makalah neurologi

19
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Alzheimer ’s pertama kali ditemukan pada tahun 1906 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi mayat seorang wanita berumur 51 tahun yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya. Wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan refleks 1 . Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis  plaque dan degenerasi neurofibrillary 2 . Hal ini cukup umum terjadi, terutama akibat peningkatan usia harapan hidup, dan menjadi penyebab kurang lebih sekitar 65% dari total kasus demensia di Inggris. Onset dan progresi dari penyakit berjalan cepat, dimana kerusakan  pada memori terjadi duluan, diikuti oleh kemampuan bahasa dan spasial. Kemampuan berpikir dan menilai masi berfungsi pada fase awal, namun akan terpengaruhi dalam jangka waktu beberapa tahun 3 . Demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Definisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan  bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi 4 . Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia terutama jumlah kasus penderita Alzheimer pada abad terakhir semakin meningkat sehingga diduga akan menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidens demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita Alzheimer 123/100.000/tahun dan menjadi penyebab kematian keempat atau kelima 3 .

Upload: muliadi-limanjaya

Post on 31-Oct-2015

325 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 1/19

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Penyakit Alzheimer ’s pertama kali ditemukan pada tahun 1906 oleh

seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia

mengobservasi mayat seorang wanita berumur 51 tahun yang mengalami

gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat

tinggalnya. Wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan

refleks1. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan

simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis

 plaque dan degenerasi neurofibrillary2.

Hal ini cukup umum terjadi, terutama akibat peningkatan usia harapan

hidup, dan menjadi penyebab kurang lebih sekitar 65% dari total kasus demensia

di Inggris. Onset dan progresi dari penyakit berjalan cepat, dimana kerusakan

 pada memori terjadi duluan, diikuti oleh kemampuan bahasa dan spasial.

Kemampuan berpikir dan menilai masi berfungsi pada fase awal, namun akan

terpengaruhi dalam jangka waktu beberapa tahun3.

Demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan

gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Definisi

demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration

Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan

 bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen

fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi4.

Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-

60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia

terutama jumlah kasus penderita Alzheimer pada abad terakhir semakin

meningkat sehingga diduga akan menjadi epidemi seperti di Amerika dengan

insidens demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita Alzheimer 

123/100.000/tahun dan menjadi penyebab kematian keempat atau kelima3.

Page 2: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 2/19

2

1.2  Tujuan penulisan

Menelaah lebih dalam mengenai penyakit Alzheimer’s, baik dari segi

etiologi, patologi, maupun klinis.

1.3  Manfaat penulisan

1.3.1 Bagi masyarakat awam

Mengetahui mengenai penyakit Alzheimer’s secara umum.

1.3.2 Bagi mahasiswa fakultas kedokteran

Sebagai masukan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran yang ingin

mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit Alzheimer’s.

1.3.3 Bagi penulis

Mengembangkan kemampuan dan mengasah daya analisis serta

menambah pengetahuan penulis mengenai penyakit Alzheimer’s sehingga dapat

memberikan penanganan yang lebih baik untuk penderita-penderita penyakit

Alzheimer’s.

Page 3: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 3/19

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Alzheimer’s adalah suatu kelainan yang didapat, dimana terjadi

gangguan kognitif dan perilaku yang mengganggu fungsi kerja dan sosial dari

 penderita. Penyakit ini memiliki progresifitas yang lama dan panjang serta tidak 

dapat disembuhkan5.

2.2 Etiologi

Beberapa teori yang menyatakan mengenai penyebab penyakit

Alzheimer’s berupa6:

1. Teori kimia

Penelitian awal menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar 

alumunium didalam otak penderita Alzheimer’s. Hal ini dibantah oleh

 berbagai hasil penemuan terbaru. Namun kadar zat kimia tertentu yang

 bervariasi tetap ditemukan pada otak penderita.

2. Teori genetik 

Penderita Alzheimer’s cenderung memiliki anggota keluarga yang

mengalami penyakit Alzheimer’s juga, namun pengaruh genetik pada

 penurunan penyakit Alzheimer’s masi belum diketahui secara jelas. 

3. Teori autoimun

Beberapa penelitian menyatakan Alzheimer’s adalah hasil dari

 penyakit autoimun, namun belum ditemukan bukti pasti akan hal

tersebut.

4. Teori infeksi virus secara lambat

Adanya suatu infeksi virus yang memiliki masa inkubasi cukup

 panjang sebelum terjadinya onset penyakit Alzheimer’s. 

Page 4: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 4/19

4

2.3 Patogenesis1 

1. Faktor genetik 

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer 

ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan

garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko

menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol

normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan

familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio

 proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan

kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down

syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40

tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan

 penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang

menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.

Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar 

menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.

Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki

alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya

ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan

 bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika

 pada alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada

keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot

analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus

tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat

lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti

Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan

 penyakit alzheimer.

Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:

A. manifestasi klinik yang sama

Page 5: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 5/19

5

B. Tidak adanya respon imun yang spesifik 

C. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat

D. Timbulnya gejala mioklonus

E. Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat

 berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara

lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan

neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan

neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut

diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum

adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang

tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak 

seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang

 belum jelas.

Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan

depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan

masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan

metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita

alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin

dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan

haptoglobuli.

Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan

meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid

Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan

 pada wanita muda karena peranan faktor immunitas

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit

alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang

Page 6: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 6/19

6

menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak 

neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter 

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer 

mempunyai peranan yang sangat penting seperti7:

A. Asetilkolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas

spesifik neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan

otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil

transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan

 biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik 

kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior,

nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline

merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter 

lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu

didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan

 pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang

atau hilangnyadaya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik 

sebagai patogenesa penyakit alzheimer 

B. Noradrenalin

Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun

 pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal

lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada

korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen

et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita

alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik 

neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan

konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem

 penderita alzheimer.

Page 7: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 7/19

7

C. Dopamin

Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas

neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan

 perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih

kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi

regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.

D. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5-

hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.

Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan

serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan

maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior 

 peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal

serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi

oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis

E. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono

amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk 

deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan

MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer,

didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais

sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada

nukleus basalis dari meynert.

2.4 Manifestasi Klinis5 

Perubahan kognitif penderita Alzheimer’s cenderung mengikuti

 pola karakteristik yang dimulai dengan gangguan memori dan menyebar 

ke bahasa dan defisit visuospatial. Namun, sekitar 20% pasien datang

dengan keluhan non-memori seperti penggunaan kata, menyusun, atau

kesulitan menentukan arah. Pada tahap awal penyakit, defisit memori

mungkin tidak dikenali atau dianggap proses lupa yang ringan, namun

Page 8: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 8/19

8

setelah defisit memori mulai mempengaruhi kegiatan sehari-hari atau

turun di bawah 1,5 standar deviasi dari normal pada tugas-tugas yang

membutuhkan kemampuan memori standar, penyakit ini didefinisikan

sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI). Sekitar 50% penderita MCI

akan mengalami progresifitas penyakit ke Alzheimer’s dalam waktu 5

tahun.

Secara bertahap masalah kognitif akan mulai mengganggu aktivitas

sehari-hari, seperti mengatur keuangan, mengikuti instruksi pada

 pekerjaan, mengemudi, belanja, dan kegiatan rumah tangga. Sebagian

 penderita tidak menyadari kesulitan-kesulitan yang muncul (anosognosia),

sementara sebagian lainnya menyadari perubahan-perubahan yang muncul.

Lingkungan sekitar membingungkan penderita, dan penderita dapat

tersesat atau kehilangan arah.

Pada stadium II penyakit Alzheimer’s, pasien tidak dapat bekerja,

mudah bingung, dan membutuhkan pengawasan setiap hari. Kemampuan

sosial, rutinitas, dan percakapan sehari-hari masih dapat dilakukan oleh

 pasien. Afasia muncul pertama kali pada pasien, menyebabkan gangguan

 pada fungsi komunikasi, diikuti oleh apraksia dan gangguan visual-spasial

yang menyebabkan kesulitan bagi pasien untuk melakukan gerak-gerak 

motorik dan rutinitasnya sehari-hari.

Pada stadium III atau tahap akhir dari penyakit Alzheimer’s, telah

terjadi kehilangan nalar, penilaian dan fungsi kognitif. Delusi yang

sederhana dan umum seperti pencurian, perselingkuhan dapat muncul pada

 pasien. Salah satu sindroma yang khas adalah Capgras’s syndrome,

dimana penderita percaya bahwa pengasuhnya telah digantikan oleh

 pencuri. Pada akhirnya, pasien menjadi kaku, bisu, dan mengalami

kesulitan untuk menjalankan fungsi normal dan dasar dari tubuhnya

seperti miksi atau defekasi sehingga membutuhkan bantuan.

Durasi khas  penyakit Alzheimer’s adalah 8-10 tahun, namun dapat

 berkisar antara 1 sampai 25 tahun. Tanpa alasan yang jelas, sebagian

 penderita Alzheimer’s mengalami penurunan fungsi otak yang menurun

Page 9: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 9/19

9

secara tetap dan progresif, namun pada sebagian lainnya, fungsi otak 

hanya menurun sebagian dan cenderung menetap namun tidak memburuk 

secara signifikan.

Secara garis besar, Alzheimer’s dapat dibagai atas beberapa

stadium sebagai berikut1:

1.  Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)

A.  Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired

B.  Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex

contructions

C.  Language : poor woordlist generation, anomia

D.  Personality : indifference,occasional irritability

E.  Psychiatry feature : sadness, or delution in some

F.  Motor system : normal

G.  EEG : normal

H.  CT/MRI : normal

I.  PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion

2.  Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)

A.  Memory : recent and remote recall more severely impaired

B.  Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions

C.  Language : fluent aphasia

D.  Calculation : acalculation

E.  Personality : indifference, irritability

F.  Psychiatry feature : delution in some

G.  Motor system : restlessness, pacing

H.  EEG : slow background rhythm

I.  CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent

J.  PET/SPECT : bilateral parietal and frontal

hypometabolism/hyperfusion

3.  Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)

A.  Intelectual function : severely deteriorated

B.  Motor system : limb rigidity and flexion poeture

Page 10: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 10/19

10

C.  Sphincter control : urinary and fecal

D.  EEG : diffusely slow

E.  CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent

F.  PET/SPECT : bilateral parietal and frontal

hypometabolism/hyperfusion

2.5 Diagnosa8 

Diagnosa penderita penyakit Alzheimer’s dapat dilakukan dengan penilaian dalam

 berbagai bidang, yaitu:

1.  Kemampuan hidup sehari-hari

Meliputi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari,

termasuk mandi, makan, berpakaian, bergerak, buang air, dan kemampuan

mengatur keuangan dan obat-obatan.

2.  Status kognitif 

Status kognitif dapat dinilai dengan berbagai test, antara lain

3.  Kondisi medis komorbid

Penilaian kondisi medis yang muncul bersamaan dengan perburukan

mendadak dalam kemampuan kognisi, fungsi, ataupun perubahan perilaku.

Page 11: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 11/19

11

4.  Simptom gangguan perilaku, psikosis, dan depresi

Memperhatikan perubahan-perubahan yang muncul berkaitan dengan

adanya gangguan psikiatri yang muncul pada pasien

5.  Medikasi

Memperhatikan obat-obatan yang digunakan penderita, baik yang

diresepkan ataupun yang tidak diresepkan yang berkaitan dengan

 perubahan fungsi kognitif yang muncul pada penderita.

Diagnosa penyakit Alzheimer’s dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria

sebagai berikut1:

1.  Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan

status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta

dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik 

2.  Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2

3.  Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

4.  Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun

5.  Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2.6 Pemeriksaan penunjang8 

1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi

neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, seringkali

 berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian

mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior 

frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem

somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada

 penyakit alzheimer terdiri dari:

A.  Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen

abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT

ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia

alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain

Page 12: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 12/19

12

didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak 

manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal,

supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya

demensia.

B.  Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve

ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid

ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat

 pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini

terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks

 piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer,

korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini

 juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas

Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua

gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran

karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

C.  Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron

 pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada

neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal

dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus

 batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia

nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis

dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta

sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum

dorsalis.

Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik 

yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini

merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

Page 13: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 13/19

13

D.  Perubahan vakuoler 

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan

dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara

 bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering

didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak 

 pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,

hipokampus, serebelum dan batang otak.

E.  Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat

 pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.

Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital.

Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi

 pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit

 parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari

 penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologik 

Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi

 pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya

gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang

terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan

oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,

kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi

neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting

karena:

1.  Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang

dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat

 penuaan yang normal.

2.  Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan

untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan

defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,

dan gangguan psikiatri.

Page 14: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 14/19

14

3.  Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan

oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish

a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu

 prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey

yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya

terdiri dari:

a.  Verbal fluency animal category

 b.  Modified boston naming test

c.  mini mental state

d.  Word list memory

e.  Constructional praxis

f.  Word list recall

g.  Word list recognition

Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol

3.  CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat

kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer 

antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan

adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor 

serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya

merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.

Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark,

 parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit

alzheimer.

Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi

dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI

ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler 

(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi

untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi

 juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala,

serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI

Page 15: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 15/19

15

lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan

 penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

4.  EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang

 pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus

frontalis yang non spesifik 

5.  PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,

metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun

 pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi

danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi

6.  SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan

ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua

 pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7.  Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita

alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab

 penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor,

BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody

yang dilakukan secara selektif.

2.7 Penatalaksanaan8 

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena

 penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan

suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.

Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang

menguntungkan.

1.  Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk 

 pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer 

Page 16: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 16/19

16

didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar 

asetilkolin dapat digunakan antikolinesterase yang bekerja secara sentral seperti

fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat

memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa

 peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk 

 penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.

2.  Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan

 penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)

dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus

 basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan

 peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan

 placebo selama periode yang sama.

3.   Nootropik 

 Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki

fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian

4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang

 bermakna.

4.  Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan

kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan

noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral

selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki

fungsi kognitif 

5.  Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,

halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4

minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita

depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)

6.  Acetyl L-Carnitine (ALC)

Page 17: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 17/19

17

Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria

dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC

dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada

 pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,

disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan

fungsi kognitif.

Page 18: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 18/19

18

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Alzheimer’s adalah suatu penyakit yang umum dialami lansia dan menjadi

salah satu penyebab dari demensia yang umum terjadi pada golongan lansia.

Penyakit Alzheimer’s memiliki patogenesis yang tidak jelas walaupun telah

ditemukan banyak hipotesa mengenai penyebab Alzheimer’s. Penatalaksanaan

 bersifat kontinuum dan harus dilanjutkan seumur hidup, tidak bersifat

menyembuhakn namun menghambat progresifitas penyakit.

3.2. Saran

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terutama mengenai  Alzheimer’s

 Disease khususnya mengenai patogenesis dan patofisiologi agar dapat ditemukan

suatu terapi eradikator untuk  Alzheimer’s Disease. Minimnya penelitian yang

mengkaji tentang  Alzheimer’s Disease membiarkan penyakit ini tetap menjadi

suatu penyakit menyiksa yang harus dialami penderitanya seumur hidup.

Hendaknya para peneliti dan kalangan akademis lebih menaruh perhatian pada

 Alzheimer’s Disease agar morbiditas penyakit ini dapat teratasi.

Page 19: Makalah neurologi

7/16/2019 Makalah neurologi

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f79da65e2 19/19

19

DAFTAR PUSTAKA

1.  Japardi, I. (2002)  Penyakit Alzheimer  [WWW] Universitas Sumatera Utara.

Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-

iskandar%20japardi38.pdf [Diakses 24 Maret 2012]

2.  Toga A.W, Mega M.S, dan Thompson, P.M (2001) Neuroimaging

Alzheimer’s Disease. In The Neuropathology of Dementia. London:

Cambridge University Press

3.  Wilkinson I dan Lennox G. Dementa. In  Essential Neurology. London:

Cambridge University Press

4.  Anderson H (2012)  Alzheimer Disease [WWW] Medscapes. Diambil dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview [Diakses 24 Maret

2012]

5.  Fauci Antony S. et al. (eds.) (2008).  Harrison’s Principle of Internal 

 Medicine 

6.  Alzheimer’s Disease (2007). In  Handbook of Disabilities. Missouri:

University of Missouri Press.

7.  Thomson and McDonald. Alzheimer disease. In  Disease of nervous system

clinical neurobiology. Vol.II. Philadelphia : WB Sounders, 1992:795-801

8.  California Department of Public Health (2008) Guideline for Alzheimer’s

 Disease Management  [WWW]. Available from

www.guidelines.gov/content.aspx?id=12691 [Accessed 24 March 2012]