makalah pbl blok 16

67
Makalah PBL Blok 19 Parasit Penyebab Gangguan Gastrointestinal Oleh Adrian Cristianto Yusuf 102010206 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta 2014 Pendahuluan Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang diderita semakin beragam. Salah satunya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing yang dipelajari dalam Helmintologi (ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing), yang tentunya sangat beraneka ragam. 1

Upload: adriancyusuf

Post on 24-Nov-2015

134 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

blok 16

TRANSCRIPT

Makalah PBL Blok 19Parasit Penyebab Gangguan Gastrointestinal

OlehAdrian Cristianto Yusuf102010206

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta2014

PendahuluanKesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang diderita semakin beragam. Salah satunya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing yang dipelajari dalam Helmintologi (ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing), yang tentunya sangat beraneka ragam.Hampir disetiap ruang dalam dunia ini dihidupi oleh mikroorganisme jenis ini. Mereka dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai macam cara, melalui makanan, kebersihan lingkunganyang tidak terjaga, udara, dan banyak lagi cara yang tentunya sangat berhubungan dengan perilaku manusia itu sendiri. Beragam jenis cacing dapat menyebabkan angka prevalensi yang sangat tinggi, dengan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkannya

Pembahasan1. Ascaris lumbricoides Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru- paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderit a kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan memakai t inja sebagai pupuk. Ascaris Lumbricoidesa. MorfologiCacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepert iga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan ujung bagian depan meruncing. Merupakan cacing nematode terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing betina berukuran panjang 20-35 cm dan yang jantan 15-31cm, dengan ujung bagian belakang melengkung. Cacing ini berwarna putih kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian depan dan mempunyai gigi-gigi kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan. Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu membran(lapisan) vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid (prot ein dalam darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam t inja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur. Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris. Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jant ung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan berelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.

b. Siklus hidupSiklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (lihat gambar dibawah ini )

Gambar 1. siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides (gambar diambil dari http://www.dpd.cdc.gov/ dpdx/) Cacing dewasa tinggal di lumen usus kecil. betina mungkin memproduksi sekitar 200.000 telur per hari, yang lewat dengan kotoran telur yang tidak dibuahi. mungkin tidak tertelan namun tidak infektif. telur Subur embryonate dan menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa minggu Tergantung pada kondisi lingkungan optimum: lembab, hangat, teduh) tanah. (Setelah telur infektif ditelan Menetas larva Menyerang mukosa usus, dan dilakukan melalui kemudian, sistemik sirkulasi portal ke paru-paru Larva dewasa lebih lanjut dalam paru-paru (10 sampai 14 hari), menembus dinding alveolar, naik pohon bronkial ke tenggorokan, dan ditelan Setelah mencapai usus kecil, mereka berkembang menjadi cacing dewasa . Antara 2 dan 3 bulan yang diperlukan dari menelan telur infektif untuk oviposisi oleh betina dewasa. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun.

c. Distribusi GeografikWorldwide distribusi prevalensi tertinggi di daerah tropis dan subtropis, dan daerah dengan sanitasi yang tidak memadai. Askariasis adalah suatu infeksi di usus halus yang disebabkan oleh parasit cacing gelang "Ascaris Lumbricoides". Kecacingan ini terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Apalagi di daerah pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh mudah sekali untuk terkena infeksi cacing. Dan terjadi juga di daerah pedesaan Amerika Serikat tenggara.

d. AgenManusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askarias. Ascaris lumbricoides adalah terbesar nematoda (cacing gelang) parasitizing usus manusia). (Dewasa betina: 20 sampai 35 cm dewasa; laki-laki: 15 sampai 30 cm.

e. PenyebabKira-kira dua bulan setelah terkena askariasis, cacing dewasa mulai bertelur didalam usus, kemudian tetur-telur mikroskopik ini berjalan di sepanjang saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui tinja. Telur-telur tadi membutuhkan waktu 10-14 hari di dalam tanah dengan temperatur yang hangat untuk dapat menginfeksi tuan rumah baru (hospes baru), dan telur-telur tadi juga dapat hidup di tanah sampai jangka waktu 6 tahun. Ketika telur- telur tadi dicerna, maka daur hidupnya akan dimulai kembali. Cacing dewasa dapat hidup hingga 2 tahun dan cacing betina dapat bertelur 200.000 tiap harinya. Parasit dapat dipindahkan ketika tinja manusia yang terinfeksi bercampur dengan tanah. Di Negara-negara berkembang, tinja manusia digunakan sebagai pupuk atau fasilitas-fasilitas yang mempunyai sanitasi yang rendah mengijinkan barang-barang sisa untuk bercampur dengan tanah disekitar parit atau lading mereka. Telur-telur cacing dapat bertahan hidup di dalam tanah bertahun-tahun lamanya karena untuk menginfeksi manusia kembali. Dan manusia dapat terinfeksi oleh telur-telur cacing melalui buah dan sayuran yang mereka makan t umbuh di lahan yang tercemar tadi.

f. DiagnosisInfeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis berdasarkan adanya telur didalam contoh tinja. Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa meningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa t erlihat pada foto rontgen dada.

g. Gejala KlinikGejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik at au ikt erus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

h. TerapiPengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, mebendazol, albendazol, piperasin. Mebendazole (Vermox) (C16H13N3O2). Memperlambat pergerakan/ perpindahan dan kematian cacing dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan bahan gizi lainnya dalam usus or ang dewasa dimana cacing ter sebut tinggal. Dosis 100 mg tiap 12 jam untuk 3 hari. Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya. Piperazine (C4H10N2.C6H10O4). Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan akan membuat cacing dengan sendirinya pingsan didalam tinja dosis 75 mg/ kg max 3.5g). Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid, Pin-X) (C11H14N2S.C23H16O6), menyebabkan kelumpuhan kejang pada cacing. Dengan dosis 11 mg/ kg dan tidak melebihi 1 g. Albendazole (C12H15N3O2S), menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya kematian. Dosis 400 mg. dan tidak diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun. Thiabendazole. menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada umumnya dikombinasikan dengan piperazine. Juga, obat golongan corticosteroids dapat mengobati gejala seperti peradangan, yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini.

i. PencegahanPencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut : - Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman. - Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun. - Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram dengan air hangat. - Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan. - Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/ WC. - Makan makanan yang dimasak matang saja.

2. Cacing Tambang

Cacing tambang: Necator americanus Ancylostoma duodenale

a. Hospes dan nama penyakit Manusia sebagai hospes nekatoriasis dan ankilostomiasis

b. Distribusi geografik Penyebarannya diseluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain seperti pertambangan dan perkebunan. Di Indonesia prevalensinya tinggi, terutama di daerah pedesaan 40%

c. Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa di usus halus dengan mulut yang besar melekat pada mukosa usus.- Cacing betina N. Americanus tiap hari mengeluarkan telur kurang lebih 9000 butir.- A.duodenale betina 10000 butir menyerupai huruf C.- Cacing betina berukuran 1 cm, dan jantan 0,8 cm.-N.americanus berbentuk menyerupai huruf S.-Rongga mulut besar N.americanus : benda kitin, sedangkan pada A.duodenale : dua pasang gigi ,cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks.-Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit kapiler darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus.- Cacing ini dapat hidup di tanah selama 7-8 minggu

d. Patologi dan gejala klinis Stadium larva : ground itc dan perubahan pada paru biasanya ringan.-Stadium dewasa : gejala jantung tergantung pada spesies dan jumlah cacing, keadaan gizi penderita (Fe dan protein).-N.americanus kehilangan darah 0,005 0,1 cc-A.duodenale 0,08 0,34 cc-Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer dan terjadi eosinofilia.

e. Diagnosis Ditemukan telur dalam tinja segar.

f. Pengobatan Pirantel pamoat.

3. Trichuris trichiuraa. Hospes Manusia merupakan hospes cacing ini.

b. PenyakitPenyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis atau infeksi cacing cambuk.

c. Distribusi geografikKosmopolitan, namun lebih umum di negara-negara lembab yang hangat dan panas seperti di Indonesia.

d. Tempat hidup pada manusia Pada orang dewasa biasanya terjadi pada sekum, tetapi juga dapat hadir di appendiks, rectum, dan kolon bagian atas dengan ujung anterior tipis tertanam di mukosa.

e. Morfologi Cacing jantan berukuran 30-45nm, dengan ujung posterior yang melingkar erat dan spikula tunggal. Cacing betina berukuran sedikit lebih panjang yaitu 30-50nm dan kedua jenis kelamin memiliki bagian anterior sempit seperti cambuk dan ujung posterior yang lebih gemuk. Bagian anterior tersebut sekitar 3/5 dari panjang seluruh tubuh.Mulutnya sederhana, tanpa bibir, tetapi dengan stilet untuk menembus mukosa. Stilet ini digunakan untuk menggali dan memotong. Setelah mulut, diikuti kerongkongan yang tidak berotot, dikelilingi oleh satu baris sel dengan lumen intraseluler dan membentang sekitar 2/3 dari ujung anterior. Esophagus membuka sampai ke usus bagian tengah pada akhir bagian anterior cacing yang tipis. Ciri-ciri tersebut khas dari kelas Adenophorea yang tidak memiliki phasmids.Pada betina vulva terbuka di persimpangan kerongkongan dan usus, organ reproduksi terbatas pada bagian posterior yang lebih gemuk. Uterusnya berisi sekitar 60.000 telur pada satu waktu. Telur Trichuris trichiura berukuran 50-58 mikron x 26-32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih.

f. Siklus hidupCacing dewasa ini hidup di kolon ascendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 2000-20.000 butir.Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang adalah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa kira-kira 30-90 hari. Cacing dewasa biasanya hidup selama sekitar 1-2 tahun, tetapi dapat bertahan lebih lama pada keadaan tertentu.

g. EpidemiologiInfeksi Trichuris sangat umum di banyak negara dimana ada hujan, lembab, dan temperatur konstan antara 22o-28oC. Prevalensi pada anak-anak dapat lebih dari 90%. Biasanya infeksi yang paling intens pada anak-anak usia 5 tahun sampai 15 tahun.Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30oC. Di berbagai negeri, pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Di daerah pedesaan di Indonesia, frekuensinya berkisar antara 30-90%.

h. Gejala klinisPada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu, cacing ini juga menghisap darah hospesnya sehingga mengakibatkan anemia. Penderita terutama anaka dengan infeksi Trichuris trichiura yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.

i. Pemeriksaan Parasit ini dapat ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin.

j. Terapi Sekarang dengan adanya mebendazol, albendazol, dan pirantel pamoat, infeksi Trichuris trichiura sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup baik.

Mebendazol: Sediaan : tablet, sirup 100mg/5ml (botol 30ml) Cara kerja obat: memiliki khasiat sebagai obat cacingan yang mempunyai jangkauan luas terhadap cacing-cacing parasit. Aturan pemakaian: 100mg, 2x/hari selama 3 hari Efek samping: kadang-kadang terjadi nyeri perut, diare, sakit kepala, demam, gatal-gatal, ruam kulit. Tidak boleh digunakan pada anak-anak balita dan wanita hamil.

Albendazol : dosis tunggal 200mg selama 3 hari Pirantel pamoat: dosis tunggal 10-15mg/kgBB

k. Pencegahan Individu: Mencuci tangan sebelum makan Mencuci sayuran yang dimakan mentah dengan air mengalir Memasak sayuran dalam air mendidihLingkungan: Menggunakan jamban ketika BAB Tidak menyiram jalanan dengan air selokan Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.

4. Strongyloides Stercoralisa. Hospes dan Nama Penyakit Manusia merupakan hospes utama cacing ini, parasit ini dapat mengakibatkan penyakit strongilodiasis.

b. Distribusi Geografik Terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.

c. Morfologi Dan Daur HidupHanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di virus duodenum, bentuknya filform, halus, tidak berwarna, dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cara berkembang-biaknya dengan partenogenesis, telur bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian telur menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup : 1) Siklus langsung Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi2) Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika keadaan lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.3) AutoinfeksiLarva rabditiform kadang menjadi larva filariform di usus atau daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal maka akan terjadi suatu daur perkembangan dalam hospes. Adanya auto infeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup didaerah non endemik.

d. Patologi dan gejala klinis. Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit timbul kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan dengan strongiloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidakmenimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk didaerah epgastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual, muntah diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan diberbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Pada pemerikasaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.

e. DiagnosisDiagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti bila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa strongiloides sterkoralis yang hidup bebas.

f. Pengobatan Dulu tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg/kg berat badan, 1 atau 2 kali sehari selama 2 atau tiga hari. Sekarang albendazol 400 mg, 1 atau 2 kali sehari selama 3 hari merupakan obat pilihan. Mebendazol 100 mg 3 kali sehari selama 2 atau 4 minggu dapat memberikan hasil yang baik. Mengobatio orang yang mengandung parasit meskipun kadang-kadang tanpa gejala adalah penting mengingat dapat terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan mencegah terjadinya konstipasi.

g. Prognosis Pada infeksi berat, strongiloidiasis dapat menyebabkan kematian

h. EpidemologiDaerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan cacing ini sehingga terjadi daur hidup tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur berpasir dan humus. Pencegahan strongiloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi misal dengan memakai alas kaki. Penerangan kepada masyarakat menganai cara penularan dan cara pembuatan serta pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit strongiloidiasis.

5. Enterobius vermicularis (Oxyuris vermicularis) a. Distribusi E. vermicularis tersebar di seluruh dunia, dan merupakan salah satu infeksi kecacingan tertinggi yang terjadi pada anak-anak, khususnya di negara berkembang. Infeksi juga biasanya terjadi di dalam keluarga atau komunitas, misalnya di panti asuhan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain.

b. Hospes definitifManusia, menimbulkan penyakit Enterobiasis atau Oxyuriasis

c. Morfologi Cacing dewasa :Bentuk silindris, warna putih susu, memiliki 2 bulbus esophagus, lapisan kutikula di kepala yang disebut cephalic alae. Habitatnya biasanya di rongga colon ascendens, caecum dan dapat juga di rongga appendix.Jantan :berukuran 100 m - 141 m, ekor melengkung, di ujung ekor terdapat papilla Betina :berukuran 8 mm - 13 mm, ekor kosong dan sangat runcing, vulva terbuka antara sepertiga hingga dua pertiga tubuh. Ketika gravid uterus berisi ribuan telur. Bersifat ovipar (bertelur)

Telur :Berukuran 50 m - 60 m x 20 m - 30 m, dinding halus, warna putih susu, asimetris oleh karena satu sisinya mendatar, berisi larva. Telur didapatkan dari pemeriksaan anal swab.

d. Daur Hidup dan Cara Infeksi

1. Telur berisi larva di daerah perianal akan matur dalam waktu 4-6 jam pada suhu tubuh.2. Telur menginfeksi manusia dengan beberapa cara : Tertelan secara langsung dari kuku jari tangan yang mengandung telur infeksius Terpapar oleh sprei atau benda-benda lain yang sudah terkontaminasi telur infeksius Inhalasi debu yang sudah terkontaminasi telur infeksius Bila daerah perianal tidak dibersihkan dalam waktu beberapa lama, telur akan menetas menjadi larva muda yang akan masuk kembali ke dalam anus dan seterusnya ke usus besar. Proses ini disebut dengan retroinfeksi.3. Telur infeksius yang tertelan akan menetas mengeluarkan larva di usus halus4. Larva menjadi dewasa di usus besar. 5. Lamanya waktu mulai sejak tertelan telur matur sampai cacing betina gravid sekitar 1 bulan. Masa hidup cacing dewasa sekitar 2 bulan. Setelah berkopulasi, cacing jantan akan mati. Sedangkan cacing betina yang gravid akan mengembara di dalam usus pada malam hari dan bertelur di daerah perianal. Cacing betina dapat bertelur hingga 4600-16000 butir dan setelah bertelur, cacing betina ini akan mati.

e. Patogenesis Sekitar sepertiga infeksi biasanya asimptomatik. Meskipun demikian, jumlah infeksi yang besar dapat menimbulkan akibat yang serius. Patogenesis cacing ini memiliki 2 aspek. Pertama akibat cacing di dalam usus dan kedua akibat peletakan telur di daerah anus. Cacing di dalam usus menyebabkan ulcerasi mukosa yang dapat menimbulkan inflamasi ringan dan infeksi sekunder oleh bakteri. Cacing dewasa yang mengembara di anus untuk bertelur menyebabkan rasa gatal (pruritus ani), terutama pada saat tidur di malam hari yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Daerah anus yang digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder. Cacing ini juga dapat menyebabkan infeksi ektopik pada organ genitalia wanita, saluran kemih, peritonitis pelvis dan ileocolitis.

f. Gejala KlinisPruritus ani adalah gejala utama dan terutama terjadi pada malam hari. Pruritus menyebabkan garukan pada daerah perianal yang menyebabkan ekskoriasi dan infeksi sekunder.Vulvitis dapat terjadi apabila cacing ini masuk ke dalam vulva dan menyebabkan mucoid discharge dan pruritus vulvi. Gejala umum yang dapat dijumpai adalah insomnia, gugup, iritabilitas, gangguan emosi, kehilangan nafsu makan, mual, muntah penurunan berat badan, dan nyeri daerah perianal.

g. DiagnosisDiagnosa pasti ditegakkan dengan menemukan telur Enterobius vermicularis pada kerokan atau apusan daerah perianal, di bawah kuku jari tangan atau menemukan cacing dewasa pada anus, terutama di malam hari. Pengambilan sampel dari daerah anus dilakukan dengan memakai Scotch Tape Method yaitu dengan menggunakan celophane tape yang direkatkan ke spatel dan ditempelkan ke anus. Kemudian celophane tape dibalik dan direkatkan ke slide untuk selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop.Pemeriksaan feses rutin kurang efektif oleh karena hanya sedikit telur yang dikeluarkan melalui feses.

h. TerapiSeluruh anggota keluarga maupun komunitas yang terinfeksi harus diobati. Walaupun diagnosis maupun pengobatan enterobiasis mudah, namun re-infeksi dapat terjadi dari lingkungan yang terkontaminasi oleh penderita yang asimtomatik. Albendazole adalah terapi pilihan. Mebendazole dan pyrantel pamoate juga efektif. Peperazine juga efektif namun kurang dapat ditoleransi dan harus diberi selama 7 hari. Pengobatan berulang dianjurkan untuk mencegah re-infeksi.

6. Entamoeba histolyticaa. PenularanTahapan perkembangan amuba yang aktif (trophozoit) hanya ada di dalam host dan feses yang masih baru dikeluarkan; kista amuba hidup di luar host yaitu dalam air, tanah dan pada makanan, terutama dalam kondisi basah. kista amuba mudah dibunuh oleh suhu panas dan dingin, dan hanya bertahan selama beberapa bulan di luar host. Ketika kista tertelan, mereka bisa menyebabkan infeksi melalui excysting (tahap pelepasan trophozoit) dalam sistem pencernaan. Pada tahap ini trophozoit mudah mati dalam lingkungan asam lambung/perut.

b. PathogenesisE. histolytica, sesuai namanya (histo-lytic = menghancurkan jaringan), adalah patogen; infeksi dapat mengakibatkan disentri amoeba atauliver abscessamoeba. Gejala dapat termasuk disentri, diare berdarah, penurunan berat badan, kelelahan, sakit perut, dan amoeboma (suatu komplikasi yang mengakibatkan luka di usus). Amoeba sebenarnya dapat menggali ke dalam dinding usus, menyebabkan luka dan penyakit usus lainnya, dan dapat mencapai aliran darah. Dari sana, ia dapat menjangkau berbagai organ vital tubuh manusia lainnya, biasanya hati, tapi kadang-kadang paru-paru, otak, limpa, dan lain sebagainya. Hasil invasi amuba umum pada jaringan sel adalah liver abscess yang bisa berakibat fatal jika tidak diobati. Sel darah merah kadang-kadang dimakan oleh sitoplasma sel amoeba.

c. DiagnosisPenyakit ini dapat didiagnosis melalui sampel kotoran, biopsi dinding abses/aspirasi abses. TesELISAdapat digunakan untuk mendeteksi penyakit ini.

d. Terapi Metronidazole untuk invasi trophozoites bagi mereka yang masih dalam usus kecil. Paromomycin (Humatin) adalah obat pilihan lumenal, sejak Diloxanide furoate (Furamide) tidak komersial tersedia di AS atau Kanada (hanya tersedia di CDC-US). Dosis: Metronidazole 750mg tid oral, selama 5 sampai 10 hari diikuti oleh Paromomycin 30mg/kg/day sama secara oral juga dalam 3 dosis selama 5 sampai 10 hari atau Diloxanide furoate 500mg tid oral selama 10 hari untuk memusnahkan lumenal amoebae dan mencegah kekambuhan.

e. PencegahanMakanan dan air minum sebaiknya di masak dulu dengan baik, karena kista akan mati bila dipanaskan 50 derajat Celcius selama 5 menit. Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan terhadapcarrier. Khusus untuk seorangcarrier(pembawa kista penyakit) dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.

f. EpidemiologiPrevalensi tertinggi di daerah tropik, sosio-ekonomik buruk, dan sanitasi lingkungan buruk.

7. Paragonimus westermani

a. EpidemiologiTermasuk berbagai spesies karnivora termasuk felids, canids, viverrids, mustelids, beberapa tikus dan babi dan manusia menjadi terinfeksi setelah makan kepiting air baku segar atau udang yang telah kista dengan metacerciaria tersebut. Asia Tenggara lebih didominasi lebih banyak terinfeksi karena gaya hidup makanan laut mentah sangat populer di negara-negara. Kepiting-kepiting string baku kolektor bersama dan membawa mereka mil pedalaman untuk menjual di pasar Taiwan. Kepiting ini mentah ini kemudian direndam atau acar dalam cuka atau anggur untuk mengentalkan otot krustasea. Proses memasak tidak membunuh metaserkaria, akibatnya menginfeksi host. Smashing kepiting padi-makan di sawah, percikan jus yang mengandung metaserkaria, juga bisa menularkan parasit, atau menggunakan jus disaring dari kepiting segar untuk keperluan pengobatan (Susy, )Parasit ini mudah menyebar karena mampu menginfeksi hewan lain (zoonosis). Berbagai macam mamalia dan burung dapat terinfeksi dan bertindak sebagai host paratenic. Menelan tuan rumah paratenic dapat menyebabkan infeksi parasit ini. Paragonimus westermani didistribusikan di Asia Tenggara dan Jepang. Spesies yang lainnya yaitu Paragonimus yang umum di bagian Asia, Afrika dan Amerika Selatan dan Tengah. Diperkirakan menginfeksi 22 juta orang di seluruh dunia. Paragonimus westermani telah semakin diakui di Amerika Serikat selama 15 tahun terakhir karena meningkatnya imigran dari daerah endemik seperti Asia Tenggara (Susy, )Cacing ini tersebar di berbagai negara Asia, misalnya Cina, Taiwan, Jepang. Korea, Thailand, Filipina, India, Vietnam, Malaysia, Afrika, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Infeksi pada manusia juga pernah dilaporkan terjadi didaerah Asia selatan dan Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Paragonimus sp. yang ditemukan di Afrika kemungkinan merupakan spesies lain. Di Amerika Utara, pernah dilaporkan mengenai kasus autochton pada manusia Transmisi Paragonimus westermani parasit terhadap manusia dan mamalia terutama terjadi melalui konsumsi makanan laut mentah atau kurang matang. Di Asia, diperkirakan 80% dari kepiting air tawar membawa Paragonimus westermani. Dalam persiapan, kepiting hidup yang hancur dan metaserkaria bisa mencemari jari-jari / peralatan orang yang menyiapkan makan. Terkadang transfer kista infektif dapat terjadi melalui pembuat makanan yang menangani makanan laut mentah dan kemudian mengkontaminasi peralatan memasak dan makanan lainnya. Konsumsi hewan yang memakan krustasea juga dapat menularkan parasit, untuk kasus telah dikutip di Jepang di mana daging babi mentah merupakan sumber infeksi pada manusia.

b. MorfologiCacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hamper sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operculum agak tertekan ke dalam (Sutanto, 2008).

Gambar morfologi cacing Paragonimus westermani (http://en.wikipedia.org/wiki/Paragonimus_westermani)Gambar telur cacing Paragonimus westermani (http://en.wikipedia.org/wiki/Paragonimus_westermani)

c. Siklus HidupTelur keluar bersama tinja ataupun sputum, dan berisi sel telur. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 18 hari, lalu menetas. Mirasidium mencari keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan:M S R1 R2 SKSerkaria keluar dari keong air berenang mencari hospes perantara II, yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya (Sutanto, 2008).Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang. Dalam hospes definitive, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor di dalamnya (Sutanto, 2008).

(Gambar siklus hidup cacng Paragonimus westermani (http://Paragonimus westermani/siklus.htm).

d. Gejala klinisSetelah di situs paru-paru atau ektopik, cacing merangsang suatu respon inflamasi yang memungkinkan untuk menutupi dirinya dalam jaringan granulasi membentuk kapsul. Kapsul ini dapat memborok dan menyembuhkan dari waktu ke waktu. Telur di jaringan sekitarnya menjadi pseudotubercles. Jika worm menjadi disebarluaskan dan masuk ke sumsum tulang belakang, dapat menyebabkan kelumpuhan, kapsul di jantung dapat menyebabkan kematian. Gejala dilokalisasi dalam sistem paru yang meliputi: batuk berdahak, bronkitis, dan darah dalam dahak (hemoptysis) (Susy, ).

e. Pencegahan dan PengendalianProgram pencegahan harus mempromosikan persiapan makanan lebih higienis dengan mendorong teknik memasak yang lebih aman dan penanganan saniter lebih dari makanan laut yang berpotensi terkontaminasi. Penghapusan hospes perantara pertama, bekicot, tidak dapat dipertahankan karena sifat dari kebiasaan organisme. Sebuah komponen kunci untuk pencegahan penelitian, lebih khusus penelitian perilaku sehari-hari.Menurut CDC, praziquantel merupakan obat pilihan untuk mengobati paragonimiasis. Dosis yang direkomendasikan 75 mg / kg per hari, dibagi menjadi 3 dosis selama 2 hari telah terbukti untuk menghilangkan Paragonimus westermani. Bithionol adalah obat alternatif untuk pengobatan penyakit ini tetapi dikaitkan dengan ruam kulit dan urtikaria.

8. Fasciolopsis buski

a. MorfologiCacing dewasa yang ada pada manusia mempunyai ukuran panjangnya 20-75 mm dan lebar 8-20 mm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Kutikulum biasanya ditutupi oleh duri-duri kecil yang melintang letaknya, dan sering rusak akibat cairan usus. Ukuran dari batil isap kepala kira-kira seperempat ukuran dari batil isap perut. Saluran pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus yang pendek, serta sepasang sekum yang tidak bercabang dengan dua indentasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak tandem di bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum.Ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada ootip, berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing. Telurnya berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuah operkulum yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya. Berukuran panjang 130-140 mikron dan lebarnya 80-85 mikron.

b. Epidemiologi dan Distribusi GeografisFasciolopsiasis adalah endemik di Cina, India, Malaysia, Asia Tenggara dan Taiwan terutama di daerah di mana babi dipelihara dan diberi makan dengan tanaman air tawar. Menurut beberapa perkiraan ada lebih dari 10 juta orang terinfeksi di Asia Timur (Anonim, 2011). Di Indonesia Fasciolopsiasis endemik di desa Sei Papuyu dan Kalimantan Selatan.

c. Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dari manusia bersama tinja yang terinfeksi, di dalam air selama 3-7 minggu menjadi matang dan menetas dalam air yang bersuhu 27o -32oC. Mirasidium yang bersilia keluar dari telur, berenang bebas dalam air lalu masuk ke dalam tubuh hospes perantara I yaitu keong air. Mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah jantung dan hati keong. Sporokista matang menjadi koyak dan melepaskan banyak redia induk. Redia induk membentuk banyak redia anak, yang kemudian membentuk serkaria. Serkaria dalam batas waktu tertentu belum menemukan hospes, akan punah dengan sendirinya. Tetapi bila serkaria menemukan hospesnya, maka serkaria akan menempel pada tumbuhan air lalu berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Tumbuhan yang mengandung serkaria tidak dimasak sampai matang, dalam waktu 25-30 hari metaserkaria tumbuh menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan telurnya akan ditemukan dalam tinja. Ekskitasi itu terjadi dalam rongga usus halus.

d. Gejala klinis Gejala klinis yang terjadi akibat cacing dewasa Fasciolopsis buski yang melekat pada usus halus menyebabkan peradangan, diare, nyeri ulu hati, mual, muntah, dan anoreksia. Cacing dalam jumlah besar menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut. Pada infeksi berat gejala intoksikasi dan sensitifitasi oleh karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada muka, dinding perut dan tungkai bawah.e. DiagnosaDala pemeriksaan tinja rutin dapat ditemukan telur Fasciolopsis. f. Pencegahan dan Pengendalian1. Mengadakan penyuluhan2. Diadakan pengawasan terhadap peternakan babi3. Tidak memakan tumbuhan air yang mentah4. Mencuci bersih juga masak sampai matang tumbuhan air yang akan dimasak

9. Echinostomatidae

a. MorfologiMorfologi khusus dari keluarga Echinostomatidae adalah adanya duri-duri yang melingkar pada bagian belakang dan samping oral sucker , yang terdiri dari dua baris duri dengan jumlah berkisar antara 37-51 buah dengan aturan atau pola seperti tapal kuda. Cacing ini berbentuk lonjong dengan ukuran panjang 2,5 mm - 15 mm dan lebar 0,4-0,7 mm hingga 2,5-3,5 mm.Testis berbentuk bulat berlekuk-lekuk terletak di bagian posterior tubuh. Vitellaria meliputi 2/3 bagian badan cacing dari arah posterior. Warna cacing agak merah keabu-abuan. Telurnya mempunyai operkulum yang besarnya 103-137 x 59-75 mikron.

b. Epidemiologi dan Distribusi GeografisCacing dari genus Echinostomatidae ini ditemukan di Filipina, Cina, Indonesia dan India. Pada tahun 1937 Brug dan Tesch menemukan salah satu spesies Echinostomatidae yaitu E. lidoense pada manusia di Palu, Sulawesi Tengah dan Bone. Sedangkan Bras dan Lie Kian Joe tahun 1948 menemukan E. Ilocanum pada penderita sakit jiwa di pulau Jawa.

c. Siklus Hidup

Cacing dewasa berhabitat di usus halus. Telur yang di keluarkan setelah 3 minggu dalam air akan mengandung mirasidium lalu menetas. Mirasidium keluar dan berenang bebas untuk mencari hospes perantara I yaitu keong kecil. Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang akhirnya membentuk serkaria. Serkaria yang pada jumlah banyak dilepaskan oleh redia yang ada pada keong kedalam air untuk kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif, yaitu pada keong jenis besar.

d. Gejala klinisUmumnya cacing Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan pada mukosa usus dan tidak menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi berat menyebabkan timbulnya radang kataral pada dinding usus, atau ulserasi. Pada anak dapat menimbulkan gejala diare, sakit perut, anemia dan edema.

e. Pencegahan dan PengendalianKeong sawah yang hendak dikonsumsi dimasak sampai matang agar metaserkaria tidak tumbuh dewasa atau mati.

10. Heterophyes heterophyes

a. MorfologiCacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm. Di samping batil isap perut, ciri khas yang lain adalah batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri belakang.Cacing ini mempunyai dua buah testis yang bentuknya lonjong, ovarium kecil yang agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya sebelah lateral. Bentuk dari uterusnya sangat berkelok-kelok, letaknya di antara kedua sekum. Telurnya berwarna coklat muda, mempunyai operkulum, berukuran 26,5 30 x 15 -17 mikron, berisi mirasidium.

b. Epidemiologi dan Distribusi GeografisManusia, terutama pedagang ikan, kucing, anjing dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut. Cacing ini ditemukan di Mesir, Turki, Jepang, Korea, RRC, Taiwan, Indonesia dan Filipina. Di Indonesia pada tahun 1951 Lie Kian Joe menemukan salah satu cacing dari Haplorchis yokogawai pada autopsi tiga orang mayat.

c. Siklus Hidup

Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar atau payau seperti dari genus Pirenella sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia dan lainnya sebagai hospes perantara II. Dalam keong mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi banyak redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak yang untuk gilirannya membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut dan masuk kedalam otot-ototnya untuk tumbuh menjadi metaserkaria.Manusia mendapatkan infeksi ikan mentah, atau yang dimasak kuarang matang. Pada genus Plectoglossus dan sejenisnya, metaserkaria tidak masuk ke dalam otot, tetapi hingga ke sisik dan siripnya. Metaserkaria yang turut dimakan dengan daging ikan mentah, tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan kemudian bertelur.

d. Gejala klinikPada infeksi cacing ini biasanya stadium dewasa menyebabkan iritasi ringan pada usus halus, tetapi ada beberapa ekor cacing yang mungkin dapat menembus vilus usus. Telurnya dapat menembus masuk aliran getah bening dan menyangkut di katup-katup atau otot jantung. Telur atau cacing dewasa dapat bersarang di jaringan otak dan menyebabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas atau kolik, dan diare berlendir, serta nyeri tekan pada perut.

e. Pencegahan dan Pengendalian1. Membiasakan untuk tidak mengkonsumsi ikan mentah2. Ikan yang akan dimakan dimasak dulu sampai matang3. Menggunakan safety self seperti sarung tangan, masker dan lainnya dalam membersihkan kotoran kucing ataupun anjing.

11. Hymenolepis nana1) PenyakitDwarf tapeworm; Hymenolepiasis nana terdapat pada manusia terutama pada anak kecil. Di ketemukan di Eropa Timur dan di Indonesia. Juga menginfeksi rodent (tikus). Hospes Perantara adalah Flea (pinjal) dan Beetle (kumbang)

2) MorfologiCacing dewasa Panjang: 40 mm dan lebar 1 mm Scolex mempunyai 4 batil isap dan retractable rostellum (tonjolan). Dan dapat berinvaginasi ke-apex. Dengan satu baris kait dengan jumlah: 20-30 kait (hooks). Leher panjang dan silinder dan lebar proglotid lebih panjang dari panjangnya. Pada proglotid gravid sering putus sendiri (disintegrated) dan banyak berisi telur. Solex : globuler, mirip cup diameter 0,3 mm Proglottid gravid ukuran panjng 0,2-0,3 X 0,8-0,9 lebar. Cacing dewasa hidup 4-6 minggu tapi yang autoinfeksi bertahan samoai beberapa tahun. Telur di alam bebas dapat bertahan sampai 10 hari.

Telur Bentuk : oval dengan diameter 30-47 mikroneter. Dinding dua lapis: lapis luar hyaline dan lapisan ke dua dilapisi membrane yang tebal dengan ke dua kutubnya mempunyai 4-8 flagela. Isi telur adalah oncosphere bentuk bulat dan mempunyai 6 kait. Proglotid atau strobila terdiri dari: leher, immature, mature dan gravid.

3) Siklus hidupInfeksi terjadi karena tertelam telur dari individu lain yang terinfeksi, dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur. Telur menetas di duodenum dan keluar oncosphera yang kemudian menembus mukosa dan menetap di saluran limfe. Oncosphere berkembang dalam bentuk cysticercoids yang membentuk scolex dan ekoe. Terbentuknya longitudinal fibers dari mucosa/otot usus kecil dan berbentuk sepaerti skop (spade). Lima atau enam hari cysticercoids keluar (emerge) melekatt ke lumen intestinum dan menjadi matangSiklus hidup dapat terjadi dua bentuk yaitu apabila telur tertelan oleh pinjal tikus atau kumbang akan terbentuk akan terbentuk cysticercoids dalam usus hospes tersebut. Manusia bias terinfeksi apabila tertelan pinjal tikus yang mengandung cysticercoids (accidental infection)

4) Gejala klinikPada infeksi terutama pada anak-anak cukup berbahaya. Larva akan masuk ke dalam mukosa sampai ke otot. Bila infeksi berat akan menghancurkan lapisan mucosa intestinum dan akan mengabsorbsi nutrisi anak menimbulkan gangguan seluruh metabolisme tubuh. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian.Gangguan klinis utama adalah alergi dan toxaemia oleh karena sisa metabolism cacing. Infeksi ringan tidak atau jarang ada gejala, tapi pada infeksi cacing jumlahnya 2000 atau lebih akan menimbulkan gejala: enteritis. cramp perut, diare, hilang nafsu makan, nyeri ektremitas, kepala pusing, perubahaan perilaku, Kadang kadang terjadi kaku epilepsy.

5) Terapi Obat pilihan adalah Praziquantel dan Niclosamide single dose.12. Hymenolepis diminutaa. Habitat Usus halus manusia b. Hospes Hospes definitif : tikus, mencit dan manusia Hospes perantara : larva pinjal tikus, kumbang tepung dewasa c. Epidemiologi Kosmopolit (tersebar di seluruh dunia), terdapat di Indonesia. Penyakit zoonoticd. Cara Penularan Makan buah yg dikeringkan dan sereal dimana terdapat serangga/larva hospes perantara. Makan intermediate host dari H. diminuta.e. Morfologi Cacing dewasa Ukuran lebih besar dari H. Nana Panjang: 10-60 mm Lebar: 3-5 mm 800-1000 proglottid Scolex bulat dengan 4 batil isap yang kecil seperti cawan Rostellum tanpa kait Proglottid gravid berbentuk kantong berisi telur yang berkelompok

Telur Ukuran : 58X86 mm membran bagian dalam dari kedua kutubnya tidak ditemukan filamen

f. Siklus Hidup

g. Gejala Klinis Infeksi secara kebetulanTidak menimbulkan gejala (asimptomatis)

h. Diagnosis Menemukan bentuk telur dalam tinja Keluarnya cacing setelah purgasi (jarang)i. Pengobatan Prazikuantel (15 mg/kgBB) Niclosamid (2 gram)

13. Toxocara Canis dan Toxocara Catia. Morfologi Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai ukuran panjang yang bervariasi antara 3,6 - 8,5 cm, sedangkan Toxocara canis betina mempunyai ukuran antara 5,6 -10 cm.Toxocara cati berjenis kelamin jantan berukuran antara 2,5 7,8 cm sedangkan Toxocara cati betina berukuran 2,5 14 cm. Bentuk hewan ini menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati berbentuk sayap yang lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor Toxocara canis dan Toxocara cati hampir sama, untuk yang berjenis kelamin jantan ekornya berbentuk seperti tangan dan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan untuk yang berjenis kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing. b. Siklus Hidup Siklus hidup Toxocara canis dan Toxocara cati pada anjing atau kucing serupa dengan siklus askariasis pada manusia.c. EpidemiologiDi Indonesia angka prevalensi tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 1-7 tahun, di Jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26%. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bermainnya di rerumputan, duduk di pasir, yang merupakan tempat dimana cacing jenis ini berada. Pada remaja, biasanya terjadi pada mereka yang memiliki kegiatan yang aktif, misalnya, silat (berguling-guling di rerumputan, tanah, dsb), ataupun kegiatan yang berhubungan dengan tanah atau lapangan kotor. Pada usia dewasa juga bisa terjadi pada mereka yang melakukan kegiatan kerja bakti membersihkan parit, halaman, pengangkut pasir, dsb. Tanah, lapangan, rumput yang terkontaminasi oleh cacing ini sangat mendukung cacing jenis ini untuk tinggal dan berkembang biak.d. HospesHospes atau inang dari cacing Toxocara adalah anjing (T. canis) dan kucing (T. cati). Pada manusia, cacing ini dapat hidup sebagai parasit dan disebut parasit pengembara, menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans (pengembaraan larva di jaringan tubuh). Penyakit ini bersifat kosmopolit, ditemukan juga di Indonesia.Untuk anjing dan kucing terinfeksi melalui migrasi transplacenta dan migrasi trans mammaria. Telur cacing dapat ditemukan pada kotoran pada saat anak anjing dan anak kucing sudah berusia 3 minggu. Infeksi pada anjing betina bisa berakhir dengan sendirinya atau tetap (dormant) pada saat anjing menjadi dewasa. Pada saat anjing bunting larva T. canis menjadi aktif dan menginfeksi fetus melalui placenta dan menginfeksi anak mereka yang baru lahir melalui susu mereka. e. Siklus hidupToksokariasis (Visceral Larva Migrans) adalah suatu infeksi yang terjadi akibat penyerbuan larva cacing gelang ke organ tubuh manusia. Toksokariosis bisa disebabkan oleh Toxocara canis ataupun Toxocara cati. Telur parasit berkembang di dalam tanah yang terkontaminasi oleh kotoran anjing dan kucing yang terinfeksi . Telur bisa ditularkan secara langsung ke dalam mulut jika anak-anak bermain di atas tanah tersebut.Setelah tertelan, telur menetas di dalam usus. Larva menembus dinding usus dan menyebar melalui pembuluh darah. Hampir setiap jaringan tubuh bisa terkena , terutama otak, mata, hati, paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan, menyebabkan kerusakan dengan cara berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.f. Gejala KlinisPada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam, khususnya di hati. Penyakit yang di sebabkan larva yang mengembara ini disebut visceral larva migrans, dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Infeksi kronis biasanya ringan terutama menyerang anak-anak, yang belakangan ini cenderung juga menyerang orang dewasa, disebabkan oleh migrasi larva dari Toxocara dalam organ atau jaringan tubuh. Gejala klinis ditandai dengan eosinofilia yang lamanya bervariasi, hepatomegali, hiperalbuminemia, gejala paru dan demam. Serangan akut dan berat dapat terjadi, dalam keadaan ini lekosit dapat mencapai 100,000/mm3 atau lebih (dengan unit SI lebih dari 100 x109/l), dengan 50 90% terdiri dari eosinofil. Gejala klinis bisa berlangsung sampai satu tahun atau lebih. Bisa timbul gejala pneumonitis, sakit perut kronis, ruam seluruh tubuh dan bisa juga timbul gejala neurologis karena terjadi kelainan fokal. Bisa juga tejadi endoftalmitis oleh karena larva masuk ke dalam bola mata, hal ini biasanya terjadi pada anak yang agak besar, berakibat turunnya visus pada mata yang terkena. Kelainan yang terjadi pada retina harus dibedakan dengan retinoblastoma atau adanya massa lain pada retina. Penyakit ini biasanya tidak fatal. Pemeriksaan Elisa dengan menggunakan antigen stadium larva sensitivitasnya 75 90% pada visceral larva migrans (VLM) dan pada infeksi bola mata. Prosedur western blotting dapat dipakai untuk meningkatkan spesifisitas dari skrining menggunakan Elisa.g. Cara-cara PenularanKebanyakan infeksi yang terjadi pada anak-anak adalah secara langsung atau tidak langsung karena menelan telur Toxocara yang infektif. Secara tidak langsung melalui makanan seperti sayur sayuran yang tercemar atau secara langsung melalui tanah yang tercemar dengan perantaraan tangan yang kotor masuk kedalam mulut. Sebagian infeksi terjadi karena menelan larva yang ada pada hati ayam mentah, atau hati sapi dan biri biri mentah. Telur dikeluarkan melalui kotoran anjing dan kucing. Telur memerlukan waktu selama 1 3 minggu untuk menjadi infektif dan tetap hidup serta infektif selama beberapa bulan; dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang kering.Telur setelah tertelan, embrio akan keluar dari telur didalam intestinum; larva kemudian akan menembus dinding usus dan migrasi kedalam hati dan jaringn lain melalui saluran limfe dan sistem sirkulasi lainnya. Dari hati larva akan menyebar ke jaringan lain terutama ke paru-paru dan organ-organ didalam abdomen (visceral larva migrans), atau bola mata (Ocular larva migrans), dan migrasi larva ini dapat merusak jaringan dan membentuk lesi granulomatosa. Parasit tidak dapat melakukan replikasi pada manusia dan pada hospes paratenic/endstage lain; namun larva dapat tetap hidup dan bertahan dalam jaringan selama bertahun-tahun, terutama pada keadaan penyakit yang asymptomatic. Jika jaringan hospes paratenic dimakan maka larva yang ada pada jaringan tersebut akan menjadi infektif terhadap hospes yang baru.h. Masa InkubasiMasa inkubasi pada anak-anak berlangsung dalam beberapa minggu dan beberapa bulan dan sangat tergantung pada intensitas infeksi, terjadinya reinfeksi dan sensitivitas penderita. Gejala okuler muncul 4 10 tahun setelah terjadinya infeksi awal. Masa inkubasi dari infeksi yang diperoleh karena mengkonsumsi hati mentah sangat cepat (beberapa jam sampai beberapa hari). i. Diagnosa PenyakitCara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa, maka dari itu harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan.Diduga terserang suatu toksokariasis, bila pada seseorang ditemukan:- kadar eosinofil yang tinggi (eosinofil adalah sejenis sel darah putih)- pembesaran hati- peradangan paru-paru- demam- kadar antibodi yang tinggi dalam darah. j. Cara Pencegahan- Berikan penyuluhan kepada masyarakat, terutama kepada pemilik binatang peliharaan tentang bahaya dari kebiasaan pica (menggigit, menjilat benda-benda) yang terpajan daerah yang tercemar oleh kotoran hewan peliharaan. Juga dijelaskan tentang bahaya mengkonsumsi hati mentah hewan yang terpajan dengan anjing dan kucing. Orang tua dan anak-anak diberitahu tentang risiko kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing dan kucing dan bagaimana cara mengurangi risiko tersebut.- Hindari terjadinya kontaminasi tanah dan pekarangan tempat anak-anak bermain dari kotoran anjing dan kucing, terutama didaerah perkotaan dikompleks perumahan. Ingatkan para pemilik anjing dan kucing agar bertanggung jawab menjaga kesehatan binatang peliharaannya termasuk membersihkan kotorannya dan membuang pada tempatnya dari tempat-tempat umum. Lakukan pengawasan dan pemberantasan anjing dan kucing liar.- Bersihkan tempat-tempat bermain anak-anak dari kotoran anjing dan kucing. Sandboxes (kotak berisi pasir) tempat bermain anak-anak merupakan tempat yang baik bagi kucing untuk membuang kotoran; tutuplah jika tidak digunakan.- Berikan obat cacing kepada anjing dan kucing mulai dari usia tiga minggu, diulangi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan interval 2 minggu dan diulang setiap 6 bulan sekali. Begitu juga binatang piaraan yang sedang menyusui anaknya diberikan obat cacing. Kotoran hewan baik yang diobati maupun yang tidak hendaknya dibuang dengan cara yang saniter.- Biasakan mencuci tangan dengan sabun setelah memegang tanah atau sebelum makan.- Ajarkan kepada anak-anak untuk tidak memasukan barang-barang kotor kedalam mulut mereka.k. TerapiObat cacing:Obat pilihan adalah: thiabendazole, ivermectin, albendazole, mebendazole. Antibiotika, diberikan bila ada infeksi sekunder (bernanah).

ThiabendazoleDosis: 25-50 mg/kg berat badan/hari, diberikan 2 kali sehari selama 2-5 hari. Tidak diperkenankan melebihi 3 gram perhari.Dapat juga diberikan secara topikal (obat luar) 10-15% dalam larutan.

Albendazole. Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 400 mg perhari, dosis tunggal, selama 3 hari atau 200 mg dua kali sehari selama 5 hari.Dosis anak kurang dari 2 tahun: 200 mg perhari selama 3 hari.Atau 10-15 mg per kg berat badan, 4 kali perhari selama 3-5 hari. MebendazoleDosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 100-200 mg dua kali sehari, selama 4 hari .Anak kurang dari 2 tahun: tidak dianjurkan

14. Balantidium colia. EpidemiologiBabi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Ini termasuk tempat-tempat seperti Filipina, tetapi juga termasuk negara-negara seperti Bolivia dan Papua Nugini. Tetapi babi tidak satu-satunya hewan dimana parasit ditemukan.

b. Morfologi

J trophozoite dari Balantidium coli

Balantidium coli ada di salah satu dari dua tahap pembangunan: Trophozoites dan Cysts. Pada trophozoite formulir, mereka dapat berbentuk persegi panjang atau bulat, dan biasanya 30-150 m dan panjang 25-120 m di lebar. Penyalahgunaan ukurannya adalah pada tahap ini yang memungkinkan Balantidium coli menjadi ciri sebagai terbesar protozoan parasit manusia. Trophozoites memiliki macronucleus baik dan micronucleus, dan keduanya biasanya terlihat. macronucleus yang besar dan berbentuk sosis sementara micronucleus kurang menonjol. Pada tahap ini, organisme tidak infective tetapi dapat replikasi oleh pembelahan biner melintang.

Berbeda dengan trophozoite, permukaan yang hanya ditutupi dengan bulu mata, yang memiliki bentuk cyst sulit dinding yang terbuat dari satu atau lebih lapisan. The cyst ini juga berbeda dari formulir trophozoite karena non-mobil dan tidak mengalami reproduksi. Namun, cyst adalah bentuk parasit yang berlangsung ketika penyebab infeksi.

c. Siklus hidup

Balantidium coli seperti yang terlihat di sebuah gunung basah dari contoh kotoran. The organism is surrounded by cilia Organisme yang dikelilingi oleh bulu mata

Infeksi terjadi bila sebuah host ingests cyst, yang biasanya terjadi selama kejangkitan konsumsi air atau makanan. Setelah cyst adalah ingested, melalui host dari sistem pencernaan. Sementara cyst menerima beberapa perlindungan dari degradasi lingkungan oleh acidic dari perut melalui penggunaan dari luar tembok, kemungkinan yang akan dimusnahkan pada pH lebih rendah dari 5, sehingga lebih mudah untuk bertahan di stomachs of malnourished individu yang memiliki sedikit asam lambung. Setelah cyst mencapai usus halus, trophozoites diproduksi. yang kemudian menjajah trophozoites usus besar, di mana mereka tinggal di lumen dan pakan pada flora usus. Beberapa trophozoites menyerbu tembok yang menggunakan titik dua proteolytic enzymes dan multiply, dan beberapa dari mereka kembali ke lumen. Pada lumen trophozoites Mei hancur atau mengalami encystation. Encystation yang dipicu oleh dehidrasi isi dari usus dan biasanya terjadi di distal usus besar, tetapi mungkin juga terjadi di luar tuan rumah dalam kotoran. Sekarang dalam bentuk cyst dewasa, cysts akan dilepaskan ke dalam lingkungan di mana mereka bisa pergi ke menulari baru host.

d. DiagnosaDiagnosis dari Balantidiasis bisa menjadi proses rumit, sebagian karena gejala terkait mungkin atau tidak hadir. Namun, dari diagnosa Balantidiasis dapat dipertimbangkan bila pasien diare telah digabungkan dengan kemungkinan sejarah sekarang terpapar amebiasis melalui perjalanan, kontak dengan orang terinfeksi, atau anal intercourse. Selain itu, dari diagnosa Balantidiasis dapat dibuat oleh pemeriksaan mikroskopis dari sampel kotoran atau jaringan.

e. PencegahanMemerlukan langkah-langkah pencegahan efektif kebersihan pribadi dan masyarakat. Beberapa pengamanan khusus meliputi:

Pemurnian dari air minum. Penanganan makanan yang tepat. Memperhatikan pembuangan kotoran manusia. Pemantauan kontak dari balantidiasis pasien.

15. Giardia lambliaa. Hospes dan Nama penyakitManusia dan binatang seperti srigala, sapi kerbau,kucing dan anjing.dan nama penyakitnya yaitu giardiasis.

b. Distribusi GeografikSumber cacing ini yaitu Sering di temukan didaerah beriklim tropis subtopis daripada di daerah dinginTerutama di Rusia ,Asia Tenggara,Asia, selatan mexiko dan asia selatan dan afrika.di indonesia juga temukan di daerah tropik seperti sumatra barat, dan kalimantan tengah. c. MorfologiMempunyai inti dan alat pergerakan yang teridiri atas kineptoplas dan flagel ,Aksonoma merupakan bagian flagel yang terdapat di dalam parasit,disamping itu memiliki Membran bergelombang dan kosta merupakan dasarnyaParasit ini berkembang biak dengan membelah diri.

d. Daur hidupGiardia lamblia hidup dalam usus halus orang yaitu bagian duodenum, jejenum dan bagian atas dari ileum, melekat pada permukaan epithel usus. Protozoa dapat berenang dengan cepat menggunakan flagellanya. Pada seorang yang menderita berat penyakit ini , ditemukan 14 milyard parasit dalam fesesnya, sedangkan pada infeksi sedang ditemukan sekitar 300 juta cyste.Dalam usus halus dimana isi usus berbentuk cairan, parasit ditemukan dalam bentuk trophozoit, tetapi setelah masuk kedalam colon parasit akan membentuk cyste.. Pertama-tama flagella memendek, cytoplasma mengental dan dinding menebal, kemudian cyste keluar melalui feses. Pada awal terbentuknya cyste, ditemukan dua nukleoli, setelah sejam kemudian ditemukan 4 nukleoli.. Bila cyste tertelan hospes maka cyste tersebut langsung masuk kedalam duodenum, flagella tumbuh dan terbentuk trophozoit kembali.

e. PatogenesisKebanyakan kasus infeksi tidak menunjukkan gejala infeksi, biasanya ada orang yang lebih peka terhadap penyakit ini daripada lainnya. Pada suatu kasus terjadi sekresi cairan mukosa berlebihan sehingga terjadi diaree, dehydrasi, sakit perut dan berat badan menurun. Feses terlihat berlemak tetapi tidak ditemukan darah. Protozoa tidak merusak sel hospes, tetapi memakan cairan mukosa pada epithel usus, sehingga menghambat absorpsi lemak dan unsur nutrisi lain, hal ini memacu terjadinya gejala penyakit tersebut diatas. Cairan empedu dapat terserang sehingga menyebabkan jaundice (penyakit kuning/icterus) dan sakit perut (colic). Penyakit tidak menyebabkan fatal, tetapi sangat mengganggu.

f. Gejala Klinis Diare Rasa tidak nyaman pada perut, Buang gas yang berlebihan (kentut yang berbau busuk) bersendawa dengan bau seperti belerang yang menyebabkan seseorang ingin muak dan muntah, steatorrhoea (feses berwarna pucat, berbau busuk, dan licin), nyeri pada daerah epigastric (antara dada dan perut), perut sering kembung, mual, kurang nafsu makan, kehilangan berat badan, lendir dan darah yang tidak biasa di feses.

g, Diagnosis klinisInfeksi Giardia lamblia pada manusia sering tidak dapat didiagnosa (misdiagnosed).dapat dilakukan pemeriksaan parasit dari feses. Beberapa tes pada feses diperlukan karena cysts dan trophozoites kadang tidak konsisten terlihat pada feses. Mengingat sifat pengujian sulit untuk menemukan infeksi, termasuk banyak negatif palsu.maka di lakukan Diagnosis akurat memerlukan tes antigen.

h. TerapiPengobatan dilakukan dengan pemberian Quinacrin atau metronidazole, biasanya sembuh dalam beberapa hari.

Dosis untuk anak dan pada Ibu hamil Quinacrin : 3x2 mg/kg selama 7 hari Metrinidazol:3x5 mg/kg selama 7 hari

Dosis untuk dewasa Quinacrin :3x100mg/hari atau(3x2) Metrinidazol:3x250mg/kg selama 7 hari

i. EpidemiologiInfeksi Giardia dapat terjadi melalui proses menelan yaitu bisa melalui air minum, makanan, atau oleh rute faecal-oral (bisa melalui tangan yang terkontaminasi maupun melalui praktek seks yang melibatkan lidah dan anus). Kista Giardia dapat bertahan di air hangat dalam hitungan minggu sampai bulanan dan karena itu dapat hadir dalam air sumur, sumber air tergenang seperti kolam alami, dan bahkan sumber air yang terlihat bersih dan jernih di gunung/pegunungan .Giardia lebih sering di temukan pada anak daripada orang dewasa. Pada orang dewasa di temukan pada orang bepergian karena minunm air yang terkontaminasi. Penyakit ini juga di anggap sebagai parasit yang di tularkan melalui seks pada kaum homoseksual. Pencegahannya yaitu dengan memperhatikan hygiene perorangan, keluarga dan kelompok dengan menghindari minum air yang terkontaminasi dan sebaiknya air minum di rebus sampai mendidih 1 menit .dan memanaskan makanan atau minuman yang matang untuk mencegah infeksi kista.

KesimpulanInfeksi cacing maupun amoeba dapat menyebabkan gejala pada manusia dengan berbagai cara. Pengetahuan akan gejala dan pemeriksaan yang dibutuhkan sangat membantu dalam mendiagnosis. Obat cacing menjadi pilihan paling baik untuk mengobati kasus cacingan. Pencegahan yang baik dapat meminimalkan infeksi dari cacing maupun amoeba.Daftar Pustaka1. Broker S, Donald AP Bundy. Soil-transnitted Helminths (Geohelminths). In Mansons Tropical Diseases. Gordon C. Cook & Alimuddin I. Zumla (Ed). Twenty-second ed. Saunders Elsevier Limited. 2009. P. 1515-172. Enterobius vermicularis. Available from http://dpd.cdc.gov/dpdx3. Roberts L, John Janovy,Jr. Nematodes : Oxyurida, Pinworms. In Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts Foundation of Parasitology. The Mc Graw Hill Companies. New York. 2005. 7th edition. P. 445-84. Mandal, Bibhat K, et al. 2002. Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga.5. Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi, Helmintologi, cetakan I. Bandung: Yrama Widya.6. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Untuk Perawat, cetakan I. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.7. Muller, Ralph, Derek Wakelin. 2nd Edition worms and human disease. CABI Publishing: New York. 20028. Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. Edisi 3. 2006

46