makalah limbah kesmas
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Limbah Rumah sakit (RS) merupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan RS dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun,
dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah RS yaitu buangan dari kegiatan
pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna termasuk dari limbah
pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun
yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian
lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik.
Karena sesuatu bahan membutuhkan air pada permulaan proses, sedangkan
pada akhir proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung
sejumlah zat berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air
terkandung dalam bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada
limbah yang terkandung dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi.
Tapi ada pula pabrik menghasilkan limbah karena penambahan bahan penolong.
Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian,yaitu: limbah cair,
limbah gas/asap dan limbah padat.
Ada industri tertentu menghasilkan limbah cair dan limbah padat yang
sukar dibedakan. Ada beberapa hal yang sering keliru mengidentifikasi limbah
cair, yaitu buangan air yang berasal dari pendinginan. Sebuah pabrik
membutuhkan air untuk pendinginan mesin, lalu memanfaatkan air sungai yang
sudah tercemar disebabkan oleh sektor lain. Karena kebutuhan air hanya untuk
pendinginan dan tidak untuk lain-lain, tidaklah tepat bila air yang sudah tercemar
itu dikatakan bersumber dari pabrik tersebut. Pabrik hanya menggunakan air yang
sudah air yang sudah tercemar pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat
dengan waktu berbeda agar sampel yang diteliti benar-benar menunjukkan
keadaan sebenarnya.
Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media.
Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara, dibantu angin
memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan lain-lain
berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel tambah
berat dan malam hari turun bersama embun.
Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat benda padat
merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri tertentu
limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses pembuangannya
membutuhkan satu pabrik pula. Limbah penduduk kota menjadikan kota
menghadapi problema kebersihan. Kadang-kadang bukan hanya sistem
pengolahannya menjadi persoalan tapi bermakna, dibuang setelah diolah. Menurut
sifat dan bawaan limbah mempunyai karakteristik baik fisika, kimia maupun
biologi.
Limbah air memiliki ketiga karakteristik ini, sedangkan limbah gas yang
sering dinilai berdasarkan satu karakteristik saja seperti halnya limbah padat.
Berbeda dengan limbah padat yang menjadi penilaian adalah karakteristik
fisikanya, sedangkan karakteristik kimia dan biologi mendapat penilaian dari
sudut akibat. Limbah padat dilihat dari akibat kualitatif sedangkan limbah air dan
limbah gas dilihat dari sudut kualitatif maupun kuantitatif.Sifat setiap jenis limbah
tergandung dari sumber limbah.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Limbah Rumah Sakit
Limbah adalah bagian dari hasil produksi yang pada umumnya dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang kurang baik. Dari semua
kegiatan-kegiatan rumah sakit, menghasilkan berbagai macam limbah berupa
benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari
kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah
rumah sakit. Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang
berupa benda cair, padat dan gas.
Sesuai dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa
setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan
kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran dan pemulihan.
Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan
rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas
yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-
pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan
kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan
berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan
limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah
telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk
disempurnakan. Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit
masih perlu ditingkatkan lagi.
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair yakni
buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah cair klinis
yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas
cucian luka, cucian darah, air limbah laboratorium, dan lain-lain.
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan menjadi
a. Limbah benda tajam yaitu obyek atau alat yang memiliki
sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi
oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radioaktif.
b. Limbah infeksius yaitu limbah yang berkaitan dengan
pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif).
c. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi
penyakit menular.
d. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan,
darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat
pembedahan atau otopsi.
e. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau
mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama
peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
f. Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat
kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang
tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi
diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang
dihasilkan selama produksi obat- obatan.
g. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari
penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari,
laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
h. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi
dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis
atau riset radio nukleida.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.
Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-
lain).
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-
macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik
dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat
patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik,
dan lain-lain.
II.2. Sumber-sumber Limbah Rumah Sakit
Sumber-sumber limbah rumah sakit antara lain:
Limbah Infeksius: Ekskreta, spesimen lab, bekas balutan, jaringan busuk
Limbah tajam: jarum bekas alat suntik, pecahan peralatan gelas
Limbah plastik
Limbah jaringan tubuh
Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan
sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan
tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme
patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi
dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masih buruk.
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda.
Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin
menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
II.3. Karakteristik dan Dampak Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997
diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat
tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-
rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan
produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih
jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik
sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan
secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari
dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut
dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Rumah sakit
menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan
kesehatan di lingkungannya.
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi
penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah
sakit antara lain disebabkan :
a. kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan
lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat
diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran
b. kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian
pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit
untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi
pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha
dan masih banyak lagi kekurangan lainnya.
Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan
membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan
teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).
Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap
pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3.
Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan
pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan
materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta
tindak gawat darurat.
Dari berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat
berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan
manusia serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah
rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai
macam gangguan-gangguan antara lain infeksi silang ( Nosokomial ) dapat terjadi
pada pengguna rumah sakit yaitu pasien, pengunjung,dan karyawan.
- Gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi
karyawan rumah sakit bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi
yang tepat
- Gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor
yang dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit
- Pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang
baik internal maupun external
- Kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut
- Gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh
buangan bahan kimia dan bahan infeksius
- Gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh
virus/bakteri bahan kimia dan gas
- Gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat
disebabkan oleh bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya
- Dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala
besar.
Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan
oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep
pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses
manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan
(Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for
Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan
lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem
Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut,
pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi
masyarakat sekitar.
II.4. Penanganan Limbah Rumah Sakit
Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah
rumah sakit antara lain adalah melalui :
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya
berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitasi air,
menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya
melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan
buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran
pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota. Limbah
padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya
baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga
kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah
sakit tersebut.
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya
pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume
bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi
limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah .Program minimisasi
limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan
hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan
limbah yang masih mempunyainilai ekonomi.
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi
mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara
lain dengan reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste
minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran
(waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan
pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi
terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada
sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat
bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada
sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan
efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya
relatif murah. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada
sumbernya adalah :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat
atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan
yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang
cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit
baru atau penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan modifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di
seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat
dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu
untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai
limbah klinik.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai
limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
1. Reduksi limbah pada sumbernya (source reduction)
2. Minimisasi limbah
3. Produksi bersih dan teknologi bersih
4. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh (total quality environmental
management/TQEM)
5. Continous quality improvement (CQI)
Pengolahan limbah secara skematis dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Penanganan Limbah Konvensional
Sumber : Adisasmito, 2007
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi
dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau
dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga
sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat
secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini
dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong
dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat
tertentu untuk dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah
ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu
mengangkut kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang
bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya
(double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang
dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam
kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode
warnanya.Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah
bagian klinik dibawa ke insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus
(mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang
digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung
limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat
dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar
(insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium
paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji
laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-
bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi
atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah tak berbahaya.Untuk foto
rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup
berbahaya.Setelah bahan ini digunakan.limbahnya dibuang.
Pengolahan Limbah Medis dengan Insenerasi
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun
(LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah
spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut
disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah B3
adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium
terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari
proses insinerasi.
Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan
pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda
berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam
plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna
kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam
kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna
merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan
sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun
1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus
memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal
No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan
emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan
sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi
penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.
Proses Insinerator :
Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu
relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi
abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat
(double chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak
berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran
tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara
“ dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang
bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran,
keluar dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan
kemudian membentuk gas-gas karbonisasi.Sisa padat dari pembentukan gas ini
yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam
waktu pembakaran.Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 –
1.0000C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara
terdiri dari sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan
casing almunium dan motor listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama
didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari
ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang
dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar
dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian
dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi
suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai
maka Ruang Bakar Dua
Bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar
kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar
sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop
sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara
manual atau menggunakan lift conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu
minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “
automatic “ dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan
petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi
dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya lampu
isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya
dilengkapi
water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas
buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan
melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas
buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya
sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan
terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air
yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun
kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung.
Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi
mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air
ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke
cerobong siklon kembali.
Burner dan Blower :
Insinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara
otomatis. Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta
dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu
menghasilkan panas yang tinggi. Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku
pembakar utama akan terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pencampur pembuatan bataco sedangkan
panas yang dihasilkan pembakaran dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan
sebagai pemanas, dengan tambahan unit coverter energi pembangkit yang akan
menghasilkan listrik. Perlu diperhatikan untuk menunjang pembakaran sempurna
yaitu pengumpanan sampah ke ruang bakar harus sesuai prosedur
pengoperasian.Dengan demikian, ratio udara dan bahan bakar sampah dapat
tercampur secara homogen, sehingga pembakaran sampah secara sempurna dapat
dilaksanakan dengan baik. Dengan pembakaran sampah secara sempurna
temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke
luar cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut
ramah terhadap lingkungan.
Keuntungan dan kerugian insinerator mini:
No. Keuntungan Kerugian Solusi
1 Instalasi sangat
kompak
- Memerlukan temperatur
tinggi 800 – 1.1000C,
diperlukan energi awal
(minyak/ listrik)
- Kesiapan SDM (alih
teknologi)
diperlukan tenaga
yang ahli.
2 Ukuran unit relatif
kecil dan sedang, tidak
memerlukan lahan
luas,
Bahan terbuat dari plat baja Perlu pemeliharaan
rutin
3 - Emisi gas buang
terkendali
- Energi gas buang
dapat dimanfaatkan
sebagai sumber panas
- Residu abu dapat
dimanfaatkan sebagai
batako(nilai ekomonis)
- Meminimalkan
pencemaran udara,
tanah dan air
- Kontrol/ monitoring
operasional
- Perlu pengangkutan sisa
pembakaran/abu kontinyu)
Dilakukan
monitoring oleh
BPLHD
Baku Mutu DRE untuk Incinerator
No. Parameter Baku mutu DRE
1 POHCs 99.99%
2 Polychlorinated biphenil (PCBs) 99.9999%
3 Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999%
4 Polychlorinated dibenzo-p-dioksin 99.9999%
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan
incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku
mutu emisi untuk incinerator.
Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator
No. Parameter Kadar maksimum (mg/Nm2)
1 Partikel 50
2 Sulfur dioksida (SO2) 250
3 Nitrogen dioksida (NO2 300
4 Hidrogen Fluorida (HF) 10
5 Karbon Monoksida (CO) 100
6 Hidrogen Chlorida (HCl) 70
7 Total Hidrocarbon (sbg CH4) 35
8 Arsen (As) 1
9 Kadmiun (Cd) 0,2
10 Kromium (Cr) 1
11 Timbal (Pb) 5
12 Merkuri (Hg) 0,2
13 Talium (Tl) 0,2
14 Opasitas 10%
Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau
dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin
dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
1. a. Limbah Cair
Limbah cair (air limbah) merupakan limbah buangan hasil kegiatan manusia
sehari-hari yang berupa cairan dengan segala bentuk polutan di dalamnya,
termasuk padatan, bahan kimia, maupun mikroorganisme pathogen.Salah satu hal
penting yang harus diperhatikan adalah pada pengelolaan limbah cair yang
dihasilkan dari pengoperasian rumah sakit tersebut, karena apabila tidak dikelola
dengan prosedur yang benar dikhawatirkan akan menjadi rantai penyebaran
penyakit infeksi di lingkungan masyarakat rumah sakit maupun masyarakat di luar
rumah sakit.
Limbah cair rumah sakit berpotensi menurunkan kualitas lingkungan hidup, dan
merupakan sumber utama penyebab gangguan kesehatan.Mengingat pentingnya
limbah cair terutama dalam penyebab gangguan kesehatan maka limbah cair
tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih didalam pengelolaannya. Limbah
cair rumah sakit dihasilkan dari kegiatan-kegiatan pemeriksaan, perawatan, bedah,
laboratorium, radiologi, poliklinik, gawat darurat dan farmasi, limbah cair yang
dihasilkan tersebut sifatnya variatif dan umumnya bersifat infeksius, seperti
limbah yang berasal dari penderita rawat inap antara lain salmonella,
staphilococcus, streptococcus, virus hepatitis. Sifat lain dari limbah cair rumah
sakit yaitu toksik, iritatif, korosif kumulatif dan karsinogenik, temperatur tinggi,
berbau, berwarna, dan organis. Selain itu limbah cair rumah sakit juga dihasilkan
dari aktifitas pasien, tenaga kesehatan, maupun kegiatan belajar siswa yang
sedang praktek. Rumah sakit merupakan penghasil limbah cair terbesar
dibandingkan dengan sarana kesehatan yang lain seperti Puskesmas, Poliklinik,
Laboratorium dan Balai Pengobatan.
Sistem extended aeration termasuk dalam proses pertumbuhan biomassa
tersuspensi. Pada proses pertumbuhan biomassa tersuspensi, mikroorganisme
bertanggung jawab atas kelangsungan jalannya proses dalam kondisi suspensi
liquid dengan metode pengadukan/pencampuran yang tepat.Biomassa yang ada
dinamakan dengan lumpur aktif, karena adanya mikroorganisme aktif yang
dikembalikan ke bak/unit aerasi untuk melanjutkan biodegradasi zat organik yang
masuk sebagai influen (Tchobanoglous, 2003).
Proses extended aeration mirip dengan proses konvensional plug-flow, hanya saja
extended aeration beroperasi dalam fase respirasi endogenous pada kurva
pertumbuhan, yang membutuhkan beban organik (organic loading) yang rendah
dengan waktu aerasi yang lebih lama (Reynolds, 1982). Diagram Extended
Aeration disajikan pada Gambar berikut.
Pengolahan limbah cair di Rumah Sakit menggunakan sistem extended aeration.
Pada awalnya air limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam proses
penyaluran ke influent chamber ini bahan padat dapat masuk ke sistem
penyaluran. Jika bahan padat masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit
pengolahan maka proses pengolahan limbah cair dapat terganggu. Oleh karena itu,
pada influent chamber dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu melalui proses
penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui saringan besi untuk
menyaring sampah yang berukuran besar.Sampah yang tertahan oleh saringan besi
secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya penyumbatan.
Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank.Di dalam equalizing tank, air
limbah dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow regulator.Flow
regulator yang terdapat pada bak ekualisasi ini dan dapat mengendalikan fluktuasi
jumlah air limbah yang tidak merata, yaitu selama jam kerja air diperlukan dalam
jumlah banyak, dan sedikit sekali pada malam hari. Flow regulator juga dapat
mengendalikan fluktuasi kualitas air limbah yang tidak sama selama 24 jam
dengan menggunakan teknik mencampur dan mengencerkan. Dengan dibantu oleh
diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk dan bercampur menjadi
homogen dan siap diolah.Selain itu, diffuser juga dapat menghilangkan bau busuk
pada air limbah.
Setelah itu, proses pengolahan secara biologis terjadi di dalam aeration tank
dengan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah didekomposisikan
oleh microorganisme menjadi produk yang lebih sederhana sehingga
menyebabkan bahan organik semakin lama semakin berkurang. Dalam hal ini
bahan buangan organik diubah dan digunakan untuk perkembangan sel baru
(protoplasma) serta diubah dalam bentuk bahanbahan lainnya seperti
karbondioksida, air, dan ammonia. Massa dari protoplasma dan bahan organik
baru yang dihasilkan, mengendap bersama-sama dengan endapan dalam activated
sludge.
Proses oksidasi yang terjadi adalah:
bakteri
CHONS + O2 + nutrient CO2 + H2O + NH3 +sel-sel
mikrobial bertambah
NH3 + O2 + sel-sel nitrat NO2 NO3 +
H2O + sel-sel nitrat bertambah
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan kedalam
clarifier tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di bagian
paling bawah dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air limbah yang
baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi pergantian.
Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier dikembalikan ke bak
aerasi tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur lebih
lanjut.
Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak
effluent.Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk
mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan.
Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang
pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai.
Pemeliharaan IPAL di Rumah Sakit pada prinsipnya relatif mudah dilakukan.
Yang terpenting adalah menjaga agar limbah padat tidak masuk ke dalam system
dan mencegah penyumbatan-penyumbatan.Untuk mencegah limbah padat masuk
dan mencegah terjadinya penyumbatan-penyumbatan, maka perlu selalu
dilakukan pembersihan pada bar screen dari sampah padat secara rutin.
Peralatan yang digunakan adalah serok, garu, bak sampah, dan senter.Sedangkan
material yang digunakan adalah kaporit berupa khlorin sebagai
disinfektan.Pengawasan dilakukan pada kualitas serta alat-alat dan mesin.
Pengawasan kualitas air limbah terolah dilakukan tiap 3 bulan sekali. Sedangkan
pengawasan terhadap alat-alat dan mesin dilakukan secara rutin 6 kali dalam
sebulan.
Saluran air limbah di Rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan Kepmenkes
No.1204/Menkes/SK/X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, yaitu bersifat tertutup dan berhubungan langsung dengan instalasi
pengolahan air limbah yaitu air limbah wc atau kamar mandi langsung disalurkan
melalui pipa ke influent chamber. Selain itu salurannya juga kedap air dan limbah
mengalir dengan lancar serta terpisah dengan saluran air hujan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 tahun 1995
tanggal 21 Desember 1995 mengenai baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah
sakit, adalah sebagai berikut.
Parameter Kadar maksimum (mg/L)
BOD 75
COD 100
TSS 100
pH 6,0 – 9,0
Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya
berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.Keduanya sekarang terbukti
memiliki nilai negatif besar.Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan
air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah.Terkadang ada
beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut
langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai
mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis,
juga bukan berarti tanpa cacat.Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan
teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat
beracun.Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu
tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002).Yang sangat menarik dari
permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan
metode ozonisasi.Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA)
pada tahun 1999.Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola
limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi
atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari
Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan
proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang
dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum
menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan
makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan
kerja di perkantoran.Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon
yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa
disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat
dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge
(Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh
berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella
enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya
(Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding
bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui
proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl
radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan
perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam
mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry,
toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu
dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon
yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan
membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada
proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi
dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini
terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan
pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif.
Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi
menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif
harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air
yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman
ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah
radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh
melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya).Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh
hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan
karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk
mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi
berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna
pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik
serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair
rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan
karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses
penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang
dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet
atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan
dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses
oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan
senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus
menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga
mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah
sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan
kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain
efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi
yang luas (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak
negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang
tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik
akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin
pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan
kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di
lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan
pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator
penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang
sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang
dihasilkan (Wilson, 1986).
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya
pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume
bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi
limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan
teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah
berbahaya antara lain :
Reduksi limbah (waste reduction)
Minimisasi limbah (waste minimization)
Pemberantasan limbah (waste abatement)
Pencegahan pencemaran (waste prevention) dan
Reduksi pada sumbemya (source reduction)
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus
dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau
mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi.
Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan
secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan
keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya
pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau
kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut
jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah,
mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan
selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan
sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar
tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup
tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pencemaran limbah cair adalah masuknya, atau dimasukannya makhluk
hidup, zat, energy,atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Sumber pencemaran limbah cair ini
bisa berasal dari tiga sumber umum yaitu daerah limbah permukiman, limbah
perindustrian dan limbah pertanian. Pencemaran limbah cair ini bisa memberikan
dampak terhadap sungai dan fungsinya, kesehatan manusia dan juga rantai
makanan dalam air. Dalam melakukan pengolahan limbah industri terutama
limbah cair lebih baik dilakukan analisa terhadap jenis dan karaktersistik limbah
terlebih dahulu agar bisa dilakukan penanganan dengan efektif dan efisien.
Penanganan limbah cair ini terdiri daripada beberapa tahap yaitu pengolahan awal
(preliminary treatment), pengolahan primer (primary treatment), pengolahan
sekunder (secondary treatment), pengolahan akhir (final treatment) dan
pengolahan lanjutan (advanced treatment). Dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu
mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi
upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah. Oleh
itu pencegahan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair amat
penting agar dalam penggunaan material, proses atau praktek ditujukan untuk
mengurangi atau mengeliminasi polutan dalam limbah sejak dari sumbernya. Hal
ini mencakup pengurangan penggunaan bahan berbahaya, energi, air atau
sumberdaya dan praktek yang melindungi sumberdaya melalui konservasi atau
pemanfaatan yang lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006,’ Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di
Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006’, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2,
Depok
http://www.Blog at WordPress.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://kompas.com/kompas-cetak/0005/13/IPTEK/limb10.htm. Diakses tanggal 25
Februari 2010.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal
25 Februari 2010.
http://www.dhanajournal.blogspot.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://www.wikipedia.org. Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://www.klinikmedis.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penanganan-
pengolahan-limbah-rumah-sakit&catid=1:latest-news. Diakses tanggal 25
Februari 2010.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal
25 Februari 2010.
Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat
Medis Rumah Sakit’, Jakarta
Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-
187x, Semarang
Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI
Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Medis Di
RSU Banyumas Tahun 2002’, Skripsi, Banyumas
Sumiyati, S., Imaniar, 2007, ‘Analisis Kinerja Pengolahan Air Limbah Pavilyun
Kartika RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’, Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1,
ISSN 1907-187X, Jakarta
Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’,
Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong
Wikantadhi, D. A., 2006, ‘Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi
Pengelolaan Sampah Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati
Kabupaten Bantul’, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wulandari, L. N. I., Sulastini, N. P. E., Siskayanti, N. K., Mirah, T. I. A.,
Wulandari, N. M. P., 2009, ‘Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit’, Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana, Bali
Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair ’, Makassar
Zaman, B., Sutrisno, E., 2006, ‘Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap
Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur Dan Lama Kontak
(Studi Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang)’, Jurnal PRESIPITASI Vol.1 No.1,
ISSN 1907-187X, Semarang