makalah parkinson
DESCRIPTION
deskripsi parkinson; gejala parkinson; obat-obatan untuk menangani parkinsonTRANSCRIPT
MAKALAH PARKINSON
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah
FARMAKOTERAPI
Profesi Apoteker Jurusan FarmasiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jenderal Achmad Yani
Disusun oleh :
Fathurrohman Mufarriq, S.Farm 3351111438Meiriyanti S S.Farm 3351111460Wahyu Priyo Legowo S.Farm 3351111464
PROGRAM PROFESI APOTEKER JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga terselesaikannya
Makalah PARKINSON ini. Makalah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan
mata kuliah Farmakoterapi Profesi Apoteker Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Achmad Yani.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan yang ada dalam
laporan ini, baik dari segi isi maupun bahasa. Walaupun demikian, penulis tetap
berharap semoga laporan ini bermanfaat, baik untuk penulis sendiri maupun yang
lainnya. Demi lebih sempurnanya laporan ini, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun. Sekian dan terimakasih
Cimahi, Juni 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Definisi
Suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang
bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan (movement
disorder), tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan
kekakuan otot.
Parkinson adalah penyakit berkurangnya kemampuan kerja anggota gerak
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan asetilkolin sebagai perangsang
neurotransmitter dan dopamin sebagai penghambat neurotransmitter dan
pengontrol gerakan-gerakan halus oleh otot.
Penyakit Parkinson adalah penyakit/sindrom karena gangguan pada
ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamin dari
substansia nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine deficiency),
yang ditandai dengan adanya tremor pada saat beristirahat, kesulitan untuk
memulai pergerakan dan kekakuan otot.
Parkinson merupakan kelainan kondisi saraf yang mempengaruhi
pergerakan seperti berjalan, berbicara dan menulis yang ditandai oleh hipokinesia
(penurunan abnormal aktivitas atau fungsi motorik), tremor dan kekakuan otot.
BAB II
ISI
II.1 Dopamin
Adalah Senyawa organik yang mengandung nitrogen terbentuk sebagai
senyawa antara dari dihidroksifenilalanin ( L-dopa) selama metabolisme asam
amino tirosin
Fungsi:
1.Prekursor hormon epinefrin dan norepinefrin
2.Neurotransmitter di substantia nigra, basal ganglia, dan corpus
striatum otak-> menghambat transmisi impulse saraf
3. Motivasi dan kesenangan
Dopamin dilepaskan oleh neuron-neuron yang berasal dari daerah otak
yang bernama substantia nigra dan berhubungan dengan bagian otak yang disebut
dengan corpora striata, daerah yang diketahui penting dalam mengontrol sistem
muskuloskeletal.
Gambar. Bagan Metabolisme Tirosin
Gambar. Proyeksi Dopamin Pada Orang Normal
Gambar. Proyeksi Dopamin Pada Pasien Parkinson
II.2 Prevalensi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.3
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar
200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan
(3:2) dengan alasan yang belum diketahui.4
II.3 Etiologi
Parkinson primer belum diketahui, sedangkan parkinson sekunder diduga karena
infeksi oleh virus yang abnormal secara umum, pemaparan terhadap zat toksik
yang belum diketahui atau terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak dapat mengatur/ menahan gerakan-
gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas
benar.
• Pada umumnya, penyebab Parkinsonisme tidak diketahui.
• Penyakit ini ada hubungannya dengan penurunan aktivitas inhibitor neuron
dopaminergik dalam substansia nigra dan korpus striatum-bagian dari
sistem ganglia basalis otak yang berfungsi mengatur gerakan.
• Faktor genetik tidak memainkan peranan dominan dalam etiologi
penyakit Parkinson, meskipun dapat mempengaruhi pada orang-orang
yang peka pada penyakit tersebut.
• Faktor lingkungan yang belum diketahui ikut mempengaruhi kenapa
neuron dopaminergik tersebut berkurang.
II.4 Patofisiologi
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi
berbagai inti subkortikal termasuk diantaranya substansia nigra, area ventral
tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe
dorsal, locus dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia
otomomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan
kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%,
sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada
nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan
sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan
berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus
posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40%
di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis.
Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin,
leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan antara kadar asetilkolin
sebagai perangsang neurotransmitter dan dopamin sebagai penghambat
neurotransmitter di otak. Pada penderita Parkinson, jumlah dopamin berkurang
sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar penghambat dan perangsang
neurotransmitter di otak.
Mekanisme pengurangan dopamin disebabkan oleh:
1. berkurangnya produksi dopamin akibat kehilangan sel pigmen yang
mensekresikan dopamin (dopaminergic) pada bagian pars compacta di substansia
nigra sehingga keseimbangan dalam ganglia basal terganggu dan sistem
asetilkolin berperan lebih besar.
2. peningkatan metabolisme dopamin akibat peningkatan aktivitas MAO-B
(Monoamine oxidase type B) yang merupakan senyawa kimia pada sinapsis yang
bekerja memetabolisme dopamin dalam keadaan bebasnya.
3. berkurangnya sensitivitas dari reseptor D2 sehingga dopamin tidak dapat
diterima.
4. peningkatan aktivitas COMT (Cathecol-O-methyl transferase) yang mengubah
Levodopa menjadi 3OMD (3-O-methyldopa) sehingga dopamin menjadi tidak
aktif
5. berkurangnya pelepasan dopamin di ujung saraf sehingga pengambilan
dopamin berkurang.
Dua hipotesis yang disebut sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah :
II.5 Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron
nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari
stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
II.6 Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat ini menekankan pentingnya
ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam
melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan
pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan.
Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra,
lokus seruleus).
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme neurodegenerasi pada
Parkinson adalah hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. Hipotesis
radikal bebas menyatakan bahwa oksidasi enzimatik dopamin dapat merusak
neuron nigrostriatal, karena menghasilkan hidrogen peroksida dan radikal-oksi
lainnya. Proses ini diawali dengan berkurangnya jumlah glutation di otak dan
berlebihnya jumlah hidrogen peroksida dari metabolisme dopamin. Hidrogen
peroksida akan menerima elektron dari Fe2+ membentuk Fe3+ dan hidroksi radikal
(OH*) yang menyebabkan lipid peroksidasi perusak membran sel. Meskipun
terdapat mekanisme tubuh untuk mencegah kerusakan akibat stress oksidatif,
tetapi pada usia lanjut mekanisme ini dapat berjalan dengan tidak baik.
Hipotesis neurotoksin menduga bahwa satu atau lebih macam zat
neurotoksin berperan dalam proses neurodegenerasi pada parkinson. Seperti pada
kemampuan zat MPTP (1-methyl-4phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine) atau toksin
sejenis MPTP yang secara selektif toksik terhadap nigra dan lokus seruleus
sehingga menimbulkan sindrom yang mirip Parkinson pada manusia.
II.7 Faktor Penyebab
Beberapa hal yang diduga dapat menyebabkan parkinson adalah sebagai
berikut:
Usia
Pada usia 50 tahun, dan pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan
reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada
substansia nigra pada penyakit parkinson.
Geografi
Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini
termasuk adanya perbedaan genetik, kekebalan atau imun seseorang terhadap
penyakit serta paparan terhadap faktor lingkungan.
Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson, yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan parkinsonism autosomonal dominan.
Pada pasien dengan autosomonal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebanyak 8,8 kali pada usia < 70 tahun dan
2,8 kali pada usia > 70 tahun . meskipun jarang jika disebabkan oleh keturunan.
Gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetik di USA
sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian, penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun .
Lingkungan
a. Xenobiotik
Pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan mental yang lebih tinggi
dan lama.
c. Infeksi
Virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian
pada hewan penunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh
infeksi Nocardia astroides.
d. Trauma kepala
cranio cerebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meskipun
peranannya belum jelas.
e. Diet
Lemak dan kalori tinggi meningkatkan stess oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
f. Stress dan depresi
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini
belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan
dengan defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin. Beberapa
penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena
pada stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada
stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang
memacu stress oksidatif.
Gejala-gejala Parkinson bisa jelas atau sedikit terlihat pada beberapa
keadaan di mana terjadi kerusakan struktural pada jalur nigrostriatum atau
penghambatan kerja dopamine di alam ganglia basalis. Parkinsonisme pasca
ensefalitis adalah gejala sisa yang umum dari ensefalitis (penyakit von economo)
yang terjadi antara tahun 1918-1925, dan hasil penyelidikan menunjukkan bahwa
penyebabnya mungkin virus influenza A. parkinsonisme induksi obat dapat terjadi
karena efek samping obat-obat antipsikotik tertentu, seperti fenotiazin butirofenon
(penghambat reseptor dopamine post sinaptik). Suatu tipe lain dari penghambat
reseptor dopamine yaitu metoklorpamid (bermanfaat untuk gangguan saluran
pencernaan), juga dapat menimbulkan parkinsonisme. Reserpin(suatu obat
antihipertensi) dapat menghabiskan dopamine presinaptik sehingga kadang-
kadang juga menimbulkan parkinsonisme.
Parkinsonisme induksi obat biasanya bersifat reversible jika obat
dihentikan , meskipun pada beberapa pasien gejala-gejalanya meneap sampai
beberapa minggu atau bertahun-tahun. Pemakaina obat terlarang1-metil-4-fenil-
1,2,3,6-tetrohidropin (MPTP) menyebabkan Parkinsonisme dengan merusak
neuron dopaminergik secara selektif pada substansia nigra. Parkinsonisme juga
dihubungkan dengan keracunan logam berat (timah, mangan, merkuri) dan karbon
mono-oksida.
Perubahan patologik utama pada penyakit Parkinson meliputi hilngnya
neuron-neuron yang mengandung dopamine pada substansia nigra dan nucleus-
nukleus berpigmen lainnya. Neuron-neuron lainnya kebanyakan mengandung
badan-badan leuwy (inklusi sitoplasmik eosinofilik). Hilangnya neuro-neuron
yang mengandung dopamine dalam substansia nigra mengakibatkan dopamine
sangat berkurang pada ujung-ujung saraf dari traktus nigrostriatum. Penurunan
dopamine dalam corpus striatum mengacaukan keseimbangan antara dopamine
(penghambat) dan asetilkolin (perangsang), dan inilah yang menjadi dasar dari
kebanyakan gejala penyakit Parkinson.
II.7 Faktor resiko
1. Pemakaian obat-obatan
Pemakaian obat-obatan depresan dopaminergik dan Calsium Channel
Blocker
2. Usia
Parkinson timbul pada kelompok usia 50-60 tahun ke atas dan semakin tua
usia seseorang (ditambah dengan faktor gen dan lingkungan) maka resiko
terkena Parkinson semakin meningkat. Hal ini disebabkan defisiensi
dopamin di substansia nigra pada usia tersebut.
3. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena Parkinson
dibandingkan dengan wanita. Wanita memiliki hormon estrogen yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan neuron, mencegah kerusakan oksidatif
melalui mekamisme antioksidan, dan meningkatkan jumlah reseptor faktor
pertumbuhan saraf.
4. Faktor genetik
Terdapatnya penderita Parkinson dalam keluarga meningkatkan resiko
terkena Parkinson karena berhubungan dengan gen pembawa yang
diturunkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gen pembawa
Parkinson adalah gen parkin, α-synuclein, UCH-L1, PINK1 dan DJ-1.
5. Penurunan hormon esterogen pada wanita
Pada wanita post-menopouse dimana penurunan hormon esterogen tidak
digantikan dari luar maka resiko terkena Parkinson semakian tinggi karena
hormon estrogen mempengaruhi pertumbuhan neuron dan mencegah
kerusakan oksidatif.
6. Lingkungan
Lingkungan yang buruk menyebabkan banyak oksidan yang masuk ke
dalam tubuh dan meningkatkan kecenderungan terkena Parkinson. Hal ini
disebabkan karena oksidasi enzimatik dari dopamin dapat merusak neuron
nigrostiatal dan menghasilkan hidrogen peroksida serta radikal oksi
lainnya. Pengaruh lingkungan seperti toksin juga dapat meningkatkan
resiko penyakit parkinson. Logam berat (mangan, timah, merkuri) dan
karbon monoksida juga berperan dalam proses neurodegenerasi pada
parkinson.
7. Asam folat
Kekurangan asam folat dapat meningkatkan resiko terkena Parkinson.
8. Trauma di Kepala
Orang yang telah mengalami trauma atau cedera kepala empat kali lipat
lebih mungkin terkena penyakit parkinson daripada orang-orang yang
tidak pernah menderita cedera kepala.
II.8 Klasifikasi
Parkinson dibagi menjadi tiga bagian :
1. Primer atau idiopatik
2. Sekunder atau simptomatik
3. Paraparkinson atau “parkinson plus”
1. Primer atau idiopatik :
Penyebab tidak diketahui
Kasus Parkinson yang paling sering terjadi
Sebagian besar diperantarai oleh toksin lingkungan
2. Sekunder atau simptomatik
Gejala timbul setelah terkena suatu penyakit, seperti ensefalitis
atau zat. Obat-obat atau toksin yang dapat menimbulkan
Parkinsonisme:Fenotiazin, Klorpromazin, Haloperidol,
Metoklopramid, Calcium Blocker (Diltiazem, Verapamil)
Kaptopril, Vinkristin, Valproat, Litium, Fenitoin, Alkohol, MPTP,
CO, Mangan dll.
3. Paraparkinson atau Sindrom Parkinson Plus
Gejala timbul bersama dengan gangguan neurologis lain.
Paling sering, gejala penyakit Parkinson timbul bersama penyakit
Alzheimer.
II.9 Gejala
Simptom utama penderita Parkinson adalah bradykinesia, ketidakstabilan
postur tubuh, tremor, kekakuan gerakan. Beberapa simptom motorik lain yang
akan dialami penderita Parkinson adalah penurunan kemampuan gerakan tangan,
dysarthria, dysphagia, kesulitan berjalan lurus, kesulitan memulai gerakan baru,
hypomimia, face-mask yang ditandai dengan belahan kelopak mata membesar,
jarang berkedip, mulut dan bibir bergetar, dan seborrhea, hypophonia,
micrographia, dan melambatnya pergerakan. Simptom otonom yang muncul pada
penderita Parkinson adalah gangguan urinasi dan defekasi, konstipasi,
diaphoresis, perubahan tekanan darah ketika berdiri, paroxysmal flushing, dan
gangguan seksual. Perubahan mental yang menyertai perubahan fisik penderita
Parkinson adalah bradyphrenia, perasaan kebingungan, dementia, perasaan
ketakutan, halusinasi, dan gangguan tidur. Beberapa simptom lain yang dapat
terjadi adalah kelelahan, kulit berminyak, kaki bengkak, seborrhea, dan penurunan
berat badan.
Penderita Parkinson pada umumny mengalami simptom yang berbeda-
beda dan menyerupai simptom penyakit saraf lain sehingga diagnosis yang dapat
dilakukan adalah diagnosis klinik yaitu diagnosis berdasarkan keputusan dokter
yang didasarkan pengalaman
1. Gejala Motorik
a.Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut
tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau
memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-
supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut
membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat
dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi
pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang
menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan,
kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas
(tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya
tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa
terjadi pada kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan
maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu,
gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat
tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c.Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)
karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar
air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Bradikinesia mengakibatkan
kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit muka seperti
berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan
ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot
laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan
deficit kognitif.
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah
takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal
diberi waktu yang cukup.
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik. Kulit berminyak dan infeksi kulit
seborrheic, Pengeluaran urin yang banyak, Gangguan seksual yang berubah
fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi, kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai
ruang, pembedaan warna, penderita sering mengalami pingsan, umumnya
disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom
untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan, berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia
atau anosmia),
Berdasarkan gejala klinik, Lonis Herzberg mengemukakan 5 tahap
penyakit Parkinson:
Tahap 1. Gejala begitu ringan sehingga pasien tidak merasa terganggu.
Hanya seorang ahli akan mendeteksi gejala dini penyakit ini
Tahap 2. Gejala ringan dan mual sedikit mengganggu. Biasanya berupa
tremor ringan, bersifat variable dan hilang timbul. Pasien merasa ada yang tidak
beres seakan-akan “tangannya tidak lagi menurut perintah”, sehingga gelas dan
barang lain lepas dari tangannya.
Tahap 3. Gejala bertambah berat. Pasien sangat terganggu dan gangguan
bertambah dari hari ke hari. Banyak pasien dengan bradikinetik berat tidak
mengalami tremor sedangkan lebih sedikit pasien dengan tremor dengan tidak
mengalami bradikinesia. Volume suar melemah dan menjadi monoton, wajah
bagai topeng, disertai tremor dan rigiditas. Jalan dengan langkah kecil dan
kecenderungan terjatuh mencolok pada tahap ini.
Tahap 4. Gajala ini ditandai tidak mampu lagi berdiri tegak, kepala, leher,
dan bahu jatuh ke depan. Ini merupakan postur khas penyakit Parkinson. Pada
tahap ini umumnya pasien juga mengalami efek samping levodopa yang
mengganggu karena dosis yang diperlukan cukup besar. Mental pasien saat ini
juga memburuk. Harus cermat membedakan memberatnya penyakit dan efek
samping levodopa.
Tahap 5. Memburuknya gejala terjadi terutama sewaktu kadar levodopa
menurun tetapi efek samping tidak memungkinkan penambahan obat. Pada tahap
ini pengendalian penyakit sangat sulit dan menimbulkan keputus asaan baik pada
pasien maupun keluarga.2
II.10 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pada pasien:
a.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
b.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan
rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
c.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris
dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk
perbandingan waktu follow up berikutnya.
d.EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
e.CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo).
BAB III
PENGOBATAN
III.1 Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi
a. Terapi Farmakologi
Terapi secara farmakologi adalah dengan menggunakan golongan obat
Inhibitor MAO-B
Inhibitor COMT
Levodopa/carbidopa
Agonis dopamin
Antikolinergik
Amantadine
Algoritma pengobatan Parkinson pada penderita fase awal dapat dilihat
sebagai berikut.
Algoritma penanganan penyakit Parkinson dapat dilihat sebagai berikut.
Prinsip pengobatan Perkinson adalah:
1. Pemilihan terapi awal, pemberian dosis, dan penggunaan terapi tambahan
dalam pengobatan penyakit Parkinson perlu benar-benar dipertimbangkan
untuk memperoleh hasil terapi jangka panjang yang optimal dan
meminimalkan efek samping.
2. Waktu yang optimum untuk memulai suatu terapi pada penyakit Parkinson
dapat bervariasi, namun secara umum, terapi dimulai pada saat penyakit
tersebut mulai mengganggu aktivitas hidup, pekerjaan, atau kualitas hidup.
3. Pengobatan antikolinergik bermanfaat untuk untuk mengatasi tremor
ringan pada awal parkinsonisme namun harus digunakan secara hati-hati pada
orang tua.
4. Sebagai terapi tunggal, amantadin dan inhibitor MAO-B memiliki manfaat
dalam awal parkinsonisme, namun efek simptomatiknya kurang dibanding
agonis dopamin dan carbidopa/levodopa (L-dopa).
5. Carbidopa/levodopa merupakan pengobatan paling efektif untuk terapi
simptomatik dan pada akhirnya semua pasien dengan parkinsonisme akan
membutuhkannya.
6. Kebanyakan pasien dengan terapi carbidopa/levodopa akan mengalami
komplikasi motorik (seperti fluktuasi dan diskinesia).
7. Inhibitor MAO-B dan inhibitor COMT dapat meringankan fluktuasi
motorik pada pasien dengan terapi carbidopa/levodopa.
8. Monoterapi awal dengan agonis dopamin efektif dan dibandingkan dengan
levodopa, resiko terjadinya komplikasi motorik lebih rendah namun dapat
menyebabkan gejala psikiatrik seperti halusinasi dan kerusakan kontrol
impuls.
9. Pembedahan/operasi diberikan kepada pasien yang memerlukan
pertolongan tambahan terhadap gejala simptomatik atau komplikasi motorik di
samping mendapat terapi medis secara optimal.
III.2 Non Farmakologi
1.Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi
fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan
diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik
pada penyakit Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi
disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan
pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di
dalam mulut.
2.Terapi Suara
Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan
oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ).
LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa
alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency
auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
3.Terapi gen
saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen
yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian
otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan
memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid
decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA).
GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-
derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan
merangsang pembentukan L-dopa.
4.Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel
stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo
dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu
hidup untuk pasien di bawah umur.
5.Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya
levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di
mana terapi dengan obat tidak mencukupi.
Prosedur pembedahan yang pertama dikembangkan adalah “ablative atau
brain lesioning”. Contoh dari pembedahan lesioning (melukai otak) adalah
thalamotomy dan pallidotomy. Pada lesioning, digunakan panas untuk merusak
sebagian kecil jaringan otak yang aktif secara tidak normal pada parkinsonisme.
Tidak terdapat alat yang tertinggal di otak setelah operasi, yang berarti efek yang
dihasilkan adalah permanen. Secara umum tidak aman untuk melakukan lesioning
pada kedua belah otak. Pembedahan thalamy (talamus) secara umum diberikan
bagi pasien dengan tremor yang sangat parah dan sudah tidak direkomendasikan
lagi untuk pasien dengan parkinsonisme.
Sebagai tambahan terhadap lesioning, banyak ahli bedah sekarang
menawarkan terapi alternatif yang dinamakan DBS (Deep Brain Stimulation).
Pembedahan tersebut dilakukan dengan menempatkan sebuah elektroda logam
tipis ke dalam salah satu dari beberapa target otak yang memungkinkan dan
menyambungkannya pada generator pulsa yang terkomputerisasi, yang
ditanamkan di bawah kulit dada. Untuk meningkatkan kendali terhadap gejala
Parkinson, stimulator dapat diatur menggunakan program komputer. DBS tidak
merusak jaringan otak namun mempengaruhi secara reversibel fungsi abnormal
jaringan otak dalam daerah elektroda penstimulasi. Namun terapi dengan metode
ini lebih kompleks serta membutuhkan waktu dan kesabaran sebelum efek
optimal diperoleh.
Terdapat tiga target dalam otak yang dapat menjadi tempat pilihan untuk
menempatkan elektroda penstimulasi : globus palidus (GPi), nucleus subthalamus
(STN), dan thalamus (daerah spesifik thalamus disebut “Vim” = ventro-
intermediate nucleus). Struktur ketiganya merupakan sekelompok kecil sel saraf
yang berperan penting dalam mengontrol pergerakan. Stimulasi terhadap Vim
hanya efektif terhadap tremor dan telah disetujui oleh FDA pada 1997; sedangkan
stimulasi terhadap GPi atau STN dapat bermanfaat tidak hanya terhadap tremor,
namun juga kekakuan, bradikinesia, dan kesulitan berjalan (disetujui oleh FDA
pada 2002).
Dasar teori DBS pada GPi atau STN mulai muncul pada akhir 1980 dan
awal 1990. Dalam parkinsonisme, kekurangan sel yang memproduksi dopamin
berakibat pada aktivitas abnormal dan berlebihan pada GPi dan STN. DBS tidak
berefek langsung terhadap sel pemroduksi dopamin dan tidak mempengaruhi
kadar dopamin di otak, namun lebih kepada efek sekunder dari berkurangnya
dopamin, yaitu pemberhentian pola elektrik tidak normal dan berlebihan dalam
GPi dan STN. Mekanisme dimana stimulasi dengan frekuensi konstan dapat
mempengaruhi sel otak belum ditetapkan.
Resiko terbesar dari pembedahan DBS ini adalah terjadinya pendarahan di
otak yang dapat berakibat stroke. Efek stroke dapat bervariasi mulai dari
kelumpuhan ringan yang dapat sembuh kembali hanya dalam beberapa minggu
atau bulan, kelumpuhan total, atau kematian. Resiko terbesar kedua adalah
infeksi yang pada umumnya tidak membahayakan nyawa, namun perlu
pengangkatan seluruh sistem DBS.
6.Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.
7.Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L-
Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70
% dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting
dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap
110 pasien. THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara
teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua
vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel. Vitamin –
vitamin yang baik sebagai nutrisi bagi penderita parkinson:
Vitamin C
Sebagai antioksidan yang dapat memperlambat keparahan penyakit dan menunda
kebutuhan akan terapi obat.
Vitamin E
Sama halnya dengan vitamin C, antioksidan ini bekerja dengan menangkap
radikal bebas sehingga dapat menjaga otak dari bahaya radikal bebas. Vitamin C
dan vitamin E sangat direkomendasikan pada penyakit parkinson. Tapi terkadang
jumlah vitamin yang dibutuhkan yang berasal dari makanan jumlahnya tidak
mencukupi sehingga vitamin ini bisa didapat dari suplement.
B Vitamin
Berguna terutama untuk fungsi otak dan aktivitas enzym.
Vitamin B5
Ditujukan mempercepat penyampaiaan pesan dari sel syaraf ke sel lainnya
Vitamin B3
Memperbaiki sirkulasi otak. Perhatian: jangan memberikan B3 (niacin) jika
memiliki penyakit hati, gout, atau tekanan darah yang tinggi.
Vitamin B6
Produksi dopamin di otak bergantung kepada pasokan vitamin yang cukup.
Perhatian: jangan gunakan suplement ini jika anda sedang menggunakan sediaan
Levodopa.
Mineral –mineral yang baik untuk penyakit parkinson
Selenium yang dapat memperekuat kerja antioksidan,
Calcium yang bekerja dengan magnesium dalam transmisi impuls syaraf,
Magnesium yang bekerja dengan calcium dalam transmisi impuls syaraf.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
9.Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan
non-FDA di masa mendatang.
III.4 Mekanisme kerja obat
Gambar. Mekanisme Kerja Obat-Obat Parkinson
a. L-dopa
Obat-obat dopaminergik telah dicoba untuk memulihkan keseimbangan
antar dopamine dengan asetilkolin. Dopamine tidak menembus sawar darah otak,
tetapi L-dopa, suatu precursor metabolic dopamine dapat menembusnya. Akan
tetapi sebagian L-dopa mengalami dekarboksilasi perifer (lambung, ginjal, hati
dan jantung), dan hanya sebagian kecil yang dapat mencapai ganglia basalis.
Dibutuhkan dosis yang besar untuk mencapai hasil yang diinginkan. Untuk
memperbaiki efisiensi L-dopa, maka obat ini dikombinasikan dengan inhibitor
dekarboksilasi yang tidak dapat menembus sawar darah otak. Dengan demikian
pemecahan obat ini menjadi berkurang pada jaringan perifer, sehingga makin
banyak obat yang menuju ke otak dan efek sampingnya akan berkurang. Sinemet
(karbidopa dengan levodopa) telah disetujui pada tahun 1974, kini tersedia dalam
perbandingan 1:10.
Pengobatan dengan obat-obat ini dimulai dalam dosis kecil, kemudian
secar bertahap ditingkatkan sampai gejala-gejala menghilang atau timbul efek
samping seperti mual, muntah, 80-90% terjadi penurunan berat badan, mungkin
juga timbul disritmia jantung, hipotensi postural, dan gejala SSP (mimpi buruk,
halusinasi, bingung, susah tidur, dan depresi), gerakan involunter abnormal
(diskinesia) akan sangat mengganggu dan semakin berat jika digunakan dalam
jangka panjang, tapi jika dilakukan penurunan dosis seringkali menyebabkan
timbulnya kembali gejala-gejala parkinsonisme.
Levodopa merupakan prekursor dopamin yang dapat menembus sawar
darah otak (brain blood barrier). Jika levodopa dikombinasikan dengan inhibitor
L-asam amino dekarboksilase ( L-AAD inhibitor, carbidopa, benserazide)
merupakan terapi yang paling efektif untuk IPD sampai saat ini. Carbidopa tidak
dapat menembus sawar darah otak dan dapat menduduki L-AAD (yang mengubah
levodopa menjadi dopamin) pada saraf perifer. Dengan demikian, efek samping
perifer dari levodopa dapat dikurangi oleh carbidopa ataupun benserazide, serta
jumlah levodopa yang dapat terpenetrasi ke otak meningkat.
Lepas dari obat apa yang diberikan pada awal terapi, pada suatu saat
semua pasien IPD akan menggunakan levodopa. Untuk terapi awal regimen
levodopa 300 mg/hari (dalam dosis terbagi dikombinasikan dengan carbidopa atau
benserazide). Carbidopa 75 mg/hari diperlukan untuk mengurangi ES perifer,
tetapi beberapa pasien memerlukan dosis lebih dari 75 mg. Dosis awal yang
umum digunakan carbidopa/levodopa 25/100 mg 3x1 hari.
Semakin bertambah parahnya IPD, dosis makin dinaikkan. Menaikkan dosis
perlahan (misal 100mg per minggu) dapat membantu mengurangi efek samping
yang mungkin muncul seperti mual, hipotensi postural, sedasi, vivid dreaming,
dan muntah.
Farmakokinetik
Levodopa diserap terutama di duodenum proksimal oleh sistem transpor
asam amino netral, besar, dan jenuh. Makanan mengandung protein tinggi, yang
kemungkinan berkompetisi dalam sistem transpor ini, sebaiknya diberikan secara
terpisah dari levodopa. Pada penderita IPD parah, diet khusus seperti pantangan
protein terkadang diterapkan. Selain itu, karena diserap di usus, waktu
pengosongan lambung juga berpengaruh dalam waktu pencapaian konsentrasi
plasma puncak.
Waktu paruh eliminasi levodopa adalah 1 jam, jika dikombinasi dengan carbidopa
menjadi 1,5 jam. Jika kombinasi carbidopa/levodopa juga ditambahkan COMT
inhibitor (entacapone) t ½ menjadi 2-2,5 jam.
Komplikasi Motorik Levodopa
Terapi levodopa jangka panjang dapat menyebabkan berbagai komplikasi
motorik, dimana yang sering terjadi adalah end-of-dose wearing “off” dan
diskinea.
End-Of-Dose Wearing “Off”
Kata “off” di sini diartikan sebagai periode gerakan menjadi jelek
( kembali ke tremor, kaku, lambat) sedangkan “on” berarti periode gerakan bagus.
Fenomena ini dikaitkan dengan makin bertambah parahnya hilangnya kemampuan
saraf untuk menyimpan dopamin di samping waktu-paruh levodopa yang singkat.
Awalnya, levodopa eksogen diambil oleh neuron presinaps (SNc) yang tersisa,
diubah menjadi dopamin, disimpan di sinaps. Namun, dengan bertambah
parahnya kapasitas penyimpanan neuron presinaps dan sintesis dopamin endogen,
pasien makin bergantung pada levodopa eksogen. Sebab itu, karakter
farmakokinetik levodopa eksogen makin berperan penting sebagai sintesis
dopamin sentral. pada IPD parah, durasi aksi levodopa bahkan makin singkat.
Karena itu, diperlukan penambahan frekuensi pemberian levodopa untuk
meminimasi periode “off”. Alternatif lain dapat dilihat pada Tabel 1.
“Delayed On” And “No On” Response
Reaksi tertunda dapat diakibatkan karena terhambat/tertundanya waktu
pengosongan lambung atau absorpsi duodenum menurun. “no on” response
dimaksudkan resisten-obat. Solusi untuk masalah ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Freezing menurut pernyataan pasien, mereka serasa “kakinya tertempel di
lantai”, sukar untuk menggerakkan kaki (start hesitation) ataupun berputar dan
berbelok (turn hesitation). Hal ini terutama terjadi jika pasien merasa cemas
ketika menghadapi halangan seperti anak tangga dan pintu berputar (doorways
and turnstiles).
Diskinea disebabkan oleh kadar dopamin striatal puncak, dan terlalu
banyak stimulasi reseptor dopamin striatal. Kadang terjadi diskinea difasik (terjadi
selama periode naik-turunnya efek levodopa)
b. Antikolinergik
Mekanisme kerja obat ini adalah mengurangi aktivitas kolinergik yang
berlebihan di ganglia basal. Alkaloid belladonna, atropine, dan skopolamin
merupakan antikolinergik yang bekerja sentral yang dipakai pertama pada
parkinsonisme, tetapi kebanyakan sekarang telah diganti dengan antikolinergik
sintetik seperti triheksilfenidil (Artane) dan benztropin (Cogentin). Obat-obat ini
dipakai untuk menghambat impul saraf yang dirangsang oleh asetilkolin yang
menyebabkan terjadinya tremor, bradikinesa, dan rigiditas. Efek sampingnya
berupa mulut kering, konstipasi, dan retensi kemih.
c. Antihistamin
Pemakaina difenhidramin (Benadryl) dan antihistamin lain adalah
berdasarkan efek penghambatan kolinergik sentral. Difenhidramin diberikan
bersama levodopa, untuk mengatasi efek ansietas dan insomnia akibat levidopa.
Walaupun menimbulkan perasaan kantuk, obat kelompok ini dapat memperbaiki
suasana perasaan karena efek psikotropiknya menghasilkan euphoria.
d. Amantadine
Amantadine memberikan keuntungan penanganan gejala yang paling
rendah. Mekanisme belum sepenuhnya diketahui, tetapi telah diketahui bahwa
mekanisme inhibisi glutamatergis N-methyl-D-aspartate (NMDA) terlibat.
Amantadine biasa diberikan 300 mg/hari dalam dosis terpisah. Amantadine sangat
baik dalam menekan dyskinesia yang diinduksi oleh pemberian Levodopa.
Mekanisme ini diduga dikarenakan adanya mekanisme antiglutamate. Amantadine
dieliminasi melalui renal dan dosis perlu diturunkan bila terdapat disfungsi renal
(100mg/hari untuk klirens kreatinin 30-50 mL/menit, 200 mg tiap 7 hari untuk
klirens kreatinin kurang dari 15 mL dan pasien yang menjalani hemodialisa).
Efek samping
Efek samping yang kerap muncul adalah rasa bingung, pusing, mulut kering,
halusinasi. Pasien dengan usia lanjut sering mengalami rasa bingung. Pada sedikit
kasus, amantadine dapat menyebabkan livedo reticularis.
e. Agonis dopamine
Terdapat dua subtipe yaitu
Agonis ergot (bromocriptine dan pergolide)
Agonis nonergot (pramipexole, ropinirole, rotigotine)
Agonis dopamin nonergot lebih aman dari agonis dopamin ergot dan lebih
efektif pada monoterapi pasien dengan parkinson ringan-sedang dan juga sering
digunakan bersama-sama levodopa untuk pasien dengan fluktuasi motorik.
Bromocriptine kini tidak sering digunakan karena menaikkan resiko fibrosis
pulmonari dan menurunkan efikasi bila dibandingkan agonis lainnya. Sedangkan
pergolide juga tidak sering digunakan karena diasosiasikan dengan pembentukan
difosis katup kardiak dan penyakit pada katup jantung lainnya serta sudah tidak
tersedia lagi di pasaran.
Farmakokinetik
Pramipexole diekskresikan melalui renal dengan waktu paruh 8-12 jam.
Dosis perlu disesuaikan untuk insufisiensi renal (0.125 mg dua kali sehari untuk
klirens kreatinin 35-59 mL/menit, 0.125 mg satu kali sehari untuk klirens
kreatinin 15-34 mL/menit). Ropinirole mempunyai waktu paruh 6 jam dan
dimetabolisme oleh CYP1A2. Inhibitor enzim ini (misal floroquin) dan
peginduksi (misal rokok) berpengaruh terhadap klirens ropinirole. Rotigotine
merupakan agen yang sangat lipofilik dengan waktu paruh 5-7 jam. Obat ini
mempunyai bioavaibilitas yang rendah karena mengalami first-pass metabolisme,
tetapi baik pada pemberian melalui rute transdermal. Tempat penempelan perlu
durotasi untuk mengecilkan resiko dermatitis.
Efek samping
Efek samping yang sering muncul pada pemberian agonis dopamin adalah
mual, rasa bingung, halusinasi, edema, hipotensi, sedasi, dan halusinasi. Efek
samping yang jarang terjadi adalah perubahan sikap menjadi lebih kompulsif,
psikosis, serangan tidur mendadak. Halusinasi dan delusi dapat diatasi dengan
obat-obatan antipsikotik seperti clozapine atau quetiapine. Pemberian agonis
dopamin bersama levodopa dapat meningkatkan dyskinesia.
Pemberian awal agonis dopamin sebaiknya dilakukan dengan titrasi
lambat untuk mengecilkan efek samping. Pramipexole dimulai pada dosis 0,125
mg tiga kali sehari dan ditingkatkan tiap 5 sampai 7 hari sampai batas toleransi
yaitu 1,5 mg tiga kali sehari. Ropinirole dimulai pada dosis 0,25 mg tiga kali
sehari dan ditingkatkan secara harian dan mingguan sampai batas maksimum 24
mg/hari. Rotigotine tersedia di pasaran sebagai transdermal patch yang diberikan
sekali dengan dosis awal 2 mg/hari dan ditingkatkan 2mg/hari secara mingguan
sampai batas maksimum 6 mg untuk penyakit parkinson tahap awal.
Apomorphine merupakan obat yang dapat diberikan dalam bentuk injeksi.
Apomorphine merupakan alkaloid aporphine turunan dari morphine tetapi tidak
bersifat narkotika. Apomorphine tidak dapat diberikan secara oral karena
mengalami first-pass metabolism dan rute pemberiannya adalah secara subkutan
dan tidak diberikan secara intravena. Pada pasien parkinson tingkat lanjut, injeksi
subkutan apomorphine memberikan respons ”on” segera setelah 20 menit. Dosis
efektif adalah 2-6 mg per injeksi (0.06 mg/kg BB). Tempat injeksi perlu dirotasi.
Waktu paruh apomorphine adalah 40 menit dan durasinya adalah 100 menit. Efek
samping seperti mual, muntah kerap terjadi pada pemberian awal apomorphine,
pasien perlu diberikan antiemetik trimethobenzamide. Efek samping lainnya
adalah pusing, halusinasi, iritasi pada tempat penyuntikan, hipotensi.
Apomorphine dikontraindikasikan dengan obat-obatan yang memblokade reseptor
5HT3 serotonin termasuk di dalamnya dolasetron, granisetron, ordansetron
f. COMT inhibitors
COMT (Catechol-O-methyltransferase) merupakan salah satu enzim
pemecah levodopa, sehingga golongan inhibitor COMT digunakan untuk
mencegah perubahan secara perifer levodopa menjadi 3-0-methyldopa (3-0-MD)
sehingga memperpanjang bioavailibilitas dan efek kerja levodopa (mengatasi
fenomena “wearing off” pada penggunaan levodopa). Golongan obat ini
digunakan hanya secara bersamaan dengan carbidopa/levodopa, dan lebih efektif
daripada penggunaan carbidopa/levodopa pelepasan terkontrol karena dapat
meningkatkan efek levodopa secara konsisten.
a. Tolkapon (Tasmar®)
Tolkapon bekerja menghambat enzim COMT secara perifer dan umumnya
digunakan bersama dengan kombinasi levodopa/carbidopa untuk pasien yang
mengalami gangguan ‘end of dose’ pada parkinsonisme. Dosis yang dianjurkan
adalah 100-200 mg tiga kali sehari, dosis pertama harus diminum dalam waktu
yang bersamaan dengan pemberian levodopa/carbidopa. Pasien yang telah
mengkonsumsi lebih dari 600 mg levodopa sehari akan memerlukan penurunan
dosis levodopa. Pemberian tolkapon harus dihentikan jika dalam waktu 3 minggu
tidak menunjukkan efek klinis yang menguntungkan, dan untuk selanjutnya, dosis
levodopa harus disesuaikan kembali setelah tolkapon dihentikan.
Tolkapon memiliki efek samping yang serius, yaitu bersifat hepatotoksik,
karena itu perlu monitoring secara intensif terhadap fungsi hati pada pemakaian 6
bulan pertama. Karena resiko hepatotoksik yang serius tersebut, FDA kemudian
membatasi penggunaan tolkapon hanya terhadap pasien yang tidak memberikan
respon atau kontraindikasi terhadap terapi lainnya.
Farmakokinetik
Tolkapon diabsorpsi secara cepat dari saluran cerna dan konsentrasi
plasma maksimum diperoleh dalam waktu 2 jam setelah dosis oral; adanya
makanan dapat menunda dan menurunkan absorpsinya. Bioavailibilitas absolut
dilaporkan mencapai 65%. Lebih dari 99% tolkapon berikatan dengan protein
plasma (terutama albumin) dan tidak terdistribusi secara luas dalam jaringan
tubuh. Tolkapon dimetabolisme terutama oleh konjugasi menjadi glukoronida
yang tidak aktif, metilasi oleh COMT menjadi 3-0-metiltolkapon, dan melalui
sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 dan CYP2A6. Kira-kira 60% dosis tolkapon
diekskresi melalui urin dan sisanya melalui feses. Waktu paruh tolkapon
dilaporkan mencapai 2-3 jam. Pengeluaran tolkapon yang tidak berikatan dapat
menurun sampai 50% pada pasien dengan kerusakan hati sedang.
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan tolkapon adalah diare,
mual, muntah, konstipasi, sakit perut, mulut kering, anoreksi, diskinesia, distonia,
pusing, hipotensi ortostatik, halusinasi, sakit kepala, dan gangguan tidur.
Terjadinya diare dapat mengindikasikan bahwa terapi dengan tolkapon harus
dihentikan. Peningkatan jumlah enzim dalam hati, hepatitis, dan gagal hati yang
berakibat fatal juga telah dilaporkan. Tolkapon dan metabolitnya dapat
memberikan warna kuning kecoklatan pada urin.
Interaksi obat
Tolkapon dapat mempengaruhi farmakokinetik obat lain yang
dimetabolisme oleh COMT, sehingga perlu penurunan dosis pada obat yang
mengalami metabolisme oleh COMT jika digunakan bersamaan dengan tolkapon.
Peningkatan konsentrasi benserazide dan metabolitnya yang aktif dapat terjadi
jika digunakan bersama dengan tolkapon. Tolkapon juga berinteraksi jika
diberikan dengan inhibitor non selektif MAO.
b. Entakapon (Comtan®)
Entakapon merupakan inhibitor COMT yang bekerja secara perifer,
selektif, dan reversibel. Umumya digunakan sebagai tambahan terhadap terapi
dengan levodopa/carbidopa (Stalevo®). Dosis yang diberikan adalah 200 mg pada
waktu yang sama dengan masing-masing dosis levodopa/carbidopa, dosis
maksimum sampai 200 mg sepuluh kali per hari. Dalam beberapa minggu pertama
terapi dengan entakapon, dosis levodopa perlu diturunkan sekitar 10-30%.
Farmakokinetik
Absorpsi entakapon dapat sangat bervariasi antar individu, dan tidak
dipengaruhi dengan adanya makanan. Konsentrasi plasma puncak diperoleh dalam
waktu 1 jam setelah dosis oral. Entakapon mengalami first pass metabolisme dan
bioavailibilitas oral sekitar 35%. Entakapon berikatan dengan protein plasma
sekitar 98%, dan dieliminasi terutama melalui feses dan sekitar 10-20%
terekskresi melalui urin sebagai konjugat glukoronida. Entakapon diperkirakan
terdistribusi ke dalam air susu ibu berdasarkan studi pada tikus. Entakapon tidak
dapat menembus sawar darah otak, dan waktu paruhnya sekitar 1,6-3,4 jam.
Efek samping
Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh entakapon adalah
meningkatnya aktivitas dopaminergik dan terjadi kebanyakan pada awal terapi;
penurunan dosis levodopa dapat mengurangi efek samping tersebut. Efek samping
lain termasuk mual, muntah, sakit perut, konstipasi, diare, mulut kering, dan
diskinesia. Efek samping hepatotoksik juga pernah dilaporkan meskipun tidak
sesering tolkapon, sehingga entakapon menjadi salah satu pilihan dalam
mengatasi fluktuasi motorik parkinsonisme. Sama seperti tolkapon, entakapon
juga dapat memberikan warna coklat-kemerahan pada urin.
Interaksi obat
Penggunaan entakapon dengan inhibitor non-selektif MAO
dikontraindikasikan. Di samping itu, entakapon harus digunakan secara hati-hati
pada pasien yang mendapat obat yang dimetabolisme oleh COMT termasuk
adrenalin, apomorfin, dobutamin, dopamin, isoprenalin, metildopa, noradrenalin,
paroksetin, dan rimiterol; serta antidepresan tertentu termasuk trisiklik, inhibitor
reversibel MAO-A, dan inhibitor reuptake noradrenalin (venlafaxine). Entakapon
dapat membentuk kelat dengan besi dalam saluran cerna; karena itu kedua jenis
obat tersebut harus dipisahkan minimal 2-3 jam.
MAO-B inhibitor
Selegilin merupakan penghambat MAO-B yang relative spesifik. Saat ini
dikenal dua bentuk penghambat MAO, tipe A yang terutama berhubungan dengan
deaminasi oksidatif norepinefrin dan serotonin. Tipe B yang memperlihatkan
aktivitas terutama pada dopamine. Penghambat MAO-A menyebabkan hipertensi
bila terdapat tiramin yang masuk dari makanan, demikian juga bila dikombinasi
dengan levodopa. Selegilin dapat diberikan secara aman dalam kombinasi dengan
levodopa. Selektivitas ini hanya berlaku untuk dosis sampai 10 mg/hari.2
Penghambat monoamine oksidase-B, selegilin (Elfedryl), diduga
menghambat aktivitas enzim otak yang disebut MAO-B, yang menghentikan kerja
dopamine pada sinaps di otak. Pada uji klinis obat ini diketahui dapat
memperpanjang efektivitas pengobatan L-dopa pada beberapa pasien, dan jika
diberikan pada pasien dengan gejala-gejala dini, tampaknya akan menghambat
awitan dari gejala-gejala kelumpuhan.
Sampai saat ini dikenal dua bentuk penghambat MAO, yaitu tipe A yang
berhubungan dengan deaminasi oksidatif norepinefrin dan serotonin dan tipe B
yang menunjukkan aktivitas terutama terhadap dopamin. Penghambat MAO-A
menyebabkan hipertensi bila terdapat tiramin yang masuk dari makanan, demikian
juga bila dikombinasi dengan levodopa. Sedangkan penghambat MAO-B dapat
diberikan secara aman dalam kombinasi dengan levodopa.
Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim MAO-B yang
berada dalam otak secara selektif dan irreversibel, akibatnya mengganggu
pemecahan dopamin sehingga aktivitas dopaminergik diperpanjang. Jenis obat ini
mengandung propargilamin, yaitu senyawa yang diperlukan untuk penghambatan
enzim MAO-B secara irreversibel.
Enzim MAO-B berkaitan dengan proses deaminasi oksidatif dopamin
yang menghasilkan peroksida (H2O2) dan kemudian radikal bebas hidroksil yang
dapat merusak neuron nigrostriatal sehingga timbul gejala parkinsonisme.
Jika enzim MAO-B dihambat, maka proses katabolisme dopamin akan
dialihkan melalui jalur alternatif yang tidak menghasilkan peroksida, sehingga sel-
sel saraf terbebas dari tekanan oksidatif.
Dalam mengkonsumsi golongan obat ini, hal yang menjadi perhatian paling
umum adalah interaksi dengan makanan dan dengan obat lain. Potensi terhadap
efek hipertensi akibat penggunaan bersama dengan agen simpatomimetik (efedrin,
fenilefrin, pseudoefedrin) yang merupakan substrat MAO-B belum diketahui
secara jelas, sehingga pengobatan dengan obat tersebut perlu diperhatikan. Obat-
obat ini juga dikontraindikasikan dengan meperidin dan golongan analgesik
tertentu (dextropropoxyphene, methadone, dan tramadol) karena adanya resiko
kecil sindrom serotonin. Namun penggunaan bersama dengan obat yang
meningkatkan kadar serotonin (inhibitor selektif reuptake serotonin, imipramin,
klomipramin, litium, sibutramin) tidak dikontraindikasikan. Contoh obat golongan
ini adalah selegilin dan rasagilin.
a. Selegilin
Selegilin, dikenal juga dengan nama L-deprenil, diberikan untuk
meningkatkan efek levodopa dengan cara menghambat pemecahan dopamin
sehingga durasi kerja levodopa menjadi lebih panjang sampai satu jam. Dengan
adanya selegilin, dosis levodopa dapat diturunkan sampai 1,5 kalinya, sehingga
efek samping levodopa yaitu “wearing-off” dapat dikurangi. Selain itu, pemberian
selegilin di awal terapi dapat menunda progresivitas penyakit Parkinson, sehingga
dapat menunda penggunaan levodopa walaupun dengan efek yang kurang berarti
dibandingkan dengan levodopa. Namun, pemberian selegilin dapat memperburuk
diskinesia/gejala delusi, karena kadar dopamin di otak meningkat. Dosis yang
dianjurkan untuk pemberian selegilin adalah 5 mg dua kali sehari, atau 1,25 – 2,5
mg sekali sehari dalam bentuk tablet disintegrasi oral.
Farmakokinetik
Selegilin mudah terabsorpsi pada saluran cerna dan konsentrasi plasma
puncak dicapai dalam 30 menit setelah dosis oral diberikan. Bioavailibilitas dalam
tubuh sekitar 10% dan akan semakin meningkat jika diberikan dengan makanan.
Selegilin secara cepat didistribusikan dalam tubuh dan dapat menembus sawar
darah otak. Selegilin diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui urin
dan sekitar 15% melalui feses. Waktu paruh selegilin dilaporkan sampai 10 jam.
Selegilin mengalami first pass metabolisme melalui hati (melalui sitokrom
P450) menjadi L-metamfetamin, L-amfetamin, dan metabolit lainnya. Ada
hipotesis lain yang mengatakan bahwa mekanisme lain dari efek terapi selegilin
adalah berdasarkan kedua metabolit selegilin tersebut, yaitu berperan dalam
menghambat pengambilan dopamin dan meningkatkan pelepasan dopamin di
otak. Dengan formulasi tablet disintegrasi oral, first pass metabolisme melalui hati
dapat dihindari sebagai akibat dari absorpsi transmukosal.
Efek samping
Selegilin sering diberikan sebagai tambahan dalam terapi dengan levodopa
dan banyak efek samping yang telah dilaporkan berkaitan dengan meningkatnya
aktivitas levodopa sehingga dosis levodopa harus diturunkan. Efek samping
selegilin di antaranya hipotensi ortostatik, mual, muntah, konstipasi, diare, pusing,
sakit kepala, tremor, vertigo, depresi, halusinasi, dll. Amfetamin (metabolit
selegilin) dapat menyebabkan insomnia dan mimpi tidak normal karena itu
pemberian pada malam hari harus dihindari.
Interaksi obat
Selegiline memiliki sifat yang mirip dengan golongan inhibitor MAO non
selektif (misal phenelzine), yaitu berinteraksi dengan tiramin yang terdapat dalam
makanan menyebabkan reaksi hipertensi. Namun dinyatakan bahwa selegilin
dapat digunakan secara aman sampai dosis 10 mg per hari. Reaksi yang serius dan
kadang-kadang dapat berakibat fatal juga dilaporkan ketika selegilin digunakan
bersama dengan antidepresan trisiklik atau inhibitor reuptake serotonin (misal
venlafaxine, fluoxetine). Jarak antara penggunaan selegilin dan antidepresan
trisiklik atau serotonergik adalah 14 hari; sebaliknya, selegilin tidak boleh
diberikan pada pasien yang sebelumnya telah menerima antidepresan trisiklik atau
serotonergik minimal 5 minggu sebelum memulai terapi dengan selegilin.
Penggunaan selegilin dengan inhibitor non selektif MAO tidak direkomendasikan
karena dapat menyebabkan hipotensi. Selegilin juga berinteraksi dengan analgesik
golongan narkotik dan dekongestan. Selain itu, penggunaan selegilin bersama
dengan hormon kontrasepsi oral harus dihindari atau dosis selegilin diturunkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas area di bawah kurva konsentrasi
terhadap waktu untuk pemberian selegilin 5-40 mg meningkat sebanyak 10-20
kali lipat pada wanita yang sedang menggunakan kontrasepsi oral jika
dibandingkan dengan wanita yang tidak mendapat pengobatan lain.
b. Rasagilin
Rasagilin merupakan golongan MAO-B generasi kedua, memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan selegilin dalam menghambat enzim MAO-B
secara selektif dan irreversibel. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg sekali
sehari. Rasagilin efektif digunakan sebagai monoterapi awal dan untuk mengatasi
fluktuasi motorik pada parkinsonisme lanjut.
Farmakokinetik
Rasagilin diabsorpsi dengan cepat dari saluran cerna, dengan konsentrasi
plasma puncak diperoleh dalam waktu 30 menit. Bioavailibilitas dalam tubuh
sekitar 36%, rasagilin berikatan dengan protein plasma sekitar 60-70%. Rasagilin
dimetabolisme di hati oleh N-dealkilasi dan hidroksilasi melalui sitokrom P450
dan konjugasi CYP1A2 menjadi aminoindan, bersifat aktif meskipun bukan
merupakan golongan inhibitor MAO-B. Metabolit rasagilin diekskresi terutama
melalui urin (kurang dari 1% dosis rasagilin diekskresi dalam bentuk utuh melalui
urin) dan sebagian melalui feses. Waktu paruh rasagilin antara 0,6-2 jam.
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi dengan monoterapi rasagilin adalah sakit
kepala, sindrom seperti flu, sakit leher, angina pektoris, dispepsia, anoreksia,
leukopenia, arthralgia, artritis, depresi, vertigo, rinitis, konjungtivitis, gatal pada
kulit, melanoma, dan urinary urgency. Rasagilin tidak boleh digunakan pada
pasien dengan kerusakan hati. Pada pasien yang menderita kerusakan hati ringan,
rasagilin harus digunakan secara hati-hati dan pengobatan harus dihentikan jika
terjadi kerusakan hati lebih lanjut.
Interaksi obat
Tidak seperti selegilin dan inhibitor non selektif MAO, rasagilin dapat
digunakan secara aman tanpa ada interaksi dengan tiramin dalam makanan.
Rasagilin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor non selektif MAO
karena adanya resiko reaksi hipertensi.
Rokok tembakau dapat menginduksi enzim metabolisme hati dan dapat
menurunkan konsentrasi plasma rasagilin. Entakapon (inhibitor COMT)
dilaporkan dapat meningkatkan pengeluaran rasagilin oral sampai 28% jika
digunakan bersamaan.
Akhir-akhir ini dilakukan penyelidikan mengenai pengobatan dengan
vitamin E. beberapa bukti menyatakan bahwa vitamin E mungkin dapat
menghambat aktivitas oksidasi biokimia yang bersifat toksik terhadap sel-sel otak
pada penyakit Parkinson.
Lesi-lesi pembedahan (tekhnik stereotaksik) yang dibuat pada globus
pallidus dan thalamus ventrollateralis mungkin memberikan hasil yang
memuaskan paada paien-pasien Parkinson tertentu. Kekakuan dapat berkurang
tapi tidak berpengaruh pada akinesia. Beberapa pasien tidak memperoleh manfaat
dari pembedahan, dan cara ini sebaiknya hanya dilakukan pada mereka yang tidak
menunjukkan respon dengan pemberian obat, yang hanya terkena pada sisi
unilateral dan tekanan darahnya normal, dan berusia relative muda.
Semua pengobatan ini bersama-sama dengan terapi fisik dan kerja, akan
membantu mempertahankan fungsi untuk jangka waktu yang lebih panjang
daripada sebelumnya, tetapi harus diingat bahwa parkinsonisme adalah penyakit
progressif dan kronis, yang lambat laun akan menuju pada kelumpuhan.1
BAB IV
STUDI KASUS
Profil Pasien :
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Keluhan utama : tremor
Riwayat penyakit Parkinson : 5 tahun
Pengujian meurologis :
Tremor dalam keadaan diam dengan amplitudo sedang dan tremor
postural berulang di bagian tubuh sebelah atas
Tremor minimal di bagian kanan tubuh
Tidak terjadi tremor di bagian kiri tubuh
Peningkatan sedang kekerasan otot di bagian kanan tubuh
Ketukan jari, cengkeraman tangan, dan ketukan tumit bagian kanan
tubuh mengalami kerusakan ringan hingga sedang
Kaki kanan terseret akibat kekakuan
Gerakan memutar yang lamban
Retropulsi pada pull test
Tidak mengalami diskinesia
Pengobatan saat ini :
Biperidin (Akineton)
Levodopa/carbidopa (Sinemet) 25-100 2x1 sehari.
Apakah menurut Anda pasien ini mendapatkan pengobatan yang kurang?
Jika ya, bagaimana pendekatan Anda mengenai terapi pengobatan pasien ini?
Penyelesaian : Ya, pasien ini mendapatkan pengobatan yang kurang dalam
pengobatan penyakit Parkinson yang dideritanya. Obat Sinemet yang telah
diberikan kurang efektif dalam mengurangi gejala yang muncul pada pasien. Oleh
karena itu, dianjurkan agar pasien diberi tambahan obat Parkinson golongan
inhibitor COMT, yaitu Entacapone 2x1 sehari untuk meningkatkan durasi kerja
dari obat Sinemet. Dengan ditambahkannya Entacapone, diharapkan durasi kerja
Sinemet lebih lama sehingga akan meningkatkan efektifitas terapi. Sementara itu,
penggunaan Biperidin dapat terus dilanjutkan dalam pengobatan pasien ini. Selain
pengobatan secara farmakologis, pasien sebaiknya dianjurkan juga melakukan
fisioterapi untuk mengurangi kekakuan yang terjadi di bagian kanan tubuhnya.
Seorang laki-laki berusia 53 tahun mengunjungi dokter saraf karena baru-
baru ini mengalami onset unilateral, tremor intermittent di lengan kanan yang
terjadi terutama ketika mengalami stress. Evaluasi neurologik menunjukkan
adanya kekakuan ringan di lengan kanan ditambah tremor saat diam di bagian
kanan tubuh. Akan tetapi, pasien tidak menunjukkan gejala kelumpuhan yang
terkait. Tidak terdapat tanda-tanda atau gejala neurologik lainnya, dan pasien juga
tidak melaporkan adanya gejala neuropsikiatrik sama sekali selain kegelisahan
ringan. Dokter saraf tersebut menyimpulkan bahwa pasien mengalami gejala awal
penyakit Parkinson. Pengobatan apa yang sebaiknya diresepkan kepada pasien
yang menunjukkan gejala awal Parkinson tanpa kelumpuhan ini?
Penyelesaian : Sebaiknya pasien tersebut diberikan obat parkinson golongan
inhibitor MAO-B generasi kedua, yaitu rasagiline. Golongan inhibitor MAO-B
generasi pertama, yaitu selegiline tidak digunakan karena memiliki efek samping
gangguan tidur dan halusinasi yang lebih berat daripada rasagiline. Efek samping
ini disebabkan karena terbentuknya amfetamin dan methamfetamin (hasil
metabolisme obat golongan inhibitor MAO-B) dalam jumlah yang cukup besar.
Obat-obat golongan levodopa dan agonis reseptor dopamin tidak juga dianjurkan
sebagai pengobatan dalam kasus ini karena efek samping kedua obat golongan ini
beresiko tinggi dan hanya ditujukan untuk pengobatan parkinson yang progresif.