[makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] epn | ipb minimalisasi dampak kenaikan tarif dasar...

20
1 [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa program Doktor Mayor Ekonomi Pertanian IPB Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan ketersediaan akses energi. Energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan produksi output ekonomi dan ekonomi tidak akan dapat berkembang tanpa pasokan energi yang cukup atau akses terhadap pelayanan energi. Sekali pasokan energi berkurang yang berakibat pada naiknya biaya energi atau kurangnya akses ke pelayanan energi, akan terjadi kenaikan biaya yang menekan perekonomian, mendorong naiknya kemiskinan dan pengangguran serta mengganggu prospek-prospek pembangunan lainnya (Nkomo, 2007). Energi, baik yang berupa penerangan, panas, tenaga mekanika atau listrik, merupakan hal pokok pada masyarakat dan memainkan peran penting dalam pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara miskin dan negara-negara sedang berkembang. Akses terhadap energi modern merupakan prasyarat penting dalam pengurangan kemiskinan dan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan milenium atau millennium development goals (Schubert, et al, 2007). Energi juga memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan mendukung kegiatan-kegiatan nasional. Selama hampir 40 tahun pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia, ternyata tingkat kemiskinan dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi terutama di

Upload: vodang

Post on 07-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

1 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

MINIMALISASI DAMPAK

KENAIKAN TARIF DASAR

LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN

MONETER

Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa program Doktor Mayor Ekonomi Pertanian IPB

Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan ketersediaan akses

energi. Energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan produksi

output ekonomi dan ekonomi tidak akan dapat berkembang tanpa pasokan energi

yang cukup atau akses terhadap pelayanan energi. Sekali pasokan energi berkurang

yang berakibat pada naiknya biaya energi atau kurangnya akses ke pelayanan energi,

akan terjadi kenaikan biaya yang menekan perekonomian, mendorong naiknya

kemiskinan dan pengangguran serta mengganggu prospek-prospek pembangunan

lainnya (Nkomo, 2007).

Energi, baik yang berupa penerangan, panas, tenaga mekanika atau listrik,

merupakan hal pokok pada masyarakat dan memainkan peran penting dalam

pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara miskin dan negara-negara

sedang berkembang. Akses terhadap energi modern merupakan prasyarat penting

dalam pengurangan kemiskinan dan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan

milenium atau millennium development goals (Schubert, et al, 2007). Energi juga

memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan

lingkungan untuk terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan mendukung

kegiatan-kegiatan nasional.

Selama hampir 40 tahun pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia,

ternyata tingkat kemiskinan dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi terutama di

Page 2: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

2 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

perdesaan, tempat dimana sebagian besar kegiatan pertanian berlangsung. Data

statistik seperti terlihat pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa pada tahun 2005 tingkat

kemiskinan di perdesaan Indonesia masih sebesar 19.5 persen, jauh di atas

kemiskinan di perkotaan yang 11.4 persen.

Jika dilihat dari sisi jumlah, orang miskin di perdesaan pada tahun 2005

masih sebanyak 22.7 juta orang sedangkan di perkotaan sebanyak 12.4 juta orang

sehingga total jumlah orang miskin di Indonesia adalah 35.1 juta orang atau sekitar

15.97 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Selain tingginya angka kemiskinan di Indonesia, hal lain yang juga perlu

diperhatikan adalah jumlah pengangguran terbuka. Pertumbuhan ekonomi yang di

atas 5 persen sejak tahun 2004, mampu meningkatkan jumlah orang bekerja yang

pada tahun 2004 masih 93.72 juta orang dan pada tahun 2008 dapat ditingkatkan

sehingga mencapai 105.25 juta orang sebagaimana terlihat pada Tabel 1.2.

Peningkatan jumlah orang yang bekerja di atas tetap belum mampu secara

signifikan menurunkan jumlah pengangguran terbuka di Indonesia. Jumlah orang

yang tidak bekerja atau pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2008 masih

cukup besar yang mencapai 9.12 juta orang atau sekitar 7.97 persen dari total

angkatan kerja. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berhasil diraih

selama periode 2004 – 2008 masih belum cukup untuk menyerap penambahan tenaga

kerja yang ada pada periode yang sama.

Tabel 1.1. Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Orang Miskin di Indonesia

Sumber : BPS, 2007

Page 3: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

3 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Orang Bekerja dan Pengangguran

Periode Pertumbuhan Ekonomi

(%) Jumlah Orang Bekerja

(Juta)

Pengangguran Terbuka

Jumlah (Juta) %

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

3.44 3.66 4.10 5.05 5.60 6.11 5.91 6.50

90.81 91.65 92.81 93.72 94.95 95.18 101.94 105.25

8.00 9.13 9.82 10.25 10.85 11.11 10.29 9.12

8.10 9.06 9.50 9.86

10.26 10.44 9.19 7.97

Sumber : BPS, 2008

Untuk menurunkan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran terbuka di

atas, diperlukan upaya-upaya yang lebih keras dan sistematis dari pemerintah, selain

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten dan berkualitas. Upaya-upaya keras

dan sistematis serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten dan berkualitas

tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan

banyak lapangan kerja sehingga semakin banyak jumlah orang yang bekerja dan

mendapat pekerjaan di Indonesia yang pada akhirnya dapat menurunkan angka

kemiskinan dan jumlah pengangguran.

Menurut Bisnis Watch Indonesia (2003) kenaikan tarif dasar listrik

disebabkan oleh besarnya hutang luar negeri pada sektor ketenagalistrikan (10% dari

total pinjaman luar negeri), beban kontrak listrik swasta sebanyak 27 proyek

(pembelian dengan mata uang asing dan penjualan dengan mata uang Rupiah),

adanya devaluasi uang Rupiah, harga bahan bakar yang sangat tinggi, menurunnya

daya beli masyarakat dan di bebarapa daerah PLN tidak mampu meberikan layanan

pembangunan pembangkit baru. Sebagian besar pembangkit listrik PLN

menggunakan BBM untuk menggerakkan pembangkit sehingga ketika terjadi

kenaikkan harga minyak mentah dunia akan memberikan dampak keuangan kepada

PLN dan Pemerintah. Karena hal tersebut di atas pada tanggal 1 Juli 2010 kemaren

Pemerintah Indonesia dengan persetujuan DPR memberlakukan kenaikan tarif dasar

listrik (TDL) yang bervariasi untuk sektor rumah tangga dan industri dengan rata-rata

kenaikan tarif sebesar 18%. Namun, pada prakteknya menurut Asosiasi Pengusaha

Indonesia kenaikan TDL pada sektor Industri ada yang mencapai lebih dari 50%.

Kenaikan TDL yang tinggi pada sektor industri akan memberikan dampak

pada kenaikan biaya input produksi yang menyebabkan harga barang produksi

meningkat di pasaran. Biaya produksi untuk listrik merupakan 2 – 5% dari total input

antara sektor-sektor ekonomi (Data Input-Output, 2007). Agar tidak mengalami

kerugian, perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi dengan melakukan

pengurangan karyawan dan menurunkan kualitas barang. Kualitas barang yang

menurun dan biaya produksi yang membengkak berakibat pada lemahnya daya saing

produk Indonesia.

Page 4: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

4 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Sedangkan di sektor rumah tangga, kenaikan TDL akan menyebabkan biaya

hidup rumah tangga menjadi meningkat dan daya beli menjadi turun. Pengeluaran

rumah tangga untuk listrik merupakan 3 – 4% dari pengeluaran konsumsi rumah

tangga (SBH, 2007). Dengan turunnya daya beli rumah tangga, maka permintaan

terhadap barang produksi menjadi turun sehingga output nasional akan turun

sehingga akan meningkatkan jumlah pengangguran.

Ini berarti upaya-upaya untuk melakukan penurunan angka kemiskinan dan

jumlah pengangguran terancam gagal. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah

melakukan berbagai kebijakan fiskal. Namun kebijakan fiskal tidak akan efektif jika

tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan

kajian kebijakan moneter apa saja yang perlukan dilakukan untuk meminimalkan

dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan

dari penulisan ini secara umum adalah untuk menganalisis minimalisasi dampak

kenaikan tarif dasar listrik melalui kebijakan moneter. Secara khusus penulisan ini

bertujuan untuk:

1. Mendiskripsikan dampak kebijakan kenaikan TDL terhadap sektor industri dan

rumah tangga.

2. Menganalisis kebijakan moneter apa yang paling tepat untuk mengurangi dampak

kenaikan TDL.

3. Merekomendasikan kebijakan untuk meminimalisasi dampak kenaikan TDL

melalui kebijakan moneter.

Kerangka Teori

Salah satu indikator kemajuan pembangunan pada suatu negara adalah

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kemampuan suatu

negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari tingkat

pertumbuhan penduduknya (Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan ekonomi

menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan

pendapatan atau kesejahteraan pada periode tertentu (Mankiw, 2007).

Pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan data produk domestik bruto

(PDB) yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw,

2007). Pertumbuhan ekonomi tercapai ketika tingkat produk domestik bruto (PDB)

riil mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dornbusch, et al, (2004)

menyatakan tumbuhnya PDB riil dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya modal

dan tenaga kerja dan efisiensi dalam penggunaan faktor produksi atau produktivitas.

PDB sendiri menurut Mankiw (2007) terdiri dari empat komponen sebagai berikut :

1. Konsumsi; Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga.

Tingkat konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan disposable atau

pendapatan yang dapat dibelanjakan.

2. Investasi; Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan

masa depan. Tingkat investasi dipengaruhi oleh tingkat bunga yang mengukur

biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi.

Page 5: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

5 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

3. Pembelian Pemerintah; Pembelian pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli

oleh pemerintah pusat dan daerah. Pembelian pemerintah dibiayai oleh

pendapatan pemerintah dari pajak dan pinjaman.

4. Ekspor Neto; Ekspor neto adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara

lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor neto

menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa domestik,

yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Dornbusch, et al, (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan inflasi. Pertumbuhan PDB riil yang tinggi

akan diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran. Hubungan antara laju

pertumbuhan riil di atas dengan perubahan tingkat pengangguran dikenal sebagai

Hukum Okun.

Kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada

dalam jumlah yang tepat sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa

menimbulkan tekanan inflasi (Djojosubroto, 2009). Kebijakan moneter, yang

terutama dilakukan dengan pengendalian jumlah uang beredar bertujuan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengendalikan inflasi dan

pengendalian kestabilan neraca pembayaran (Muhammad, 2009). Kebijakan moneter

mempengaruhi perekonomian diawali dengan mempengaruhi suku bunga kemudian

mempengaruhi permintaan agregat (Dornbusch, et al, 2004). Kenaikan jumlah uang

beredar akan menurunkan suku bunga, meningkatkan pengeluaran investasi dan

permintaan agregat sehingga meningkatkan output kesetimbangan. Kebijakan

moneter yang diamanatkan dalam UU No. 23/1999, dilakukan oleh bank sentral

melalui berbagai instrumen. Kebijakan moneter ini tidak berdampak langsung dalam

mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Ini yang menyebabkan stimulus ekonomi

yang diharapkan dari kebijakan moneter sering kali sulit dilakukan.

Pengaruh perubahan suku bunga terhadap inflasi membutuhkan time lag dan

bervariasi dalam intensitas. Ketika perubahan suku bunga terjadi, faktor-faktor lain

juga akan mempengaruhi perubahan inflasi dan output. Hubungan-hubungan yang

terjadi tidal stabil setiap waktu.

Jika suku bunga menurun, maka investasi dan konsumsi pemerintah serta

rumah tangga akan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan mereka memiliki

banyak uang yang disimpan setelah membayar hutang dan karena meminjam

menjadi lebih rumah. Keuangan perusahaan menjadi kuat dan investasi menjadi lebih

menarik. Permintaan yang meningkat menyebabkan output meningkat dan

pengangguran berkurang.

Harper (2003) mengilustrasikan mekanisme transmisi kebijakan moneter

dicirikan oleh time lag yang tidak pasti sehingga peramalan dampak kebijakan

moneter terhadap perekonomian dan tingkat harga umum adalah sulit, meskipun

dapat dilakukan (Gambar 2.1).

Menurut Stiglitz dan Greenwald dalam Sugema (2004) efektifitas kebijakan

moneter bergantung pada kondisi dari dunia perbankkan, terutama dalam penyaluran

kredit. Menurut Sugema (2004), otoritas moneter tidak selalu bisa mengandalkan

Page 6: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

6 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Official Interest Rate Examples of

shock outside

the control of

Central Bank

Change in

global

economy

Change in

Fiscal Policy

Change in

commodity

price

Expectations Bank and Market Interest Rate

Money, Credit Asset Prices Exchange

Rate

Wage & Price

Setting

Supply & Demand in Goods &

Labor Markets

Domestic Prices Import Prices

Price Development

kebijakan suku bunga untuk mempengaruhi aktivitas sektor riil. Karena teori moneter

konvensional selalu mengasumsikan bahwa turunnya suku bunga akan diikuti dengan

naiknya investasi dan output nasional. Namun, menurut Sugema, dalam paradigma

baru hal tersebut tidak selalu terjadi. Penurunan suku bunga SBI tidak disertai

dengan penurunan suku bunga kredit dengan kecepatan yang sama. Lambannya

penyesuaian suku bunga kredit telah mengakibatkan suku bunga kredit riil justru

meningkat. Artinya dunia usaha menjadi terbebani biaya modal yang lebih besar.

Karena itu, investasi tidak kunjung berkembang dan di lain pihak perbankkan

mengalami kesulitan likuiditas. Dengan kata lain, mekanisme transmisi kebijakan

moneter melalui jalur suku bunga tidak efektif dalam mempengaruhi kegiatan di

sektor riil dan perlu didesain perangkat kebijakan moneter yang sama sekali baru

untuk mengatasi masalah kelebihan likuiditas (Sugema, 2004).

Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Moneter – Harper

Metodologi

Alur pikir tulisan ini diawali oleh naiknya TDL yang mendapat reaksi dari

masyarakat karena berdampak pada inflasi dan produksi barang-barang. Kenaikan

TDL diduga akan berdampak positif pada inflasi, karena kenaikan TDL secara

langsung meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan industri. Peningkatan

pengeluaran rumah tangga dengan pendapatan yang tidak berubah menyebabkan

Page 7: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

7 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

harga-harga relatif lebih mahal, karena daya beli menurun. Peningkatan biaya

industri berdampak pada menurunnya produksi, sehingga penawaran berubah yang

mendorong harga-harga barang industri naik (Gambar 3.1).

Keterangan: Garis putus-putus = respon kebijakan

Gambar 3.1. Alur Pikir Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Gambar 3.1. juga menjelaskan bahwa meningkatnya inflasi dan menurunnya

produksi akan berdampak pada melemahnya nilai rupiah dan meningkatnya

pengangguran, sehingga investasi juga menjadi stagnan dan cenderung menurun.

Jika demikian, maka perlu diminimalisasi dampak kenaikan TDL melalui pengaturan

dua istrumen kebijakan moneter, yakni suku bunga dan money supply. Instrumen

suku bunga dan money supply secara berpengaruh pada investasi nilai rupiah,

sehingga pada gilirannya akan berdampak pada produksi dan investasi. Oleh karena

semua variabel saling mempengaruhi, maka semuanya merupakan variabel endogen.

Meminimumkan dampak kenaikan TDL berimplikasi pada dua hal; (1)

meminimumkan penurunan output (produksi) dan (2) meminimumkan kenaikan

harga (inflasi). Menurut Timbergen, satu kebijakan (policy) hanya dapat

menyelesaikan satu masalah. Oleh karena itu, dalam konteks meminimumkan

dampak kenaikan TDL, perlu diketahui shock variabel mana yang memiliki pengaruh

kuat terhadap dua variabel target; peningkatan output dan penurunan inflasi.

Alternatif kebijakan moneter yang dapat diambil, secara teoritis digambarkan dalam

Gambar 3.2.

Kurva IS merepresentasikan sisi fiskal, termasuk subsidi (terkait dengan

TDL), sementara kurva LM merepresentasikan sisi moneter. Kenaikan TDL

(pengurangan subsidi listrik) ditunjukan oleh bergesernya kurva IS ke kiri (IS0 ke

IS1). Dalam kurva LM yang sama LM

0 (tidak ada respon kebijakan moneter,

TDL

Alternatif

Policy

MONEY SUPPLY SUKU BUNGA

INFLASI PRODUKSI

(+) (-)

(+) (+) (-) (-)

(-)

(+)

Page 8: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

8 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

kenaikan TDL akan menyebabkan output turun dari Y0 ke Y

1, dan suku bunga turun

dari i0 ke i

1.). Untuk meminimalkan dampak kenaikan TDL tersebut, dua alternatif

kebijakan moneter yang dapat diambil adalah:

1. Menaikan money supply (uang beredar). Kebijakan ini diharapkan akan dapat

meniminalkan dampak penurunan output, tetapi efeknya inflasi akan makin

meningkat

2. Menaikkan tingkat suku bunga. Kebijakan ini diharapkan akan dapat

mengendalikan kenaikan harga-harga (inflasi), tetapi efeknya output akan lebih

menurun.

Gambar 3.2. Alternatif Kebijakan Moneter dalam Meminimalisasi Dampak

Kenaikan TDL, dalam Kerangka Teori IS-LM

Data yang digunakan adalah data series bulanan dari data indeks produksi

industri, jumlah uang beredar, suku bunga, dan inflasi dari bulan Juli 2005 sampai

Januari 2010 atau data 55 bulan (Lampiran 1). Data diperoleh dari Biro Pusat

Statistik dan Bank Indonesia.

Metode yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR). Pada

dasarnya, dalam analisis VAR meliputi beberapa jenis uji, yakni:

1. Uji akar unit (Unit Root Test). Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data

yang diamati stationer atau tidak. Akurasi model VAR akan baik jika datanya stasioner;

2. Lag Optimum. Likelihood Ratio Test digunakan untuk menguji hipotesis mengenai

berapakah jumlah lag yang sesuai untuk model yang diamati.

3. Granger Causality Test. Test ini menguji apakah suatu variabel bebas (independent

vari-able) meningkatkan kinerja fore-casting dari variabel tidak bebas (dependent

variable).

Page 9: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

9 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

4. Innovation Accounting. Pada dasarnya test ini digunakan untuk menguji struktur

dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati, yang dicerminkan oleh

variabel inovasi (innovation variable). Dengan kata lain, test ini merupakan test

terhadap variabel inovasi (innovation variable). Test ini terdiri dari: a. The Impulse Responses: Untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi

dari variabel invovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang

akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang ter-dapat dalam

model yang diamati.

b. The Variance Decomposition: The Variance Decomposition memberikan informasi

mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test

ini merupakan metode lain untuk meng-gambarkan sistem dinamis yang terdapat

dalam VAR. Test ini digu-nakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu

variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah

shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain.

Uji akar unit atau data di uji kestasionerannya dengan uji Augmented Dickey

Fuller (ADF). Berdasarkan uji ADF, ternyata semua data yang di uji tidak stasioner

in level (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Ketidakstasioneran Data Produksi (PROD), Jumlah Uang Beredar

(MONEY), Suku Bunga (IR), dan Inflasi (INF)

105

110

115

120

125

130

135

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

PROD

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

MONEY

6

7

8

9

10

11

12

13

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

IR

0

4

8

12

16

20

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

INF

Page 10: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

10 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Data yang tidak stasioner ini ditransformasi (first different) menjadi

pertumbuhan indeks produksi industri (GPROD, %), pertumbuhan jumlah uang

beredar (GMONEY, %), suku bunga dikurangi suku bunga tahun sebelumnya (IRt-

IRt-1, % poin), dan inflasi dikurangi inflasi tahun sebelumnya (INFt-INFi-1, % poin).

Hasil uji menunjukkan bahwa semua data stasioner (Gambar 3.4.).

Gambar 3.4. Kestasioneran Data Pertumbuhan Indeks produksi Industri (GPROD),

Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (GMONEY), Suku Bunga

Dikurangi Suku Bunga Tahun Sebelumnya (DIR), dan Inflasi

Dikurangi Inflasi Tahun Sebelumnya (DINF)

Hasil Likelihood Ratio Test untuk menentukan lag optimum menunjukkan

bahwa model yang dibangun menggunakan dua lag (Lampiran 4). Jika lag terlalu

sedikit, tidak dapat menjelaskan hubungan dinamisnya. Sebaliknya jika lag terlalu

banyak akan mengurangi degree of freedom yang akan menyebabkan banyak

estimasi parameter tidak signifikan.

Kemudian data yang sudah stasioner dan sudah ditentukan lag optimumnya,

di lihat pengaruhnya satu sama lain dengan menggunakan uji Granger Causality.

Hasil Granger Causality menunjukkan ada beberapa kemungkinan hubungan yang

terjadi (Tabel 3.1.).

Tabel 3.1. menunjukkan bahwa inflasi mempengaruhi produksi, tetapi tidak

sebaliknya, sedangkan antara suku bunga dan inflasi saling mempengaruhi. Variabel

-10.0

-7.5

-5.0

-2.5

0.0

2.5

5.0

7.5

10.0

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

DINF

-16

-12

-8

-4

0

4

8

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

GPROD

-4

-2

0

2

4

6

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

GMONEY

-.6

-.4

-.2

.0

.2

.4

.6

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2005 2006 2007 2008 2009

DIR

Page 11: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

11 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

lain, seperti antara suku bunga dan produksi, uang beredar dan produksi, uang

beredar dan inflasi, dan antara uang beredar dan suku bunga, belum dapat

diidentifikasi variabel mana yang mempengaruhi. Dengan kata lain, data belum

cukup mendukung untuk menyatakan bahwa ada hubungan granger antar variabel

yang lain tersebut.

Tabel 3.1. Hasil Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. Keterangan

DINF does not Granger Cause GPROD 52 12.3474 0.000050 inflasi mempengaruhi produksi

GPROD does not Granger Cause DINF 0.22062 0.802800

DIR does not Granger Cause GPROD 52 2.61667 0.083700 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana GPROD does not Granger Cause DIR 1.30611 0.280500

GMONEY does not Granger Cause GPROD 53 1.24505 0.297100 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana GPROD does not Granger Cause GMONEY 0.47833 0.622700

DIR does not Granger Cause DINF 52 15.642 0.000006 Saling mempengaruhi

DINF does not Granger Cause DIR 9.87696 0.000300

GMONEY does not Granger Cause DINF 52 0.16422 0.849000 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana DINF does not Granger Cause GMONEY 0.00704 0.993000

GMONEY does not Granger Cause DIR 52 0.66277 0.520200 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana DIR does not Granger Cause GMONEY 0.55389 0.578400

Setelah di uji kestasioneran, lag optimum dan hubungan antar variabel, data

kemudian diolah menggunakan Vector Autoregression (VAR). Model VAR yang

dibangun adalah sebagai berikut:

DIR = C(1,1)*DIR(-1) + C(1,2)*DIR(-2) + C(1,3)*GMONEY(-1) +

C(1,4)*GMONEY(-2) + C(1,5)*DINF(-1) + C(1,6)*DINF(-2) +

C(1,7)*GPROD(-1) + C(1,8)*GPROD(-2) + C(1,9)

GMONEY = C(2,1)*DIR(-1) + C(2,2)*DIR(-2) + C(2,3)*GMONEY(-1) +

C(2,4)*GMONEY(-2) + C(2,5)*DINF(-1) + C(2,6)*DINF(-2) +

C(2,7)*GPROD(-1) + C(2,8)*GPROD(-2) + C(2,9)

DINF = C(3,1)*DIR(-1) + C(3,2)*DIR(-2) + C(3,3)*GMONEY(-1) +

C(3,4)*GMONEY(-2) + C(3,5)*DINF(-1) + C(3,6)*DINF(-2) +

C(3,7)*GPROD(-1) + C(3,8)*GPROD(-2) + C(3,9)

GPROD = C(4,1)*DIR(-1) + C(4,2)*DIR(-2) + C(4,3)*GMONEY(-1) +

C(4,4)*GMONEY(-2) + C(4,5)*DINF(-1) + C(4,6)*DINF(-2) +

C(4,7)*GPROD(-1) + C(4,8)*GPROD(-2) + C(4,9)

Page 12: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

12 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Hasil dan Pembahasan

Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL)

Awal tahun 2003, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif dasar listrik

(TDL). Aksi masyarakat di berbagai daerah menentang kenaikan TDL sempat

melemahkan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (2003) melaporkan bahwa inflasi

pada triwulan III-2003 lebih tinggi dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Hal ini

terutama disebabkan oleh relatif tingginya inflasi pada bulan Agustus dan September

akibat kenaikan biaya pendidikan dan tarif dasar listrik. Ini berarti kenaikan TDL

berdampak pada naiknya inflasi. Sementara itu, investasi yang semula diharapkan

akan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan PDB, masih menghadapi

sejumlah kendala, seperti gangguan keamanan dan meningkatnya biaya produksi

terutama akibat kenaikan biaya energi (listrik dan BBM) dan upah buruh.

Purwoko (2003) menyimpulkan bahwa subsidi listrik di Indonesia masih

diperlukan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu, mengantisipasi

kebutuhan daya listrik, dan memperluas jaringan listrik. Namun, agar subsidi silang

antar pelanggan dapat terjadi, maka tarif listrik perlu dinaikkan secara bertahap,

hingga menjadi sama dengan biaya produksi listrik. Kenaikan tarif secara bertahap

akan menyebabkan beban pemerintah berupa subsidi juga dapat dikurangi secara

bertahap.

Makmun dan Abdurahman (2003) juga menyimpulkan bahwa tingkat

pendapatan berkorelasi positif dengan konsumsi listrik baik dari sisi nilai

pengeluaran maupun tingkat konsumsi listrik per Kwh-nya. Namun, kenaikan TDL

ternyata berdampak negatif terhadap pendapatan riil masyarakat. Kenaikan TDL

sebesar 10%, menyebabkan income riil rumah tangga buruh tani turun sekitar 1,47 %

dan rumah tangga non pertanian golongan bawah turun 3,47%. Kenaikan TDL juga

berdampak menurunnya permintaan sektor industri makanan sebesar 3,15%, sektor

pertanian tanaman pangan 1,44%, dan sektor perdagangan 1,07%. Oleh karena itu,

kenaikan TDL hendaknya diikuti oleh kebijakan peningkatan lapangan kerja untuk

meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga kebijakan kenaikan TDL berdampak

minimal terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.

Laporan bulanan ekonomi Kadin menyebutkan bahwa inflasi selama tahun

2005 diperkirakan masih sedikit melebihi target, yaitu sekitar 8%. Kondisi ini dapat

terpenuhi apabila pelemahan nilai tukar rupiah dapat ditahan, serta tidak

diberlakukan kebijakan yang bersifat inflatoir, seperti kenaikan tarif dasar listrik

serta harga BBM di dalam negeri (Sekretariat Kadin Indonesia, 2005). Pada tahun

2006, Kadin menyatakan bahwa kebijakan pemerintah yang kontroversial, seperti

kenaikan tarif dasar listrik yang berlebihan, akan sangat berpotensi melemahkan kembali

nilai rupiah yang pada gilirannya berdampak pada iklim investasi dan berujung pada

ketidakstabilan moneter yang akan menurunkan kredibilitas pemerintah (Sekretariat

Kadin Indonesia, 2006).

Page 13: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

13 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Laporan Kebijakan Moneter, triwulan IV tahun 2006, menyebutkan bahwa

laju inflasi IHK mengalami kecenderungan menurun dari triwulan sebelumnya.

Penurunan tersebut didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan

nonfundamental. Dari sisi fundamental, perkembangan nilai tukar rupiah yang

mengalami apresiasi, ekspektasi inflasi yang terjaga, dan kondisi permintaan

domestik yang belum sepenuhnya pulih berpengaruh pada penurunan laju inflasi inti.

Dari sisi nonfundamental, penundaan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada 2006

dan tidak adanya penerapan kebijakan harga produk strategis lainnya (Bank

Indonesia, 2006).

Pada tahun 2009, kebijakan stabilisasi pemerintah dari sisi belanja adalah

tetap mendanai beban subsidi BBM dan listrik yang cukup besar agar tidak terjadi

kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik seperti yang tertuang di dalam Nota

Keuangan Rencana Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara tahun 2009. Padahal,

pada akhir 2009, Bank Indonesia akan menahan tingkat suku bunga sampai dengan

kuartal kedua 2010, dengan adanya tekanan pada inflasi yang akan datang dari

kenaikan Tarif Dasar Listrik sebesar 30% dan kenaikan harga elpiji (PT Manulife

Aset Manajemen Indonesia, 2009).

Estimasi Model VAR

Berdasarkan Granger-Causality test ditemukan ada hubungan dua arah antara

suku bunga dan inflasi, sedangkan inflasi mempengaruhi produksi. Dengan hasil ini,

maka suku bunga bisa disebut sebagai key policy variabel. Namun, untuk membuka

ruang analisa lebih luas, hasil Granger-Causality test ini hanya digunakan sebagai

pembanding, sedangkan dalam model VAR, tetap diasumsikan keempat variabel

yang digunakan saling berhubungan. Hasil Granger-Causality test berperan dalam

menentukan ordering variabel ketika akan melakukan analisis impulse respon.

Hasil estimasi VAR menunjukkan bahwa koefisien model menjadi

(Lampiran 5):

DIR = 0.741512712206*DIR(-1) - 0.0283598340368*DIR(-2) +

0.0168441625463*GMONEY(-1) + 0.0196402318924*GMONEY(-2) +

0.0526491620499*DINF(-1) - 0.0177495120347*DINF(-2) -

0.0119837476504*GPROD(-1) - 0.00076223144952*GPROD(-2) -

0.00953030706058

GMONEY = - 0.191706194461*DIR(-1) - 1.39728837824*DIR(-2) -

0.239495290604*GMONEY(-1) - 0.183054812007*GMONEY(-2) +

0.111126694401*DINF(-1) + 0.192640726207*DINF(-2) +

0.0901825940074*GPROD(-1) - 0.0228371382439*GPROD(-2) +

1.80821539364

DINF = 5.6477697868*DIR(-1) - 1.87250724976*DIR(-2) +

0.0792880683755*GMONEY(-1) - 0.06476441354*GMONEY(-2) -

0.103140356045*DINF(-1) - 0.560211067898*DINF(-2) -

0.0590738669226*GPROD(-1) + 0.059406234731*GPROD(-2) -

0.0210705213002

Page 14: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

14 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

GPROD = 1.54018422268*DIR(-1) + 0.81016752538*DIR(-2) -

0.0588592087878*GMONEY(-1) - 0.391546875581*GMONEY(-2) -

0.796488978432*DINF(-1) + 0.820065745832*DINF(-2) -

0.293070622104*GPROD(-1) - 0.0845318787548*GPROD(-2) +

0.737487200215

Hasil estimasi VAR ini mengindikasikan adanya koefisen (size) yang

berbeda-beda dengan tanda (sign) yang juga berbeda, baik pada lag-1 maupun lag-2.

Niai koefisien menunjukkan besarnya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen, sedangkan tanda positif atau negatif menunjukkan arah

hubungannya. Hasil estimasi model ini dikatakan baik, karena residual dari semua

variabel stasioner (Gambar 4.1.).

4.3. Impulse Response

Impulse Response digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer (atau pada

saat yang bersamaan) dari suatu seri/variabel terhadap seri/variabel yang lain. Hasil

dari impulse response tergantung pada ordering dari seri variabel yang digunakan

dalam perhitungan. Oleh karena itu, untuk menguji kebijakan moneter yang terbaik

untuk meminimalisasi dampak kenaikan TDL, maka impulse response dibuat dalam

dua skenario urutan; (1) Suku bunga didepan dan (2) Money supply di depan. Hasil

perhitungan The Impulse Response Test, dengan suku bunga sebagai concern dapat

dilihat pada Gambar 4.2.- 4.3. dan Lampiran 6. Selain itu, Gambar 4.4.- 4.5. dan

Lampiran 7 menunjukkan hasil perhitungan The Impulse Response Test, dengan

money supply sebagai concern.

Gambar 4.1. Residual Graph Variabel Dependen:Stasioner

-.3

-.2

-.1

.0

.1

.2

.3

.4

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007 2008 2009

DIR Residuals

-4

-2

0

2

4

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007 2008 2009

GMONEY Residuals

-4

-2

0

2

4

6

8

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007 2008 2009

DINF Residuals

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007 2008 2009

GPROD Residuals

Page 15: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

15 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Gambar 4.2. Impulse Response Cholesky: One Std Innovation: Suku Bunga Sebagai

Concern pada Shock 1 Standar Deviasi

Gambar 4.3. Impulse Response Cholesky: One Std Innovation: Suku Bunga Sebagai

Concern pada Shock 1 Unit (Persen)

-.04

.00

.04

.08

.12

.16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of DIR to Cholesky

One S.D. Innovations

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of GMONEY to Cholesky

One S.D. Innovations

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of DINF to Cholesky

One S.D. Innovations

-2

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of GPROD to Cholesky

One S.D. Innovations

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of DIR to Nonfactorized

One Unit Innovations

-0.8

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of GMONEY to Nonfactorized

One Unit Innovations

-1

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of DINF to Nonfactorized

One Unit Innovations

-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Response of GPROD to Nonfactorized

One Unit Innovations

Page 16: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

16 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Gambar 4.4. Impulse Response Cholesky: One Std Innovation: Money Supply

Sebagai Concern pada Shock 1 Standar Deviasi

Gambar 4.5. Impulse Response Cholesky: One Std Innovation: Money Supply

Sebagai Concern pada Shock 1 Unit (Persen)

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of GMONEY to Cholesky

One S.D. Innovations

-.04

.00

.04

.08

.12

.16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of DIR to Cholesky

One S.D. Innovations

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of DINF to Cholesky

One S.D. Innovations

-2

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of GPROD to Cholesky

One S.D. Innovations

-0.8

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of GMONEY to Nonfactorized

One Unit Innovations

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of DIR to Nonfactorized

One Unit Innovations

-1

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of DINF to Nonfactorized

One Unit Innovations

-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

GMONEY DIR

DINF GPROD

Response of GPROD to Nonfactorized

One Unit Innovations

Page 17: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

17 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Berdasarkan Gambar 4.2, 4.3., 4.4., dan 4.5., kenaikan suku bunga 1 persen

point, secara akumulasi dalam dua tahun akan menyebabkan suku bunga naik sebesar

3,96 persen point, inflasi naik 0,10 persen point dan pertumbuhan produksi industri

turun 0,03 persen point dibandingkan dari sebelum shock innovasi dilakukan.

Selain itu, kenaikan pertumbuhan money supply 1 persen poin, secara akumulasi

dalam dua tahun akan menyebabkan money supply hanya naik 0,63 persen poin dari

sebelum shock, dengan suku bunga turun 2,15 persen poin, inflasi naik 0,07 persen

poin dan pertumbuhan produksi naik 0,05 persen poin. Ini berarti, secara

keseluruhan kebijakan money supply memberikan dampak lebih kecil dibanding

kebijakan suku bunga terhadap indikator perekonomian. Lebih detail perbandingan

kedua instrumen kebijakan moneter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Jadi, kebijakan menambah money supply lebih efektif dalam meminimalkan

dampak kenaikan TDL. Karena dengan menambah jumlah uang beredar, masyarakat

masih dapat membeli barang yang harganya menjadi mahal (karena inflasi) sehingga

tidak menimbulkan efek psikologis (rush) yang menyebabkan naiknya harga lebih

tinggi lagi (seperti tahun 1998). Inflasi dapat dikendalikan karena dengan menambah

money supply, produksi tetap terjaga, ketersediaan barang relatif aman, kenaikan

harga dapat dikendalikan dalam taraf yang wajar.

Tabel 4.1. Perbandingan Dua Kebijakan Moneter

Accumulated Response of DIR: Accumulated Response of GMONEY:

DIR GMONEY DINF GPROD Period GMONEY DIR DINF GPROD

1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000

(0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.00000)

1.741513 0.016844 0.052649 -0.011984 2 0.760505 -0.191706 0.111127 0.090183

(0.10487) (0.01294) (0.01302) (0.00680) (0.15571) (1.26228) (0.15673) (0.08185)

2.538658 0.049820 0.079926 -0.019711 3 0.635082 -0.918719 0.183769 0.015050

(0.21442) (0.02831) (0.02821) (0.01463) (0.19409) (1.29992) (0.19294) (0.09384)

3.112722 0.070730 0.079662 -0.022446 4 0.660624 -0.934157 0.152872 0.034773

(0.33431) (0.04245) (0.04062) (0.02173) (0.13228) (1.34932) (0.13391) (0.06271)

3.402667 0.086411 0.085001 -0.02571 5 0.684030 -1.095646 0.028809 0.047391

(0.44486) (0.05231) (0.04729) (0.02647) (0.12596) (1.52465) (0.10439) (0.06226)

3.592565 0.096689 0.095802 -0.027829 6 0.654424 -1.862543 0.064331 0.050994

(0.55161) (0.05773) (0.05029) (0.02892) (0.13547) (1.70741) (0.11610) (0.06584)

3.948613 0.111685 0.102948 -0.031003 12 0.632480 -2.118034 0.073494 0.050486

(0.93525) (0.06896) (0.05936) (0.03399) (0.13214) (1.87369) (0.11482) (0.06476)

3.967054 0.112667 0.103370 -0.031171 24 0.632419 -2.151229 0.071095 0.050836

(1.00101) (0.06978) (0.06020) (0.03428) (0.13138) (1.88532) (0.11335) (0.06454)

angka dalam kurung menunjukan standar error

Page 18: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

18 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

4.4. Variance decomposition

The Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang

relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk

menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Test ini digunakan untuk

menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara

variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun

shock dari variabel lain. Berdasarkan hasil test ini juga menunjukkan bahwa kebijakan

menambah money supply lebih efektif meminimalkan dampak kenaikan TDL dibandingkan

kebijakan menaikkan suku bunga (Gambar 4.6.).

Gambar 4.6. Variance Decomposition Variabel Dependen

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa peran money supply relatif kecil dalam

mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan produksi, terlihat dalam varian

dekompositionnya, sedangkan suku bunga lebih besar pengaruhnya terhadap variasi

kedua variabel tersebut. Ini berarti, walaupun kebijakan menaikkan suku bunga

direspon lebih tinggi oleh pertumbuhan produksi dan inflasi yang semakin menurun,

namun akan berdampak lebih tinggi juga pada penurunan investasi dan penyerapan

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Variance Decomposition of DIR

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Variance Decomposition of GMONEY

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Variance Decomposition of DINF

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIR GMONEY

DINF GPROD

Variance Decomposition of GPROD

Page 19: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

19 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

tenaga kerja. Oleh karena itu, kebijakan menaikkan suku bunga justru bukan

meminimalisasi dampak kenaikan TDL.

Sebaliknya, menambah money supply, walaupun direspon rendah oleh

pertumbuhan produksi dan inflasi yang semakin tinggi, namun akan berdampak pada

penurunan nilai rupiah, sehingga daya beli masyarakat makin meningkat. Pada

tingkat pendapatan yang tidak berubah, masyarakat dapat membeli lebih banyak

barang, sehingga naiknya inflasi akibat kenaikan TDL dapat diminimalkan

dampaknya.

Menaikkan money supply dapat dilakukan dengan; (1) mencetak uang atau

(2) melalui instrumen penurunan suku bunga. Analisis impulse response yang

menunjukan kebijakan menaikkan money supply lebih efektif, tetapi justru variasi

tingkat suku bunga yang dapat menjelaskan lebih banyak variasi output maupun

inflasi lebih banyak dibanding money supply. Maka, jika otoritas moneter ingin

menggunakan instrumen suku bunga, pilihan yang sebaiknya diambil adalah

menurunkan tingkat suku bunga (agar money supply meningkat), bukan menaikkan

suku bunga demi menjaga inflasi.

Kesimpulan Dan Rekomendasi

Kebijakan kenaikan TDL akan berdampak pada kenaikan laju inflasi dan

penurunan pertumbuhan produksi. Dampak kenaikan TDL dapat diminimalkan, jika

direspon oleh kebijakan moneter dengan menaikkan money supply. Kebijakan

meningkatkan money supply lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan menaikkan

suku bunga. Kedua kebijakan moneter tersebut memang masih mengandung resiko,

yaitu kenaikan inflasi, tetapi peningkatan money supply lebih dapat menjaga

pertumbuhan produksi dibandingkan dengan peningkatan suku bunga.

Untuk menyelaraskan dengan kebijakan fiskal kenaikan TDL, otoritas

moneter sebaiknya mengambil kebijakan moneter dengan menambah money supply.

Kebijakan money supply merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan

kebijakan menaikkan suku bunga. Namun, kebijakan money supply harus diikuti

oleh program peningkatan pendapatan masyarakat melalui perluasan kesempatan

kerja.

Jika otoritas moneter ingin menggunakan instrumen suku bunga, maka

sebaiknya kebijakan yang diambil adalah menurunkan tingkat suku bunga, agar

money supply meningkat, bukan meningkatkan suku bunga demi menjaga inflasi.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia. 2003. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Volume 6, Nomor 2, September

2003.Djojosubroto, D. I. 2009. Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia Pasca

Undang-Undang Bank Indonesia 1999. Kumpulan Tulisan Dalam Buku Era Baru Kebijakan

Fiskal, Pemikiran, Konsep dan Implementasinya. Penerbit P.T. Kompas Media Nusantara.

Jakarta.

Bank Indonesia. 2006. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006. Laporan

Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006.

Page 20: [makalah makro ekonomi] [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa

20 [makalah makro ekonomi]

EPN | IPB

Dornbusch, R., Fischer, S. and Startz, R. 2001. Macroeconomics 8th Edition. McGraw-Hill

Companies. New York.

Harper, D. 2003. Trying to predict interest rates. Editor in Chief – Investopedia Advisor.

Makmun dan Abdurahman. 2003. Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik Terhadap Konsumsi Listrik

dan Pendapatan Masyarakat. Jurnal Keuangan dan Moneter, Volume 6 Nomor 2 Desember

2003.

Mankiw, N. G. 2000. Macroeconomics 6th Edition. Worth Publishers. New York.

Muhammad, M. 2009. Kebijakan Fiskal di Masa Krisis 1997. Kumpulan Tulisan Dalam Buku Era

Baru Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep dan Implementasinya. Penerbit P.T. Kompas

Media Nusantara. Jakarta.

Nkomo, J. C. 2007. Energy Use, Poverty and Development in The SADC. Journal of Energy in

Southern Africa Vol. 18 No. 3. International Development Research Centre and Energy

Research Centre in University of Cape Town.

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. 2009. Market Review & Outlook. TSX/NYSE/PSE: MFC

SEHK: 945, Oktober 2009.

Purwoko. 2003. Analisis Peran Subsidi Bagi Industri dan Masyarakat Pengguna Listrik. Jurnal

Keuangan dan Moneter, Volume 6 Nomor 2 Desember 2003.

Salvatore, D. 1997. International Economics Fifth Edition. Prentice Hall International, Inc. New

Jersey, USA

Schubert, R., Blasch, J. and Hoffmann, K. 2007. Environmental Protection, Energy Policy and

Poverty Reduction – Synergies of An Integrated Approach. Institute for Environmental

Decisions Working Paper No. 1. Zurich.

Sekretariat Kadin Indonesia. 2005. Laporan Ekonomi Bulanan, Edisi Juli 2005. Kerjasama KADIN

Indonesia dan JETRO.

Sekretariat Kadin Indonesia. 2006. Laporan Ekonomi Bulanan, Edisi Januari 2006. Kerjasama

KADIN Indonesia dan JETRO.

Sugema, I. 2004. Mencari paradigm baru kebijakan moneter. Kompas, 19 Agustus 2004.