Blok 21

mencapai kadar gula dan tekanan darah yang senormal mungkin. sedangkan 5-10

adalah diabetes melitus gestational dan diabet tipe 1.6

Gejala Klinis6

3P (polifagi, polidipsi, poliuri)

Komplikasi

Penglihatan kabur

Kesemutan baal

Gangguan berkemih

Disfungsi ereksi

Diare kronik

Gangguan memori

Sirosis hepatis (ascites, kaput medusa, kollateral)

TBC (batuk-batuk >3 we)

Etiologi mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang

peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi sekarang ini, pasien

yang terdiagnosa DM 2 sering diakibatkan gaya hidup dan pola makan yang tidak

sehat.

Faktor Risiko

Usia >45 thn

Obesitas

Riwayat keluarga

Pekerjaan

Sosialekonomi

Nutrisi

Geografi

13 | P a g e

Page 14: Makalah PBL Blok 21

Jenis kelamin

Patofisiologi

Tatalaksana

Tujuan dari terapi pertamakali adalah menurunkan kadar gula darah. Tujuan jangka

panjang dari terapi adalah mencegah komplikasi diabetes.

14 | P a g e

Page 15: Makalah PBL Blok 21

Terapi utama pada DM tipe 2 adalah Olahraga dan Diet.

b. Working Diagnosis

Ketoasidosis diabetikum ec Diabetes mellitus tipe 1

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak

ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin

efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1

(IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar

57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.7

Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang

dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan

oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan

sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini

akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan

penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan

hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan

asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan

asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.

Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11

mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan

ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.

Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan

asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20;

bikarbonat < 10) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).6

Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (beta-hidroksibutirat dan asetoasetat)

akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan

15 | P a g e

Page 16: Makalah PBL Blok 21

menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis,

ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang

dibedakan menurut pH serum.

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada

anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode

KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri

(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial

ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak

teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.

Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau

penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk

usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif

anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:

penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik

intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk

derajat kesadaran).

Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur

atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik.

Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam

menanganai ketoasidosis diabetik pada anak.

Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mmol/L /

200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L). Keadaan ini juga

berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.2 Beberapa pemeriksaan laboratoris

dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:

Gula darah 

1. Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama terapi

dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi. 

16 | P a g e

Page 17: Makalah PBL Blok 21

2. Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara progresif

atau bila diberikan infus insulin. 

Gas darah 

1. Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena dan

kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah dalam

pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.

2.  Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH < 7,30;

bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10;

bikarbonat < 5,4 mmol/L). 

Kalium 

1. Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar kalium

total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium intraselular.

Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin

menurun secara cepat selama terapi diberikan. 

2. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring EKG,

terutama pada jam-jam pertama terapi. 

Natrium 

1. Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia 

2. Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L natrium

untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L

glukosa). 

3. Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi 

4. Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan dengan

peningkatan risiko edema serebri. 

Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton,

sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi

yang terjadi pada KAD. 

Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana

nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang

dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1

mmol/L. 

Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes,

terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan sesuai standar. • Pemeriksaan darah rutin:

Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi. 

17 | P a g e

Page 18: Makalah PBL Blok 21

Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24 jam,

terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan. 

Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya

kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang dapat

memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan. 

Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat. 

Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun),

memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status

sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid,

antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu

menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak

dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak

perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan

makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu

terjadinya KAD.

Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode

KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau

pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu

0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas

medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita

mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.

Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema

serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada

0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas

yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan

morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.

Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD

mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat,

hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan

emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP

18 | P a g e

Page 19: Makalah PBL Blok 21

mencakup insufisiensi hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi

thyroid-stimulating hormone.

Klasifikasi KAD

normal mild moderate Severe

CO2 (mEq/ L, venous)

20-28 16-20 10-15 <10

pH (venous) 7.35-7.45 7.25-7.35 7.15-7.25 <7.15

Clinical No change Oriented, alert but fatigue

Kussmaul, oriented but sleepy, arrousable

Kussmaul, sleepy to depressed sensorium to coma

Table 4. klasifikasi KAD. 7

Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,

juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi

karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil

insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Pada IDDM terjadi defisiensi insulin secara

ABSOLUT.7

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan

dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan

berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun

respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama

pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan

reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut

dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan

pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah

penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma

bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya

19 | P a g e

Page 20: Makalah PBL Blok 21

hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga

dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian

masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan

pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan

juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-

aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam

pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe

1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter

menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah

dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200

mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang

terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)

biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat

glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan

kesadaran.

Bukan DMBelum pasti

DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu:

Plasma vena <110 110 - 199 >200

Darah kapiler <90 90 - 199 >200

Kadar glukosa darah puasa:

Plasma vena <110 110 - 125 >126

Darah kapiler <90 90 - 109 >11

Table 5. Kadar glukosa darah.5

Pada Diabetes Melitus Tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya kekurangan hormon

insulin pada proses penyerapan makanan.

Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara :

20 | P a g e

Page 21: Makalah PBL Blok 21

Meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati.

Merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula.

Mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula.

Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal

dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian

lagi digunakan untuk tenaga.

Disinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam

darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin ataupun terjadi gangguan pada

proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes

melitus sangat besar sekali.

Gambar 4. Diabetes mellitus tipe 1.8

D. Etiopatogenesis

ETIOLOGI

KAD

DM tipe 1. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama

kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor

pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan

ketoasidosis berulang.

21 | P a g e

Page 22: Makalah PBL Blok 21

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan

obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya

insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.

2. Keadaan sakit atau infeksi.

3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

DM tipe 1

Hingga sekarang baru 2 penyebab DM tipe 1 yang diketahui yaitu :7

1. Immune mediated

2. Idiopatik

Gambar 5. Insufisiensi insulin.3

PATOGENESIS

1. KAD

- Defisensi insulin

- Peningkatan hormone termasuk glucagon, kortisol, GH, dan katekolamin

- Percepatan katabolisme dari lemak (lipolisis) dari jaringan lemak meningkatakan sirkulasi

FFA yang mana di hepar dirubah menjadi benda keton.

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai

lanjutan dari kegagalan sel beta secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa

22 | P a g e

Page 23: Makalah PBL Blok 21

penurunan kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti

sepsis dan peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara

bersamaan, perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi

glukosa, baik dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan

glukosa menurun. Secara langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar

glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit,

dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan hiperosmolaritas.

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan

turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat

(keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH <

7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat

perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar,

asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan

hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam siklus.

Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis berupa

poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan nilai

pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat

keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3),

moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).

Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya

didapatkan pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia

serum terjadi akibat pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena

adanya asidosis akibat defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya

penurunan kadar fosfat dan magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia

terjadi akibat efek dilusi akibat osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat

diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan

kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan

menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum

yang dilakukan secara cepat dapat memperlebar gradien osmolaritas serum dan

intraserebral. Cairan bebas kemudian akan memasuki jaringan otak dan menyebabkan

edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan

koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap dengan monitoring ketat.

23 | P a g e

Page 24: Makalah PBL Blok 21

2. DM tipe 1

Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.7

1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama

untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai

hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.

2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok

penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti

Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia

gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan

muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

Pada DM tipe I cenderung terjadi ketoasidosis diabetik

E. Manifestasi Klinis

Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD)

ditemukan :

- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun

- Kulit kering - Selaput lendir kering

- Penurunan reflex - Mual, muntah, nyeri perut

Ada tanda khusus yang khas pada KAD

- Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)

Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari

aseton yang berlebih. Tanda ini khasterjadi dengan ketoasidosis - sebuah kondisi yang

berpotensi mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan segera untuk

mencegah dehidrasi berat, koma, dan kematian.

Ketoasidosis hasil dari katabolisme yang berlebihan lemak untuk energi sel dalam

ketiadaan karbohidrat dapat digunakan. Proses ini dimulai ketika kadar insulin tidak

mencukupi untuk mengangkut glukosa ke dalam sel, seperti pada diabetes mellitus, atau

ketika glukosa tidak tersedia dan toko hati glikogen yang habis, seperti pada diet rendah

karbohidrat dan kekurangan gizi. Kurang glukosa, sel-sel membakar lemak lebih cepat

24 | P a g e

Page 25: Makalah PBL Blok 21

daripada enzim dapat menangani keton sebagai produk

akhir asam. Sebagai hasilnya, keton(aseton, beta-asam hidroksibutirat, dan

asam acetoacetic) menumpuk dalam darah dan urin.  Untuk

mengimbangi keasaman meningkat, respirasi Kussmaul mengusir karbon dioksida

dengan aseton cukup untuk rasa nafas. 

- Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma)

Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma

KAD.

Dengan melihat gejala klinik serta hasil laboratorium yang menunjang, kita tak hanya dapat

menegakkan diagnosis tapi juga mengetahui derajat dari KAD yang berujung pada treatment

yang optimal.

Manifestasi Klinik pada DM tipe 1:

o Polidipsia Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel,

menyebabkan dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus

o Poliuria Hiperglikemia – glukosuria menyebabkan diuresis osmotik

o Polifagia Sel mengalami starvasi karena cadangan KH, lemak dan protein berkurang

(tidak ada pengisian depot yang biasa dilakukan oleh insulin

o Berat badan turun Cairan tubuh berkurang karena diuresis osmotik, protein dan

lemak berkurang karena dipecah sebagai sumber energi

o Lelah Metabolisme tubuh tidak berjalan sebagaimana seharusnya

o Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria

o Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang

disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi

dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat

inap

F. Epidemiologi

25 | P a g e

Page 26: Makalah PBL Blok 21

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi

bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi

di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD

yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak

10 dari 100.000 anak.

Diabetes mellitus tipe I / IDDM

terutama pada anak-anak dan remaja

98% DM pada anak dan remaja adalah tipe I.

Karena sifatnya, dulu dikenal sebagai Juvenile onset diabetes atau Ketosis

prone diabetes.

gejala-gejala klinis yang tidak sama persis dengan tipe II. Pada umumnya gejala

klinis bersifat akut, dengan riwayat klasik adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia.

Kehilangan berat badan merupakan tanda yang khas.

Statistik internasional

Internasional, tingkat diabetes tipe 1 meningkat. Di Eropa, Timur Tengah, dan

Australia,tingkat diabetes tipe 1 meningkat 2-5% per tahun. Skandinavia memiliki

tingkat prevalensitertinggi untuk DM tipe 1 (yaitu, sekitar 20% dari jumlah total penderita

DM), sementara Cina dan Jepang memiliki tingkat prevalensi terendah, dengan kurang

dari 1% dari semuapenderita diabetes. Beberapa perbedaan ini mungkin berhubungan

dengan masalahdefinisi dan kelengkapan pelaporan.

26 | P a g e

Page 27: Makalah PBL Blok 21

Grafik 1. Insidens KAD di seluruh dunia.3

G. Penatalaksanaan

Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat dapat

diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan

perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya

dilakukan oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD

harus terlibat langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta

dilakukan berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah

parameter biokimia.8 Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama,

gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema

serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit

perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien

KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan

isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental.8 Penanganan pasien anak

dengan KAD, antara lain.

Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,

breathing, dan circulation. 

Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,

suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.

Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan

laboratorium adalah: 

- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.

27 | P a g e

Page 28: Makalah PBL Blok 21

- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300

mg/dL selama rehidrasi. 

Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis

dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi

glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL. 

Monitoring  

Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup

medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.

Monitoring yang dilakukan harus mencakup:

Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam. 

Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat gangguan

derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan. 

Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia atau

hipokalemia melalui ekspresi gelombang T. 

Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah

vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi

perifer yang buruk) 

Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus diulangi

setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam. Peningkatan

leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda infeksi. 

Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya

tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,

peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik (gelisah,

iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat ditemukan

kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil. 

Cairan dan Natrium  

Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan menyebabkan

pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian terhadap pasien

dengan IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan sebanyak kurang

lebih 5L bersamaan dengan kehilangan 20% garam natrium dan kalium. Pada saat yang sama,

cairan ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik

jarang terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat

penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] +

28 | P a g e

Page 29: Makalah PBL Blok 21

glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum

nitrogen serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan

ekstraselular.

Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan

penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah. Penelitian pada

manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan menyebabkan penurunan

kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat peningkatan laju filtrasi

glomerulus. Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara lain:

Mengembalikan volume sirkulasi efektif. 

Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel. 

Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton dari

dalam darah. 

Menghindari edema serebri. 

Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi

peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang

dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan

cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan

isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai

standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko

lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik

Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam

tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer dari

larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan dan

elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan

cairan ke dalam kompartemen intraselular. 

Kalium  

Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg. Namun,

pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel

adalah hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel. Kadar

kalium serum pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang

29 | P a g e

Page 30: Makalah PBL Blok 21

terjadi berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi

akibat penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi

kalium masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.

Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:

Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium. 

Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.

Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan, dipertimbangkan

pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila koreksi

hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus dikurangi. 

Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena. 

Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L 

Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L 

Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan

preparat kalium ke dalam cairan intravena.

 Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil

hiperkalemia pada EKG. 

Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG

sebagai berikut: 

Kompleks QRS melebar 

Gelombang T tinggi 

Interval PR memanjang 

Gelombang P hilang 

Kompleks QRS difasik

 Asistole 

Fosfat  

Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan

berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.

Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan

pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.

Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala yang

luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi

jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD

30 | P a g e

Page 31: Makalah PBL Blok 21

mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya

keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam

upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman

yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.

Asidosis 9  

Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin

akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.

Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi

asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi

jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik

dan mencegah asidosis laktat.

Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah

betahidroksibutirat dan asetoasetat. 

Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]

Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L 

Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian menelaah

pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak menunjukkan

adanya manfaat yang bermakna.

Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini diperkuat

oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan

koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan menghasilkan keadaan

hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga terjadi hipertonisitas serum.

Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan keton oleh hepar, sehingga

memperlambat pemulihan keadaan ketosis.

Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru

memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang

disertai dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian

terapi alkali ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam

jiwa.

31 | P a g e

Page 32: Makalah PBL Blok 21

Edema Serebri  

Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.

Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan

efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek

merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan

setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan

0,25 – 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi

kegagalan respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons

positif setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30

menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu

dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema

serebri yang terkait dengan KAD.

Penilaian rutin derajat kesadaran:  

Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak

yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian

menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran. 

Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan

kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri

yang semakin berat. 

Beberapa prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:

Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus

insulin, drip, dan lain-lain. 

Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda

syok berat, dan adanya tanda asidosis berat. 

32 | P a g e

Page 33: Makalah PBL Blok 21

33 | P a g e

Page 34: Makalah PBL Blok 21

H. Pencegahan

Sebelum Diagnosis

Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko tinggi

KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat

keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi,

seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan

komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman

masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi

lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.

Sesudah Diagnosis  

Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan edukasi

algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD harus

segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian insulin

berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik ke

pusat pelayanan kesehatan.

I. Komplikasi

1. Cerebral Edema:

a. Cerebral edema menyebabkan gejala relatif jarang pada orang

dewasa selama diabetic ketoacidosis (DKA), meskipun tanpa gejala edema

serebral mungkin umum.

b. Cerebral edema biasanya terjadi dalam beberapa jam dari inisiasi pengobatan. Itu

menyajikan dalam 24 jam pertama dengan sakit kepala, perubahan perilaku

daninkontinensia urin, maju ke kerusakan neurologis mendadak dan koma.

c. Cerebral edema  terkait dengan DKA lebih sering terjadi pada anak-anak

daripada pada orang dewasa. Di Inggris sekitar 70-80% dari kematian

terkait diabetes pada anak di bawah usia 12 tahun disebabkan sebagai

akibat edema serebral.

Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik  

Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat

pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun

34 | P a g e

Page 35: Makalah PBL Blok 21

selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup

bervariasi dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat

kesadaran, nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.

Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu oleh

penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa mekanisme etiopatologik

edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah mekanisme telah dianalisis, termasuk

peranan iskemia/hipoksia serebral dan peningkatan berbagai mediator inflamasi, yang akan

meningkatkan aliran darah ke otak serta mengganggu transpor ion dan air melalui membran

sel. Adanya osmolit organik intraselular (mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan

osmotik selular juga merupakan faktor yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan

KAD menggunakan ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat edema

serebri yang terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

yang signifikan.

2. Edema paru:

Edema paru hanya telah jarang dilaporkan di DKA. Edema paru biasanya

terjadi dalam beberapa jam dari inisiasi pengobatan.

Pasien lansia dan mereka dengan gangguan fungsi jantung berada pada risiko

tertentu,dan pemantauan tekanan vena sentral harus dipertimbangkan.

3. Iatrogenik hipoglikemia: hipoglikemia berat juga berhubungan dengan

aritmia jantung,cedera otak akut dan kematian.

4. Iatrogenik hipokalemia.

5. disritmia jantung karena gangguan elektrolit (terutama K +) atau asidosis metabolik.

6. penekanan miokard karena asidosis metabolik.

7. tromboemboli vena.

8. Infark miokard (mungkin menjadi penyebab atau komplikasi dari DKA).

9. perubahan retinopathic Diabetes bisa dilihat sebelum atau setelah terapi untuk DKA.

10. hipofosfatemia - jarang memiliki efek klinis yang signifikan. Meskipun ada adalah

kerugian besar fosfat total tubuh di DKA, tidak ada bukti

manfaat penggantian fosfat tetapipengukuran fosfat dan penggantian harus

dipertimbangkan dengan adanya sindrompernafasan weakness.6Adult otot dan

rangka pernapasan.

35 | P a g e

Page 36: Makalah PBL Blok 21

J. Prognosis

Dubia

Angka kematian telah menurun secara signifikan dalam 20 tahun terakhir dari 7,96%

menjadi 0,67%. Tingkat kematian masih tinggi di negara berkembang dan di kalangan

non-dirawat di rumah sakit pasien.

Prognosis memburuk dengan usia dan sifat dan keparahan dari patologi yang

mendasaripengendapan (infark miokard terutama, sepsis dan pneumonia).

Kehadiran koma pada presentasi, hipotermia atau oliguria persisten merupakan

indikatorprognosis yang buruk.

Edema serebral tetap menjadi penyebab paling umum kematian, terutama pada

anakmuda dan remaja.

Penyebab utama kematian pada populasi orang

dewasa termasuk hipokalemia parah,sindrom distres pernapasan dewasa, dan negara-

negara penyerta seperti pneumonia,infark miokard akut dan sepsis.

Bab III

Kesimpulan

Anak dengan gejala napas kussmaul, mengantuk (tanda penurunan kesadaran) dan diketahui

napas berbau aseton dan ditemukan cirri DM pada pemeriksaan fisik dan penunjang

didiagnosis sebagai KAD ec DM tipe 1.

KAD sering ditemukan pada DM 1, dan prevalensi terbanyak pada DM yang tidak terdeteksi.

Penanganan untuk KAD dikategorikan ke dalam kegawatdaruratan karena KAD memiliki

mortalitas yang cukup tinggi.

36 | P a g e

Page 37: Makalah PBL Blok 21

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.

2. Ketoasidosis diabetic. Diunduh dari

http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/medicine/pulmonar/physio/pf11.htm, 20

November 2011.

3. Managing diabetes. Diunduh dari http://diabetesmanager.pbworks.com, 20 November

2011.

4. Latief A. Hot topics in pediatrics. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2007.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

6. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s

principles of internal disease. 15th edition. USA: McGraw-Hill; 2001.

7. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi 18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.

8. Diabetes Melitus. Diunduh dari .

http://www.klikdokter.com/diabetes/read/2010/07/05/111/definisi-diabetes-melitus, 20

November 2011.

9. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2008.

37 | P a g e