makalah pbl 12 malaria (1)

40
Definisi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis. Etiologi Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jarngan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebuh dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata).

Upload: sakuragiwinata

Post on 12-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ooooooooo

TRANSCRIPT

DefinisiMalaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis.

Etiologi Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jarngan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebuh dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata).Parasit Malaria

Sejarah. Pada abad ke-19, Laveran menemukan stadium gametosit berbentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian Ross (1897), menemukan bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di skitar rawa.

Hospes. Parasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies: Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

1. Plasmodium vivax

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitif adalah nyamuk Anopheles betina. P. vivax menyebabkan penyakit malaria vivax yang juga disebut malaria tersiana.

Distribusi Geografik

P.vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina, Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur dan Selatan, Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di indonesia, P.vivax tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering, umumnya di daerah endemi mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain.

Morfologi dan Daur Hidup

Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke peredaran darah perifer manusia, setelah jam sporozoit masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk 10000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau daur eksoeritrosit primer yang berkembangbiak secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni hati.

Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekuder. Merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah). Merozoit hati pada eritrsit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya 1/3 eritrosit. Dengan pulasan Giemsa sitoplasmanya berwarna biru, inti merah, mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi parasit P. vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya, berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama disebut titik Schuffner. Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Pigmen parasit menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit, sehingga gambaran dalam darah tidak uniform.

Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit (gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffner di sekitarnya. Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat dan berwarna merah.Mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletak di tengah. Butir-butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas dan tersebar pada sitoplasma.

Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari pada suhu 200C dan 8-9 hari pada suhu 270C. Di bawah 150C perkembangbiakan secara seksual tidak mungkin berlangsung. Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen berwarna kuning tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.

Patologi dan Gejala Klinis

Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain P. vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise umum. Pada relaps sindrom prodomal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing-masing mempunyai saat sporulasi tersendiri, hingga demam tidak teratur. Kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan perioddisitas 48 jam. Serangna demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,60C (1050F) atau lebih. Mual dan muntah, pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahum menjadi lebih jelas. Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit menigkatkan setelah pemberian obat antimalaria.

Komplikasi dapat berupa gangguan pernapasan sampai acute respiratory distres syndrom, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, ruptur limpa, kejang yang disretai gangguan kesadaran. Pada penderita ini, P.vivax sebagai penyebab dibuktikan dengan teknik PCR. P. falciparum tidak ditemukan baik dengan pemeriksaan konvensional, rapid test ataupun PCR. Walaupun jarang terjadi, komplikasi umumnya ditemukan pada ornag nonimun, sehingga pada kelompok tertentu malaria vivax dapat membahayakan jiwa penderitanya, selain kelemahan yang disebabkan oleh relapsnya.

Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun limpa menjadi sangat besar, keras, dan kenyal. Trauma kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan ruptur limpa, tetapi hal ini jarang terjadi.

Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P.vivax sedikit dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah banyak. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beberapa minggu dengan serangan demam yang berulang. Demam lama kelamaan berkurang dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena sistem imun penderita.

Selanjutnya, setelah periode tertentu (beberapa minggu-beberapa bulan), dapat terjadi relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps, P.vivax dapat dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek (setelah 35 hari) dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Hal ini dapat ditemukan pada infeksi P. vivax di Indonesia yang tidak diobati secara radikal. Sebaliknya, pada temperate strain yang ditemukan di Korea Selatan, Madagaskar, Eropa dan Rusia relaps terjadi 6-10 bulan setelah permulaan infeksi.

Diagnosis

Diagnosis malaria vivax ditetapkan dengan menemukan parasit P.vivax pada sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan rapid test dapat terlihat garis positif baik sebagai pa-LDH dan atau Pv-LDH. Rapid test sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk menghindari false negative.

Pengobatan

Prisnip dasar pengobatan radikal yang ditujukan terhadap stadium hipnozoit di sel hati dan stadium lain yang berada di eritrosit.

Sejak tahun 1989, P. vivax yang resisten klorokuin mulai dilaporkan di Papua Nugini, selanjutnya dari berbagai daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian Timur. Hal ini yang sama juga di temukan di Myanmar dan India. Untuk menghadapi hal ini pengobatan klorokuin selama 3 hari dilakukan bersamaan dengan primakuin selama 14 hari. Dengan cara ini, maka primakuin akan bersifat sebagai skizontisida darah selain membunuh hipnozoit di sel hati. Obat lain sebagai alternatif yang dapat diberikan adalah artesunat-amodiakuin, dihidroartemisinin-piperakuin atau non-altemisinin seperti meflokuin dan atovaquone-proguaninil.

Plasmodium vivax yang toleran terhadap primakuin mula-mula dilaporkan dari Timor Leste pada tahun 1993. Pemeriksaan kadar glukosa 6 fosfat dihidrogenase dalam darah penderita perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya anemia hemolitik.

Prognosis

Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivax tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetap pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya.2. Plasmodium falciparum

Nama Penyakit

P.falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika atau malaria tersiana maligna.

Distribusi Geografik

P. falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.

Morfologi dan Daur Hidup

P. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi P.vivax dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati.

Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin. Bentuk peinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multipel dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies Plasmodium lain tetapi sifat ini lebih sering ditemukan pada P. falciparum. Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P.falciparum kemudain menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka P.malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan daur aseksual berikut pada umunya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P. falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Stadium skizon muda P.falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua.

Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di kpiler alat dalam, seperti otak, jantung plasenta, usus atau sumsum tulang, di tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang akan mengisi kira-kira dua per tiga ertrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Skizon matang P. falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya kadang-kadang melebihi 500.000/L darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar rata di kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.

Eritrosit yang mengandung trofozot tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritrosit.

Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips, akhirnya mencapai bentuk khas sperti sabit atau pisang sebagai gametosit matang. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Pomanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agka kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat, butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma di sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P.falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000-150.00/L darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium lain pada manusia.

Walaupun skizogoni eritrosit pada P. falciparum selsai dalam waktu 48 jam dan periodisitasnya khas tersiana, seringkali terdapat dua atau lebih kelompok parasit, dengan sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur, terutama pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P. falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20oC; 15 sampai 17 hari pada suhu 25oC dan 10 sampai 11 hari pada suhu 25o-28oC. Pigmen pada ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari kedelapan pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.Patologi dan Gejala Klinis

Masa tunas intrisik malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau riangan dan penderita tidak tampak sakit, diagnosis pada stadium ini tergantung dari aamnesis riwayat bepergian ke daerah endemi malaria.

Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental. Demam tidak teratur dan tidak menunjukan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas lebih cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera di tangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat.

Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P. falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P.falciparum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P. falciparum akan diliputi dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor endotel pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda dapat melekat pada berbagai kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P. falciparum erytrocyte membrane protein-1 diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode oleh famili gen var yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini dikatakan memegang peranan penting dalam patogenesis P. falciparum.

Pada sebagian besar kasus malaria falsiparum, ikatan antara knob dengan endotel hospes tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab infeksi P. falciparum tanpa komplikasi menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan adalah ekspresi reseptor endotel hospes yang berbeda pada sekuestrasi akan mempengaruhi terjadinya patogenesis tertentu. Misalnya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi dalam kapiler plasenta (reseptor CSA=Chondroitin sulphate) dapat menyebabkan kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah, bayi lahir mati dan anemia pada ibu hamil. Dalam kapiler otak mungkin yang berperan adalah reseptor ICAM-1(intercellular adhesion molecule-1). Apa dan bagaimana perlekatan antara antigen parasit dan reseptor endotel hospes menyebabkan kelainan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa mekanisme yang diduga berperan adalah obstruksi aliran darah, produksi sitokin baik sistemik maupun lokal. Salah satu antigen malaria yang berasal dari stadium merozoit (MSP-1 dan MSP-2) yaitu GPI (glycosilphosphatidyl inositol) diduga dapat menginduksi sitokin TNF- yang dihasilkan makrofag. Selanjunya TNF- akan menigkatkan ekspresi ICAM-1 pada endotel kapiler otak dan diduga penigkatan produksi nitrit oksida secara lokal dapat meneyebabkan malaria otak.

Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu: hemodinamik, imunologik dan metabolik. Gejala klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut.

Diagnosis

Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametozit dalam sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif dibandingkan sediaan darah tipis pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tampa parasitemia dalam darah tpei, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit yang bersekuestrasi dalam berbagai kapiler alat dalam. Rapid test malaria dapat juga digunakan untuk menegakan diagnosis secara cepat, tetapi tidak dapat menggantikan pemeriksaan mikroskopik.

Pengobatan

Penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi sebaiknya diberikan drug of choice kombinasi artemisinin, misalnya artesunat-amodiakuin (masing-masing 3 hari) per oral tanpa menunggu penderita jatuh dalam malaria berat. Dosis artesunat adalah 4 mg/kgbb/hari selama 3 hari, sedangkan amodikuin basa 10 mg/kgbb/hari selama 3 hari. Kombinasi artemisinin lainnya adalah artemeter-lumefantrine selama 3 hari dan dihidrartemisinin-piperakuin selama 2 hari atau 3 hari. Bila terjadi kegagalan pengobatan dapat diberikan kombinasi kina dan doksisiklin. Dosis kina adalah 3 10 mg/kgbb/hari dan doksisiklin 100 mg/hari, masing-masing selama 7 hari.

Pada penderita malaria falsiparum berat dapat diberikan suntikan sodium artesunat (intramuskular atau intravena) atau artemeter (intramuskular) selama 5-7 hari. Dosis awal artesunat 2,4 mg/kgbb i.m diikuti 1,2 mg/kgbb stiap 24 jam, selama 6 hari. Dosis awal artemeter 3,2 mg/kgbb i.m. pada hari ke-1, diikuti 1,6 mg sampai hari-6. Biasanya stadium aseksual P. falciparum akan menghilang dalam waktu 24-48 jam. Pengobatan lebih lanjut dengan pemberian kombinasi kina dan doksisiklin per oral dapat dipertimbangkan bila dikuatirkan terjadi rekrudesensi. Peningkatan gametosit setelah pemberian artemisinin bukan merupakan indikasi terjadinya kegagalan pengobatan.

Beberapa jenis obat yang dahulu pernah digunakan untuk mengobati penderita malaria berat, tetapi sekarang sudah tidak dianjurkan karena dianggap berbahaya adalah:-. Kortikosteroid

-. Anti inflamatory agent lainnya

-. Urea, invent sugar

-. Dekstran dengan berat molekul rendah

-. Epinefrin (adrenalin)

-. Heparin

-. Epoprostenol (prostacyclin)

-. Ciclosporin (cyclosporin A)

-. Deferoxamine

Prognosis

Penderita malaria falsiparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan.

3. Plasmodium Malariae

Nama Penyakit

P. malariae adalah penyebab malaria atau malaria kuartana, karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat.Morfologi dan Daur Hidup

Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel darah merah tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodesitas 72 jam. Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan P.vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah yang dihinggapi P.malariae tidak membesar . Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang tua bila membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas pada P.malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar, kasar dan berwarna gelap. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung rata-rata 8 buah merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut juga rossete.

Derajat parasitemia pda malaria kuartana lebih rendah dari pada malaria yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung parasitnya jarang melampaui 10.000 parasit per l darah. Siklus aseksual dengan periodisitasnya 72 jam biasnya berlangsung sinkron dengan stadium parasit di dalam darah. Gametosit P.malariae dibentuk di darah perifer. Makrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil dan padat; mikrogametosit; sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitplasma. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari. Pigmen di dalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar di tepi.

Patologi dan Gejala KlinisMasa inkubasi pada infeksi P.malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan petama mirip malaria vivaks. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. P.malariae cenderung menghinggapi eritosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas dibandingkan malria vivaks dan penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan menjadi masalah pada donor darah untuk tranfusi.

P.malariae merupakan salah satu plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P.falciparum. kelainan ginjal yang disebabkan oleh P.malariae biasanya bersifat menahun dan progresif dengan gejala yang lebih berat dan prognosisnya buruk. Gejala klinik bersifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berusia 5tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Mikrohematuria hanya kadang-kadang ditemukan pada kelompok anak dengan usia yang lebih tua. Sindron nefrotik dapat berkembang menjadi berat dengan hipertensi sebagai gejala akhir. Kadar kolesterol tidak meningkat karena penerita biasanya kurang gizi. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, walaupun infeksi malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5 tahun akan berakhir menjadi gagal ginjal kronik.

Semua stadium parasit aseksual terdapat pada peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi , kira-kita 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malaria malariae disebabkan oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak; stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi oleh syitem petahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, disamping itu bertahannya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens.DiagnosisDiagnosis P.malariae dapat dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang di pulas dengan Giemsa. Hitung parasit pada P.malariae rendah, hingga memerluka ketelitian untuk menemukan parasit ini. Sering kali parasit P.malariae ditemukan pada sediaan darah tipis secara tidak sengaja, pada penderita tanpa gejala.Pemeriksaan dengan rapid test tidak selalu memperlihatkan hubungan antara pemeriksaan mikroskopik dengan enzim pan-LDH,mungkin disebabkan rendahnya plasmodium dalam darah. Pengobatan Penderita malaria malariae atau malaria kuartana dapat diobati dengan pemberian klorokuin basa yang akan mengeliminasi semua stadium di sirkulasi darah. Penelitian yang dilakukan Collins da Jeffrey memperlihatkan bahwa waktu yang diperlukan dalam mengeliminasi P.malariae dalam darah lebih panjang dibandingkan dengan P.falciparum dan P.vivax yang masih sensitive klorokuin, stadium aseksual P.malariae masih dapat ditemukan sampai hari ke-15 setelah pemberian klorokuin, walaupun akhirnya menghilang dalam darah. Hal tersebut bukan berarti P.malariae resisten terhadap klorokuin. Dianjurkan pemberian klorokiun basa selama 5 hari dengan dosis total 35 mg/kg BB untik penderita yang terinfeksi P.malariae. penelitian lain memperlihatkan P.malariae sensitif terhadap obat antimalaria baru seperti artemisinin da pironaridin.PrognosisTanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurrens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.

Epidemiologi

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erythroscytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan 15 hari untuk plasmodium malriae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada P.vivax dan ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Resepor untuk P. falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P. malariae dan P. ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada P.falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nanatinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap meninfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. falciparum, P. vivax dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyt yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.

Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi:

Hipoendemik: bila parasit rate atau spleen rate 0-10%

Mesoendemik: bila parasit rate atau spleen rate 10-50%

Hiperendemik: bila parasit rate atau spleen rate 50-75%

Holoendemik: bila parasit rate atau spleen rate >75%

Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak (2-10 tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak stabil banyak dijumpai malria serebral, malaria dengan gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.Diagnosis Sementara

Dari kasus yang didapat dan keluhan yang disebut dalam kasus, diagnosis sementaranya adalah Malaria. Diagnosa malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratip maupun preventip. Pemeriksaan

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan hiperensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum tulang hanya untuk maksud akademis dan tidak sebagai cara diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui: Tetesan Preparat Darah Tebal, merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/L maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

Tetesan Darah Tipis, digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit, dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/L darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit pneting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishmans atau Fields dan juga Pomanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecaran yang mudah dengan hasil yang cukup baik.Prognosis

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penangan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengna peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemia, peningkatan kreatinin dan peningkatan bilirubin mortalitas lebih tinggi dari pada malaria serebral saja.Preventif

Tindakan pecegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaktis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara: 1) Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida: pemethrin atau deltamethrin). 2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents): gosok, spray, asap, elektrik. 3) Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/ stocking). Nyamuk akan menggigit diantara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m. 4) Memproteksi tempat tinggal/ kamar tidur dari nymuk dengan kawat anti nyamuk.

Bila akan digunakan kemoprofilaktis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup profilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphosphat) tiap 1 mggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga dipakai pada wanita hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah (sering terinfeksi malaria). Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/hari. Obat baru yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5 mg/kgBB/hari; Etaquin, Atovaquone/Proguanil (malarone) dan Azitromycin.Penatalaksanaan

A. Medicamentosa

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. falciparum, P. vivax maupun yang lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini. Golongan Artemisinin. Berasal dari tanaman Artemisa annua. L yang disebut dalam bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula seperti: artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Karena beberapa penelotian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka di rekomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. obat ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan suppositoria. Pengobatan ACT ( Artemisinin base Combination Therapy). Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination Therapy. Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Contoh ialah Co-Artem yaitu kombinasi atemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). Dosis Coartem 4 tablet 2 1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk dewasa: dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet. Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya: Artesunat + meflokuin Artesunat + amodiakin

Artesunat + klorokuin

Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin Artesunat + pironaridin

Artesunat + chlorproguanil-dapson (CDA/Lapdap plus)

Dihidroartemisinin+ piperakuin + trimethopim (Artecom)

Artecom + primakuin (CV8)

Dihidroartemisinin + naptokuin

Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiakuin (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III. Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister/ hari (artesunate + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25-30 mg/kg BB selama 3 hari.

Pemgembangan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan tersedianya formula kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa maupun anak (dosis tetap) dan kombinasi yang paling poten dan efektif dengan toksisitas yang rendah. Sekarang sedang dikembangkan obat semi sinthetik artemisin seperti artemison ataupun trioksalon sintetik. Catatan: untuk pemakaian obat golongan artemisin harus disertai/ dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT.

Pengobatan Malaria dengan Obat-obat Non-ACT

Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25 %). Dibeberapa daerah pengobatan menggunakan obat standard seperti klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.Obat non-ACT ialah:

Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/ kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P.falciparum maupun P. vivax.

Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP.

Kina Sulfat: (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan utnuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai. Primakuin: (1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical terhadap P. falciparum maupun P.vivax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal utnuk membunuh gamet; sedangkan untuk P. vivax dosisnya 15 mg/ hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).