makalah msi (metodologi studi islam)

39
Islam, Umat Islam dan Globalisasi Disusun oleh : Khuria Sandiana (1011080005) Maryati (1011080093) Nissa Putri Utami (1011080028) Rudi Ertanto (1011080041) Rohyan (1011080023) Satya Fattah Ibrahim (1011080008) BKI Kelas A, Semester 1

Upload: satya-fattah-ibrahim

Post on 02-Jan-2016

394 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

pandangan Islam terhadap globalisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Disusun oleh :

Khuria Sandiana (1011080005)Maryati (1011080093)

Nissa Putri Utami (1011080028)Rudi Ertanto (1011080041)

Rohyan (1011080023)Satya Fattah Ibrahim (1011080008)

BKI Kelas A, Semester 1

IAIN Raden Intan LampungFakultas Tarbiyah Jurusan Bimbingan Konseling

2010/2011

Page 2: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagai umat Islam kita bersifat terbuka kepada Barat sesuai dengan anjuran

agam. Hal yang mendorong kita untuk menilai sifat itu adalah :

(1). Kita adalah pemiliki risalah Islamiyah (global) yang datang untuk seluruh

manusia diseluruh penjuru dunia. Benar bahwa kita suci kita berbhasa Arab.

Rasul kita seorang Arab, dan Islam tumbuh di dunia Timur (Arab), tetapi ini

bukan berarti bahwa Islam di tujukan hanya untuk bangsa tertentu, melainkan

untuk segenap penduduk bumi.

Beberapa tahun sebelumnya, istilah gloablisasi sudah menggema di seluruh dunia.

Kala itu seakan menjadi buah bibir setiap insan yang berfikir dan

membanyangkan terwujudnya kehidupan global di era sekarang ini. Kemajuan

sains dan teknologi sudah mencapai perkembangan yang sanagt pesat termasuk di

negara kita Indonesia. Kini pembangunan di negara kita telah mencapai kemajuan

yang sangat pesat, terlebih sejak bergulirnya era reformasi hingga saat sekarang

ini.

Keadaan ini tidak lain adalah disebabkan karena minimnya sumber daya manusia

(SDM) dari umat Islam. Sesungguhnya kita sebagai umat Islam memiliki

kekayaan sumber daya manusia cukup, tetapi di lain pihak kita masih miskin

dengan sumber daya manusia, bahkan sampai saat ini kita belum memiliki tenaga-

tenaga yang profesional

2

Page 3: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan dari permasalah ini adalah :

1. Apakah Globalisasai itu ?

2. Bagaimana Islam di era globalisasi ?

3. Bagaimana dampak globalisasi terhadap umat Islam ?

4. Bagaimana sikap umat Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi ?

3

Page 4: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Globalisasi

Dr. Jalal Amien, seorang pakar ilmu sosial dan ekonomi mengatakan, bahwa

globalisasi adalah kata yang baru, namun fenomenanya sendiri sudah lama ada.

Dia melanjutkan: kita memahami globalisasi ini sebagai satu peruntuhan yang

maha cepat terhadap jarak yang memisahkan antara masyarakat manusia. Baik

yang berupa transportasi barang-barang, modal, manusia, ilmu pengetahuan,

pemikiran, dan nilai-nilai. Maka dalam pandangan kami, hal ini serupa dengan

munculnya peradaban di masa lalu.1

Globalisasi adalah terjemahan dari bahasa Perancis monodialisation yang berarti

menjadikan sesuatu pada level dunia, atau perubahan dari posisi yang terbatas dan

terkontrol menjadi sesuatu yang tidak terbatas (borderless) dan tidak terkontrol.

Yang dimaksud dengan terbatas adalah batas-batas Negara-negara secara

geografis dengan pengawasan yang demikian ketat berupa bea cukai dalam

masalah pemasukan dan pengeluaran barang. Di samping juga penjagaan yang

demikian ketat terhadap masuknya unsur-unsur yang dianggap berbahaya yang

berasal dari luar. Baik hal tesebut berhubungan dengan masalah ekonomi, politik

atau-pun budaya. Sedangkan yang dimaksud dengan tanpa batas adalah alam

semesta, atau globe (bola dunia) ini.2

Masalah globalisasi ini bukan saja menyangkut seruan kepada perkembangan

kapitalisme modern, namun juga seruan untuk mambangun sebuah model dan

gaya hidup tertentu. Maknanya ialah di samping sebagai sistem ekonomi,

globalisasi juga adalah sebuah ideologi. Sebagian penulis juga menggandengkan

1 Yusuf Al-Qaradhawi, ISLAM ABAD 21, 2001, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Hal. 2152 Ibid, hal 216

4

Page 5: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

antara globalisasi dengan Amerikanisasi. Yakni mengglobalkan karakter-karakter

yang serba Amerika.3

Globalisasi juga berarti pemaksaan dominasi cultural mereka yang berdasarkan

falsafah materilialistik, pragmatism, kebebasan yang sampai pada tingkatan

permisif. Amerika serikat menggiring penduduk dunia untuk setuju dengan apa

yang mereka inginkan melalui lecutan ancaman ataupun janji-janji palsu. Ini bias

kita lihat pada International Population Conference (Konferensi Kependudukan

Internasional) yang diselenggarakan di Kairo pada musim panas tahun 1994.

Dalam muktamar ini Amerika serikat menginginkan agar dikeluarkan satu

resolusi yang menghalalkan aborsi secara mutlak, membolehkan adanya

perkawinan sejenis (homoseksual atau lesbian), membebaskan anak-anak

melakukan hubungan seksual, pengakuan sah terhadap hasil pernikahan di luar

perkawinan yang legal dan lain-lain, yang semuanya berseberangan secara

keseluruhan sebagaimana hal itu sangat bertentangan dengan apa yang ada di

dalam masyarakat kita dan telah menjadi bagian dan darah daging kehidupan

mereka. Oleh sebab itulah universitas Al-Azhar menyatakan penentangannya yang

demikian keras terhadap usulan ini.4

Globalisasi dalam formatnya yang sekarang ini pada ujungnya hanya akan

menguntungkan Negara-negara kuat dan merugikan Negara-negara lemah. Yang

kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin kian merana. Serta untuk

kepentingan Negara-negara Utara yang kaya dan kerugian bagi Negara-negara

Selatan yang miskin.5

Globalisasi yang menekankan pada privatisasi, anti intervensi negara dalam

ekonomi, dan kepercayaan absolut pada mekanisme pasar ini, muncul

berbarengan dengan bangkitnya paham neo-liberalisme di Amerika Serikat pada

masa Presiden Ronald Reagan dan di Inggris pada masa PM Margaret Thatcher.

3 Ibid, hal. 2174 Ibid, hal. 2195 Ibid, hal, 221

5

Page 6: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Secara paksa agenda globalisasi ini diimplementasikan atas negara-negara

berkembang lewat badan-badan dunia seperti WTO, IMF dan Bank Dunia.6

Apakah globalisasi berhasil mewujudkan kemakmuran? Jawabnya iya, jika yang

dimaksud adalah kemakmuran untuk negara-negara Barat. Mereka memang

menikmati kemakmuran yang luar biasa. Tapi, masyarakat di negara-negara Dunia

Ketiga tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Menurut laporan

UNDP tahun 1999, seperlima orang terkaya dari penduduk dunia mengkonsumsi

86 % barang dan jasa dunia. Sebaliknya seperlima penduduk termiskin hanya

mendapatkan 1 persen lebih sedikit barang dan jasa dunia.7

Dari seluruh uraian di atas, terbukti bahwa modernisasi dan globalisasi hanyalah

istilah-istilah kosong yang tidak memberi kontribusi apa pun bagi dunia,

khususnya Dunia Islam, kecuali hanya memberi jalan bagi imperialisme itu

sendiri untuk terus mencengkeram dan mengeksploitasi dunia demi nafsu

serakahnya yang tidak pernah kenyang. Kenyataan ini semakin gamblang terlihat

semenjak lahirnya dominasi tunggal Amerika Serikat pasca runtuhnya Uni Soviet

tahun 1991 dan munculnya agenda anti terorisme yang digalang Amerika Serikat

pasca Tragedi WTC 9/11 tahun 2001.

Globalisasi menurut pandangan sebagai orang adalah melenyapkan dinding atau

jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan

kebudayaan lain. Sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia,

pasar dunia dan keluarga dunia.

Dr. Yusuf Al-Qardhawi , mengatakan bhawa adanya persamaan antara makna

globalisasi yang dipahami dunia Barat dan globaliasi yang dimaksud dengan

Islam.

6 Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru : Peran Negara dalam Pembangunan (Yogyakarta : Tajidu Press, 2004), hal. 95-98.7 International Forum on Globalization. 2003. Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan (Does Globalization Help The Poor?), terjemahan oleh A. Widyasmara dan AB Widyanta, (Yogyakata : Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. 2003).

6

Page 7: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan yang besar antara keduanya, artinya

dipahami oleh Islam mengenai globalisasi adalah sesuatu yang berdsatkan nilai-

nilai penghormatan dan persamaan kepada sekuruh dunia (Al-Isro : 70) bahwa

setiap manusia memiliki hak dan tanggung jwab yang sama dihadapan Allah

SWT.

Berbeda dengan pemahaman Barat mengenai globalisasi yaitu sebagai suatu

keharusan untuk menguasai politik, ekonomi, kebudayaan, sosial masyarakat.

2.2. Islam dan Globalisasi

Islam adalah agama global dan universal. Tujuannya adalah menghadirkan risalah

beradaban islam yang sempurna dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak

maupun materi. Didalamnya ada aspek duniawi dan ukhrawi yang saling

melengkapi. Keduanya ada;ah satu kesatuan yang utuh dan integral. Universal

atau globalisasi Islam menyeru semua manusia, tanpa memandang bangsa, suku

bangsa, warna kulit dan deferensiasi lainya. Hal ini di jelaskan Allah Swt dalam

Al-Qur’an.

”Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta Alam” (QS. At-

Takwir : 27)

Semenjak abad ke 7, Nabi Muhammad SAW, sudah menerapkan globalisasi

dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya Ketika beliau mengerim utusaan

membawa suart-surat beliau kepada para raja dan para pemimipin di berbagai

negara tetangga. Diantara para raja dan pemimpin itu adalah raja Romawi dan

dan kisra persia.

Dengan demikian, ketika wafat maka seluruh bagsa arab sudah mampu

meneruskan globalisasi yang telah dirintis oleh Beliu. Perlu dipahami bahwa

blobalisasi Islam berangkat dari kesatuan antara tatarn konseptual dan tataran

aktual dan ini merupakan salah satu keistimewaan Islam.

7

Page 8: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Menurut Fathi Yakan, globalisasi Isalm memiliki keistimewaan-keistimewaan

yaitu :

1. Memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban

2. Membangun suatu masyarakat yang adil dan memiliki kekauatan

3. memiliki landasan atau konsep kesetaraan manusia tanpa deskriminasi,

baik status, sosial, ernis, kekayaan, warna kulit dan sejenisnya

4. Menjadikan musyawarah sebagai landasan sistem politik

5. menjadikan Ilmu sebagai kewajiban bagi masyarakat untuk

mengemabangkan bakat-bakat kemanusiaan

Globalisasi Islam adalah proses mengglobalisasikan nilai-nilai universal seperti

toleransi, kebersamaan, keadilan, kesatuan, musyawarah dan lain-lai. Islam

sebagai agama samawi yang turun dari Allah Swt dan bukan merupakan buah

pikiran manusia semata, dengan demikian aturan-aturan Islam terperinci dengan

jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Seiring dengan perkembangan zaman, agama Islam semakin berkembang

keseluruh penjuru dunia dengan cara perdagangan, perkawinan dan lain-lain.

Melihat strategi yang dicangkan Barat dalam isu Globalisasi sungguh amat busuk.

Mereka mempunyai agenda terselubung dalam mengkikis habis ajaran Islam yang

di anut bangsa Timur. Penyebaran itu mereka lakukan melalui penyebaran

informasi dengan sistem teknologi modern yang dapat mengirim informasi

keseluruh penjuru dunia.

Melalui jalur ini mereka menguasai publik opini yang tidak jarang berisikan

serangan, hinaan, pelecehan dan hujatan terhadap Islam dan mengesankan agam

Islam sebagai teroris. Perang yang mereka lancarkan bukan hanya perang senjata

namun juga perang agama. Mereka berusaha meracuni dan menodai kesucian

Islam lewat Ediologi sekuler, politik, Ekonomi, sosial budaya, teknologi,

komunikasi, keamanan dan sebgainya. Secara berlahan-lahan tapi pasti mereka

menggerogoti Islam dari dalam dan tujuan akhirnya adalah melenyapkan Islam

dari Muka bumi .

8

Page 9: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Di Indonesia, globalisasi dan liberalisasi makin jauh masuk utamanya melalui

LOI (Letter of Intent) tahun 1998 yang ditandatangani bersama oleh Soeharto,

presiden Indonesia ketika itu, dan Camdessus, mewakili IMF menyusul krisis

moneter yang melanda Indonesia. Diantara butir LOI adalah penghapusan subsidi,

privatisasi dan liberalisasi. Beberapa butir penting itu kini sudah dilaksanakan.

Subsidi pupuk dihapus, begitu juga BBM yang membuat kedua komoditas

strategis itu melambung terus harganya. Tentu saja rakyat sangat menderita

karenanya. Bersama dengan liberalisasi sektor migas yang dilakukan melalui UU

Migas tahun 2001 yang memuat pasal penghentian peran monopoli Pertamina

mulai tahun 2005 ini, penghapusan subsidi itu ternyata berujung pada masuknya

perusahaan asing di dalam bisnis migas di Indonesia. Artinya, melalui tangan IMF

dan para kompradornya di dalam negeri Indonesia, kapitalis global bisa masuk

dengan legal dan leluasa untuk menghisap kekayaan Indonesia. Apa yang akan

kita katakan bila itu bukan merupakan penjajahan atau imperialisme ekonomi?

Contoh lain dari dari makin merasuknya paham neo liberal ke tubuh ekonomi

Indonesia adalah UU No 7 Tentang Sumber Daya Air (SDA) tahun 2004. UU itu

dalam banyak pasal membuka peluang terjadinya privatisasi sektor air, sekaligus

memungkinkan pengalihan fungsi air secara fundamental dari fungsi publik yang

bersifat sosial menjadi fungsi komoditas yang bersifat komersial. Maka, bersama

dengan berbagai komponen umat Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam

(FUI) pada 29 April 2005 di Jakarta, HTI mengadakan diskusi publik dan demo

besar bertema Menolak Liberalisasi Air dalam UU Sumber Daya Air. FUI sepakat

bahwa UU tersebut harus ditolak dan diganti dengan pengaturan yang sesuai

dengan syariah Islam yang mampu mempertahankan hak dasar rakyat atas air dan

memungkinkan pengelolaan air secara adil.

Proses globalisasi ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan

nilai-nilai agama. Realitas ini mendapat respon yang cukup beragam dari kalangan

pemikir dan aktivis agama. Agama sebagai sebuah pandangan yang terdiri dari

9

Page 10: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

berbagai doktrin dan nilai memberikan pengaruh yang besar bagi masyarakat. Hal

ini diakui oleh para pemikir, antara lain Robert N. Bellah dan Jose Casanova,

mereka mengakui pentingnya peran agama dalam kehidupan sosial politik

masyarakat dunia. Dalam konteks ini agama memainkan peranan yang penting di

dalam proses globalisasi. Agama bukan hanya pelengkap tetapi menjadi salah satu

komponen penting yang cukup berpengaruh di dalam berbagai proses globalisasi.

Karena begitu pentingnya peran agama dalam kehidupan masyarakat, maka perlu

kiranya kita memahami sejauh mana posisi agama di dalam merespon berbagai

persoalan kemasyarakatan.8

2.3. Dampak Globalisasi Terhadap Umat Islam

Sebagaimana telah kita ketahui, era globalisasi ditandai dengan kemajuan di

bidang teknologi komunikasi, transportasi dan informasi yang sedemikian cepat.

Kemajuan di bidang ini membuat segala kejadian di negeri yang jauh bahkan di

benua yang lain dapat kita ketahui saat itu juga, sementara jarak tempuh yang

sedemikian jauh dapat dijangkau dalam waktu yang singkat sehingga dunia ini

menjadi seperti sebuah kampung yang kecil, segala sesuatu yang terjadi bisa

diketahui dan tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu yang amat singkat.9

Dengan adanya globalisasi ini telah menimbulkan banyak sekali akibat yang

sangat buruk dan tidak akan mungkin dapat dilupakan oleh sejarah umat manusia.

Mulai dari penghisapan kekayaan alam negara-negara terjajah secara semena-

mena hingga tewasnya jutaan manusia yang tak berdosa akibat ulah negara-negara

kapitalis penjajah biadab 8, termasuk tragedi kemanusiaan yang terjadi di Irak saat

ini akibat invasi brutal Amerika Serikat bulan Maret 2003.10

8 Bachtiar Effendi, Masyarakat Agama dan Tantangan Globalisasi : Mempertimbangkan Konsep Deprivatisasi Agama, Makalah tidak diterbitkan, hal. 59 Yusuf al-Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, (terj.), Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, hal. 21-2310 Suparman dan Sobirin Malian, Ide-Ide Besar Sejarah Intelektual Amerika, Yogyakarta : UII Press, 2003, hal. X.

10

Page 11: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Pembangunan di negara kita juga telah mencapai kemajuan yang demikian pesat,

terutama sejak bergulirnya era reformasi hingga sat ini, karena, seiring dengan itu

Marilah kita umat Islam secara bersama-sama ikut ambil bagian dengan cara aktif,

terutama dalam pembangunan mental spritual, agar umat Isalmv tidak sekedar

maju dalam segi pisik saja, namun juga kokoh mentalnya, tidak mudah terjebak

dalam pemikiran yang rusak.

Dalam abad teknologi modern sekarang ini, manusia telah diruntuhkan

eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh globalisasi. Roh dan

kemanusian manusia telah diremahkan bigitu rendah. Manusia adalah mesin yang

dikendalikan oleh kepentingan pinacial untuk menuruti arus hidup yang

materialistis dan sekuler.

Globalisasi adalah merupkan gerakan yang telah dan sedang di lakukan oleh

negara-negara Barat sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita

pada kehancuran peradaban.

Sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara

langsung maupun melalui media cetak dan elektronik, mulai dari perilaku, gaya

hidup, norma pergaulan dan kehidupan yang dipraktikan oleh orang-orang Barat

akhir-akhir ini semakin menjurus pada kemaksiatan. Apa yang mereka suguhkan

snagt berpengaruh terhadap pola pikir umat Islam.

Tidak sedikit dari orang-orang Islam yang secara berlahan-lahan menjadi lupa

akan tujuan hidupnya, yang senantiasa untuk ibadah, berbalik menjadi malas

ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akkbat

pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam

yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukan sekedar ad, namun ada tujuan

mulia yaitu biribadah kepada Allah SWT.

Di zaman sekarang ini, tidak sedikit dari umat slam yang lemah Iman, karena

telah salah kepada dlam menyikapi isu globalisasi, mereka seakan-akan

kedatangan tamu istimewa, tamu pujaan hati yang telah lama di agung-agungkan.

11

Page 12: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Sehingga di dalam bayangan mereka, globalisasi adalah segala-galanya dan

merupakan puncak dari modernisasi, pada hal ia sesungguhnya adalah tipu daya

dari bangsa Barat belaka yang sengaja menjerat dan akan menjerumuskan umat

Islam. Nasib Islam modern atau globalisasi ini sangat di tentukan oleh sejauh man

kemampuan umat Islam merepon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah

terjadi di era ini (era globalisasi)11.

Umat manusia telah terbentuk sebagaimana produk industri itu sendiri tidak ada

lagi ke unikan, yang ada hanyalah kekauan yang seragam sehingga secra sadar

atau tidak sadar manusia berlangsun-angsur kehilangan asas kemerdekaanya,

padahal itulah yang dijadikan tumpuan bagi ilmu pengetahuan dan teknologi12

Dengan adanya globalisasi ini membawa dampak positif dan negatif bagi

kepentingan bangsa dan umat Islam. Dampak positif misalnya makin mudahnya

memperoleh informasi dari luar sehingga dapat membantu menemukan alternatif-

alternatif baru dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi. Misalnya,

melalui internet kita dapat menakses informasi-informasi yang dibutuhkan.

Dibidang ekonomi, perdagangan bebas antara negara beraarti makin terbukanya

pasar dunia bagi produk-produk, baik berupa barang atau jasa.

Dalam kaitannya dengan umat Islam di Indonesia , dampak negatif yang paling

nyata adalah terbentuknya nilai-nilai asing yang masuk lewat berbagai cara.

Dengan nilai-nilai agama yang di anut oleh sebagian besar bangsa kita, mengingat

agama Islam adalah agama yang berdasarkan hukum (syari’ah), maka

pembenturan nilai itu akan sangat terasa di bidang syari’ah ini.

Globalisasi informasi telah membuat umat kita mengetahui praktik hukum

(terutama hukum keluarga) di negeri lain, terutama di negri maju yang sebagian

sama dan sebagia lagi berbeda dari hukum Islam

11 Kahmad Dadang, Sosiologi Agama, 2006, Bandung : PT. Remaja Rosadakarya, hal. 30412 Ibid, hal. 96

12

Page 13: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

2.4. Sikap Umat Islam dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi

Menghadapi era globalisasi, sikap kaum muslim bisa dikatakan terbagi menjadi

beberapa macam yaitu ;

1. Mengikuti secara mutlak, mereka meyakini bahwa apa yang ada di balik

globalisasi dan semua hal yang berbau westernisasi adalah sebuah standar

edial yang perlu untuk di tiru. Sikap seperti inilah yang akan

menenggelamkan umat Islam dari peredarannya.

2. mereka yang menolak secara keseluruhan. Golongan ini lah yang

diistilahkan oleh Prof. Dr Yusuf Qaedawi sebagai kelompok ”penakut”.

Mereka takut untuk berhdapan secara langsung dengan peradaban Barat.

Hal ini dinlai tidak ”Fair” karena dianggap lari dari kenyataan yang ada.

Mereka menutup pintu rapat-rapat terhadap hembusan angin globalisasi

karena takut terkena debu dan polusi peradaban padahal sejatinya mereka

membutuhkan udara.

3. golongan moderat (berada di tengah-tengah). Golongan inilah yang

menjadi cerminan sikap ideal seorang muslim. Mereka sadar bahwa

menutup diri serta mengisolasi diri dari dunia luar hanyalah usaha yang

sia-sia belaka dan tidak berguna. Mereka meyakini bahwa Islam adalah

agama yang selaras dengan kemajuan zaman.

Pertanyaan yang selanjutnya yang mengemukan adalah tentang masa depan umat

Islam. Setidaknya ada dua prediksi yaitu :

1. pesimistik, sikap ini muncul karena melihat realita yang ada dalam tubuh

umat Islam sekarang. Dimana untuk ukuran perkembangan sains dan

teknologi umat Islam berada dalam posisi yang paling bawah.

Permasalah umat Islam saat ini semakin kompleks. Terjadinya

kesenjangan sosial, keterbelakangan HAM tealh begitu memperhatinkan

2. optimesme, sikap ini didasari pada pengamatan sejarah, dimana kita

mengukir kejayaan dimasa lampau, dengan sikap ini, mereka meyakini

13

Page 14: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

bahwa kemajuan peradaban akan terus berputar dan bergantian diantara

manusia.

Sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan menjunjung tinggi

agama Islam

Ada beberapa tawaran alternatif :

1. mengembalikan keadaan umat Islam yang selama ini ” tertidur”

2. bersikap inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri

adalah sikap yang bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Qur’an surat Al-

Hujarat ayat 13 ” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

3. Berpegang teguh pada ajaran Islam sebgai sumber isprirasi peradaban dan

yang terpenting adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari

Globalisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun di tolak,

namun yang paling penting dari semua adalah seberapa besat peranan Islam dalam

menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan beradab.

Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilahglobalisasi tidak menjadi masalah yang

penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima secara globa, secara manusaiwi

oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi,

dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur dari moderennya,

pakaiannya, perhisan dan penampilannya namun modern bagi umat Islam adalah

modern dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan,

teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan ekinomi.

14

Page 15: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

2.5. Berbagai Paradigma Islam dalam Menghadapi Globalisasi

Pada mulanya agama-agama muncul dari unsur kebudayaan sebuah masyarakat

sebagai bagian ritus transendental yang didominasi kekuatan mistis. Agama ini

lahir dalam bentuk-bentuk yang plural sesuai dengan corak ekonomi sosial tiap-

tiap masyarakat pada masanya. Meskipun tidak secara linier bentuk tersebut

sesuai dengan kondisi transformasi sosioekonominya, setidaknya fakta telah

menunjukkan bahwa agama pada era kini telah mengalami perubahan yang cukup

signifikan dibandingkan awal kemunculannya. Perubahan nonlinier ini kemudian

membentuk beragam kategori. Namun, secara general kualifikasinya hanya

menjadi dua bentuk paradigma yang sekarang ada dalam umat Islam. Perspektif

ini hampir berlaku pada setiap agama. Demikian pula dengan Islam yang berdiri

di atas tiga pilar doktrin dasarnya yaitu akidah, syariah dan akhlak. Dalam

perkembangannya mengalami perubahan bentuk aplikasi pemaknaan di kalangan

umatnya. 13

Sejalan dengan perubahan tersebut, dapat dikemukakan bahwa pada saat ini ada

dua paradigma fundamental yang berkembang di kalangan umat Islam dalam

menghadapi globalisasi yaitu :

1. Paradigma Konservatif

Paradigma pertama ini adalah paradigma yang cenderung bersifat konservatif,

yang memposisikan Islam sebagai agama yang memiliki doktrin dan ikatan-ikatan

tradisi lama yang belum mau bersentuhan dengan wacana keilmuan selain Islam.

Unsur-unsur sosial selain Islam dalam hal ini dianggap sebagai bagian yang

senantiasa berlawanan bahkan mengancam. Dalam dimensi teologi, Tuhan

menempati pokok segala kekuasaan yang telah diterjemahkan dalam kajian-kajian

pendahulunya dengan peletakan unsur mazhab yang dianggap representatif. Tuhan

dengan segala kekuasaannya telah memberikan ukuran dan solusinya sesuai

dengan ajaran yang tertulis. Bagi mereka menafsirkan ayat yang berkaitan dengan

ketuhanan dengan metode baru adalah kesesatan. 13 Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid I, Jakarta : UI Press, Cet. V, 1985, hal. 11-14

15

Page 16: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Demikian pula dalam bidang syariat yang menjadi pusat kajian hukumnya. Aspek

hukum yang telah ada dalam kitab-kitab tersebut sudah menjadi final untuk

dijadikan acuan hukumnya. Alasannya, hukum tersebut murni bersumber dari

Alquran dan hadis. Oleh karenanya, tidak ada yang perlu disempurnakan lagi.

Realitas sosial politik yang menandai kemunculan hukum-hukum tersebut nyaris

tak mendapatkan tempat kajian yang mendalam. Dalam kategori sosiologis Islam

seperti di atas, menurut Ali Syariati (1933-1977), Islam hanya menjadi kumpulan-

kumpulan dari tradisi asli dan kebiasaan masyarakat yang memperlihatkan suatu

semangat kolektif suatu kelompoknya. Ia berisi kumpulan kepercayaan nenek

moyang, perasaan individual, tata cara, ritual, aturan, kebiasaan, dan praktik-

praktik dari suatu masyarakat yang telah mapan, berlangsung dari generasi ke

generasi. Kebiasaan inilah yang biasanya dipelihara oleh penguasa politik untuk

melegitimasi kekuasaan. Karena indoktrinasi menjadi bagian yang kuat dalam

pemaknaan ajaran agama maka paradigma ini sering pula disebut paradigma

konservatif.

Bagi orang-orang Islam berpaham konservatif ini, “ketidakberubahan”

(unchangingness) merupakan suatu hal yang ideal bagi individu dan masyarakat

serta merupakan suatu persepsi hakikat manusia dan lingkungannya.

“Ketidakberubahan” merupakan asumsi berpengaruh luas yang mewarnai hampir

seluruh aspek pemahaman kelompok ini.

Doktrin “ketidakberubahan”, baik sebagai fakta maupun sebagai cita-cita,

barangkali bermula dari pengalaman kehidupan nomadik bangsa Arab, yang

mengakibatkan timbulnya paham bahwa keselamatan terletak pada upaya

mengikuti jejak para leluhur. Bangsa nomad Arabia tentu saja menyadari

perubahan. Suku-suku berhasil dan berkembang semakin meningkat, lalu

mengalami nasib pahit, mundur dan terkadang lenyap sekaligus. Namun variasi

perubahan seperti itu tidak berarti bahwa pada dasarnya kehidupan mengalami

perubahan. Dengan demikian, lebih baik melakukan apa-apa yang telah dilakukan

“nenek moyang” sebab dalam banyak  hal, cara itu membuahkan hasil yang

memuaskan. Iklim Arabia itu tidak menentu dan tak teratur sehingga orang nomad

16

Page 17: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

tidak dapat menghindari bencana dengan membuat rencana-rencana cermat, tetapi

terpaksa membiasakan diri menerima apa saja yang terjadi pada dirinya.14

Corak berpikir seperti itu mengakibatkan doktrin mengikuti “jejak leluhur”

menjadi opini paling kuat. Segala yang baru pasti akan dicurigai. Dalam teologi

Islam, kata yang lazim dipakai untuk “hal baru” ialah bid’ah. Berlandaskan corak

pemikiran tersebut akhirnya kelompok Konservatif pun memandang bahwa

globalisasi adalah  unsur yang sangat mengancam bagi keberlangsungan nilai-

nilai Islam.

 Bentuk pemahaman konservatif ini dapat dilihat melalui pemahaman kelompok

ini  di dalam memahami hubungan agama dengan negara. Kelompok ini

berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat,

yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam

adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi

segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut

paham ini pada umumnya berpendirian bahwa : (1). Islam adalah suatu agama

yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan

atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali

kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru

sistem ketatanegaraan Barat.  (2). Sistem ketatanegaraan atau politik Islam yang

harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi besar

Muhammad dan oleh empat al-Khulafa al-Rasyidin.15

Melihat pemahaman tersebut dapat kita mengerti bahwa kelompok ini,

sebagaimana telah penulis jabarkan di atas cenderung memposisikan Islam

sebagai agama yang serba lengkap, sehingga doktrin dan ikatan-ikatan tradisi

lama yang ada tidak dapat bersentuhan dengan wacana keilmuan selain Islam.

2. Paradigma Liberal

14 William Montogomery Watt, Fundamentalis dan Modernitas dalam Islam, terj. dari buku Islamic Fundamentalist and Modernity, Jakarta : CV. Pustaka Setia, Cet. I, 2003, hal. 11-1515 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, Edisi kelima, 1993, hal. 1

17

Page 18: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Paradigma kedua adalah paradigma yang bersifat antagonistik dengan paradigma

konservatif.  Islam diasumsikan sebagai agama yang dapat berperan sebagai agen

perubahan sosial. Unsur-unsur sosial selain Islam dalam hal ini menjadi

komponen yang diterima bahkan menjadi acuan penting di dalam merumuskan

berbagai solusi terhadap persoalan kekinian yang dihadapi umat.  Dalam dimensi

teologi paradigma ini mengedepankan aspek rasionalisme. Teologi bukan semata

menjadi objek kajian bagaimana meyakinkan umat secara doktriner, melainkan

sebagai pembimbing tindakan praksis sosial. Selain itu, teologi juga harus lepas

dari paradigma kekuasaan negara, bahkan harus menjadi bagian transformasi

sosial yang terus menyuarakan kepentingan mayoritas umat. Paradigma ini

berpendirian bahwa walaupun Islam memiliki doktrin dan ikatan-ikatan tradisi

lama tapi harus dilakukan banyak dekonstruksi terhadap pemahaman doktrin

tersebut melalui pengembangan wacana keilmuan yang dapat diperoleh pada

sumber-sumber eksternal.

Berkebalikan dengan teologi kaum konservatif yang gigih membela Tuhan,

dimensi teologi yang mereka ajukan justru menginginkan konsistensi

menjelmakan nilai tauhid sebagai ajaran yang membebaskan umat dari penindasan

kultural dan struktural. Mereka lebih menekankan pembelaan terhadap nilai-nilai

kemanusiaan, sehingga terkadang melampaui garis-garis “larangan” demi

mewujudkan teologis humanisnya. Dalam dimensi syariat paradigma ini

mengambil hukum-hukum melalui pemahaman yang cenderung terlalu

kontekstual, sehingga terkadang mengabaikan tekstualitas dan latar belakang

munculnya doktrin-doktrin agama. Mereka juga mengajukan berbagai wacana

tentang perlunya tafsir ulang terhadap al-Qur’an dan hadis. Paradigma pemikiran

yang cenderung  sangat liberal ini sering diistilahkan dengan paradigma liberal.  

Secara ringkas, penulis berpendapat bahwa "mazhab" liberal ini sebenarnya

berakar pada ide demokrasi. Pemikiran-pemikiran lain sebagai derivatnya akan

terlihat sangat bertumpu di atas paham demokrasi ini; seperti gagasan pemisahan

negara dengan agama, hak-hak wanita dalam kepemimpinan politik dan

kekuasaan, kebebasan penafsiran teks-teks agama, kebebasan berpikir dan

18

Page 19: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

berpendapat, toleransi beragama, dialog dan keterbukaan antar agama, pluralisme,

demokrasi religius, dan lain-lain.

Pemikiran mengenai hubungan negara dengan agama (Islam) merupakan

persoalan krusial yang paling banyak mendapat penolakan dan tantangan dari

pengusung Islam liberal. Argumentasi yang sering dipakai: (1) Negara Islam tak

pernah dikenal dalam sejarah; (2) Negara adalah kehidupan duniawi, berdimensi

rasional, dan kolektif; sedangkan agama berdimensi spiritual dan pribadi; (3)

Masalah kenegaraan tidak menjadi bagian integral dari Islam; (4) Islam tidak

mengenal konsep pemerintahan definitif, misal dalam suksesi kekuasaan; (5)

Rasulullah Muhammad hanya menjadi penyampai risalah, tidak mengepalai suatu

institusi politik; (6) Al-Quran dan Sunnah tidak pernah menyebut, "Dirikanlah

negara Islam!" dan sebagainya. Penolakan gagasan ini, pada akhirnya

mengantarkan pada penerimaan secara total atas ide demokrasi dalam urusan

kekuasaan,politik, dan pemerintahan. Konsekuensi berikutnya, menolak

kebolehan seorang wanita terlibat dalam urusan kekuasaan adalah bertentangan

dengan prinsip demokrasi. Menolak keterlibatan warga negara berdasarkan

perbedaan prinsip agama adalah tidak sesuai dengan demokrasi. "Memasung"

pikiran dan pendapat bertentangan dengan hak kebebasan dan demokrasi.

Mengambil peraturan dan hukum-hukum kemasyarakatan dari satu agama saja

(baca: Islam) merupakan diskriminasi atas agama lain, yang berarti sama saja

dengan tidak demokratis. Kebebasan dan kebolehan beragamnya menafsirkan

teks-teks agama (dalil-dalil) menjadi imbas dari gagasan liberalisasi dan

kebebasan berpikir serta berpendapat. Demikianlah, semua pemikiran derivat ini

akan berlindung di balik induknya: pemikiran "demokrasi."

Dapat disimpulkan bahwa kelompok ini dalam memahami hubungan Islam dan

negara berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat, yang

tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Kelompok ini meyakini bahwa

Nabi Muhammad hanyalah seorang Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul

sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan

19

Page 20: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan Nabi tidak pernah

dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai satu negara.

Berbagai penjelasan di atas dengan jelas memperlihatkan bahwa di dalam

pemahaman kelompok ini unsur-unsur sosial selain Islam dapat menjadi

komponen yang diterima bahkan menjadi acuan penting di dalam merumuskan

berbagai solusi terhadap persoalan kekinian yang dihadapi umat.

Dua paradigma di atas sesungguhnya telah menjadi bagian internal Islam di

Indonesia. Paradigma pertama biasanya mengakar pada kalangan kelas bawah

yang belum sepenuhnya tersentuh oleh tradisi keilmuan positivisme seperti di

pesantren. Sementara paradigma liberal lahir dari rahim generasi muda yang

cukup paham terhadap wacana Islam. Namun, juga tersentuh oleh tradisi

positivisme dari barat serta memiliki motivasi kuat untuk perubahan sosial.

Namun, apakah perkembangan paradigma Islam ini akan hanya berhenti di sini?

Inilah sesungguhnya yang harus kita kaji secara mendalam. Yang harus diingat

adalah bahwa perubahan kajian ijtihad tersebut berlandaskan aspek perubahan

sosial dan mengembalikan semangat pembelaan Islam terhadap umat manusia.

Oleh karena itu, pilihan baru harus segera diadakan sebab situasi kekinian telah

mengubah transformasi sosial dengan adanya globalisasi.

3. Paradigma Alternatif

Untuk mengintegrasikan dua kubu paradigma yang paradoks ini maka perlu

kiranya dikembangkan satu paradigma alternatif, yang mungkin dapat

mengkompromikan dua pandangan di atas. Sebab dengan mengkompromikan dua

pandangan tersebut paling tidak kita berusaha menjembatani adanya titik temu

sebagai salah satu upaya mencari konsepsi final yang paling ideal dalam Islam,

meski memang untuk mengejawantahkannya dalam tataran realitas bukanlah

persoalan mudah. Paradigma alternatif yang coba penulis tawarkan adalah

paradigma moderat yakni paradigma yang cenderung mencoba mengintegrasikan

pandangan-pandangan yang antagonistik dalam melihat hubungan Islam dan

persoalan kemasyarakatan. Di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan

20

Page 21: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Paradigma Konservatif yang seringkali melakukan generalisasi bahwa Islam

selalu mempunyai kaitan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah-

masalah kemasyarakatan. Serta berusaha mengakomodasi dilakukannya

pembaruan wacana sesuai dengan diinginkan  kalangan liberal dengan tetap

memperhatikan nilai-nilai luhur dan keislaman.

Dalam dimensi teologi paradigma ini selain mengedepankan aspek rasionalisme

namun juga tidak melupakan aspek keimanan, sebab aspek keimanan ini

merupakan salah satu faktor penting di dalam menyikapi berbagai persoalan

kekinian. Teologi selain menjadi obyek kajian bagaimana meyakinkan umat

secara doktriner, tetapi juga sebagai pembimbing tindakan praksis sosial. Selain

itu, teologi juga harus lepas dari paradigma kekuasaan negara, bahkan harus

menjadi bagian transformasi sosial yang terus menyuarakan kepentingan

mayoritas umat. Berbeda dengan teologi kaum konservatif yang gigih membela

Tuhan dan kaum liberal yang terlalu humanis, paradigma ini selain berusaha

memelihara nilai-nilai ketauhidan yang bersifat formalistik tetapi juga berusaha

secara konsisten menjelmakan nilai tauhid sebagai ajaran yang membebaskan

umat dari penindasan kultural dan struktural. Dalam arti nilai tauhid harus

“membumi” dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dimensi syariat, paradigma ini

selain mengambil hukum-hukum Islam dari aspek nilai/substansi tetapi berusaha

pula memahami secara tekstual kitab-kitab Islam lama yang dimapankan oleh

kalangan konservatif. Alquran dan Hadis memang harus ditafsir ulang tetapi harus

dengan pertimbangan ilmiah teoretis dalam pertimbangan praksis sosialnya.

Karena paradigma ini berusaha mengintegrasikan  dua kubu paradigma yang

antagonistik maka paradigma ini lebih cenderung penulis istilahkan dengan

paradigma moderat. Karena istilah moderat cenderung pada pemahaman mencari

jalan tengah dari kecenderungan-kecenderungan yang bersifat antagonistik. Hal

ini juga sesuai dengan konsep Islam sebagai agama Wasathan (moderat). Dalam

melihat hubungan Islam dan negara paradigma moderat menolak pendapat

bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat

sistem ketatanegaraan. Tetapi kelompok ini juga menolak anggapan bahwa agama

21

Page 22: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

adalah dalam pengertian barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan

Tuhan. Paradigma ini juga berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem

ketatanegaraan tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan

bernegara.

Paradigma ini tidak hanya ingin menonjolkan isu seputar konsep "Negara Islam"

dan "Pemberlakuan syariat", tetapi yang paling penting bagaimana substansi dari

nilai dan ajaran agama itu sendiri. Agama adalah sejumlah ajaran moral dan etika

sosial, serta fungsinya mengontrol negara. Paradigma moderat berpandangan,

keterlibatan agama secara praktis ke dalam negara jangan sampai memandulkan

nilai luhur yang terkandung dalam agama karena agama akan menjadi ajang

politisasi dan kontestasi. Di sisi lain, paradigma moderat mengampanyekan

dimensi kelenturan, kesantunan, dan keadaban Islam. Islam sebagai agama

penebar kasih, cinta dan sayang (rahmatan li al-’alamien) harus

menjadi paradigma yang mengakar di tengah masyarakat. Hal ini penting guna

meminimalisir pandangan keagamaan yang selalu berwajah sangar dan keras yang

digunakan secara sistematis oleh beberapa kalangan Muslim.

Hanya, yang menjadi tantangan paradigma moderat di masa datang adalah situasi

global yang kian tidak menentu serta menampakkan hegemoni yang

memungkinkan munculnya resistensi kultural yang bersifat radikal dan anarkis,

selain kebijakan politik nasional yang tidak memihak kaum lemah, seperti gejala

penggusuran dan hilangnya pekerjaan bagi sejumlah buruh perusahaan dan pabrik.

Hal-hal seperti ini akan turut menghambat kampanye paradigma moderat di tanah

air. Wacana paradigma moderat akan selalu tampil ke permukaan dengan tradisi

dan khazanah keagamaan yang dimilikinya. Paradigma akan kian sempurna bila

mendapat "ruang publik" yang memungkinkan terwujudnya wawasan keagamaan

yang terbuka dan damai, yaitu kondisi obyektif yang dapat memayungi keadilan

bagi tiap warga, kesetaraan bagi keragaman suku dan agama, serta kedamaian di

antara pelbagai konflik horizontal yang menyelimuti masyarakat kita belakangan

ini.

22

Page 23: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Namun untuk merealisasikan bentuk paradigma alternatif tersebut, yang

merupakan respon terhadap dua paradigma yang sudah cukup berkembang di

Indonesia bukanlah persoalan mudah, tetapi memerlukan banyak upaya guna

mengaktualisasikan ide tersebut. Dan juga yang harus kita sadari sepenuhnya,

bahwa agama  Islam telah lengkap dan komprehensif. Namun,

"kesempurnaan" Islam hanyalah sebatas dalam tataran teoretis. Pada tataran

praksisnya -- terutama ketika era globalisasi bergerak -- Islam belumlah cukup

memiliki konsepsi final dan pengalaman praktik perjuangan melawan hegemoni

kapitalisme. Untuk itulah kita harus senantiasa melakukan kajian mendalam dan

intens guna mencari solusi dan jawaban  terhadap berbagai persoalan yang

dihadapi oleh umat saat ini. 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

23

Page 24: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Dengan adanya Era Globalisasi ini kita umat Islam terutama harus bisa

menghadapai dan memperkuat iman dan takwa. Kita harus menghadapi perubahan

zaman yang telah kita jalani sekarang ini. Zaman moderen serba mesin yang

mungkin memanjakan kita dalam setiap pekerjaan dan langkah kita.

Menurut kami kita sebagai generasi umat Islam tidak boleh lengah dalam

menghadapi masalah modernisasi dan globalisasi, mari kita membentengi diri kita

dengan ke imanan dan ketakwaan serta akhlatul karimah yang disertai dengan

sumber daya yang kuat, terampil dan di dukung dengan semangat persatuan dan

kebersamaan. Insyaallh kita akan di berikan kekuatan dan kemenangan oleh Allah

Swt dalam membela dan mempertahankan kejayaan agama yang suci.

Kita menyadari bahwa globalisasi adalah tren sekaligus prodak sejarah yang

sedang terjadi dan kita alami. Kita tidak mempunyai kekuatan untuk menolak

apalagi lari dari kenyataan sejarah ini. Yang mesti kita lakukan adalah melakukan

gerakan dinamis bersama arus ini yaitu dengan menjaga diri agar tidak kehilangan

kendali serta jati diri.

DAFTAR PUSTAKA

Ak-Qardhawi, Yusuf, Islam dan Globalisasi dunia, 2001. Jakarta: CV. Pustaka

Al-Kausar

24

Page 25: Makalah MSI (Metodologi Studi Islam)

Hakim Atang Abdul, dkk, Metodelogi Studi Islam, 1999. Bandung : PT. Remaja

Rosdakaraya.

Dadang, Kahmud, Sosiologi Agama, 2006, Bandung : PT. Remaja Rosadakarya

Http: // baradikal. Multiply.com/ journal/item/3

Fakih Mansour, ulumul Qur’an, 1997.

Nata, Abudin, Metode Studi Islam, 2009. Jakarta : Rajawali Pres.

Rozak, Nasrudin, Dienul Islam, 1982. Bandung : PT-Al-Ma’arif

Al-Qaradhawi, Yusuf. ISLAM ABAD 21, 2001, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Winarno, Budi. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru : Peran Negara dalam

Pembangunan, Yogyakarta : Tajidu Press, 2004.

International Forum on Globalization. 2003. Globalisasi Kemiskinan dan

Ketimpangan (Does Globalization Help The Poor?), terjemahan oleh A.

Widyasmara dan AB Widyanta, Yogyakata : Cindelaras Pustaka Rakyat

Cerdas. 2003.

Effendi, Bachtiar. Masyarakat Agama dan Tantangan Globalisasi :

Mempertimbangkan Konsep Deprivatisasi Agama, Makalah tidak

diterbitkan.

Suparman dan Sobirin Malian, Ide-Ide Besar Sejarah Intelektual Amerika,

Yogyakarta : UII Press, 2003.

Mansour, Fakih dalam ulumul Qur’an, 1997.

Nasution, Harun. Islam ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid I, Jakarta : UI Press,

Cet. V, 1985.

Watt, William Montogomery. Fundamentalis dan Modernitas dalam Islam, terj.

dari buku Islamic Fundamentalist and Modernity, Jakarta : CV. Pustaka

Setia, Cet. I, 2003.

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,

Jakarta : UI Press, Edisi kelima, 1993.

25