makalah pbl blok 18

36
1 Tuberkulosis Paru dan Komplikasinya Cicilia Desynta 102013400 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Di negara berkembang yang miskin sumber daya, penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi disebarkan melalui cara-cara: melalui udara (airborne), usus (intestinal), kontak langsung, jalur kelamin, gigitan serangga atau hewan, melalui darah (blood- borne). 1 Salah satu penyakit infeksi ini adalah tuberkulosis paru (TB). TB merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia. 2 Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai TB paru dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, manifestasi klinik, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Struktur anatomi paru juga akan dibahas demi kepentingan menjelaskan mengenai struktur paru yang normal untuk membandingkannya dengan yang patologis. Dengan demikian, penanganan kasus TB paru dapat dilaksanakan dengan baik.

Upload: angela-tiana

Post on 05-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Blok 18

TRANSCRIPT

1

Tuberkulosis Paru dan Komplikasinya

Cicilia Desynta

102013400

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731

[email protected]

Pendahuluan

Di negara berkembang yang miskin sumber daya, penyakit infeksi terus menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi disebarkan melalui cara-cara: melalui

udara (airborne), usus (intestinal), kontak langsung, jalur kelamin, gigitan serangga atau

hewan, melalui darah (blood-borne).1 Salah satu penyakit infeksi ini adalah tuberkulosis paru

(TB). TB merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia.2

Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai TB

paru dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis,

differential diagnosis, manifestasi klinik, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Struktur anatomi paru juga akan

dibahas demi kepentingan menjelaskan mengenai struktur paru yang normal untuk

membandingkannya dengan yang patologis. Dengan demikian, penanganan kasus TB paru

dapat dilaksanakan dengan baik.

Anamnesis

Penyakit sistem pernapasan salah satunya menimbulkan gejala batuk. Berikut hal

yang dapat ditanyakan:5

- Apakah batuk kering atau produktif?

- Jika produktif, apa warna sputum? Apakah hijau dan purulen? Apakah batuk

berdarah? Apakah ‘berkarat’ atau merah muda dan berbusa?

- Apakah terjadi setiap musim dingin atau merupakan gejala yang baru timbul?

2

- Apakah ada sesak dan nyeri dada?

- Apakah ada penurunan berat badan?

Perlu ditanyakan pula mengenai riwayat penyakit dahulu:5

- Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma? Penyakit paru

obstruktif kronis? TB atau terpajan TB?

- Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas?

- Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi?

- Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks?

- Apakah pasien mengalami imunosurpresi (kortikosteroid/HIV)?

- Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes Mantoux?

- Adakah riwayat diagnosis TB?

- Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien?

- Adakah alergi obat/antigen lingkungan?

- Apakah pasien saat ini merokok? Apakah pasien pernah merokok? Jika ya, berapa

banyak?

Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat keluarga dan sosial:5

- Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Apa pekerjaan pasien?

Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga? Apakah pasien memelihara

hewan, termasuk burung?

Pemeriksaan Fisik

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang

terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal

adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati

37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya

120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.

Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,

frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien

menunjukkan tekanan darahnya: 130/90 mmHg, nadi 78x/menit, napas 20x/menit, suhu

37.2oC.

3

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.6

Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal /

barrel chest / pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai

bagaimana cara dan pola bernapasnya, apakah normal atau tidak.6

Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi area toraks, kesimetrisan toraks,

dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah pasien merasa nyeri saat

ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran yang terjadi pada dinding

toraks.6

Hal yang diperiksa selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi

adalah sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Apabila terjadi

hipersonor, terjadi emfisema.6

Kemudian dilakukan auskultasi pada pasien dengan menggunakan stetoskop.

Terdapat empat suara paru normal yaitu tracheal, bronchial, bronchovesikuler, dan vesikuler.6

Tabel 1. Perbedaan Auskultasi Suara Paru Normal.6

Karakteristik Trakeal Bronkial Bronkovesikuler Vesikuler

Intensitas Sangat

keras

Keras Sedang Lembut

Nada Sangat

tinggi

Tinggi Sedang Rendah

Perbandingan I:E* 1:1 1:3 1:1 3:1

Deskripsi Kasar Seperti melewati

pipa

Mendesau tapi seperti

melewati pipa

Mendesau

lembut

Lokasi normal Trakea di

luar toraks

Manubrium Di atas bronkus Perifer paru

*Perbandingan durasi inspirasi dibandingkan ekspirasi

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bunyi paru bronkovesikuler dan ronki kering di

apex paru kanan. Selain itu abdomen dan jantung pasien normal. Dapat dicurigai pasien

mengalami tuberkulosis paru.

4

Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, pemeriksaan pertama terhadap keadaan

umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,

suhu demam (subfebris), badan kurus, atau berat badan turun.2

Pada pemerikasaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun

terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian

juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan

fisis, karena hantaran gerakan/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit

dibedakan dengan pneumonia biasa.2

Tampak kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila

dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi

suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila

terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan

auskultasi memberikan suara amforik.2

Pada tuberkulosis pari yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi

dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi

mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan

fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi

pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan

didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung seperti takipnea, takikardia,

sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang

mengeras, tekanan vena jugularis yang menungkatm hepatomegali, asites, dan edema.2

Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit

terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi

memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.2

Dalam penampilan klinis TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai

dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin uji tuberkulin yang

positif.2

Pemeriksaan Penunjang

5

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan

radiologis, pemeriksaan sputum, dan tes tuberkulin.2

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang

meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)

akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meinggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.

Jumalh limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit

mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap

darah mulai turun ke arah normal lagi.2

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran

normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; Kadar natrium darah menurun.

Pemerisaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.2

Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini

dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di

Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-

angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.2

Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni

Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai

sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain

meragukan karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-

TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal

untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG

yang spesifik terhadap antigen M. tuberculose. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma

M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara

ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan

hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien

reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.2

Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-

TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan

pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi

6

spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang

intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.2

Hasil pemerksaan darah pasien adalah hemoglobin 10 g/dl, hematokrit 30%, leukosit

9.900 l, trombosit 158.000 l, LED 70 mm/jam.2

Pemeriksaan Radiologis

Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada:2,7

- Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar

hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi.

- Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh

lapangan paru.

- Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan

pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema),

bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).

Gambar 5. Konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri, tuberkulosis aktif.7

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis

TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan

evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah

sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah

untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam

hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air

sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan

7

tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik

selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi

diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA

dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada

anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa

hendaknya sesegar mungkin.2

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman

baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat prosis penyakit ini terbuka ke luar, sehingga

sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat

50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.2

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL

sputum.2

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan

modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun Gabbet.2

Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:2

- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)

- Pemeriksaan dengan biakan (kultur)

- Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun

sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (auramin

rhodamin) dicurigai bersifat karsinogenik.2

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam

medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman

koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai

yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa.2

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec

(Bactec 400 Radio metric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Di

samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman

8

TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada

sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi

obat dan identifikasi kuman.2

Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA

(positif), tetapi pada biakan hasil negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau

nonculturable bacilli yang disebabkan keampukan panduan obat antituberkulosis jangka

pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.2

Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan

selain sputum dapat juga diambild ari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura,

cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.2

Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB

terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc

tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate

strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first

strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi

dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif,

berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudah

cukup berarti.2

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah

mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen

lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan

kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG)

tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada

permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya

akan menekankan antibodi seluler.2

Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman

yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan

antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi

penyakit sesudah penularan.2

9

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi

selular dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler

dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh

antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.2

Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5

mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral

paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.

Disini peran antibodi selular paling menonjol.2

Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif

(99.8%). Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau

terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif

palsu.2

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:2

- Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB

- Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)

- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis

- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya

- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.2

Working Diagnosis

Tuberkulosis Paru

Dari uraian-uraian sebelumnya TB paru cukup mudah dikenal dari keluhan-keluhan

klinis, gejala-gejala, kelainan fisik, kelainan radiologis, sampai dengan kelainan

bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya.

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti TB paru adalah dengan

10

menemukan Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan.

Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan

paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan

sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.2

Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium

yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA

dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis

TB paru, karena kekerapan M. atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya

30-70% saja dari seluruh kasus TB paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.2

Diagnosis TB paru masih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiologis

saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap

pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis

paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis, dan status

kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru:2

- Pasien dengan sputum BTA positif: (1) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya

secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya 2x pemeriksaan, atau (2)

satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan

gambaran TB aktif, atau (3) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang

positif.

- Pasien dengan sputum BTA negatif: (1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya

secara mikroskopik tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi

gambaran radiologisnya sesuai dengan TB aktif atau (2) pasien yang pada

pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi

pada biakannya positif.

Differential Diagnosis

Kanker Paru

Pada fase awal banyak kanker paru tidak menunjukkan gejala-gelaja klinis. Bila sudah

menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.2

Gejala dapat bersifat lokal yaitu:2

- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

11

- Hemoptisis

- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

- Atelektasis

Gejala bila terdapat invasi lokal:2

- Nyeri dada

- Dispnea karena efusi pleura

- Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia

- Sindrom vena cava superiur

- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

- Suara serak, karena penekanan nervus laryngeal recurrent

- Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis

Gejala Penyakit Metastasis:

- Pada otak, tulang, hati, adrenal

- Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Sindrom Paraneoplastik: terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:2

- Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam

- Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

- Hipertrofi osteoartropati

- Neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

- Neuromiopati

- Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

- Dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

- Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

Asimtomatik dengan kelainan radiologis:2

- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis

- Kelainan berupa nodul soliter

Deteksi dini kanker paru dilakukan dengan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan

fisik yang teliti, merupakan kunci terhadap diagnosis yang tepat. Selain gejala klinis yang

telah disebutkan diatas, beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker

paru, seperti: faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga,

terpapar zat karsinogen atau terpapar jamur, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul

12

soliter patru. Menemukan kanker paru dalam stadium dini sangat sulit karena pada stadium

ini tidak ada keluhan atau gejala.2

Gambar 6. Karsinoma bronkus sentral: massa hilus kiri yang besar.7

Pada sinar-X dada, suatu massa sentral menyebabkan bayangan hilus membesar,

akibat peningkatan densitas atau batas luar yang tidak teratur. Seiring pembesaran tumor,

adanya penyempitan bronkus dapat menyebabkan kolapsnya paru di bagian distal dan

konsolidasi akibat infeksi sekunder. Tumor yang berukuran besar sering menyebabkan kolaps

paru komplet dan dapat menyebabkan lesi opak di seluruh hemitoraks.7

Pneumonia

Pneumonia adalah terjadinya peradangan paru oleh karena proses infeksi akut yang

penyebab terseringnya Streptococcus pneumoniae. Tanda-tanda fisik pada pneoumonia klasik

didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsoliasi paru (perkusi paru yang

pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik primer berupa

bronkopneumonia, pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia.2

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, menandakan adanya infeksi

bakteril leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada

infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Faal hati

mungkin terganggu.2

Pada film, polos, secara umum tidak mungkin mendeteksi agen penyebab dari jenis

mayangannya. Bagian paru yang terkena menunjukkan adanya peningkatan densitas dengan

eksudat dan cairan inflamasi yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap memgisi

bronkusyang terlibat tampak sebagai lusensi berbentuk garis. Konsolidasi dapat menetap,

seringkali setelah gejala-gejala pasien membaik.7

13

Gambar 7. Pneumonia lobus atas kanan terikat di bagian inferior

oleh fisura horizontal.7

Bronkitis Kronik

Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan

mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan

pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam

dua tahun berturut-turut. Etiologi utama dari bronkitis kronik ini adalah merokok dan polusi

udara yang lazim terjadi di daerah industri.8 biasanya terdapat gejala respirasi yaitu berupa

sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk

yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan

malaise, peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status mental

pasien.2

Manifestasi Klinik

Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau

malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan

kesehatan.2

Pasien TB banyak mengalami demam. Biasanya subfebril menyerupai influenza.

Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat

sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul

demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam

influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya

infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.2

14

Terjadi pula batuk yang merupakan gejala yang banyak ditemukan. Batuk terjadi

karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk

radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-

minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah

yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi

pada ulkus dinding bronkus.2

Gejala lainnya adalah sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum

dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.2

Nyeri dada agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekann kedua pleura sewaktu

pasien menarik/melepaskan napasnya.2

Selain gejala-gejala lain diatas, ada pula gejala malaise. Penyakit TB bersifat radang

yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan,

badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini

makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.2

Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih

tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO

mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah

kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh

mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.2

Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-

negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-

49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus-

kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.2

15

Alasan utama munculnya dan meningkatnya beban TB global ini antara lain

disebabkan:2

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang

berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju

2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan

dari struktur usia manusia yang hidup

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang

rentan terutama di negara-negara miskon

4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter

5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus

TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat

6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China

dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonsia berturut-turut

1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di

Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan

survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian

tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai

sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV

karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa

datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.2

Etiologi

Penyakit tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang

merupakan bakteri patogen manusia yang sangat penting. Bakteri ini berbentuk batang aerob

yang tidak membentuk spora. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-

positif atau gram-negatif. Jika sudah terwarnai dengan bahan celup dasar, organisme ini tidak

dapat diwarnai dengan alkohol, tanpa menghiraukan pengobatan iodin, Basil tuberkulosis

sejati ditandai dengan “tahan asam”, yaitu 95% etil alkohol mengandung 3% asam

hidroklorat dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat

tahan asam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Teknik pewarnaan

Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Mikobakterium adalah

16

aerob obligat yang mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.

Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan.9

Gambar 8. Mycobacterium tuberculosis dalam spesimen sputum yang sudah diproses yang

diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.9

Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan

besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah

kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga

TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan

penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,

khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

mengandung basil tahan asam (BTA).2

Patofisiologi

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang

sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai

alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non

spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni

di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer

GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di

17

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau

tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika

focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks

primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer

secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa

inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga

timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu

dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh

hingga mencapai jumlah 103-104 yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB

sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami

perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer

dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa

inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer

tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang

berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.

Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler

telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi

secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan

dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi

penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat

tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju

disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di

sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda.

18

Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk suatu kapsul yang mengelilingi

tuberkel.8

Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan

cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular

yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial lalu

dapat dibatukkan. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain paru, atau basil dapat

terbawa sampai ke laring telinga tengah, atau usus.8

Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan

jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan

tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan

perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga

kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak

terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk

lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.8

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran

hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.8

Berbeda dengan penyakit infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi tuberkulosis akan

memilikinya seumur hidup, kecuali pernah mendapat pengobatan profilaksis dengan INH.

Basil tuberkel ini menetap dalam paru dalam keadaan terbungkus; di katakan dalam keadaan

tenang (dormant). Bila seseorang menghadapi stres fisik atau daya tahannya menurun, basil

ini dapat menjadi aktif kembali dan berkembang biak. Bila tuberkulosis timbul beberapa

tahun setelah infeksi primer, dikenal sebagai reaktivasi atau disebut juga infeksi sekunder.

Penatalaksanaan

19

Penatalaksanaan Medika Mentosa

Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu

lama. Obat-obat ini juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada

seseorang yang sudah terjangkit infeksi. CDC melaporkan bahwa perhatian baru dipusatkan

pada pentingnya infeksi laten TB sebagai sesuatu yang penting dalam mengontrol dan

menghilangkan TB di Amerika Serikat.8

ATS menekankan tiga prinsip dalam pengobatan TB yang berdasarkan pada: (1)

regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitive terhadap mikroorganisme, (2)

obat-obatan harus diminum secara teratur, dan (3) terapi obat harus dilakukan terus menerus

dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman

pada waktu paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru

untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB yaitu:8

1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), rifampisin, dan

pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan

rifampicin selama 4 bulan dalan regimen yang direkomendasikan untuk terapi

awal TB pada pasien yang terorganisme sensitive terhadap pengobatan. Etambutol

(atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya)

seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan

obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat terhadap INH

kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum

pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB; tidak berasal dari negara

dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan

dengan kasus resistensi obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah

efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH.

Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan unyuk orang yang sedang

mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang

berkaitan dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam

menangani TB dan penyakit HIV.

2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitive pada orang yang tidak boleh atau

tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak

terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam

regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit

20

kemungkinan terhadap resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat,

rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus menerus minimal 12 bulan.

3. Mengobati semua pasien dengan DOTS adalah rekomendasi utama

4. TB resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk

diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi

kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB harus

bertanya pada konsultan yang ahli.

5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan

pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang

dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negative,

bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang positif

dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan

sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan

pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum diakhir

regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang

pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto

dada di masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatif sebelum pengobatan seharusnya

menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk prosedur tersebut bergantung

pada keadaan klinis dan diagnosis banding.8

Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons

bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin. Pasien

yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya memberikan

laporan berbagai gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam, atau penurunan berat

badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten terhadap INH dan rifampisin atau

keduanya, diperlukan tindak lanjut perorangan.8

Penatalaksanaan Non-medika Mentosa

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaat pasien minum regimen

obat. DOTS (Directly Observed treatment Short Course strategy) adalah salah satu cara

memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan, Dengan DOTS, pekerja perawat

kesehatan atau seseorang ditunjuk. Mengawasi pasien menelan masing-masing dosis

21

pengobatan Tb. Langkah-langkah seperti DOTS dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan

memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan.8

Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan sudah

dinyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian

pada evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis tuberkulosis positif (mikrobiologi positif).

Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pasien tuberkulosis paru yang

kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat-obatam bersifat bakterisid, terapi bedah jarang

sekali dilakukan terhadap pasien tuberkulosis paru.2

Indikasi terapi bedah saat ini adalah:2

- Pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulang

- Pasien dengan batuk darah masif atau berulang

- Terapi fistula bronkopleura

- Drainase empiema tuberkulosis

Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2

- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy

- Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkum berat fibrosis paru, sindrom gagal napas

dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Prognosis

Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT,

angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB

yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena

kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan

setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda

22

prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita

immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.10

Pencegahan

Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan

pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB

tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok

berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan deteksi dini

seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang memperoleh

keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara

klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang

telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang

sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan

program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.8

Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang elektif, identifikasi kontak dan

kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan pada pasien dengan TB

infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi yang berisiko

tinggi.8

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada

anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Terapi

BCG masih tetap dipakai karena dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat

dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.2

Kesimpulan

Laki-laki berusia 56 tahun ini menderita tuberkulosis paru. Hal ini dapat dicurigai dari

hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga didapatkan working diagnosis tersebut. Akan

tetapi, untuk menyingkirkan differential diagnosis yang ada dari tuberkulosis paru (kanker

paru, PPOK, pneumonia, dan bronkitis kronik) perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang

tepat. Dengan demikian, diagnosis pasti dapat ditegakkan sehingga penatalaksanaannya tepat,

23

baik secara medika mentosa maupun secara nonmedika mentosa. Diagnosis dini dapat

mencegah pasien mengalami komplikasi-komplikasi yang ada.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.

26-7.

2. Bickley Lynn S, Szilagyi Peter G. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat

Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: ECG; 2009.

3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan

adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.

4. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.

5. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Lecture notes: penyakit

infeksi. Jakarta: Erlangga; 2008. h.3-6.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47,

2256-7.

7. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. h.219-23

8. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5th edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.

9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 2006. h.784-6, 852-61.