makalah korupsi dipandang dari sila ketuhanan
DESCRIPTION
pknTRANSCRIPT
BAB I
PEMBAHASAN
A. Arti Sila Ketuhanan yang Maha ESA
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta
ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila
pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa
arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya
satu. Jika kita membahasnya dalam bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang
Maha Esa bukanlah Tuhan yang bermakna satu.
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan
akhiran -an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran -an pada suatu kata dapat merubah makna
dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat
memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…
Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan -an
bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-
sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau
besar( bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa” juga
berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam
jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian
keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this- Inggris). Sedangkan kata
“satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata
“eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata
yang seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu
1
pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya
Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus
ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau
mulia, bukan Tuhannya.
B. Makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah
1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing
4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
5) Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama
monoteis namun frasa ini menekankan ke-esaan dalam beragama.
6) Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
7) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut
agamanya.
8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama iman warga negara dan
mediator ketika terjadi konflik agama.
9) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agama masing-masing.
2
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain
diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai
hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib
menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara, maka
dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan
memeluk agama masing-masing. Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang
diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila
seperti kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau orang memeluk agama
dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat Pancasila
dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan konsekuensinya
diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri
manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas
/ di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami
oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah dikenal paham
animisme, dinamisme, sampai paham politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di
dunia sampai masuknya agama-agama Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia,
sehingga kesadaran akan monotheisme di masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena
itu tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup
dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru
disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa yaitu
sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan
demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan
diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini adalah
manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya
adalah terbatas.
3
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada
warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertian yang terkandung dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini membuktikan
bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan
agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau
negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang
Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa
ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi
dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama .
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
1. Kerukunan hidup antar umat seagama
2. Kerukunan hidup antar umat beragama
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
4
Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka
agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-
masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya.
Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai
kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan
dan Sila II sampai dengan Sila V.
C. Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan UUD 1945 dimana
perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri
pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut :
“ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”
Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis
constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia untuk
menuju pada apa yang benar baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).
Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa
konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
5
1. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
2. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha
penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
3. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
4. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia
tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus
dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi,
sehingga membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan
kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran
keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan
memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar pemeluk agama, saling
menghargai dan menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama
yang lain dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka masing-masing.
4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu sistem sebagaimana satunya jiwa
dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di
dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak
bias lepas dari pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi terwujudnya
keadilan dan kemakmuran materiil maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat
keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan
bangsa dan Negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan,
kemakmuran dan keadilan bagi bangsa itu sendiri.
D. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
6
1. Kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
2. Kita melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
3. Kita harus membina adanya saling menghormati antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Kita harus membina adanya saling kerjasama dan toleransi antara sesame pemeluk
agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Kita mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai
hak pribadi yang paling hakiki.
6. Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
7. Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.
B. KORUPSI
1. Definisi Korupsi
Secara sederhana, korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu bagian kecil dari fraud
(penyimpangan), yaitu "the use of one's occupation for personal enrichment though the
deliberate misuse or misaplication of the employing organization's resources or
assets" atau menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi
berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari
kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak
bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption,corrupt; Prancis yaitu corruption; dan
Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa
Indonesia yaitu korupsi.
Sebuah definisi korupsi yang banyak dikutip adalah : tingkah laku yang
menyimpang dari tugas – tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau
7
uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau
melanggar aturan – aturan pelaksana beberapa tingkah laku pribadi.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan
pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan
tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor
(domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau
kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan
melakukan tindak korupsi.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya
mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang
sistematik dari parktek-praktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku
ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan
kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang
dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang
sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk
membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.
2. Penyebab Korupsi
Faktor penyebab terjadinya korupsi secara umum juga dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu internal dan eksternal.
a. Faktor internal
Yaitu faktor yang ada dalam diri seorang pemegang amanah yang mendororng
melakukan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan prinadi atau kelompok tertentu.
Faktor ini sangat beragam, misalnya: sifat rakus terhadap harta/kekayaan, sifat iri kepada
orang lain, atau terbentur kebutuhan mendesak yang memicu seorang melakukan korupsi.
b. Faktor eksternal
Yaitu sistem pemerintahan atau kepemimpinan yang tida seimbang sehingga dapat
memeberikan kesempatan kepada pemegang amanah untuk melakukan korupsi. Faktor ini
8
juga senantiasa berkembang, misalnya lemahnya pengawasan, lemahnya hukum, penegak
hukum yang mudah disuap, sanksi hukum yang lebih ringan dibanding dengan hasil
korupsi, tidak ada teladan kujujuran dari para pemimpin dan lain-lain.
Lebih rincinya, secara umum terjadinya korupsi disebabkan oleh setidaknya tiga
hal.Pertama, corruption by great (keserahan). Korupsi ini banyak terjadi pada orang yang
sebenarnya tidak butuh, tidak terdesak secara ekonomi, bahkan mungkin sudah kaya.
Jabatan tinggi, gaji besar, runah mewah, popularitas menanjak, tetapi kerakusan yang tak
terbendung menyebabkannya terlibat praktik korupsi. Hal ini sudah pernah diperingatkan
oleh Nabi saw bahwa kalau saja seorang anak Adam telah memilii dua lembah emas, iapun
berkeinginan untuk mendapatkan tiga lembah emas lagi.
Kedua, corruption by need (kebutuhan). Korupsi yang dilakukan karena
keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar hidup (basic need). Misalnya, korupsi
yang dilakukan seseorang yang gajinya sangat rendah jauh dibawah standar upah
minimum dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan dasar tertentu sperti membayar SPP
anakanya yang masih bersekolah. Korupsi ini banyak dilakukan oleh pegawai/karyawan
kecil, polisi/prajurit rendahan, buruh kasar tukang parker, sopir, angkutan umum dan lain-
lain.
Ketiga, corruption by chance (peluang). Korupsi ini dilakukan karena adanya
peluang yang besar unuk berbuat korup, peluang besar untuk cepat kaya melalui jalan
pintas, peluang cepat naik jabatan secara instan dan sebagainya. Biasanya hal ini didukung
oleh lemahnya sistem organisasi, rendahnya akuntabilitas pubilk longgarnya pengawasan
masyarakat, dan keroposnya penegakan hukum, yang diperparah dengan sanksi hukum
yang tidak membuat jera.
Dan adapun sebab khusus terjadinya kasus korupsi, ada beberapa poin antara lain:
Pertama, rendahny pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya pendidikan agama yang terlalu menekankan
aspek kognitif dan melupakan aspek afektif dan psikomotorik, atau bertambahnya ilmu
pengetahuan agama tanpa dibarengi dengan peningkatan pengamalan.
9
Kedua, struktur pemerintahan atau kepemimpinan organisasi yang bersifat tertutup
(tidak transparan) dan cenderung otoriter. Dalam kondisi demikian, kecenderungan terjadi
penyelewengan kekuasaan sangat tinggi.
Ketiga, kurang berfungsinya lembaga perwakilan rakyat (DPR, DPD dan DPRD)
sebagai kekuatan penyeimbang eksekutif (presiden, gubernur, bupati, walikota dan lain-
lain). Biasanya diawali dengan cara yang tidak sah dalam memperoleh kekuasaan (jabatan
politik) dengan money politics, manipulasi surat suara atau politik dagang sapi. Jika
rekrutmen politiknya bermasalah, maka pada gilirannya kekuasaan hanya dimanfaatkan
untuk kepentingan sendiri atau kelompok mengabaikan tanggung jawab sosial, serta
mengahalalkan segala cara.
Keempat, tidak berfungsinya lembaga pengawasan dan penegak hukum, serta
sanksi hukum yang tidak menjerakan bagi pelaku korupsi. Sebuah kepemimpinan atau
pemerintahan yang tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat cenderung bertindak
korup (power tends to corrup) apalagi ditamabah jika penegak hukumnya tidak jujur dan
tidak adil.
Kelima, mimimnya keteledanan pemimpin atau pejabat dalam kehidupan sehari-
hari. Keteladan yang baik dari para pemimpin menjadi sangat penting, sebab masyarakat
luas lebih cenderung meniru pemimpinnya. Lihat saja pada zaman sekarang ini sulit sekali
mencari pemimpin sederhana, hemat, qona’ah (menerima dan menikmati rahmat yang
sudah ada),wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang remang-remang atau syubhat),
dermawan, dan tidak bermental rakus. Tapi malah sebaliknya, banya pemimpin yang justru
hidup bermewah-mewahan, boros, pelit sombong, dan rakus.
Keenam, rendahnya upah pegawai/karyawan yang berakibat rendahnya tingat
kesejahteraan. Tingkat upah atau gaji juga ikut berpengarung pada meluasnya tindak
korupsi.
3. Bentuk – bentuk Korupsi yang Umum Dikenal
Berkhianat, subversi, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu
dan mencuri.
10
Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsu dokumen dan menggelapkan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak,
menyalahgunakan dana.
Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi
ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya,
memeras.
Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan
secara tidak sah, menjebak.
Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.
Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi.
Menjegal pemilihan umum, memalsu kartu suara, membagi – bagi wilayah
pemilihan umum agar bisa unggul.
Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi,
membuat laporan palsu.
Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milih pemerintah, dan surat izin
pemerintah.
Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
Menghindari pajak, meraih laba berlebih – lebihan.
Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada
tempatnya.
Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
Pertemanan menutupi kejahatan.
Memata – matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak
istimewa jabatan.
4. Akibat Korupsi
Akibat dari perilaku korupsi tidak hanya sebatas birokrasi berbelit – belit yang
berujung kemiskinan masyarakat, tapi jauh lebih kompleks daripada itu.
11
Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan – tujuan yang telah
ditetapkan pemerintah (misalnya, korupsi dalam pengangkatan pejabat
menimbulkan inefisiensi dan pemborosan, korupsi dalam alokasi sumber daya
universitas yang terbatas mengakibatkan peluang yang terbatas tidak digunakan
dengan sebaik – baiknya, dan sebagainya).
Korupsi menular ke lingkungan tempat sektor swasta beroperasi, yang
menimbulkan tindak mengejar laba dengan cepat (dan secara berlebihan) dalam
situasi yang sulit diramalkan, atau melemahkan investasi dalam negeri, dan
menyisihkan pendatang baru dan dengan demikian mengurangi partisipasi dan
pertumbuhan sektor swasta.
Korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi (pembayar pajak juga harus
menggunakan suap, yang berarti harus membayar beberapa kali lipat bagi
pelayanan yang sama).
Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini akan
mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
Korupsi menimbulkan pengaruh yang merusak mental aparat pemerintah,
melunturkan keberanian yang diperlukan untuk mematuhi standar etika yang tinggi
(“kemunduran moral, setiap orang bertanya mengapa hanya dia yang harus
menjunjung tinggi moralitas”)
Korupsi dalam pemerintahan, dalam pandangan masyarakat luas menurunkan rasa
hormat pada kekuasaan yang dipercayakan dan karena itu pada legitimasi
pemerintah.
Jika elite politik dan pejabat tinggi pemerintahan secara luas dianggap korup, maka
publik akan menyimpulkan tidak ada alasan mengapa publik tidak boleh korup
juga.
Hal yang menghambat pembangunan adalah keengganan di tingkat politik untuk
mengambil keputusan yang tidak populer. (“seorang pejabat atau polisi yang korup
adalah pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, yang tidak mau berkorban demi
kemakmuran bersama seluruh negara di masa datang”).
Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas karena
waktu dan energi habis untuk menjalin hubungan guna menghindari atau
mengalahkan sistem, daripada untuk meningkatkan kepercayaan dan memberikan
alasan yang objektif mengenai permintaan layanan yang diperlukan.
12
Korupsi, karena merupakan ketidakadilan yang dilembagakan, mau tidak mau akan
menimbulkan perkara yang harus dibawa kepengadilan dan tuduhan – tuduhan
palsu yang dapat digunakan pada pejabat yang jujur sekalipun untuk diperas.
Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara (“uang pelicin” / “uang
rokok”) menyebabkan keputusan ditimbang berdasarkan uang, bukan berdasarkan
kebutuhan manusia.
BAB II
PANDANGAN SILA KETUHANAN TERHADAP KORUPSI
Korupsi jelas bertentangan dengan nilai sila pertama Ketuhanan YME. Bagi orang
beriman korupsi adalah dosa. Bangsa Indonesia ini dikenal sebagai bangsa yang religius
tetapi nyatanya, kehidupan religius tadi hanya sebagai baju pengaman di ruang ibadah
setelah keluar dari ruang ibadah sudah lain urusannya. Seharusnya perilakunya tetap
mencerminkan apa yang diajarkan dalam kitab suci dan ajaran agama yang diimani.
Sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, menuntut semua warga negara
Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing. Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk
mencuri, berbuat tidak adil, berbohong, serakah, justru agama dan kepercayaan yang ada
di nusantara mengajarkan sikap jujur dan malu untuk berbuat sesuatu yang keji. Dapat
dikatakan korupsi menjadi suatu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang
maupun kelompok yang tidak dekat dengan ajaran agama maupun kepercayaannya.
Hendaknya sikap taqwa inilah yang mengilhami seluruh kegiatan yang dilakukan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, percaya bahwa ada sesuatu yang besar yang
mengawasi kita yaitu Tuhan YME.
Hubungan manusia dengan Tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan kewajiban manusia sebagai makhluk Tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama.
Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk Tuhan, untuk merealisasikan
nilai-nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, sangat jelas bahwa para
koruptor tidak melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan dalam merealisasikan
nilai-nilai agama yang berupa nilai kebaikan, kebenaran, dan kedamaian. Mereka dengan
13
tanpa memikirkan tindakannya telah mencuri uang yang bukan haknya dan menimbulkan
ketidakadilan.
Jika dipandang dari norma-norma agama Islam, korupsi merupakan:
1. Ghulul, yaitu penyalahgunaan jabatan. Jabatan adalah amanah, oleh sebab itu,
penyalahgunaan terhadap amanat hukumnya haram dan termasuk perbuatan tercela.
Perbuatan ghulul misalnya menerima hadiah, komisi, atau apapun namanya yang tidak
halal dan tidak semestinya dia terima. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
�ول� غ�ل ف�ه�و� �ك� ذ�ل �ع�د� ب خ�ذ�� أ ف�م�ا ق�ا ر�ز� �اه� ق�ن ز� ف�ر� �ع�م�ل ع�ل�ى �اه� �ن �ع�م�ل ت اس� م�ن�
“Barangsiapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami
beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya,
maka itu namanya korupsi”. (HR. Abu Dawud dari Buraidah).
Jadi semua komisi atau hadiah yang diterima seorang petugas atau pejabat dalam
rangka menjalankan tugasnya bukanlah menjadi haknya. Misalnya seorang staf sebuah
kantor pemerintahan dalam pembelian inventaris kantornya dia mendapat discount dari si
penjual, maka discount tersebut bukanlah menjadi miliknya, tetapi menjadi milik kantor.
Contoh lainnya yang sering terjadi adalah seorang pejabat menerima hadiah dari calon
tender supaya calon tender yang memberi hadiah tersebut yang mendapat tender tersebut.
Ghulul juga adalah pencurian dana (harta kekayaan) sebelum dibagikan, termasuk di
dalamnya adalah dana jaring pengaman sosial. Contohnya adalah kasus pencurian terhadap
barang-barang bantuan yang seharusnya diserahkan kepada korban bencana alam berupa
gempa dan tsunami di Aceh.
Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan (ghulul) adalah perbuatan kolutif
misalnya mengangkat orang-orang dari keluarga, teman atau sanak kerabatnya yang tidak
memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan tertentu, padahal ada orang lain yang lebih
mampu dan pantas menduduki jabatan tersebut.
2. Sariqah
Syekh Muhammad An-Nawawi al-Bantani mendefinisikan sariqah dengan “Orang
yang mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang dilarang mengambil
dari tempat tersebut”. Jadi syarat sariqah harus ada unsur mengambil yang bukan haknya,
secara sembunyi-sembunyi, dan juga mengambilnya pada tempat yang semestinya. Kalau
14
ada barang ditaruh di tempat yang tidak semestinya untuk menaruh barang menurut beliau
bukan termasuk kategori sariqah.
Islam mengakui dan membenarkan hak milik pribadi, oleh karena itu, Islam akan
melindungi hak milik tersebut dengan undang-undang. Orang yang melakukan pencurian
berarti ia tidak sempurna imannya karena seorang yang beriman tidak mungkin akan
melakukan pencurian sebagaimana sabda Rasulullah saw:
م�ؤ�م�ن� و�ه�و� ر�ق� �س� ي ح�ين� ار�ق� الس/ ر�ق� �س� ي ال
“Pencuri tidak akan mencuri ketika dia dalam keadaan beriman” (HR al-Bukhari-Muslim
dari Abu Hurairah)
3. Khianat
Khianat adalah tidak menepati amanah, ia merupakan sifat tercela.
Sifat khianat adalah salah satu sifat orang munafiq sebagaimana sabda Rasulullah saw.
bahwa tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu apabila berkata berdusta, apabila
berjanji ingkar, dan apabila diberi amanah berkhianat.
Oleh karena itu, Allah SWT. sangat membenci dan melarang khianat. Allah berfirman:
�م� نت� و�أ �م� �ك �ات م�ان
� أ � �وا �خ�ون و�ت س�ول� و�الر/ /ه� الل � �وا �خ�ون ت � ال � �وا آم�ن /ذ�ين� ال 8ه�ا ي� أ �ا ي
�م�ون� �ع�ل ت
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan
janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui”. (QS al-Anfâl [8]: 27)
Orang-orang yang beriman mestinya menjauhi sifat tercela ini, bahkan seandainya mereka
dikhianati Rasulullah saw. melarang untuk membalasnya dengan pengkhianatan pula.
Sabda beliau:
�ك� ان خ� م�ن� �خ�ن� ت � و�ال �ك� �م�ن �ت ائ م�ن� �ل�ى إ �ة� م�ان� األ �د< أ
“Sampaikan amanat kepada orang yang mempercayaimu dan jangan berkhianat kepada
orang yang mengkhianatimu” (H.R. Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah).
4. Risywah (suap)
Secara harfiyah, suap (risywah) berarti رطيل� batu“ الب bulat yang jika
dibungkamkan ke mulut seseorang, ia tidak akan mampu berbicara apapun”. Jadi suap bisa
membungkam seseorang dari kebenaran. Menurut Ibrahim an-Nakha’i suap adalah “Suatu
yang diberikan kepada seseorang untuk menghidupkan kebathilan atau untuk
menghancurkan kebenaran”. Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mendefinisikan suap 15
dengan “Memberikan harta kepada seseorang sebagai kompensasi pelaksanaan mashlahat
(tugas, kewajiban) yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa menunggu imbalan atau uang
tip”.
Dasar hukum pelanggaran suap adalah firman Allah SWT:
ع�ر�ض� � أ و�� أ �ه�م� �ن �ي ب �م� ف�اح�ك ج�اء�وك� �ن� ف�إ �لس8ح�ت� ل �ون� /ال �ك أ �ذ�ب� �ك �ل ل م/اع�ون� س�
�ن� ف�ل �ه�م� ع�ن �ع�ر�ض� ت �ن� و�إ �ه�م� ع�ن
�ح�ب8 ي /ه� الل �ن/ إ �ق�س�ط� �ال ب �ه�م� �ن �ي ب �م� ف�اح�ك �م�ت� ح�ك �ن� و�إ �ا �ئ ي ش� وك� �ض�ر8 ي
�م�ق�س�ط�ين� ال
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan),
maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika
kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu
sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu)
di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil.“ (QS al-Mâidah [5]: 42)
Suap bisa terjadi apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Unsur-unsur suap meliputi,
pertama yang disuap (al-Murtasyi), kedua, penyuap (al-Rasyi), dan ketiga, suap (al-
Risywah). Suap dilarang dan sangat dibenci dalam Islam karena sebenarnya perbuatan
tersebut (suap) termasuk perbuatan yang bathil.
Allah SWT berfirman:
م<ن� ف�ر�يق�ا � �وا �ل ك� �أ �ت ل � /ام �ح�ك ال �ى �ل إ �ه�ا ب � �وا �د�ل و�ت �اط�ل� �ب �ال ب �م �ك �ن �ي ب �م �ك م�و�ال
� أ � �وا �ل �ك �أ ت � ال
�م� نت� و�أ � �م �ث �اإل ب /اس� الن م�و�ال�
� أ
�م�ون� �ع�ل ت
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS al-Baqarah [2]: 188)
Baik yang menyuap maupun yang disuap dua-duanya dilaknat oleh Rasulullah saw.
sebagai bentuk ketidaksukaan beliau terhadap perbuatan keduanya. Rasulullah saw.
bersabda:
16
ي� – – �ش� ت �م�ر� و�ال اش�ي �لر/ ا وسلم عليه الله صلى /ه� �لل ا ول� س� ر� �ع�ن� ل
“Rasulullah saw. melaknat penyuap dan yang disuap”. Riwayat yang lain, Ahmad ibn
Hanbal dari Tsauban r.a. berkata:
�ش� ائ و�الر/ �ش�ي� ت �م�ر� و�ال اش�ي� الر/ /م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل /ه� الل ص�ل/ى /ه� الل ول� س� ر� �ع�ن� ل
�ه�م�ا �ن �ي ب �م�ش�ي ي /ذ�ي ال �ي �ع�ن ي
“Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan yang disuap dan si perantara. Artinya orang
yang menjadi perantara suap bagi keduanya”.
17
BAB III
KESIMPULAN
Dipandang dari sila ke 1, sudah jelas bahwa korupsi itu adalah tindakan yang tidak
dibenarkan oleh norma-norma agama apapun itu bentuknya seperti yang telah
dijelaskan di atas. Dan Allah akan melaknat manusia yang berbuat tindak pidana
korupsi.
Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan
kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan
nilai-nilai pancasila dan norma-norma agama serta peraturan perundang-undangan
sebagai acuan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia. Suatu pemerintah dengan
pelayanan publik yang baik merupakan pemerintahan yang bersih (termasuk dari
korupsi) dan berwibawa. Upaya menghidupkan komunisme dan soparatisme
merupakan lawan dari pancasila. Ancaman terhadap pancasila sebagai ideologi dapat
dikategorikan sebagai tindakan ingin meniadakan pancasila dan ingin merubah
pancasila. Korupsi adalah perubuatan pelanggaran hukum, sebuah tindak pidana.
Memang tidak ada hubungannya dengan pancasila tetapi termasuk menghianati Negara.
Sedangkan penghianatan Negara lewat korupsi sudah pasti penghianat terhadap azas
atau dasar dari Negara yaitu Pancasila.
18
BAB IV
KEPUSTAKAAN
1. http://politik.kompasiana.com/2013/05/31/pancasila-dan-korupsi-560831.html ,
diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pukul 17.05
2. http://farahfitriani.wordpress.com/2011/04/17/apa-itu-korupsi/ , diakses pada tanggal 5
Oktober 2013 pukul 18.02
3. http://ajigoahead.blogspot.com/2013/01/korupsi-dalam-perspektif-islam-dan.html , diakses
pada tanggal 5 Oktober 2013 pukul 18.19
4. http://dunginong.wordpress.com/2011/10/31/pengertian-sila-1-ketuhanan-yang- maha-esa/, diakses pada tanggal 6 Oktober 2013 pukul 16.55
19