makalah pancasila selesai
TRANSCRIPT
MAKALAH PANCASILA
MEMULIHKAN MAKNA KESAKTIAN PANCASILA
DALAM PENGAMALANNYA DI KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Pancasila ini dengan tepat
waktu. Tiada kata yang layak dan harus diucapkan pertama kali dalam hidup ini selain;
Alhamdulillahirobbil’alamin.. Karena hanya dengan pertolongan dan kekuasaan-Nya yang
begitu sempurnalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan sangat memuaskan. Shalawat
serta salam juga penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat
yang bertaqwa kepada-Nya.
Tentunya, makalah ini tak akan pernah hadir tanpa adanya partisipasi luar biasa dari
orang-orang hebat disekeliling penulis. Untuk itu, rasa terima kasih yang begitu dalam ingin
penulis sampaikan yang pertama kepada kedua orang tua, yang memainkan peran sebagai
sumber energi dan kekuatan utama anaknya. Selanjutnya rasa terima kasih yang dalam ingin
ditujukan kepada pembimbing terbaik, Prof. Dr. Hj. Sri Mulyani, M. Hum, yang bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan rasa percaya diri, bimbingan penuh, dan ilmu
pengetahuan terutama di bidang Kepancasilaan sebagai inspirasi utama makalah ini dan
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam
hal materi maupun tata bahasa. Oleh karena itu penulis meminta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan kami dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk
memulihkan makna Kesaktian Pancasila dalam pengamalannya di kehidupan berbangsa dan
bernegara di Republik Indonesia tercinta ini.
Jakarta, Oktober 2010
Cynthia Fadhilla
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila adalah identitas dan jiwa bangsa Indonesia sudah dipakukan di dalam UUD
Negara, sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia sekaligus menjadi pandangan dunia
negara-bangsa yang tidak tergantikan.
Pancasila berhasil mempersatukan bangsa ini menggelar perjuangan yang sangat gigih,
mempertahankan kemerdekaan dengan segala tantangannya, dan mendampingi bangsa ini
berjuang dengan sangat keras membuktikan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas yang
mengantar keluarga Indonesia menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera, lahir dan batin.
Penyelamatan Pancasila telah mengisyaratkan adanya upaya pengamanan terhadap nilai-
nilai dan cara pandang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam falsafah negara
yang dicerminkan oleh peneguhan Pancasila sebagai dasar maka nilai dan cara pandang akan
kehidupan beragama, kemanusiaan, persatuan, pemusyawaratan, dan keadilan sosial menjadi
ruh perjuangan dalam memajukan Indonesia.
Namun demikian bagaimana implementasi kesaktian Pancasila dalam realitas sosial
kehidupan bangsa saat ini? Secara nilai Pancasila memang masih diyakini dan diakui
keberadaannya. Akan tetapi dalam konteks hakikat atau makna yang terkandung di dalamnya
semakin memudar bahkan cenderung menghilang. Padahal, bila kita berbicara mengenai
kesaktian Pancasila maka kita akan kembali pada nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila
pada Pancasila.
Oleh karena itu, tidak ada pula alternatif lain bagi segenap warga bangsa kecuali
”memulihkan” kesaktian Pancasila. Namun, ini bukan hal sederhana karena kompleksitas
masalah yang terkait dengan Pancasila dan juga dalam hubungan dengan dinamika kehidupan
bangsa dewasa ini. Lebih-lebih lagi ketika Pancasila dihadapkan pada berbagai realitas, yang
segera menampilkan kontradiksi dan disparitas dengan cita ideal, nilai, dan norma Pancasila.
Tanpa atau samarnya kesadaran kolektif, jelas Pancasila tidak hadir dalam kiprah dan
langkah warga bangsa; Pancasila sebaliknya tenggelam dalam arus besar perubahan yang
berlangsung cepat dan berdampak panjang atas nama reformasi. Untuk itulah makalah ini
dibuat, sebagai bahan referensi dan juga salah satu pengingat kita akan posisi vital dan urgensi
makna Kesaktian Pancasila dalam pengamalannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana peristiwa terjadinya Kesaktian Pancasila?
b. Apa makna dari Kesaktian Pancasila?
c. Bagaimana cara memulihkan makna Kesaktian Pancasila?
1.3 TUJUAN MAKALAH
a. Untuk mengetahui bagaimana peristiwa terjadinya Kesaktian Pancasila.
b. Untuk memahami makna dari Kesaktian Pancasila.
c. Untuk mengetahui bagaimana cara memulihkan makna Kesaktian Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PERISTIWA KESAKTIAN PANCASILA
Menjelang dan pada tahun 1965, PKI merupakan partai komunis terbesar setelah
partai komunis di Republik Rakyat Cina (RRC) dan Rusia. Walaupun DN Aidit, pemimpin
partai pada saat itu selalu menyerukan untuk kerja sama dengan militer dan polisi, serta
menolak sistem penerapan komunisme dari RRC dan Rusia, PKI tetap menjadi dan dianggap
sebagai ancaman bagi militer. Anggapan ini diperkuat dengan propaganda pemikiran
Soekarno tentang Nasionalisme, Agama dan Komonisme (Nasakom) dan dukungannya untuk
mempersenjatai angkatan ke lima yang terdiri dari buruh dan petani, selain Angkatan Militer
dari Darat, Laut, Udara dan Polisi.
Angkatan kelima, yang merupakan usulan PKI, diadakan karena situasi politik yang
penuh gejolak dan seruan revolusioner dari Presiden Soekarno serta banyaknya konflik seperti
Irian Barat (Trikora) dan Ganyang Malaysia (Dwikora) yang membutuhkan banyak
sukarelawan-sukarelawan. Hal ini menambah kegusaran dikalangan pimpinan militer
khususnya Angkatan Darat. Khawatir unsur ini digunakan oleh PKI untuk merebut kekuasaan,
meniru pengalaman dari revolusi baik dari Rusia maupun RRC.
Peringatan Hari Kesaktian Pascasila ini bercikal bakal pada peristiwa 30 September
1965, di mana enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta
yang dilakukan oleh para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan
pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut
adalah :
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
Mayjen TNI R. Suprapto
Mayjen TNI M.T. Haryono
Mayjen TNI Siswondo Parman
Brigjen TNI DI Panjaitan
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari
upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH
Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa
orang lainnya juga turut menjadi korban:
AIP Karel Satsuit Tubun
Brigjen Katamso Darmokusumo
Kolonel Sugiono
Berikut kronologi Gerakan 30 September yang didalangi PKI menurut versi Militer (TNI):
1 Oktober 1965, Kegiatan PKI menjelang Penculikan Jenderal TNI AD
Pada pukul 01.30 tanggal 1 Oktober 1965, para pemimpin pelaksana gerakan yang
diketuai oleh Sjam mengikuti Letkol Untung untuk melihat persiapan terakhir di
Lubang Buaya.
Pada pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965 Lettu Dul Arief, Komandan Pasukan
Pasopati yang bertugas menculik para Jenderal, mengumpulkan para anggotanya. Ia
memberikan briefing kepada para komandan peleton, dan kemudian membagi tugas
Pasukan Pasopati. Ia menjelaskan, bahwa mereka yang akan diculik adalah tokoh-
tokoh Dewan Jenderal yang akan mengadakan kup terhadap Presiden Sukarno. Oleh
karena itu, mereka harus ditangkap hidup atau mati. Taktik penculikan ialah
mengatakan bahwa mereka diperintahkan menghadap oleh Presiden. Selanjutnya para
komandan pasukan peleton penculik kembali ke anak buahnya untuk mempersiapkan
diri.
Pada pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965 dimulai penculikan perwira tinggi Angkatan
Darat, yaitu Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution. Namun penculikan
ini gagal karena Jenderal Nasution berhasil melarikan diri. Namun, ajudan Jenderal
Nasution, Letnan Satu Pierre Tendean berhasil diculik dan putri Jenderal Nasution,
Ade Irma Suryani gugur sebagai perisai ayahnya. Selanjutnya penculikan dilakukan
terhadap Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI A. Yani, pada pukul
03.30 tanggal 1 Oktober 1965, kemudian Asisten I/Pangad Mayor Jenderal TNI S.
Parman, Deputy II/Pangad Mayor Jenderal TNI Suprapto, Deputy III /Pangad Mayor
Jenderal TNI Haryono M.T, Oditur Jenderal Militer/Inspektur Kehakiman AD
Brigadir Jenderal TNI Sutojo Siswomihardjo dan Asisten IV/Pangad Brigadir Jenderal
TNI D.I. Pandjaitan. Kesemua perwira tinggi AD yang berhasil dibunuh dan diculik
dibawa ke Lubang Buaya. Di Lubang Buaya, daerah Pondok Gede Jakarta, semua
korban penculikan yang masih hidup disiksa dan dibunuh, kemudian mereka
dimasukkan ke dalam sumur tua. Untuk menghilangkan jejak, sumur itu ditimbuni
dengan sampah dan dedaunan, sehingga tersamar.
Penculikan Men/Pangad Letjen A. Yani
Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965 pasukan penculik dari G30S/PKI sudah
berkumpul di Lubang Buaya. Pasukan dengan nama Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief.
Pasukan penculik Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Letjen TNI A. Yani
memakai seragam Cakrabirawa tiba di sasaran pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu
pengawal. Mereka memasuki rumah dan bertemu dengan seorang putera Jenderal A. Yani.
Para penculik menyuruh anak tersebut untuk membangunkan ayahnya. Jenderal A. Yani
keluar dari kamar dengan berpakaian piyama. Salah seorang penculik mengatakan bahwa
Bapak diminta segera menghadap Presiden. Beliau akan mandi dan berpakaian dulu. Salah
seorang anggota penculik mengatakan tidak perlu mandi dan mencuci muka pun tidak boleh.
Melihat sikap yang kurang ajar itu, Jenderal A. Yani marah dan menampar oknum tersebut.
Beliau berbalik dan menutup pintu. Ketika itulah Pak Yani diberondong dengan senjata
Thomson dan gugur seketika. Kemudian tubuh Jenderal A. Yani yang berlumuran darah
diseret ke luar rumah dan dilemparkan ke atas truk, lalau dibawa ke Lubang Buaya.
Penganiayaan di Lubang Buaya
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 gerombolan G30S/PKI menculik 6 orang pejabat
teras TNI AD dan seorang perwira pertama. Mereka membawa para perwira itu ke desa
Lubang Buaya dan menawan mereka di sebuah rumah yang bernama rumah penyiksaan. Di
rumah ini tubuh mereka dirusak dengan benda-benda tumpul dan senjata tajam, seperti
senapan, pisau, dan benda- benda lainnya sehingga tubuh mereka rusak.
Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh anggota Pemuda Rakyat (PR),
Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-ormas PKI lainnya. Sesudah disiksa para
korban dilemparkan dalam sumur tua yang sempit.
Pertama jenazah Jenderal Pandjaitan, Jenderal A. Yani, Jenderal M.T. Haryono,
Jenderal Sutoyo, Jenderal Suprapto yang diikat bersama-sama dengan Jenderal S. Parman.
Terakhir adalah Jenazah Lettu P.A. Tendean. Penganiayaan tersebut berlangsung sampai
pukul 06.30 pagi.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Partai Komunis Indonesia kembali mengadakan
pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan nama Gerakan
30 September (G30S/PKI). Mereka menculik dan membunuh Jenderal-Jenderal pimpinan
Angkatan Darat dengan maksud melumpuhkan kekuatan Pancasilais. Pagi itu pula mereka
berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusat Telekomunikasi. Di bawah todongan
pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa
G30S/PKI telah menyelamatkan negara dari usaha kudeta “dewan Jenderal”. Tengah hari
mereka mengumumkan pembentukan Dewan revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
dalam negara dan pendemisioneran kabinet.
Pada saat negara sedang dalam bahaya, Panglima Komando Cadangan Strategis
Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto tampil untuk menyelamatkan negara.
Langkah pertama yang diambil adalah mengambil alih pimpinan Angkatan Darat yang pada
waktu itu kosong, karena gugurnya Jenderal Ahmad Yani.
Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu,
Panglima Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang
telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen
Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusat dan
Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G30S/PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30,
dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil
menguasai kembali kedua gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat
sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha
kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G30S.
Setelah RRI dan Kantor Pusat Telekomunikasi dikuasai kembali, selanjutnya diadakan
penumpasan terhadap konsentrasi kekuatan G30S/PKI yang berada di Pangkalan Udara
Utama Halim, Jakarta. Pada hari tanggal 2 Oktober 1965 Halim berhasil dibebaskan.
Sementara itu, D.N. Aidit, pimpinan utama G30S/PKI merasa aksinya gagal segera melarikan
diri meninggalkan Pangkalan Halim Perdanakusuma menuju Yogyakarta sekitar pukul 02.00
tanggal 2 Oktober 1965. Di Yogyakarta dan kemudian di Jawa Tengah, ia masih melanjutkan
petualangannya sampai ditangkap dan ditembak mati oleh pasukan TNI.
Dari peristiwa tersebut diatas, maka tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari
Kesaktian Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan berhasil menghalau
dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan
menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965.
2.2. MAKNA KESAKTIAN PANCASILA
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan pedoman tingkah laku bagi
warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-
nilai Pancasila yang telah diwariskan kepada bangsa Indonesia merupakan sari dan puncak
dari sosial budaya yang senatiasa melandasi tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai sosial
budaya yang telah berkembang dan dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan
sebagai pandangan hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai yang
terkandung tersebut yakni, (1) keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, (2) asas
kekeluargaan, (3) asas musyawarah mufakat, (4) asas gotong-royong, serta (5) asas tenggang
rasa.
Dari nilai-nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan kerukunan,
kehormonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah lama dipraktekkan jauh sebelum
Indonesia merdeka. Pandangan hidup bagi suatu bangsa seperti Pancasila sangat penting
artinya karena merupakan pegangan yang stabil agar tidak terombang-ambing oleh keadaan
apapun, bahkan dalam era globalisasi kini yang semakin pesat melalui teknologi dan
informasi muktahir.
Pancasila sebagai dasar negara negara digunakan sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan yang meliputi bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hukum-keamanan. Sebagai dasar negara, Pancasila diatur
dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan
dapat disebut sebagai ideologi negara.
Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan
peraturan hukum/ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila haruslah dicabut.
Perwujudan Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang-
undangan bersifat imperatif (mengikat) bagi; (1) penyelenggara negara, (2) lembaga
kenegaraan (3) lembaga kemasyarakatan, (4) warga negara Indonesia di mana pun berada, dan
(5) penduduk di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tinjauan
yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma objektif
dan norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber dari segala sumber hukum
sebagaimana yang tertuang di dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966, jo. Tap. MPR
No.V/MPR/1973, jo. Tap. MPR No.IX/MPR/1978.
Pancasila mengandung nilai filosofi yang sejak dahulu telah lahir dan
ditumbuhkembangkan oleh nenek moyang kita. Maka, sudah sepantasnya kita harus kembali
merenungkan dan menelaah kembali sudah sejauh mana penyelenggaraan serta pencapaian
bangsa dan negara ini dalam menjaga nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan. Melainkan juga Pancasila dapat dikatakan sebagai sumber moralitas
terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta berbagai kebijakan
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Pancasila mengandung berbagai makna
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna yang pertama Moralitas, sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”
mengandung pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang hanya
berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius.
Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan
berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karenanya asas sila pertama
Pancasila lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas. Para pejabat eksekutif, anggota
legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, serta para penegak hukum, haruslah
menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis yang kita junjung, juga
harus diikutsertakan dengan legitimasi moral. Misalnya, suatu kebijakan sesuai hukum, tapi
belum tentu sesuai dengan moral. Salah satu contoh yang teranyar yakni gaji para pejabat
penyelenggara negara itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang sangat
menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi moral). Hal inilah yang membedakan
negara yang berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Walaupun dalam negara
Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan
bernegara.
Makna kedua Kemanusiaan, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengandung
makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang beradab, selain terkait juga dengan nilai-nilai moralitas dalm kehidupan bernegara.
Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup
secara bersama-sama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip
hidup demi kesejahteraan bersama. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai
suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi
nurani manusia dalam hubungan norma-norma baik terhadap diri sendiri, sesama manusia,
maupun terhadap lingkungannya. Oleh Karena itu, manusia pada hakikatnya merupakan asas
yang bersifat fundamental dan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan
negara kemanusiaan harus mendapat jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan
dengan jaminan atas hak-hak dasar (asas) manusia. Selain itu, asas kemanusiaan juga harus
merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Makna ketiga, Keadilan. Sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu negara,
sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang terkandung dalam sila II
dan V adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya
dan beradab harus berkodrat adil. Dalam pengertian hal ini juga bahwa hakikatnya manusia
harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap
lingkungannya, adil terhadap bangsa dan negara, serta adil terhadap Tuhannya. Oleh karena
itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan,
kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas keadilan. Pelanggaran atas
prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna keempat, Persatuan. Dalam sila “Persatuan Indonesia” sebagaimana yang
terkandung dalam sila III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang
membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya
negara adalah beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan
negara yakni Bhinneka Tunggal Ika.
Makna kelima, Demokrasi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat, oleh karena
itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan
terkandung makna demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan
bernegara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam Pancasila adalah adanya
kebebasan dalam memeluk agama dan keyakinannya, adanya kebebasan berkelompok, adanya
kebebasan berpendapat dan menyuarakan opininya, serta kebebasan yang secara moral dan
etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apabila makna kesaktian pancasila tersebut dapat diimplementasikan sebagaimana
yang terkandung di dalamnya, baik oleh rakyat biasa maupun para pejabat penyelenggara
negara, niscayalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara bukanlah hal yang
mustahil untuk diwujudkan secara nyata.
2.3. CARA MEMULIHKAN KESAKTIAN PANCASILA
Langkah krusial ke arah itu pertama-tama adalah pemulihan kembali kesadaran
kolektif bangsa tentang posisi vital dan urgensi Pancasila dalam kehidupan negara-bangsa
Indonesia.
Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang
kita ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir
dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan
melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat
persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia.
Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari).
Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang
ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada
kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan
menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya
alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai
dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan
Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan
Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama
mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan
wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa
yang besar.
Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa
Trisakti yang kita tanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bangsa
Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi,
dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN