makalah pbl blok 21
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Makalah PBL Blok 21
Ketoasidosis Diabetikum ec Diabetes Mellitus Tipe 1
Disusun oleh:
Olivia Ekaputri
10.2009.077 – A6
Email: [email protected]
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta 2011
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ketoasidosis Diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang
pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada
pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes
mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.
Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang serius pada DM tipe 1 terutama
pada pasien anak, dan merupakan kondisi gawat darurat yag menimbulkan morbiditas dan
mortalitas.
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami keadaan KAD, serta etiologi dan perjalanan
penyakitnya.
2. Mahasiswa dapat menmahami penanganan yang tepat pada KAD
1 | P a g e
Bab II
Pembahasan
Skenario
Seorang anak perempuan, 6 tahun, dibawa oleh obunya ke Unit Gawat Darurat RS karena
napas yang cepat, tampak mengantuk, dan sukar dibangunkan. Ibu pasien mengatakan bahwa
anaknya memiliki nafsu makan yang baik, tapi BB tidak naik. Ibu memperhatikan bahwa
anaknya sering BAK pada malam hari dengan frekuensi 5-7x BAK/malam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak Somnolen, napas berbau buah (Fruity Breath Odor),
napas dalam dan cepat, TD 85/50 mmHg, denyut nadi 93x/menit, RR 45x/menit, suhu 36˚C.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 300 mg/dL, keton urin (+), AGD pH 6.8 dan
HCO3- 15 mEq.
A. Anamnesis
Pasien ini datang dengan keluhan napas cepat, kesadaran sudah menurun, arahkan pada
keadaan asidosis (tanda napas kussmaul). Tanyakan hal-hal berikut:
1. Apakah anak ini mengalami diare berat belakangan ini?
2. Apakah anak ini mengidap penyakit ginjal kronis?
3. Apakah anak ini tak sengaja memakan aspirin berlebih? (kedapatan memakan obat)
Pertanyaan diatas adalah untuk mengetahui perkiraan penyebab asidosis pada anak ini,
apabila semua negative, arahkan pertanyaan ke Diabetes Melitus.1
1. Apakah anak sering BAK malam hari?
2. Apakah nafsu makan anak meningkat/ baik tapi BB tidak naik/turun?
3. Apakah kebiasaan minum anak meningkat dari biasanya? Cepat haus?
4. Apakah ada riwayat DM di keluarga?
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh H to T (head to toe), dimulai dengan Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.
2 | P a g e
Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD)
ditemukan :
- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun
- Kulit kering - Selaput lendir kering
- Penurunan reflex - Mual, muntah, nyeri perut
Gambar 1. Pola pernapasan2
Tanda-tanda vital ditemukan :
- Takikardi - Hipotensi
- Takipneu - Hipotermia
Ada tanda khusus yang khas pada KAD
- Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)
Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari
aseton yang berlebih. Tanda ini khasterjadi dengan ketoasidosis - sebuah kondisi yang
berpotensi mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan segera untuk
mencegah dehidrasi berat, koma, dan kematian.
Ketoasidosis hasil dari katabolisme yang berlebihan lemak untuk energi sel dalam
ketiadaan karbohidrat dapat digunakan. Proses ini dimulai ketika kadar insulin tidak
mencukupi untuk mengangkut glukosa ke dalam sel, seperti pada diabetes mellitus, atau
ketika glukosa tidak tersedia dan toko hati glikogen yang habis, seperti pada diet rendah
karbohidrat dan kekurangan gizi. Kurang glukosa, sel-sel membakar lemak lebih cepat
daripada enzim dapat menangani keton sebagai produk
3 | P a g e
akhir asam. Sebagai hasilnya, keton(aseton, beta-asam hidroksibutirat, dan
asam acetoacetic) menumpuk dalam darah dan urin. Untuk
mengimbangi keasaman meningkat, respirasi Kussmaul mengusir karbon dioksida
dengan aseton cukup untuk rasa nafas.
- Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma)
Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma
KAD.
Gambar 2. Status mental pada pasien KAD.3
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis,yang terdiri atas :
Laboratorium :
Glukosa: >250 mg / dL. Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan fingerstick sambil
menunggu hasil lab.
Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari ekstravaskuler ke
ruang intravaskular. Untuk setiap kelebihan 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan
oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan
jumlah yang sesuai.
Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium normal atau
sedikit meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan
menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L.
Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat
asidosis. Kadar bicarbonate <18 mEq.
Sel darah lengkap (CBC) menghitung: sel darah putih (> 15 X 10 9 / L), ditandai pergeseran
ke kiri, mungkin infeksi yang mendasari KAD.
Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang
4 | P a g e
pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan DKA adalah 0,03 lebih rendah dari pH arteri.
Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan tidak signifikansi klinis, maka hampir tidak
ada alasan untuk melakukan ABG lebih menyakitkan.
o Nilai normal pada AGD :
Partial pressure of oxygen (PaO2) - 75 - 100 mmHg
Partial pressure of carbon dioxide (PaCO2) - 38 - 42 mmHg
Arterial blood pH of 7.38 - 7.42
Oxygen saturation (SaO2) - 94 - 100%
Bicarbonate - (HCO3) - 22 - 28 mEq/L
Keton: positif
Menguji keton dapat digunakan untuk menilai ketoasidosis dini pada penderita DM tipe 1.
Tes ini dilakukan dengan menggunakan sampel urin. Uji keton dilakukan saat :
Gula darah >240 mg/dL
Selama penyakit pneumonia, serangan jantung, atau stroke
Ketika mual muntah muncul
kehamilan
Beta hidroksibutirat: Serum atau hidroksibutirat beta kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti tanggapan terhadap pengobatan. Tingkat lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi dengan ketoasidosis diabetikum.
Urinalysis: Cari ketosis glycosuria dan urin. Gunakan ini untuk mendeteksi mendasari infeksi
saluran kencing.
Osmolalitas: Pasien dengan ketoasidosis diabetes yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalities> 330 mOsm / kg H 2 O. Jika osmolalitas kurang dari ini pada pasien
yang koma, mencari penyebab lain.
Fosfor: Jika pasien yang berisiko hypophosphatemia (misalnya, status gizi yang buruk,
alkoholisme kronis), maka fosfor serum harus ditentukan.
Hyperamylasemia dapat dilihat, bahkan tanpa adanya pankreatitis.
BUN meningkat.
Anion Gap lebih dari normal ( meningkat)
Hubungan Anion Gap dengan asidosis metabolic terlihat pada gambar 3. Gambar kiri adalah
ionogram normal. Gambar tengah menunjukkan bila ke dalam plasma ditambahkan HCL
maka sebagian ion HCO3- akan dipakai untuk mengikat proton sehingga kadarnya menjadi
berkurang, dan kadar CL meningkat. Gambar kanan menunjukkan bila metabolic asidosis
disebabkan kelebihan produki asam organic (misalnya asam laktat), ion HCO3- berkurang
sedangkan CL tetap dan anion yang tak diukur(sebagian besar adalah ion laktat) meningkat
kadarnya. Oleh karena itu asidosis metabolic dapat disertai dengan anion gap yang normal
atau meningkat.
5 | P a g e
Gambar 3. Anion Gap.4
Keadaan Jenis Anion
Ketoasidosis Asetoasetat, betahidroksibutirat
Asidosis laktat Laktat
Gagal ginjal Sulfat, fosfat, urea, hipurat
Keracunan methanol Format
Keracunan etilen glikol Glikosilat, glikolat, oksalat
Keracunan salisilat Asam keton, laktat, salisilat
Table 1.jenis anion pada keadaan klinis tertentu.4
Perlu diketahui bahwa tingkat glukosa serum yang tinggi dapat menyebabkan hiponatremia
pengenceran; kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan kadar gula buatan rendah dan
tingkat tinggi badan keton dapat menyebabkan elevasi buatan tingkat kreatinin.
6 | P a g e
Table 2. Kriteria Diagnostik3
7 | P a g e
table 3. Evaluasi laboratorium dari penyebab metabolic dari asidosis dan koma.3
Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,
selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.
Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan
terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.
Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:
o Interval QT memanjang
o Depresi segmen ST
o Gelombang T mendatar atau difasik
o Gelombang U
o Interval PR memanjang
o Blok SA
8 | P a g e
C. Diagnosis
a. Differential Diagnosis
HONK
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes
melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi
pada penderita diabetes tipe II.
Suatu keadaan metabolic yang ekstrim yang terjadi akibat kombinasi beberapa penyakit,
dehidrasi, dan ketidak mampuan untuk mendapat terapi diabetic karena efek penyakit
(missal pada penderita GGK yang punya riwayat DM lama, mendapat pengobatan
diuretic, yang menyebabkan interaksi antara obat DM dengan diuretic yang berakibat
obat diabetic tidak bias bekerja). Keadaan HONK berpotensi sebagai keadaan kegawat
daruratan. HONK dikarakterisasi sebagai Hiperglikemia berat dengan ditandai
Hiperosmolaritas serum tanpa bukti dari ketosis yang signifikan.
Hiperglikemia menyebabkan osmosis diuretic dengan hiperosmolaritas yang menuju
kepada perpindahan air secara osmosis kedalam kompartemen intravascular, yang
menyebabkan dehidrasi intrasel. Ketosis tidak terjadi karena kehadiran basal sekresi
insulin cukup untuk mencegah terjadinya ketogenesis, tapu tidak cukup untuk
menurunkan kadar gula darah.
Etiologi :
1. Insufisiensi insulin
DM, pankreatitis, pankreatektomi
Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glukose
Hiperalimentation (tpn)
High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
Acute stress (ami, infeksi)
Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
9 | P a g e
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan
kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.
Faktor risiko:
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalahhaus, kulit terasa hangat dan
kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan
kabur, banyak kencing, mudah lelah.
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
10 | P a g e
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.
Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin
dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan
glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.
Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan
menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan
intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria
yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria
akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan
phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar
gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama
urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam
urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien
akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi
hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
11 | P a g e
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat
karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.Hemokonsentrasi akan
meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah,
tromboemboli, infark cerebral, jantung.
Pengobatan
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil
harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal
atau hipernatremia.
Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis
rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan
dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
DM tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin.
Diabet tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi
tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang
dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara
maksimal.5
Sekitar 90-95% penderita diabetes melitus termasuk dalam tipe diabetes 2. Penderita
dirawat dengan mangatur pola makan, latihan dan menyuntikkan insulin untuk
12 | P a g e
mencapai kadar gula dan tekanan darah yang senormal mungkin. sedangkan 5-10
adalah diabetes melitus gestational dan diabet tipe 1.6
Gejala Klinis6
3P (polifagi, polidipsi, poliuri)
Komplikasi
Penglihatan kabur
Kesemutan baal
Gangguan berkemih
Disfungsi ereksi
Diare kronik
Gangguan memori
Sirosis hepatis (ascites, kaput medusa, kollateral)
TBC (batuk-batuk >3 we)
Etiologi mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi sekarang ini, pasien
yang terdiagnosa DM 2 sering diakibatkan gaya hidup dan pola makan yang tidak
sehat.
Faktor Risiko
Usia >45 thn
Obesitas
Riwayat keluarga
Pekerjaan
Sosialekonomi
Nutrisi
Geografi
13 | P a g e
Jenis kelamin
Patofisiologi
Tatalaksana
Tujuan dari terapi pertamakali adalah menurunkan kadar gula darah. Tujuan jangka
panjang dari terapi adalah mencegah komplikasi diabetes.
14 | P a g e
Terapi utama pada DM tipe 2 adalah Olahraga dan Diet.
b. Working Diagnosis
Ketoasidosis diabetikum ec Diabetes mellitus tipe 1
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak
ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin
efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1
(IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar
57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.7
Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang
dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan
oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini
akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan
penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan
hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan
asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11
mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan
ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.
Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan
asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20;
bikarbonat < 10) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).6
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (beta-hidroksibutirat dan asetoasetat)
akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan
15 | P a g e
menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis,
ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang
dibedakan menurut pH serum.
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada
anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode
KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk
usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif
anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:
penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik
intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk
derajat kesadaran).
Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur
atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik.
Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam
menanganai ketoasidosis diabetik pada anak.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mmol/L /
200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L). Keadaan ini juga
berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.2 Beberapa pemeriksaan laboratoris
dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:
Gula darah
1. Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama terapi
dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
16 | P a g e
2. Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara progresif
atau bila diberikan infus insulin.
Gas darah
1. Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena dan
kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah dalam
pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
2. Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH < 7,30;
bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10;
bikarbonat < 5,4 mmol/L).
Kalium
1. Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar kalium
total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium intraselular.
Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin
menurun secara cepat selama terapi diberikan.
2. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring EKG,
terutama pada jam-jam pertama terapi.
Natrium
1. Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
2. Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L natrium
untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L
glukosa).
3. Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
4. Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan dengan
peningkatan risiko edema serebri.
Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton,
sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi
yang terjadi pada KAD.
Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana
nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang
dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1
mmol/L.
Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes,
terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan sesuai standar. • Pemeriksaan darah rutin:
Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.
17 | P a g e
Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24 jam,
terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya
kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang dapat
memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun),
memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status
sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid,
antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu
menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan
makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah
asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu
terjadinya KAD.
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode
KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau
pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu
0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas
medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita
mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema
serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada
0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas
yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan
morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.
Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD
mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat,
hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan
emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP
18 | P a g e
mencakup insufisiensi hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi
thyroid-stimulating hormone.
Klasifikasi KAD
normal mild moderate Severe
CO2 (mEq/ L, venous)
20-28 16-20 10-15 <10
pH (venous) 7.35-7.45 7.25-7.35 7.15-7.25 <7.15
Clinical No change Oriented, alert but fatigue
Kussmaul, oriented but sleepy, arrousable
Kussmaul, sleepy to depressed sensorium to coma
Table 4. klasifikasi KAD. 7
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,
juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi
karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Pada IDDM terjadi defisiensi insulin secara
ABSOLUT.7
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan
dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan
berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama
pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma
bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya
19 | P a g e
hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian
masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan
juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-
aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe
1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah
dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200
mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang
terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat
glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran.
Bukan DMBelum pasti
DMDM
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >11
Table 5. Kadar glukosa darah.5
Pada Diabetes Melitus Tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya kekurangan hormon
insulin pada proses penyerapan makanan.
Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara :
20 | P a g e
Meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati.
Merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula.
Mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula.
Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal
dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian
lagi digunakan untuk tenaga.
Disinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam
darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin ataupun terjadi gangguan pada
proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes
melitus sangat besar sekali.
Gambar 4. Diabetes mellitus tipe 1.8
D. Etiopatogenesis
ETIOLOGI
KAD
DM tipe 1. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang.
21 | P a g e
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan
obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2. Keadaan sakit atau infeksi.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
DM tipe 1
Hingga sekarang baru 2 penyebab DM tipe 1 yang diketahui yaitu :7
1. Immune mediated
2. Idiopatik
Gambar 5. Insufisiensi insulin.3
PATOGENESIS
1. KAD
- Defisensi insulin
- Peningkatan hormone termasuk glucagon, kortisol, GH, dan katekolamin
- Percepatan katabolisme dari lemak (lipolisis) dari jaringan lemak meningkatakan sirkulasi
FFA yang mana di hepar dirubah menjadi benda keton.
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel beta secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa
22 | P a g e
penurunan kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti
sepsis dan peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara
bersamaan, perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi
glukosa, baik dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan
glukosa menurun. Secara langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar
glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit,
dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan hiperosmolaritas.
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan
turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat
(keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH <
7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat
perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar,
asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan
hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam siklus.
Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis berupa
poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan nilai
pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat
keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3),
moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).
Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya
didapatkan pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia
serum terjadi akibat pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena
adanya asidosis akibat defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya
penurunan kadar fosfat dan magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia
terjadi akibat efek dilusi akibat osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat
diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan
kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan
menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum
yang dilakukan secara cepat dapat memperlebar gradien osmolaritas serum dan
intraserebral. Cairan bebas kemudian akan memasuki jaringan otak dan menyebabkan
edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan
koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap dengan monitoring ketat.
23 | P a g e
2. DM tipe 1
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.7
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama
untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia
gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan
muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
Pada DM tipe I cenderung terjadi ketoasidosis diabetik
E. Manifestasi Klinis
Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD)
ditemukan :
- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun
- Kulit kering - Selaput lendir kering
- Penurunan reflex - Mual, muntah, nyeri perut
Ada tanda khusus yang khas pada KAD
- Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity breath Odor)
Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari
aseton yang berlebih. Tanda ini khasterjadi dengan ketoasidosis - sebuah kondisi yang
berpotensi mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan segera untuk
mencegah dehidrasi berat, koma, dan kematian.
Ketoasidosis hasil dari katabolisme yang berlebihan lemak untuk energi sel dalam
ketiadaan karbohidrat dapat digunakan. Proses ini dimulai ketika kadar insulin tidak
mencukupi untuk mengangkut glukosa ke dalam sel, seperti pada diabetes mellitus, atau
ketika glukosa tidak tersedia dan toko hati glikogen yang habis, seperti pada diet rendah
karbohidrat dan kekurangan gizi. Kurang glukosa, sel-sel membakar lemak lebih cepat
24 | P a g e
daripada enzim dapat menangani keton sebagai produk
akhir asam. Sebagai hasilnya, keton(aseton, beta-asam hidroksibutirat, dan
asam acetoacetic) menumpuk dalam darah dan urin. Untuk
mengimbangi keasaman meningkat, respirasi Kussmaul mengusir karbon dioksida
dengan aseton cukup untuk rasa nafas.
- Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma)
Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma
KAD.
Dengan melihat gejala klinik serta hasil laboratorium yang menunjang, kita tak hanya dapat
menegakkan diagnosis tapi juga mengetahui derajat dari KAD yang berujung pada treatment
yang optimal.
Manifestasi Klinik pada DM tipe 1:
o Polidipsia Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel,
menyebabkan dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus
o Poliuria Hiperglikemia – glukosuria menyebabkan diuresis osmotik
o Polifagia Sel mengalami starvasi karena cadangan KH, lemak dan protein berkurang
(tidak ada pengisian depot yang biasa dilakukan oleh insulin
o Berat badan turun Cairan tubuh berkurang karena diuresis osmotik, protein dan
lemak berkurang karena dipecah sebagai sumber energi
o Lelah Metabolisme tubuh tidak berjalan sebagaimana seharusnya
o Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria
o Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat
inap
F. Epidemiologi
25 | P a g e
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi
bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi
di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD
yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak
10 dari 100.000 anak.
Diabetes mellitus tipe I / IDDM
terutama pada anak-anak dan remaja
98% DM pada anak dan remaja adalah tipe I.
Karena sifatnya, dulu dikenal sebagai Juvenile onset diabetes atau Ketosis
prone diabetes.
gejala-gejala klinis yang tidak sama persis dengan tipe II. Pada umumnya gejala
klinis bersifat akut, dengan riwayat klasik adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia.
Kehilangan berat badan merupakan tanda yang khas.
Statistik internasional
Internasional, tingkat diabetes tipe 1 meningkat. Di Eropa, Timur Tengah, dan
Australia,tingkat diabetes tipe 1 meningkat 2-5% per tahun. Skandinavia memiliki
tingkat prevalensitertinggi untuk DM tipe 1 (yaitu, sekitar 20% dari jumlah total penderita
DM), sementara Cina dan Jepang memiliki tingkat prevalensi terendah, dengan kurang
dari 1% dari semuapenderita diabetes. Beberapa perbedaan ini mungkin berhubungan
dengan masalahdefinisi dan kelengkapan pelaporan.
26 | P a g e
Grafik 1. Insidens KAD di seluruh dunia.3
G. Penatalaksanaan
Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat dapat
diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan
perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya
dilakukan oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD
harus terlibat langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta
dilakukan berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah
parameter biokimia.8 Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama,
gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema
serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit
perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien
KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan
isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental.8 Penanganan pasien anak
dengan KAD, antara lain.
Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,
breathing, dan circulation.
Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,
suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan
laboratorium adalah:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.
27 | P a g e
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300
mg/dL selama rehidrasi.
Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis
dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi
glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL.
Monitoring
Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.
Monitoring yang dilakukan harus mencakup:
Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat gangguan
derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia atau
hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah
vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi
perifer yang buruk)
Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus diulangi
setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam. Peningkatan
leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda infeksi.
Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya
tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,
peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik (gelisah,
iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat ditemukan
kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.
Cairan dan Natrium
Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan menyebabkan
pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian terhadap pasien
dengan IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan sebanyak kurang
lebih 5L bersamaan dengan kehilangan 20% garam natrium dan kalium. Pada saat yang sama,
cairan ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik
jarang terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat
penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] +
28 | P a g e
glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum
nitrogen serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan
ekstraselular.
Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan
penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah. Penelitian pada
manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat peningkatan laju filtrasi
glomerulus. Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara lain:
Mengembalikan volume sirkulasi efektif.
Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel.
Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton dari
dalam darah.
Menghindari edema serebri.
Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang
dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan
cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan
isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai
standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko
lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik
Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam
tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer dari
larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan dan
elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan
cairan ke dalam kompartemen intraselular.
Kalium
Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg. Namun,
pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel
adalah hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel. Kadar
kalium serum pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang
29 | P a g e
terjadi berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi
akibat penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi
kalium masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.
Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:
Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan, dipertimbangkan
pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila koreksi
hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus dikurangi.
Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L
Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L
Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan
preparat kalium ke dalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil
hiperkalemia pada EKG.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG
sebagai berikut:
Kompleks QRS melebar
Gelombang T tinggi
Interval PR memanjang
Gelombang P hilang
Kompleks QRS difasik
Asistole
Fosfat
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan
berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.
Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan
pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.
Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala yang
luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi
jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD
30 | P a g e
mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya
keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam
upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman
yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.
Asidosis 9
Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin
akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.
Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi
asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi
jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik
dan mencegah asidosis laktat.
Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah
betahidroksibutirat dan asetoasetat.
Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]
Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L
Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian menelaah
pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak menunjukkan
adanya manfaat yang bermakna.
Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini diperkuat
oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan
koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan menghasilkan keadaan
hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga terjadi hipertonisitas serum.
Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan keton oleh hepar, sehingga
memperlambat pemulihan keadaan ketosis.
Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru
memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang
disertai dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian
terapi alkali ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam
jiwa.
31 | P a g e
Edema Serebri
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.
Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan
efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek
merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan
setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan
0,25 – 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi
kegagalan respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons
positif setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30
menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu
dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema
serebri yang terkait dengan KAD.
Penilaian rutin derajat kesadaran:
Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak
yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian
menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.
Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan
kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri
yang semakin berat.
Beberapa prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus
insulin, drip, dan lain-lain.
Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda
syok berat, dan adanya tanda asidosis berat.
32 | P a g e
33 | P a g e
H. Pencegahan
Sebelum Diagnosis
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko tinggi
KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat
keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi,
seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan
komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman
masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi
lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.
Sesudah Diagnosis
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan edukasi
algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD harus
segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian insulin
berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik ke
pusat pelayanan kesehatan.
I. Komplikasi
1. Cerebral Edema:
a. Cerebral edema menyebabkan gejala relatif jarang pada orang
dewasa selama diabetic ketoacidosis (DKA), meskipun tanpa gejala edema
serebral mungkin umum.
b. Cerebral edema biasanya terjadi dalam beberapa jam dari inisiasi pengobatan. Itu
menyajikan dalam 24 jam pertama dengan sakit kepala, perubahan perilaku
daninkontinensia urin, maju ke kerusakan neurologis mendadak dan koma.
c. Cerebral edema terkait dengan DKA lebih sering terjadi pada anak-anak
daripada pada orang dewasa. Di Inggris sekitar 70-80% dari kematian
terkait diabetes pada anak di bawah usia 12 tahun disebabkan sebagai
akibat edema serebral.
Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik
Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat
pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun
34 | P a g e
selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup
bervariasi dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat
kesadaran, nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.
Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu oleh
penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa mekanisme etiopatologik
edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah mekanisme telah dianalisis, termasuk
peranan iskemia/hipoksia serebral dan peningkatan berbagai mediator inflamasi, yang akan
meningkatkan aliran darah ke otak serta mengganggu transpor ion dan air melalui membran
sel. Adanya osmolit organik intraselular (mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan
osmotik selular juga merupakan faktor yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan
KAD menggunakan ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat edema
serebri yang terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
yang signifikan.
2. Edema paru:
Edema paru hanya telah jarang dilaporkan di DKA. Edema paru biasanya
terjadi dalam beberapa jam dari inisiasi pengobatan.
Pasien lansia dan mereka dengan gangguan fungsi jantung berada pada risiko
tertentu,dan pemantauan tekanan vena sentral harus dipertimbangkan.
3. Iatrogenik hipoglikemia: hipoglikemia berat juga berhubungan dengan
aritmia jantung,cedera otak akut dan kematian.
4. Iatrogenik hipokalemia.
5. disritmia jantung karena gangguan elektrolit (terutama K +) atau asidosis metabolik.
6. penekanan miokard karena asidosis metabolik.
7. tromboemboli vena.
8. Infark miokard (mungkin menjadi penyebab atau komplikasi dari DKA).
9. perubahan retinopathic Diabetes bisa dilihat sebelum atau setelah terapi untuk DKA.
10. hipofosfatemia - jarang memiliki efek klinis yang signifikan. Meskipun ada adalah
kerugian besar fosfat total tubuh di DKA, tidak ada bukti
manfaat penggantian fosfat tetapipengukuran fosfat dan penggantian harus
dipertimbangkan dengan adanya sindrompernafasan weakness.6Adult otot dan
rangka pernapasan.
35 | P a g e
J. Prognosis
Dubia
Angka kematian telah menurun secara signifikan dalam 20 tahun terakhir dari 7,96%
menjadi 0,67%. Tingkat kematian masih tinggi di negara berkembang dan di kalangan
non-dirawat di rumah sakit pasien.
Prognosis memburuk dengan usia dan sifat dan keparahan dari patologi yang
mendasaripengendapan (infark miokard terutama, sepsis dan pneumonia).
Kehadiran koma pada presentasi, hipotermia atau oliguria persisten merupakan
indikatorprognosis yang buruk.
Edema serebral tetap menjadi penyebab paling umum kematian, terutama pada
anakmuda dan remaja.
Penyebab utama kematian pada populasi orang
dewasa termasuk hipokalemia parah,sindrom distres pernapasan dewasa, dan negara-
negara penyerta seperti pneumonia,infark miokard akut dan sepsis.
Bab III
Kesimpulan
Anak dengan gejala napas kussmaul, mengantuk (tanda penurunan kesadaran) dan diketahui
napas berbau aseton dan ditemukan cirri DM pada pemeriksaan fisik dan penunjang
didiagnosis sebagai KAD ec DM tipe 1.
KAD sering ditemukan pada DM 1, dan prevalensi terbanyak pada DM yang tidak terdeteksi.
Penanganan untuk KAD dikategorikan ke dalam kegawatdaruratan karena KAD memiliki
mortalitas yang cukup tinggi.
36 | P a g e
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
2. Ketoasidosis diabetic. Diunduh dari
http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/medicine/pulmonar/physio/pf11.htm, 20
November 2011.
3. Managing diabetes. Diunduh dari http://diabetesmanager.pbworks.com, 20 November
2011.
4. Latief A. Hot topics in pediatrics. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2007.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2007.
6. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
principles of internal disease. 15th edition. USA: McGraw-Hill; 2001.
7. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi 18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
8. Diabetes Melitus. Diunduh dari .
http://www.klikdokter.com/diabetes/read/2010/07/05/111/definisi-diabetes-melitus, 20
November 2011.
9. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2008.
37 | P a g e