makalah konstruktivisme jadi -...

34
1 PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI DI SEKOLAH/MADRASAH Oleh: NUR AEDI A. Epistemologi dan Definisi Konstruktivisme Seperti cendawan di musim hujan, kini terminologi ‖konstruktivisme‖ telah muncul dan merebak dalam dunia pendidikan. Merebaknya istilah ‖konstruktivisme’ itu sejalan dengan kebingungan kita khususnya dalam menerapkan pada tataran praktis pembelajaran. Menurut Brooks & Brooks (1993) konstruktivisme adalah lebih merupakan suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. ‖Constructivism is not an instructional strategy to be deployed under appropriate conditions. Rather, constructivism is an underlying philosophy or way of seeing the world”. Bahkan menurut Glasersfeld (1987) konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan dengan akar dalam filosofi, psikologi dan cybernetics". Von Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme apapun namanya secara aktif dan kreatif akan selalu membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip menerima apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi dan interaksinya. Hal itu secara aktip dan kreatif terutama dengan membangun pengetahuan itu. Kognisi adalah adaptif dan membiarkan sesuatu untuk mengorganisir pengalaman dunia itu, dan bukan untuk menemukan suatu tujuan kenyataan (von Glasersfeld, 1989). Berbeda dengan pandangan kaum objektivis bahwa pengetahuan adalah stabil sebab kekayaan esensial objek pengetahuan dan secara relatif tak berubah-ubah. Dengan demikian secara metafisik kaum objektivis berasumsi bahwa dunia adalah riil, hal itu adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme masih meyakini bahwa tujuan pikiran adalah untuk "cermin" bahwa kenyataan dan strukturnya itu melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan decomposable (tidak dapat diubah). Maksudnya bahwa hal itu diproduksi oleh proses berpikir yang di luar si pembelajar, dan ditentukan oleh struktur dunia nyata (Murphy, 1997: 28).

Upload: buinguyet

Post on 06-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

1

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI DI SEKOLAH/MADRASAH

Oleh: NUR AEDI

A. Epistemologi dan Definisi Konstruktivisme

Seperti cendawan di musim hujan, kini terminologi ‖konstruktivisme‖ telah

muncul dan merebak dalam dunia pendidikan. Merebaknya istilah ‖konstruktivisme’ itu

sejalan dengan kebingungan kita khususnya dalam menerapkan pada tataran praktis

pembelajaran. Menurut Brooks & Brooks (1993) konstruktivisme adalah lebih

merupakan suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. ‖Constructivism is not

an instructional strategy to be deployed under appropriate conditions. Rather,

constructivism is an underlying philosophy or way of seeing the world”. Bahkan menurut

Glasersfeld (1987) konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan dengan akar dalam

―filosofi, psikologi dan cybernetics". Von Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme

apapun namanya secara aktif dan kreatif akan selalu membentuk konsepsi pengetahuan.

Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip menerima apapun melalui

pikiran sehat atau melalui komunikasi dan interaksinya. Hal itu secara aktip dan kreatif

terutama dengan membangun pengetahuan itu. Kognisi adalah adaptif dan membiarkan

sesuatu untuk mengorganisir pengalaman dunia itu, dan bukan untuk menemukan suatu

tujuan kenyataan (von Glasersfeld, 1989).

Berbeda dengan pandangan kaum objektivis bahwa pengetahuan adalah stabil

sebab kekayaan esensial objek pengetahuan dan secara relatif tak berubah-ubah. Dengan

demikian secara metafisik kaum objektivis berasumsi bahwa dunia adalah riil, hal itu

adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

masih meyakini bahwa tujuan pikiran adalah untuk "cermin" bahwa kenyataan dan

strukturnya itu melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan decomposable (tidak

dapat diubah). Maksudnya bahwa hal itu diproduksi oleh proses berpikir yang di luar si

pembelajar, dan ditentukan oleh struktur dunia nyata (Murphy, 1997: 28).

Page 2: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

2

Dalam pandangan konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan dan

kenyataan itu tidak mempunyai suatu sasaran atau nilai mutlak atau, paling sedikit,

bahwa kita tidak punya cara untuk mengetahui kenyataan ini. Von Glasersfeld (1995)

menunjuk dalam hubungan ini dengan konsep kenyataan: "Hal itu terdiri dari jaringan

sesuatu hal dan berhubungan bahwa kita bersandar pada hidup kita, dan yang lain-pun

sama terhadapnya, kita percaya orang lain bersandar juga" (Murpy, 1997: 7). Siswa

menginterpretasikan dan membangun suatu kenyataan berdasarkan pada interaksi dan

pengalamannya dengan lingkungan. Bukannya berpikir tentang kebenaran dalam

kaitannya dengan suatu pencocokan dengan kenyataan, von Glasersfeld malahan

memfokuskan pada pemikiran-pemikiran kelangsungan hidup: "Untuk konstruktivisme,

konsep-konsep, model-model, teori-teori, dan seterusnya adalah dapat berkembang terus

jika mereka dapat membuktikan cukup matang dalam konteks dengannya di mana

mereka telah ciptakan". Oleh karena itu dalam kontinum secara epistemologis, bahwa

objektivisime dan konstruktivisme akan menghadirkan kebalikan yang ekstrim. Berbagai

jenis konstruktivisme sudah dimunculkan. Kita dapat membedakan antara

konstruktivisme radikal, sosial, phisik, evolusioner, maupun pengolahan informasi, serta

konstruktivisme sistem cybernetic (Steffe & Gale, 1995; Carrini, 1996; Heylighen,1993;

Ernest,1995).

Dengan demikian ruang lingkup epistemologi konstruktivisme secara jelas begitu

luas dan sulit untuk dinamai. Tergantung pada siapa yang anda baca, anda boleh

mendapatkan sesuatu penafsiran yang sedikit berbeda. Namun demikian, banyak para

penulis, pendidik dan peneliti nampak memiliki persetujuan tentang bagaimana

epistemologi konstruktivisme ini seharusnya dapat mempengaruhi belajar dan praktek

pendidikan. Bagian yang berikut ini mengingatkan kita, apa makna konstruktivisme

untuk belajar. Hal itu penting untuk suatu pertimbangan jika kita mengambil suatu bentuk

aktivitas tertentu maka disamping memberikan dalam aspek keingintahuan sebagai

bagian nafsu akademisnya juga tidak kalah pentingnya memahami makna yang

terkandung dalam upaya perbaikan suatu sistem pembelajaran yang lebih bermanfaat,

padu, dan meyakinkan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang lebih baik.

Page 3: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

3

Dalam perkembangannya, konstruktivisme memang banyak digunakan dalam

pendidikan ataupun pendekatan-pendekatan pembelajaran. Konstruktivisme pada

dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan pada aktivitas siswa untuk

menciptakan, menginterpretasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan dengan jalan

individual (Windschitl, dalam Abbeduto, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut

menurut Schwandt (1994) bahwa konstruktivisme adalah seperti interpretivis dan

konstruktivis. Hal ini sejalan pula dengan pendapat von Glaserfeld (1987) bahwa

pengetahuan bukanlah suatu komunikasi dan komoditas yang dapat dipindahkan dan

tidak satu pengantar-pun itu ada.

B. Prinsip-prinsip dan Karaktersitik Pembelajaran Konstruktivisme

1. Prinsip-prinsip

Belum banyak buku-buku yang beredar di Indonesia tentang konstruktivisme baik

yang berbahasa asing apalagi yang berbahasa Indonesia. Namun demikan kita dapat

memeperoleh beberapa sumber tentang pembelajaran konstruktivisme dari literatur asing

baik dari buku-buku maupun internet. Seperti kita lihat dalam bagian penjelasan,

Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks dalam The case for constructivist

classrooms. (1993) menawarkan lima prinsip kunci konstruktivis teori belajar. Anda

dapat menggunakan buku-buku itu untuk memandu pada kajian struktur kurikulum dan

perencanaan pelajaran. Menurutnya terdapat lima panduan prinsip konstruktivisme:

Prinsip 1: Permasalahan yang muncul sebagai hal yang relevan dengan siswa

Dalam banyak contoh, masalah style Anda mengajar mungkin akan menjadi

relevan dengan selera untuk para siswa, dan mereka akan mendekatinya, merasakan

keterkaitannya kepada kehidupan mereka. Sebagai contoh, Kelas XI-IPS SMA/MA

sedang belajar tentang topik ―Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap

Keberagaman Budaya Indonesia" (Sosiologi-Antropologi). Dalam hal ini para siswa

berusaha mengidentifikasi; (1) contoh-contoh budaya daerah atau lokal lainnya yang

berkembang, seperti; bahasa, pakaian, kesenian, upacara keagamaan, dsb; (2) perlunya

Page 4: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

4

suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya sendiri maupun orang lain,

atau sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya dan etnis orang lain,

seperti; menarik, senang, kagum, bangga, dsb; (3) alasan-alasan perlunya pemahaman

dan penghargaan atas etnis dan budayanya yang berbeda itu; (4) penilaian terhadap

kebudayaan-kebudayaan orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari

kebudayaan-kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan

tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri; (5) beberapa

kemungkinan/kecnderungan jika kurangnya sikap menghargai budaya sendiri maupun

toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya di Indonesia; (6) relitas sikap

toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya di Indonesia.

Suatu kelompok siswa Sekolah Menengah Atas/MA di Jakara yang memiliki

saudara kandung, tante, paman, bapak, ibu, atau tetangga sedang tinggal di Palembang,

Medan, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Ambon, Sorong, Banda Aceh (Pilih

salah satu) di mana Anda sebagai guru pasti mengakui adanya perasaan yang kuat agar

mereka mengetahui dan menugaskan para siswa untuk menulis tentang perasaan mereka

yang berkaitan dengan kebudayaan para teman sebaya, keponakan, kenalan, dan

sebagainya di sana. Tetapi keterkaitan tidak harus selalu terjalin sebelumnya, dalam arti

bisa terjadi mendadak untuk para siswa. Ketika dihubungkan kepada teman sejawat via

internet, di sekolah tersebut para siswa dapat menimbulkan dan meningkatkan empati

serta merasakan keterkaitan beberapa contoh budaya lokal yang mereka miliki. Para

siswa di Jakarta dapat e-mail para siswa di Ambon, Sorong, Banda Aceh, Medan,

Banjarmasin, sebagai hasil aktivitas mereka dan pasti mereka aan bangga. Begitu juga

para guru menukar foto digital dari kelas masing-masing mereka, dan anak-anak

mendapatkan untuk melihat teman sebaya mereka dan lingkungan teman sebaya mereka

yang baru.

Keterkaitan dapat muncul melalui mediasi Anda sebagai guru. Para guru dapat

menambahkan unsur-unsur untuk belajar membuat aktivitas yang relevan kepada para

siswa. Sebagai contoh, para siswa SMA/MA di Jakarta dan para guru di kota-kota besar

lainnya (Medan, Banda Aceh, Sorong, Ambon, dsb) menyusun suatu pertukaran

Page 5: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

5

informasi tentang budaya lokal di mana anak SMA/MA di Jakara menulis syair dan

nyanyian yang berkenaan dengan lirik lagu daerah, rumah dan pakaian adat, musik,

upacara adat dan religi, sampai kepada jenis-jenis tradisi serta makanan kedaerahan yang

khas. Kedua kelompok (siswa SMA/MA Jakarta dengan di kota-kota besar lainya bisa

mengirimkan hasil itu pada suatu halaman web, maupun e-mail. Struktur situasi para

guru sedemikian sehingga para siswa memperoleh ketrampilan dalam beberapa bidang

(penulisan, musik, komunikasi, dan konstruksi halaman-Web, e-mail) itu mempunyai

peningkatan dalam arti ketika proyek pelajaran itu berproses.

Prinsip 2: Struktur belajar di sekitar konsep-konsep utama

Mendorong para siswa untuk membuat makna dari bagian-bagian yang

menyeluruh/utuh ke dalam bagian-bagian yang terpisah-pisah. Hindari mulai dengan

bagian-bagian dahulu untuk membangun kemudian sesuatu yang "menyeluruh/utuh."

Sebagai contoh, sesuai dengan topik Anda dalam hal ini bisa dimuai dengan pengenalan

konsep ―kebudayaan‖. Di mana kebudayaan itu jika diuraikan bisa meliputi atifact

(peninggalan-peninggalan, bangunan, perkakas, pakaian, dan sebagainya), mentifact

(aktivitas mental, jiwa, pemikiran, gagasan-gagasan, dan sebagainya), dan socifact

(aktivitas-aktivitas sosial keagamaan, dan sebagainya). Anda sebagai guru di sini dapat

mendekati konsep-konsep itu dengan "bercerita" melalui aktivitas temuan-temuan

konkrit. Dalam hal ini pembelajaran sosiologi-antropologi harus dilengkapi dengan buku-

buku, sumber-sumber lain, mencakup suatu perpustakaan kelas yang menggambarkan

tentang aneka ragam etnis dan budaya bangsa Indonesia itu. Dari buku-buku seperti;

Ensikopedia Budaya Bangsa Indonesia (2001) karya Zulyani Hidayah; Indonesia

Hanbook, tulisan Bill Dalton (1979); Manusia dan Kebudayaan Indonesia, (1970) dan

“Peranan Local Genius dalam Akulturasi‖ (1986) Editor Ayatrohaedi, dan sebagainya.

Anda menyiapkan para siswa untuk menulis cerita mereka sendiri, dan

memperkenalkan gagasan melalui audio-visulal, film maupun media lainnya. Para siswa

dapat menyusun kembali bagian-bagian dari suatu cerita bahkan materi video digitalisasi.

Aktivitas terakhir mungkin menugaskan para siswa untuk merekonstruksi cerita

bagaimana ketika membayangkan kunjungan mereka ke tempat-tempat teman mereka

yang ada di daerah-daerah luar Jawa itu.

Page 6: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

6

Prinsip 3: Carikan dan hargai poin-poin pandangan siswa sebagai jendela untuk

memberikan tanggapan mereka.

Tantangan gagasan dan pencarian elaborasi yang tepat untuk ditangkap siswa,

sering mengancam banyak siswa. Maksudnya adalah bahwa sering para siswa dalam

kelas yang secara tradisional mereka tidak bisa menduga serta menghubungkan apa yang

guru maksudkan untuk jawaban yang benar dan cepat. Agar siswa tidak berada di luar

topik dari diskusi kelas yang diadakan, mereka harus betul-betul "masuk" dan ‖sibuk‖

ikut mengkaji tugas-tugas dalam belajar sebagai konstruktivis lingkungan melalui

petanyaan-peranyaan, sanggahan, ataupun jawaban yang diajukan.

Para siswa juga harus mempunyai suatu kesempatan untuk mengelaborasi merinci

dan menjelaskan. Kadang-kadang, perasaan Anda merasa keterterlibatannya itu agak

percuma karena siswa tidak begitu cepat tanggap. Atau apa yang siswa pikirkan dan yang

dikemukakan mereka itu bukanlah hal yang penting untuk dipahami secara utuh. Jika

terjadi demikian, hal ini adalah anggapan yang keliru, karena itu jika siswa memulai

dengan konsep yang tidak/kurang jelas maka dapat dilacak dengan pertanyaan-

pertanyaan terbuka seperti; ―mengapa‖?, dan ―bagaimana‖?. Gunakan jawaban siswa itu

untuk mengarah kepada adanya evidensi-evidensi yang kuat sehingga dapa mengokohkan

validitas jawaban siswa tersebut. Sebab dalam belajar konstruktivisme pengetahuan

menuntut tidak hanya waktu untuk mencerminkan atau menguaraikan tetapi juga untuk

waktu praktik menjelaskan. Dengan demikian kedudukan dan peranan demonstarsi, siswa

tidak hanya dituntut dalam pengembangan fluency-nya saja, melainkan juga harus

terhindar dari situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan verbalisme.

Prinsip 4. Sesuaikan pembelajaran dengan perkiraan yang menuju pada

pengembangan siswa.

Memperkenalkan topik kajian dengan pengembangan yang tepat atau sesuai,

adalah suatu awal yang baik untuk dapat memahami pengembangan konsep berikutnya.

Kebanyakan di sekolah menengah, para siswa akan menemukan persiapan suatu naskah

film atau suatu ringkasan tentang keaneka ragaman suku bangsa dan seni-budaya

Page 7: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

7

Indonesia. Ketika para siswa terlibat dalam pembahasan topik, Anda harus memonitor

proses dan jalannya pengembangan persepsi mereka dalam belajar.

Sebagai contoh, seorang guru sosiologi-antropologi di MA/SMA yang membahas

topik tentang Perlunya Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap

Keberagaman Budaya Indonesia" ia bersiap-siap menghadapi para siswanya untuk

mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan ‖kebudayaan‖ dan aspek-

aspeknya dari berbagai aktivitas (nonton film, membaca, penyimakan informasi/laporan,

tanya jawab, dan pengkajian gambar-gambar serta foto, bahkan sampai darmawisata).

Dalam diskusi kelas, guru selalu ada bersama siswa, untuk mengamati, merasakan, dan

menilai aktivitas siswa selama belajar pendekatan konstruktivisme. Beberapa siswa

mungkin ada yang kesulitan mengkategorikan unsur-unsur kebudayaan dari ketiga unsur

tersebut (artIfact, mentifact, socifact), dan ada pula yang mengikuti pola penggolongan

elemen kebudayaan yang mengikuti pola E.B. Taylor seperti yang dituliskan dalam buku

Primitive Culture Dia dengan mengelompokkan: ilmu pengetahuan, teknologi, mata

pencaharian, hukum, adat istiadat, kesenian, kebiasaan, dan lain-lain.

Prinsip 5. Nilai hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.

Fokuskan dalam penilaian itu harus benar-benar sedang menilai apa yang benar-

benar sedang terjadi saat penilaian berlangsung. Orientasi kejadian ini jangan sekali-kali

menilai itu dalam kebiasaan skor yang diperoleh seseorang dari waktu ke waktu. Ekspresi

Anda bisa bervariasi, kadang-kadang optimis, periang, namun sesekali bisa pesimis,

sedih, maupun marah. Namun perlu diingat marahnya seorang guru dalam kerangka

sedang mendidik, dalam konteks pembelajaran, bukan marah mengekspresikan

kekesalan. Begitu juga ketika Anda memberikan bantuan pada seseorang atau beberapa

siswa, bantuan yang Anda lakukan benar-benar dalam kerangka mendidik, bukan sedang

menyintai seseorang, atau agar mendapat simpatik dari seorang siswi yang cantik.

Di sini-lah perlunaya authentic assessment yakni suatu penilaian yang betul-

betul menilai apa yang terjadi sesungguhnya nyata secara alami, tidak diwarnai oleh

preseden penilaian sebelumnya, melainkan suatu assessment di suatu konteks yang penuh

Page 8: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

8

arti ketika berhubungan dengan permasalahan dan perhatian asli yang dihadapi oleh para

siswa.

2. Karaktersitik dalam Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme

(Topik” “Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap Keberagaman

Budaya Indonesia")

Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya dapat diterapkan pada semua jenjang dan

langkah-langkah belajar. Namun demikian, seperti biasanya Anda bekerja dengan

gagasan untuk konstruktivisme yang begitu luas, Anda dapat saja mengembangkan versi

pribadi yang sedikit berbeda bahkan mungkin menyederhanakan dari prinsip-prinsip di

berikut ini. Oleh karena itu khasanah teori konstruktivisme betul-betul sangat beragam.

Derry dalam karyanya Constructivism in education (1996) ia istilahkan sebagai

"etnosentrisme‖ dalam berbagai konstruktivis". Dalam hal yang serupa, Ernest dalam

Constructivism in education (1995: 483) mencatat bahwa terdapat beberapa karaktersitik

konstruktivisme, posisinya adalah semua varian karakteristik tentang konstruktivisme

adalah radikal. Pertimbangan yang penting bagaimanapun berhubungan dengan

kebutuhan sebagai Ernst lihat "untuk mengakomodasi komplementaritas antara

konstruksi individu dan interaksi sosial" (Ernest, 1995: 483) secara teoretis memiliki

karakteristik yang umum menurut Ernest (1995: 485) adalah sebagai berikut: :

1. Pengetahuan secara keseluruhan adalah diproblematisasikan, tidak

hanya pengetahuan subjektif siswa, mencakup pengetahuan secara

budaya, mathematik, dan logika. (“Benarkah sekarang ini sikap

menghargai budaya sendiri dan toleransi serta simpati terhadap

keberagaman budaya Indonesia itu menunjukkan pada titik

yang rendah? Ataukah memang sebagai warga global kita tidak

diperlukan lagi rasa menghargai, simpati, toleran terhadap

keberagaman budaya Indonesia yang kita miliki, dan kita cukup

dengan mengembangkan budaya global?, dan sebagainya”) 2. Pendekatan secara metodologis diperlukan untuk dapat menjadi

lebih berhati-hati dan reflektif sebab tidak ada "cara singkat" untuk

mencapai kebenaran atau mendekati kebenaran itu. (Anda bisa

menyajikan topik ini dengan berbagai pendekatan seni-budaya,

misalnya: Sekarang ini bangsa Indonesia sudah begitu maju

dalam seni budaya. Apapun yang bernuansa seni-budaya global,

Page 9: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

9

musik rock, pop, blues, clasic, rap, hiburan, mode pakaian,

rambut, dan sebagainya berkembang di kalangan kaula muda

kita. Benarkah ini semua menggambarkan dinamika majunya

bangsa Indonesia dalam blantika musik maupun kebudayaan

lainnya?

3. Fokus perhatian bukan hanya kognisi-kognisi siswa, tetapi kognisi-

kognisi siswa, kepercayaan, dan konsepsi-konsepsi pengetahuan.

(Kebudayaan itu sebagai warisan generasi sebelumnya;

kebudayaan itu sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup;

kebudayaan itu berkisar pada seni tradisional, kepercayaan-

kepercayaan, keyakinan-keyakinan, kebudayaan itu juga

sebagai ekpresi dan mind set, kebudayaan lokal itu sebagai

mmanifestasi kepercayaan dan tradisi-tradisi kelokakan,

kebudayaan lokal itu berbeda bahkan mungkin bertentangan

dengan kebudayaan global, dan sebagainya) 4. Fokus perhatian dengan guru dan dalam pendidikan, guru bukan

hanya dengan mata pelajaran dan ketrampilan diagnostik, tetapi

dengan kepercayaan, konsepsi-konsepsi, dan teori-teori tertentu

tentang mata pelajaran, mengajar, dan belajar. (Anda bisa

mengelaborasi dan mengaitkan teori-teori difusi Smith & Perry,

akulturasi Ralph Linton, enkulturasi Erik Fromm, asimilasi

Yinger, yang berhubungan dengan pengembangan budaya lokal,

teori imitasi Gabriel Tarde, maupun teori-teori belajar sosial

Bandura, dan sebagainya?)

5. Walaupun kita secara tentatif dapat mengenali pengetahuan dari

yang lain dengan menginterpretasikan tindakan dan bahasa mereka

melalui konsepsi kita sendiri yang dibangun, yang lainnya

mempunyai kenyataan yang tidak terikat (independent) pada kita.

Tentu saja, hal itu adalah realitas dari yang lain bersamaan dengan

kenyataan kita sendiri yang bekerja keras untuk memahaminya,

tetapi kita tidak pernah dapat mengambil apapun kenyataan ini

ketika ditetapkan. (Dalam hal ini Anda tidak boleh berasumsi

bahwa pengetahuan siswa itu identik dengan pengetahuan Anda.

Oleh karena itu sesungguhnyalah dalam kajian ini bisa terjadi

bahwa sebenarnya diri Anda yang sedang mengkaji

“Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap

Keberagaman Budaya Indonesia" dan Anda hanya sedikit

mungkin tidak memperoleh pengetahuan baru tentang kajian

tersebut. Namun di sini yang diperlukan atas dedikasi Anda

adalah keikhlasan pengorbanan Anda).

6. Suatu kesadaran konstruksi pengetahuan sosial menyarankan suatu

penekanan pedagogis atas diskusi, kerja sama (kolaborasi),

negosiasi, dan berbagi makna. (Anda bisa membentuk suatu atau

berapa kelompok kerja siswa, sebab dengan pembentukan

kelompok tidak sekedar meningkatkan social skills siswa, tetapi

Page 10: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

10

juga memerlukan suatu konfirmasi konsep, penyempurnaan

pandangan dari komunitas yang heterogen).

Selanjutnya Jonassen (1991: 11-12) mencatat bahwa banyak pendidik dan ahli

psikologi kognitif sudah menerapkan konstruktivisme untuk mengembangkan pelajaran

lingkungan. Dari aplikasi ini, ia telah membatasi sejumlah prinsip-prinsip disain

konstruktivisme sebagai berikut:

1. Ciptakan lingkungan dunia nyata yang mempekerjakan konteks

bahwa apa yang dipelajari itu itu relevan; (Banyak orang dan para

siswa merasa rendah diri jika hanya bisa menyanyikan lagu-

lagu lokal-tradisional tidak bisa menyanyikan lagu-lagu pop,

rock, rap, maupun blues, malu kalau hanya bisa tari seudati

tidak bisa breakdance, dan sebagainya, malu kalau memainkan

kecapi Cianjuran dan tidak bisa memainkan piano, memetik

gitar, dan menabuh drum; dan lain-lain).

2. Pusatkan pada pendekatan realistis untuk memecahkan

permasalahan dunia nyata. (Rasa malu, kurang percaya diri

dengan seni dan budaya sendiri itu terjadi karena kita kurang

percaya pada kemampuan diri sendiri untuk ”mencipta”,

sebagai ”kreator”. Coba lihat bangsa Jepang walaupun mereka

sudah maju dalam iptek-nya, ia bangga dengan pakaian kimono,

ia bangga dengan tradisi upacara minum teh-nya, mereka

bangga dengan seni bela diri yudo maupun karate-nya, dan

sebagainya. Kita juga harus percaya diri dan bangga dengan

seni-budaya bangsa sendiri yang kaya ini, sebab kemajuan seni

budaya Indonesia tidak akan pernah maju jika tidak

dikembangkan dan dimajukan oleh bangsa Indonesia sendiri).

3. Instruktur adalah seorang pelatih dan penganalisis strategi yang

digunakan untuk memecahkan permasalahan ini; (Anda harus

selalu siap untuk menolong /membantu siswa dalam

memecahkan berbagai persoalan yang diajukan siswa sekitar

“Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap

Keberagaman Budaya Indonesia")

4. Tekankan saling berhubungan konseptualnya,, memberikan

berbagai penyajian atau perspektif pada isi; (Anda harus mampu

menguhubungkan hal-hal yang kelihatannya tidak relevan

menjadi relevan bagi siswa, Anda juga dituntut suatu bentuk

penyajian yang penuh bervariasi dalam berbagai perspektif isi

secara inter/multidisipliner).

5. Tujuan dan sasaran pembelajaran harus dirundingkan dan tidak

memaksakan; (Dalam penyusunan tujuan pembelajaran, Anda

harus memperlihatkan sikap demokrasi Anda, dan jangan

menampakkan kemauan Anda secara eksplisit. Kalaupun

Page 11: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

11

sesungguhnya Anda memiliki rumusan tujuan dan sasaran, hal

itu bisa tidak diperlihatkan, yakni dengan menggali pertanyaan-

pertanyaan tertutup maupun retorik. Contoh: Bukankah

pengembangan budaya lokal/daerah itu penting? Salahkah jika

Anda tidak peduli sama sekali terhadap budaya lokal/daerah

lain yang ada di Indonesia? Dan sebagainya).

6. Evaluasi harus melayani sebagai suatu alat analysis-diri; (Berikan

suatu bentuk evaluasi yang transparan ataupun terbuka bagi

siswa, sehingga siswa dapat melakukan evaluasi diri. Dalam

penyusunan alat evaluasi ini, dan Anda harus memberikan

kriteria yang jelas dan tegas untuk memperoleh nilai; A, B, C, D,

dan E.). Apa kriterianya jika ingin nilai A. Apa kriterianya jika

ingin nilai B, dan seterusnya).

7. Menyediakan alat-alat dan lingkungan yang membantu siswa

menginterpretasikan berbagai perspektif tentang dunia;

(Menyediakan buku-buku sumber, film, gambar-gambar,

rekaman video, tape recorder, yang berhubungan dengan

pengembangan budaya daerah Indonesia).

8. Belajar harus secara internal dikontrol dan dimediasi oleh siswa.

(Pendapat-pendapat siswa, tanggapan, aktivitas, maupun

harapan-harapan siswa harus Anda perhatikan, walaupun

sebenarnya Andalah sebagai pengendali sesungguhnya dalam

kegiatan pembelajaran tersebut).

Jonassen (1994: 35) meringkas apa yang ia sebut sebagai "implikasi

konstruktivisme untuk diasin pembelajaran". Prinsip yang berikut menggambarkan

bagaimana konstruksi pengetahuan dapat dilakukan:

1. Sediakan berbagai penyajian kenyataan; (Anak-anak muda

sekarang ini banyak yang mengabaikan pentingnya

pengembangan kebudayaan sendiri maupun budaya lokal

laiinnya sebagai bangsa, tidak mempersoalkan keutuhan

integrasi bangsa, lebih mementingkan kepuasan dan kesenangan

pribadi, memiliki solidaritas sosial yang rendah, lebih mengejar

prestasi individual, kurang memiliki idealisme yang tinggi, dan

sebagainya).

2. Hadirkan kompleksitas yang dialami dunia nyata; (Ketegangan dan

keresahan hidup meningkat, susahnya mencari pekerjaan, hidup

serba mahal, kriminalitas meningkat; polusi udara, air, tanah

dan kebisingan meningkat; kebudayaan lokal makin

terpinggirkan oleh kebudayaan populer, nayanyian dan lagu-

lagu daerah makin terdesak oleh nyanyian populer, mal-mal dan

pasar swalayan makin mendesak pasar tradisional, dan

sebagainya).

Page 12: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

12

3. Pusatkan pada konstruksi pengetahuan, dan bukan atas reproduksi;

(Bagaimana budaya tradisional/lokal bisa terdesak oleg budaya

global? Mengapa anak-anak muda sekarang lebih suka

memakai “pakaian gaul” daripada pakaian daerah? Mengapa

anak-anak muda sekarang banyak yang berperilaku cuek

ataupun kurang memiliki kepekaan sosial? Dan sebagainya).

4. Sajikan tugas autentik (kontekstualisasikan, dan bukannya

meringkas instruksi); Coba kamu bandingkan bagaimana upaya

pengembangan seni tradisional Jepang maupun Cina dengan di

Indonesia berdasarkan studi literatur maupun tayangan film;

Coba kamu buat suatu laporan/makalah bagaimana “nasib”

perkembangan bahasa daerah Sunda di kalangan anak muda;

Coba kamu analisis bagaiman perkembangan seni Lenong

Betawi sekarang ini; Buat suatu kecenderungan-kecenderungan

berdasarkan analisismu tentang perkembangan demonstrasi

yang anarkis, dan sebagainya.

5. Lebih memberikan tentang dunia nyata yang didasarkan pada

belajar kasus lingkungan, daripada menentukan urutan

pembelajaran sebelumnya. (Coba kaji, seni daerah apa yang akan

muncul jika di daerahmu sudah tidak adala lagi bahasa daerah

yang berkembang di daerah itu? Mengapa anak muda lebih

suka menggunakan bahasa Betawi daripada bahasa Indonesia

maupun daerah? Coba kamu teliti, mengapa anak-anak muda

banyak yang menyukai rambutnya disemir coklat atau merah

daripada disemir hitam? Dan sebagainya).

6. Bantu praktik reflektif; (Coba renungkan baik-baik, apa yang bisa

mungkin terjadi jika anak-anak muda kita begitu gengsi jika

mngenalkan seni tradional / daerah ? Kemungkinan apa yang

bisa terjadi jika sebagiuan besar warganya tidak menyukai

budayanya sendiri ?).

7. Memungkinkan konteks dan isi bergantung kepada konstruksi

pengetahuan; (Bagaimana setelah siswa melihat beberapa

keprihatinan mendalam tentang pengembangan budaya bangsa?

Apakah ini diperlukan para siswa mengadakan studi banding

dengan negara-maju yang memiliki komitmen kuat dalam

mengembangkan budaya lokal ataupun tradisional?).

8. Dukung konstruksi kolaboratif pengetahuan yang melalui negosiasi

sosial. (Dengan memberi tugas atau pertanyaan sebagai berikut:

Coba kamu kerja kelompok (Kelompok A, B, C dan D). Tugas

kamu adalah, simak baik-baik secara teliti, apa karaktersitik

penampilan etnis Sikh India laki-laki, dan mengapa mereka

bertahan memakai pakaian itu hingga sekarang?)

Wilson dan Cole (1991: 59-61) memberikan suatu deskripsi model pengajaran

kognitif yang "berwujud" konsep-konsep konstruktivisme. Dari uraian ini, kita dapat

Page 13: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

13

mengidentifikasikan beberapa disain konsep yang berpusat pada pembelajaran

konstruktivisme, sebagai berikut:

1. Lekatkan belajar dalam sesuatu yang autentik dan kaya dengan

pemecahan masalah lingkungan; (Anda boleh menanyakan

kepada siswa, contoh: Coba kamu analisis daerahmu, termasuk

masyarakat yang memiliki tingkat kepedulian tinggi tidak

terhadap budaya daerahnya sendiri, dan apakah mereka peduli

juga dengan budaya daeah lain? Mengapa demikian,

kemukakan alasan-alasannya !)

2. Berikan untuk yang autentik lawan konteks akademis untuk belajar;

(Jelaskan mengapa anak muda sekarang tidak menyukai seni

tradisional? Apakah ada hubungannya dengan harga diri

maupun rendah diri?)

3. Berikan untuk kontrol pada siswa; (Apa yang akan kamu lakukan

jika suatu masyarakat sudah sangat tidak peduli terhadap

perkembangan budayanya sendiri? Coba berikan strategi

penanggulangannya secara rinci dari hal yang sederhana sampai

kepada hal yang kompleks atau rumit!)

4. Gunakan mekanisme suatu kesalahan sebagai pemberian feedback

kepada siswa. (Betulkah dalam suatu pengembangan budaya

lokal harus sama sekali mengabaikan unsur-unsur

kemanfaatnnya dan yang penting lestari? Jadi apa

pertimbangan perlu dikembangkan tidaknya itu harus

berdasarkan apa saja ?)

Ernest (1995: 485) dalam deskripsinya banyak sekolah yang menekankan

pemikiran konstruktivisme menyarankan implikasi-imlpikasi konstruktivisme yang

berikut, secara umum:

1. Kepekaan dan penuh perhatian terhadap konstruksi siswa

sebelumnya; (Anda boleh menanyakan pada siswa; “Kalau

kebudayaan itu dapat diibaratkan suatu tanaman, kemudian

tanaman itu tidak pernah disiram dan dipupuk serta dirawat,

apa yang dapat kamu bayangkan pada tanaman itu?).

2. Coba Anda diagnostik pengajaran untuk memperbaiki kesalahan

siswa dan adanya kesalah-pahaman; (Bertanyalah pada diri Anda

sendiri:”Apakah konsep-konsep, metafora, terlalu tinggi

sehingga mereka tidak memahami maknanya? Ataukah style

saya terlalu ke kanak-kanakan sehingga membosankan bagi

siswa? Atau juga cara berpikir saya yang kurang sistematis dan

melompat-lompat? ) 3. Perhatikan untuk metacognition dan strategi pengaturan- diri oleh

siswa; (Mungkinkah cara penyajian saya kurang sistematis dan

Page 14: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

14

melompat-lompat sehingga membingungkan bagai para siswa ?

Ataukah dalam membuat generalisasi tidak nampak unsur

hubungan konsep-konsepnya yang saya rangkai dan kurang

tajam?).

4. Gunakan berbagai representasi konsep-konsep kebudayaan; (Anda

bisa mengelaborasi dari konsep utama ”kebudayaan” ke

konsep-konsep selanjutnya, seperti: perkakas, adat-istiadat,

kesenian, bahasa, upacara, kepercayaan, mata pencaharian,

norma, etika, kebiasaan, teknologi, dan sebagainya). 5. Kesadaran adalah penting dalam mencapai tujuan belajar siswa,

dan bedakan antara tujuan siswa dan tujuan pembelajaran; (Anda

bisa melihat keasyikan siswa belajar itu belum tentu

berorientasi pada tujuan pembelajaran. Dalam hal ini sebaiknya

Anda tetap menyadari bahwa tujuan pembelajaran adalah hal

utama kalau bukan yang pertama. Caranya jangan sesekali

membunuh tujuan siswa untuk tujuan pembelajaran.

Sebaliknya tujuan siswa mesti bisa dijadikan wahana untuk

mencapai tujuan pembelajaran).

6. Kesadaran pentingnya konteks sosial, seperti perbedaan tipis antara

sanak saudara atau ”kebudayaan” dengan ”peradaban” (dan suatu

usaha untuk memanfaatkan yang terdahulu untuk yang belakangan).

(Maksudnya jika Anda sudah mengetahui definisi

”kebudayaan” maka tinggal dibedakan saja yang mirip-mirip

kebudayaan itu pada hakikatnya seruapa dengan

”peradaban”).

Honebein (1996: 11) menguraikan tujuh tujuan untuk disain belajar

konstruktivisme lingkungan:

1. Berikan pengalaman dengan pengetahuan proses konstruksi (Anda bisa

mengajukan pertanyaan, dengan: “Ketika kamu melihat budaya Tari

Lilin maupun Tari Piring dari Sumatera Barat, adakah hubungannya

dengan keterampilan tertentu orang-orang Minang dalam mengelola

Rumah Makan mereka ?)

2. Berikan pengalaman dan penghargaan untk berbagai perspektif; (”Bagus

jawaban kamu Ani, orang-orang Minang memang pandai membawa

sajian makanan yang disusun dalam puluhan piring makan).

3. Lekatkan belajar yang realistis dan relevan dengan konteks; (”Kalau begitu

mengapa orang Betawi juga mestinya menghargai Lenong Betawi

maupun Tari Topeng Betawi? Betul... jawabanmu karena tidak mungkin

orang luar Betawi tanpa alasan yang jelas tiba-tiba ia berambisi

menyukai Tari Topeng Betawi? Jadi mestinya orang Betawi juga

mengembangkan dan menyukai budayanya sendiri !”). 4. Dorong kemampuan diri dan nyatakan dalam proses belajar; (...............).

Page 15: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

15

5. Lekatkan belajar pengalaman sosial; (“Bukankah tahun lalu kita pernah

Dharmawisata ke Bali kelas ini. Baik kalau begitu sebenarnya tidak

terlalu sulit menggali kembali pengalaman-pengalaman di Gunung Kawi,

Istana Presiden, Kampung Ubud, sampai di Kuta).

6. Dorong penggunaan berbagai gaya penyajian (Kalau saja Anda memulai

dengan cerita, ketika siswa mulai menekuni masing-masing kesibukan

kelompok, maka Anda tidak lagi menyajikan dengan cerita namun

dengan mendemonstrasikan beberapa budaya daerah atau seni tari

maupun lagu-lagu daerah sesuai dengan kelompok siswa. Dan bila itu

sudah dilakukan, bisa dilanjutkan dengan penugasan masing-masing

kelompok untuk membuat dan mempresentasikan laporan kelompok

yang ditanggapi kelompok lainnya).

7. Dorong kesadaran diri dalam proses konstruksi pengetahuan. (Jika sebagian

siswa ada yang masih belum paham betul dalam mengkonstruksi

pengetahuan baru, jangan segan-segan Anda membantu siswa: ”Ayo apa

yang kamu bisa bayangkan dari Lomba Karapan Sapi Madura, jangan-

jangan awal terkenalnya sate Madura itu adalah korban dari karapan

sapi yang kalah, kemudian disate, bisa begitu kan? Mungkin tidak ?”).

Suatu konsep penting untuk konstruktivis sosial adalah sebagai perancah (tangga),

yang mana adalah suatu prosedur, proses memandu siswa dari apa yang segera dikenal ke

apa yang akan dikenal. Menurut Vygotsky (1978), ketrampilan pemecahan masalah siswa

jatuh masuk ke tiga kategori:

1. keterampilan yang tidak dapat siswa lakukan.

2. keterampilan mungkin dapat siswa lakukan.

3. keterampilan bahwa siswa dapat lakukan dengan bantuan.

Tangga-tangga untuk cantolan itu membiarkan para siswa melaksanakan tugas

yang akan secara normal menjadi sedikit di luar kemampuan mereka, jika tanpa bantuan

dan bimbingan dari guru. Dukungan guru yang sesuai dapat memberikan para siswa

untuk berfungsi belajar secara zigzag dalam pengembangan individu mereka. Tahapan-

tahapan kemudian adalah suatu karakteristik konstruktivisme belajar dan mengajar yang

perlu dipahami dengan mengaitkan aspek-aspek pengetahuan yang berhubungan itu.

Berbagai perspektif, aktivitas autentik, lingkungan dunia nyata, harus ditekankan

dan harus dihubungkan dengan pembelajajaran konstruktivisme. Secara ringkas, ada

banyak persamaan antara perspektif dari peneliti yang berbeda-beda itu dalam tinjauan

ulang literatur tersebut. Bagian yang berikut memberikan suatu sintesis dan ringkasan

Page 16: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

16

karakteristik pembeljaran konstruktivisme seperti yang dipresentasikan di atas secara

runut. Namun di bawah ini tidaklah dipresentasikan dalam tatanan yang hirarkis urutan-

urutannya.

1. Berbagai perspektif dan penyajian konsep-konsep dan isi yang

dipresentasikan, harus mendorong siswa belajar. (Mengapa

kebudayaan itu begitu luas? Apa unsur-unsur kebudayaan itu?

Apa karakteristik kebudayaan itu milik bersama, dan mengapa

pula kebudayaan itu hasil belajar? Adakah hubungan

kebudayaan dengan kepribadian?).

2. Tujuan dan sasaran hasil diperoleh oleh siswa atau dalam

negosiasinya dengan guru merupakan satu sistem. (Anda harus

bernegosiasi dengan siswa dalam merumuskan tujuan

merupakan suatu sistem dalam konstruktivisme, dengan

mengajukan: pertanyaan-pertanyaan yang tertutup maupun

retorik yang menuntut jawaban ya atau tidak, setuju atau tidak

setuju. Contoh: Dalam pembahasan berbagai kebudayaan

daerah di Indonesia, setujukah jika tujuan kita dalam

pembahasan tersebut untuk mengidentifikasikan beberapa

kebudayaan daerah di Indonesia yang perlu kita ketahui

lengkap dengan etnisnya? Setujukan jika dalam pembahasan

kita nanti mengklasifikasikan mana yang tergolong budaya

peninggalan (artifact), aktivitas jiwa maupun mental (mentifact),

dan aktivitas sosial (socifact) ?

3. Para guru melayani dan berperan sebagai pemandu, pemonitor,

pelatih, tutor dan fasilitator. (Anda bisa menanyakan pada siswa;

“bagaimana ada kesulitan”? “Di mana kebingunganmu

sehingga kelompokmu menghadapi jalan buntu”? “Nah itu

persoalannya, karena kamu terlalu menganggap sempit arti

kebudayaan, seolah-olah kebudayaan itu hanya kesenian, adat-

istiadat, benda-benda peninggalan serta kebiasaan-kebiasaan

dan warisan generasi terdahulu saja”)

4. Peluang, alat-alat, dan lingkungan disajikan untuk mendorong

metakognisi, analisis-diri - refleksi dan –mengembangkan kesadaran

siswa.(Anda harus memberikan layanan pembelajaran yang

betul-betul demokrasi serta menyediakan sumber-sumber yang

memadai, alat-alat, dan waktu yang memadai untuk berbagai

aktivitas siswa belajar).

5. Siswa memainkan suatu peran sentral dalam memediasi dan

mengendalikan belajar. (Anda bisa bertanya pada siswa: “Ini

peralatan dan buku-buku sumber, serta video film, maupun

computer-internet, sudah kami sediakan, bagaimana rencana

kalian, dan perlu kesepakatan mau berapa lama kalian belajar

tentang kebudayaan-kebudayaan daerah di Indonesia?)

Page 17: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

17

6. Situasi belajar lingkungan, ketrampilan, isi dan tugas itu harus

relevan, realistis, autentik dan menghadirkan kompleksitas yang

alami dari 'dunia nyata'. (Coba kita ingat-ingat lagi, ini kelompok

satu tugasnya membahas apa tadi (maksudnya mengidentifikasi

budaya daerah di P. Sumatra); Ayo ini kelompok dua tadi

tugasnya apa (maksudnya mengidentifikasi kebudayaan daerah

di P. Jawa); Kelompok 3 tadi tugasnya apa coba (maksudnya

mengidentifikasi kebudayaan daerah di P.Kalimantan; dan

seterusnya.

7. Sumber data utama digunakan dalam rangka memastikan

autentisitas dan kompleksitas dunia nyata. (Anda bisa menyuruh

siswa mencari foto-foto kebudayaan daerah sesuai dengan tugas

yang diberikan, mendeskripsikan bentuk karaktersitik

peninggalan maupun tarian, lagu-lagu, makanan, dan

sebagainya sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya).

8. Konstruksi pengetahuan dan bukan penekanan reproduksi, adalah

hal yang ditekankan. (Siswa Anda lebih banyak dianjurkan

meneliti deskripsi (gambaran) peninggalan yang dimaksud dan

karakteristik-karakteristiknya serta manfaat penerapan budaya

itu daripada siswa banyak dianjurkan agar siswa memiliki

produk budaya daerah itu).

9. Konstruksi di sini diambil dalam konteks individu dan melalui

negosiasi sosial, kolaborasi dan pengalaman. (Apakah jawaban

Ani itu betul Andi tentang persamaan Panjang Jimat dan

Sekaten? Lalu bagaimana dengan pengalaman Lukman yang

pernah langsung menyaksikan upacara Panjang Jimat di

Cirebon itu?)

10. Konstruksi pengetahuan siswa sebelumnya, kepercayaan dan sikap

dipertimbangkan dalam proses konstruksi pengetahuan. (Anda bisa

bertanya pada Siswa:”Sekarang kamu Budi sudah paham

betulkan bedanya Tari Syaman dengan Tari Lenso baik asal

daerahnya maupun ciri-ciri pokok kedua tarian itu?).

11. Pemecahan masalah, keterampilan berpikir dalam tatanan-tinggi

dan pemahaman betul-betul ditekankan (Wayang golek, wayang

kulit, wayang orang, tiga-tiganya memiliki perbedaan dan

persamaan. Coba jika ditelusuri ceritanya, apa menunjukkan

persamaan tiga bentuk pertunjukan wayang itu dalam

kaitannya dengan ajaran filsafatnya?).

12. Jika terjadi kesalahan, beri kesempatan untuk suatu pemahaman

yang lebih tepat dan mendalam dalam mengkonstruksi pengetahuan

siswa berikutnya. (“Awas hati-hati kamu Budi, itu sedikit kurang

tepat coba sekali lagi. Nah… gitu sekarang jawabanmu jauh

lebih tepat dan rinci, saya senang melihat kemajuanmu

belajar”).

13. Explorasi adalah suatu pendekatan yang mesti disukai dalam rangka

mendorong para siswa untuk mencari pengetahuan secara

Page 18: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

18

independen dan untuk mengatur pengejaran tujuan mereka. (Anda

bisa menghimbau kepada siswa: “Silakan kamu pelajari

sebanyak mungkin dari buku-buku sumber maupun internet

serta sumber-sumber lainnya yang sudah disediakan, sesuai

dengan tujuan belajar yang telah kamu tetapkan !”).

14. Siswa diberikan kesempatan untuk belajar secara efektif di mana

ada suatu peningkatan kompleksitas tugas, ketrampilan dan

didapatnya pengetahuan yang mendalam. (Wah.. karya tulismu

bagus, logis, dan sistematis,…kamu betul-betul hebat Adi .

…jika ada kesempatan ataupun tawaran, kamu harus ikut

lomba karya tulis ilmiah remaja yah?). 15. Kompleksitas pengetahuan dicerminkan dalam suatu penekanan atas

saling berhubungan antar konsep-konsep dan belajar secara

interdisipliner. (Bagaimana itu budaya imlek etnis Tionghoa jika

ditinjau dari sisi musim, adakah hubungannya antara

kegembiraan dengan sering hujan? Mengapa demikian?).

16. Kolaboratif dan belajar kooperatif diutamakan dalam rangka

menyingkapkan siswa ke sudut pandang alternatif. (Anda harus

meraya yakin, bahwa melalui belajar kolaboratif/kooperatif

dapat mempertemukan pendapat yang beragam, contoh: Coba

Ani, benarkah yang Siti katakan bahwa kebudayaan itu juga

merupakan “warisan”? Mengapa kebudayaan itu dinamais?).

17. Pencapaian tahapan tujuan harus dimudahkan untuk membantu

para siswa melaksanakan sedikit di luar batas kemampuan mereka.

(Anda boleh dengan menawarkan bantuan kepada siswa,

umpamanya: “Jika anda masih bingung, baik saya ulangi lagi

penjelasan saya bahwa antara kegembiraan dengan sering hujan

pada hari imlek itu ada hubungannya, karena mereka bersukacita

dengan tiba saatnya pergantian dari musim hujan ke musim semi.

Itulah sebabnya mereka bersuka cita karena terbebas dari musim

dingin).

18. Nilai adalah autentik berkaitan dengan pengajaran. (Anda harus

menilai dalam proses belajar dan hasil pekerjaan siswa, bukan

sebagai kebiasaan siswa, ataupun rasa simpati anda semata-

mata).

C. Tiga Model-model Konstruktivisme (Topik: “Menunjukkan Sikap Toleransi dan

Empati Sosial Terhadap Keberagaman Budaya Indonesia")

I. Model Siklus Belajar

Merupakan suatu disain tiga-langkah pembelajaran yang digunakan sebagai suatu

kerangka umum untuk banyak macam aktivitas konstruktivisme pembelajaran. Adapun

Page 19: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

19

Siklus Belajar tersebut sebenarnya secara historis merupakan model yang sudah lama

dihargai sebagai proses belajar yang tertua (sejak zaman Sokrates) yang digunakan dalam

ilmu pendidikan:

(a) Proses ini mulai dengan tahap "diskaveri‖. Di dalamnya, guru

mendorong para siswa untuk menghasilkan pertanyaan maupun

hipotesis dari kegiatan dengan berbagai materi. (Contohnya:

Mestikah semua budaya lokal itu perlu dihargai sebagai aset

bangsa Indonesia? Budaya daerah (lokal) yang bagaimana yang

perlu dihargai oleh budaya lainnya di Indonesia?; Bagaimana

sebaiknya bentuk-bentuk penghargaan yang perlu diberikan pada

budaya lokal itu?; Apa yang akan terjadi jika budaya lokal itu kita

biarkan apa adanya tanpa perhatian dari masyarakat dan

pemerintah Indonesia? Bagaimanakah caranya untuk

menghidupkan kembali budaya lokal Indonesia itu? Adakah

hubungan signifikan antara perkembangan budaya lokal dengan

kokohnya kepribadian bangsa? Dan sebagainya). (b) Berikutnya, guru memberikan pelajaran "pengenalan konsep". Di

sini guru memusatkan pertanyaan siswa tersebut dan membantu

mereka menciptakan hipotesis dan disain eksperimen ataupun

pembelajaran (Contohnya: Tidak ada kebudayaan yang bertahan

jika tidak ada pendukungnya. Tidak ada “tari jaipong”,

“cianjuran”, “sekaten”, lais”, “sintren”, “karapan sapi”,

“panjang jimat”, “seudati”, “sjaman”, “lenso”, “gending

sriwijaya”jika tidak ada kecintaan masyarakat Indonesia untuk

mengembangkan seni-budaya tersebut. Dan sebagainya ).

(c) Pada langkah yang ketiga, "aplikasi konsep" para siswa bekerja pada

permasalahan baru yang mempertimbangkan kembali konsep belajar

yang dikaji dalam tahap satu dan dua. Anda boleh menggunakan

siklus berikutnya di mana dalam hal ini mengulangi tahapan-tahapan

yang memadai dalam satu pelajaran atau unit tertentu. (Contohnya:

Bagaimana caranya jika kita ingin menghidupkan kembali

kebudayaan-kebudayaan lokal? Bentuk-bentuk penghargaan dan

toleransi pengembangan “kebudayaan lokal” yang bagaimana

yang mesti kita lakukan? Di mana jika kita ingin mempelajari

tarian “jaipongan?” Untuk kegiatan-kegiatan apa seni “Degung”

dan “Cianjuran” di tepat dipentaskan? Bagaimana itu upacara

“sekaten” dilakukan tahapan-tahapannya? Harus menggunakan

apa seni “lais” dan “sintren” dapat dapat didemonstrasikan, serta

bagaimana urutan-urutannya? Apa keunikan pertunjukan

“karapan sapi”, dan bagaimana memainkannaya? Memperingati

peristiwa apa upacara “panjang jimat” itu, dan bagaimana

pelaksanaan serta urutan-urutannya? Apa itu tari “seudati” dan

“sjaman”, serta bagaimana mendeonstrasikannya? Apa keunikan

“tari lenso”, dan bagaiman memainkannya? Apa itu seni “gending

Page 20: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

20

sriwijaya”, dan bagaimana Anda dapat memainkannya? Dan

sebagainya)

II. Model konstruktivisme belajar Gagnon & Collay

Sesuai dengan namanya model ini didisain dan dikembangkan oleh George W.

Gagnon Jr., and Michelle Collay. Dalam model ini, guru menerapkan suatu ukuran

tahapan mereka dalam struktur pengajaran yang terdiri dari enam tahapan, yakni:

1. Situasi: Situasi apa yang berlangsung untuk disusun bagi siswa

untuk menjelaskan sesuatu? Berikan situasi ini suatu judul dan

uraikan atau lukiskan suatu proses memecahkan permasalahan,

menjawab pertanyaan, menciptakan metafora, membuat keputusan,

menggambar, membuat kesimpulan, atau menentukan tujuan. Situasi

ini harus meliputi apa yang anda harapkan untuk dilakukan para

siswa dan bagaimana para siswa itu akan membuat makna diri

mereka sendiri? (Contoh: Indonesia sedang mengalami krisis

budayaannya sendiri, di mana anak-anak muda khususnya

enggan untuk mengembangkan budaya bangsa serta lebih suka

mengembangkan “budaya global”. Anda bisa menugaskan

kepada para siswa untuk memecahkan masalah: “Bagaimana ini

bisa terjadi? Faktor-faktor apa yang menyebabkan ini semua?

Dapat metaforakan (diibaratkan) sebagai apa Indonesia ini?

Mengapa demikian? Bagaimana seharusnya masyarakat dan

pemerintah berbuat?”).

2. Pengelompokan; Apa yang anda akan lakukan untuk membuat

pengelompokan para siswa; kelas secara keseluruhan, individu,

dalam kolaboratif berpikir tim dua orang, tiga, empat, lima, enam

atau lebih, dan proses apa yang anda akan gunakan untuk

menggolongkan mereka; menyebut nomor urut satu demi satu secara

diacak, memilih berdasarkan daftar nama secara abjad alfabetis, atau

mencampur-adukan antara siswa yang cukup pandai dengan yang

kurang pandai dalam tiap kelompok? Ini tergantung pada situasi

yang anda disain dan material yang anda punyai atau tersedia. (Anda

boleh menugaskan kepada siswa untuk membentuk kelompok:

“Silakan kamu buat kelompok dengan jumlah masing-masing

kelompok 5 atau 6 orang !” Selanjutnya tiap-tiap kelompok

harus bekerja secara efektif, kompak, dan penuh semangat).

3. Jembatan: Ini adalah suatu awal aktivitas yang diharapkan untuk

menentukan siswa terlebih dahulu tentang pengetahuan dan untuk

membangun sebuah "jembatan" antara apa yang mereka telah

diketahui dan apa yang mereka mungkin belajar dengan menjelaskan

Page 21: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

21

situasi itu. Hal ini mungkin melibatkan hal-hal seperti memberikan

mereka suatu masalah sederhana untuk dipecahkan, mempunyai

suatu diskusi kelas yang utuh dan menantang, permainan atau suatu

game, atau membuat daftar. Kadang-kadang hal ini adalah baik

untuk dilaksanakan sebelum para siswa dibentuk kelompoknya

masing, atau bisa juga setelah mereka dikelompokkan. Anda harus

memikirkan apa yang paling sesuai (Setelah para siswa

membentuk kelompoknya masing-masing, mereka ditugaskan

untuk menonton Video tentang Pementasan Tari-tarian dan

Lagu-lagu daerah selama 10 menit. Selanjutnya para siswa

ditugaskan untuk mengidentifikasi maing-masing tarian dan

lagu-lagu daerah tersebut).

4. Pertanyaan; bisa berlangsung masing-masing unsur disain belajar.

Apa yang akan memandu pertanyaan yang Anda gunakan untuk

memperkenalkan situasi itu, untuk menyusun pengelompokan, untuk

menyediakan jembatan, untuk mememelihara pelajaran secara aktif

berlangsung, untuk mengefektifkan pameran, dan untuk mendorong

reflektif? Anda juga harus mengantisipasi pertanyaan dari para siswa

dan frame pertanyaan lain yang tidak diduga agar mereka tetap

terdorong untuk menjelaskan pemikiran mereka maupun untuk

mendukung pendapat temannya, serta untuk melanjutkan pemikiran

untuk diri mereka sendiri (Contohnya: Bagaimana kalian semua

sudah siap? Coba simak adakah gerakan-gerakan dalam tarian

itu yang berhubungan dengan etos kerja yang menunjukkan

sifat-sifat dinamis, energik, dan bekerja keras ? Pada tarian dan

lagu-lagu tradisional apa itu didapat? Kemudian mana pula

yang menunjukkan tarian dan lagu-lagu daerah yang

memperlihatkan kehalusan dan kelembutan? Mungkinkah

keduanya itu dipadukan dalam suatu bentuk tarian maupun

lagu-lagu daerah tertentu? Coba jelaskan menurut pendapatmu

bagaimana!).

5. Mempertunjukkan atau mendemonstrasikan: Hal ini melibatkan

para siswa untuk membuat sesuatu untuk dipamerkan, sedangkan

untuk anggota yang lain dapat melakukan perekaman dalam

menjelaskan suatu adegan yang sedang dikaji. Hal ini bisa mencakup

suatu penulisan yang menguraikan suatu penelaahan dan melakukan

suatu presentasi lisan, membuat suatu grafik, tabel, atau penyajian

visual lain, memerankan atau role playing, membangun suatu

penyajian phisik dengan model, dan membuat suatu tape video, foto,

atau tape audio untuk pajangan, dan sebagainya. (Dalam hal ini

bisa diambil contoh: Siswa mendemonstrasikan hasil kajian

pendalaman tentang pemahaman budaya daerah dengan membuat

laporan kerja kelompok yang dipresentasikan di kelas yang

ditanggapi oleh kelompok lainnya).

Page 22: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

22

6. Refleksi: Ini adalah refleksi siswa dari apa yang mereka pikirkan

sekitar menjelaskan situasi sementara dan kemudian melihat

pertunjukkan dari yang lainnya. Mereka akan mencakup apa yang

para siswa ingat dari proses berpikir mereka tentang perasaan dalam

spirit mereka, kesan dalam imajinasi mereka, dan bahasa dalam

dialog internal mereka. Sikap apa, ketrampilan, dan konsep yang

akan para siswa ambil setelah ke luar dari pintu? Apa yang telah para

siswa pelajari hari ini bahwa mereka tidak akan melupakan besok?

Apa yang telah mereka ketahui sebelumnya; apa yang telah mereka

ingin ketahui; dan apa yang telah mereka pelajari? (Contohnya:

Setelah para siswa saling melaporkan keja kelompoknya

masing-masing yang dipresentasikan di depan kelas, kemudian

ditanggapi oleh kelompok lainnya, selanjutnya dengan

membandingkan pada kelompok-kelompok lainnya, kemudian

para siswa merenungkan hasil kerja kelompoknya masing-

masing. Mereka menyadari bahwa apa yang dilaporkannya itu

ada hal-hal yang perlu disempurnakan, walaupun di sisi lain

mereka bangga karena telah berusaha keras untuk memberikan

penampilan yang terbaiknya ).

III. Model Robert O. McClintock dan Yohanes B. Black

Sesuai dengan namanya model konstruktivisme ini didisain dan dikembangkan

oleh Robert O. McClintock dan Yohanaes B.Black dari Universitas Columbia, namun

disain lain yang didukung lingkungan belajar pada Sekolah Dalton di New York.

diperoleh disain model teknologi yang didukung lingkungan belajar pada Sekolah Dalton

di New York. Konstruksi Informasi (Information Construction yang disebut ICON atau

KI) pada hakikatnya berisi ada tujuh langkah-langkahnya:

(1) Observasi: Para siswa melakukan observasi terutama atas sumber-

sumber, materi-materi yang menyimpan konteks secara alami foto,

gambar, rekaman video, maupun jenis-jenis permainan atau simulasi

mereka tentang kebudayaan daerah (Anda menugaskan para

siswa: “Coba kamu amati (observasi) foto-foto, gambar-gambar

seni daerah di Indonesia termasuk seni etnis pendatang tertentu

yang perlu dipelajari”. Selanjutnya, kamu kemukakan kesan apa

yang kamu dapatkan? Dan, mengapa demikian?).

(2) Konstruksi Interpretasi: Para siswa menginterpretasikan

pengamatan mereka dan memberikan penjelasan dan alasan mereka.

(“Mengapa kamu begitu tertarik pada tari Syaman, Seudati,

maupun Lenso? Gerakan-gerakan apa yang mendorongmu

menjadi sangat terpesona?”)

Page 23: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

23

(3) Kontekstualisasi: Para siswa membangun konteks untuk penjelasan

mereka. (“Mampu tidak kamu menirukan gerakan-gerakan tari

Bali yang lincah untuk dipadukan dengan Tari Burung Merak

dari Sunda-Jawa Barat yang halus dan lembut ?”)

(4) Belajar keahlian kognitif: Para guru membantu pengamatan

penguasaan siswa, interpretasi, dan kontekstualisasi. (“Mengapa

kamu begitu ambisi ingin mampu menyanyikan lagu-lagu

keroncong? Benarkah kamu merasa siap untuk belajar meniti

nada-nada tinggi serta cengkokannya yang meliuk-liuk?”).

(5) Kolaborasi: Para siswa bekerja sama dalam observasi, menafsirkan,

dan contextualisasi. (“Coba simak dan resapi baik-baik, dari

sekian banyak lagu-lagu daerah Jawa, Sunda, Batak, Minang,

Ambon dan sebagainya, coba diskusikan masing-masing

kelompok untuk mengkategorikan lagu-lagu mana yang

syairnya sentimental dan lagu-lagu mana yang syairnya ceria

atau gembira”.)

(6) Interpretasi Jamak: Para siswa memperoleh fleksibilitas kognitif

dengan memiliki kemampuan mengunjukkan ke berbagai penafsiran

dari para siswa lainnya dan dari contoh para ahli. (Contohnya:

Para siswa dapat menjelaskan tinjauannya dari perspektif

ekonomi, budaya politik, dan moral dari masing-masing cerita

rakyat yang di Sumatera Barat, Jawa Barat, maupun Betawi.)

(7) Manifestasi Jamak: Para siswa memperoleh transferabilitas dengan

melihat berbagai penjelmaan penafsiran yang beragam.

(“Setelah kamu cermati secara seksama tentang upacara

perkawinan adat Sunda seperti; seserahan, adu kendi, muka

panto, nincak endog, saweran, coba kemukakan bagaimana

kemiripan dataupun persamaannya dengan upacara

perkawinan adapt Jawa !”)

D. Petunjuk dan Tahapan-tahapan Rencana Pembelajaran Konstruktivisme

Usahakan Anda hanya membuat sutu disain rencana pembelajaran dalam hal ini

bisa menggunakan salah satu dari ke tiga disain model konstruktivisme yang kita uraikan-

- Disain Siklus Belajar, misalnya yakni memuat tentang penemuan konsep, pengenalan

konsep, dan aplikasi konsep. Di bawah ini, Anda akan menemukan satuan pertanyaan

untuk mempertimbangkan ketika mengembangkan langkah masing-masing tentang

rencana pelajaran Anda. Anda dapat menggunakan kotak yang kosong untuk mengisi

gagasan Anda untuk rencana pelajaran Anda.

Page 24: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

24

1. Apa topik besarnya yang Anda akan tujukan ? (“Menunjukkan Sikap Toleransi dan

Empati Sosial Terhadap Keberagaman Budaya Indonesia")

2. Lakukan agar para siswa Anda mempunyai pengalaman sebelumnya yang berkaitan

dengan topik ini ? (Suku/Enis Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Aceh,

Ambon, dsb)

3. Bagaimana relevansinya antara topik ini pengalaman belajar para siswa Anda?

(Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Madura, Budaya Minang, Budaya

Batak, Budaya Aceh, Buaya Ambon, dan sebagainya)

4. Hubungan apa yang dapat dillakukan dari penglihatan siswa ? (Kerja keras,

perantau, suka lalab, sate, karapan sapi, masakan, rumah makan, pengacara,

sopir, tari syaman, hukum Islam, seudati, tari lenso, dsb)

Peluang Untuk Penemuan Terbuka

(“Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial

Terhadap Keberagaman Budaya Indonesia ")

5. Materi apa yang Anda akan buat sehingga cukup tersedia? (Keberagaman Budaya

Indonesia, dari buku-buku teks, peta, atlas, film dokumenter, dan aneka gambar

/foto budaya Indonesia)

6. Cerita apa atau pengalaman apa yang akan Anda hubungkan dengan topik tersebut?

(Cerita tentang beberapa macam seni pertunjukan Wayang, ternyata di Jawa

Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, itu memiliki seni pertunjukan Wayang)

8. Belajar tentang apa yang dapat Anda jadikan pangkal dalam menyususun pelajaran

itu? (Perlunya rasa saling harga-menghargai, toleransi, dan simpati antar

pendukung dan budaya daerah yang berbeda-beda di Indonesia).

Page 25: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

25

Merencanakan Untuk Menggunakan Prinsip

"Pusat Belajar"

Organisir masing-masing tentang pola-pola belajar yang sedemikian rupa

sehingga hal itu berisi materi yang sesuai dengan konsep-konsep yang para siswa sedang

eksplorasi. Jadi siswa sebagai pusat pembelajar. Bagaimana nantinya struktur siswa Anda

dalam bekerja sama yang dikembanagkannya? Bagaimana nantinya Anda membantu

berkembangnya dialog yang diperlukan untuk menilai siswa dalam berpikir mengikuti

perkembangan zaman mutahhir? (Pengembangan konsep belajar ini dititikberatkan

pada dua konsep kunci: yakni “Kebudayaan” dan “Penghargaan”).

Ketika Anda memberikan waktunya kepada para siswa untuk menentukan apa

Perencanaan Untuk Belajar:

1. Penyelidikan gambar-gambar, foto, film, pertukaran informasi dg internet.

2. Permainan dan Diskusi Kelas

Page 26: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

26

Yang mereka perlukan untuk mengetahui dan "menemukan" pengetahuan yang

baru, beri petunjuk mereka ke pengenalan melalui pendapat Gagnon dan Collay apa yang

disebut "jembatan" ketika kita melihat di atas. Perkenalkan konsep itu yang Anda ingin

tuju dengan menujukkan pertanyaan mereka.

Penyelidikan apa yang akan para siswa lakukan untuk menyusun pertanyaan dan

hipotesis? (Penyelidikan melalui gambar-gamabar, foto, slide film, serta

pertukaran informasi teman sebaya melalui internet )

Hal itu yang akan lakukan dengan mengikut apa? (permainan dan diskusi kelas)

Memperkenalkan Topik

(Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial

Terhadap Keberagaman Budaya)

Dalam hal ini bisa sederhana atau dielaborasi sehingga cukup kompleks. (Sebuah

kelas besar proyek, sebagai contoh, memperkenalkan keragaman budaya Indonesia yang

terdiri atas ratusan etnis dan budaya yang ada di Indonesia. Para siswa kemudian

menempatkan pada suatu peta Indonesia mendekati panjangnya benua Eropa maupun

Asia) mengestimasikan sejumlah waktu para siswa kemudian akan membahas tentang

"Menunjukkan Sikap Toleransi dan Empati Sosial Terhadap Keberagaman Budaya"

(Antropologi-Sosiologi Kelas XI Semester 1). Dalam hal ini para siswa mengeksplorasi

konsep-konsep yang berhubungan dengan topik tersebut. Guru membantu para siswa

untuk membahas sesuai "ukuran" tentang penyelidikan mereka pada berapa lama yang

dapat mereka alokasikan waktu pembagian kerjanya?.

Page 27: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

27

Waktu yang Tersedia (Hari, Minggu, dan Sebagainya)

(dua pertemuan atau dua minggu)

Refleksikan atas pemahaman Anda tentang kesiap-siagaan siswa. Apakah kamu

harus menyajikan informasi lain atau mengembangkan ketrampilan lain? Adakah dibantu

dengan film, video, perekaman, atau pertunjukan yang memberikan peluang untuk

membuat pemaknaan lebih jauh? Web atau apa yang mengumpulkan informasi yang

tersedia? Apa sumbernya yang dapat Anda kumpulkan dari berbagai media dan

perpustakaan Anda? Dalam model disain belajar siklus ini, para siswa sering bekerja atas

suatu masalah baru-- suatu masalah dengan parameter yang berbeda, konteksnya berbeda

dan, secara umum juga variabel berbeda, tetapi dengan serupa mendasari konsep-konsep

sebagai masalah yang asli itu. Ketika para siswa membahas masalah, rencana bantuan

mereka mengambil jalan untuk mengkonstruksi dan mendemonstrasikan solusi mereka.

Yang berikut ini merupakan daftar pameran/pertunjukkan, presentasi, dan metode

demosntrasi yang akan memberi Anda dengan beberapa titik awal yang bermanfaat.

(Mereka juga membangun dengan baik atas teknik-teknik untuk Menunjukkan Sikap

Toleransi dan Empati Sosial Terhadap Keberagaman Budaya. Para siswa dapat

mengkonstruksi pengetahuan tambahan dengan memperhitungkan analisis:

* solusi ke permasalahan dalam sekolah atau masyarakat Anda (perlu menggunakan sumber belajar yang memadai baik dari buku-

buku dan gambar-gambar anekaragam budaya Indonesia, dan

internet).

* rumusan keilmuan untuk menjelaskan suatu masalah, atau pose suatu

solusi (kurangnya penghargaan dan empati thd keragaman

budaya bangsa).

Page 28: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

28

* metoda penggolongan untuk beberapa budaya daerah (etnis) yang

berbeda berdasarkan pada observasi seksama (barangkali suatu

koleksi kecil, atau rumah yang dibuat mirip "musium") (peninggalan

benda atau artifact, aktivitas mental/kejiwaan maupun pikiran

dan gagasan atau mentifact, dan aktivitas dan hubungan sosial-

keagamaan atau socifact.

* suatu rencana untuk suatu peninggalan benda (alat-alat khas

perkakas rumah tangga, senjata, bangunan, dan arsitektur),

* suatu harta socifact (seni tradisional, upacara adat/tradisional

keagamaan)

Para siswa dapat membangun pengetahuan tambahan dengan menuliskan:

permainan singkat

layar permainan

ringkasan peraturan

lirik lagu

cerita rakyat

buku harian

riwayat seniman-budayawan

cerita perjalanan

wawancara

surat (atau e-mail) ke para ahli

mitos

tarian dan nyanyian daerah

upacara adat dan religi

Siswa dapat menambah konstruk pengetahuan dengan membuat / invensi /

pendisainan / penggambaran, sebagai berikut:

poster-poster

kartun-kartun

garis waktu

model-model

table-tabel

peta-peta

grafik

papan permainan

peta konsep

presentasi multimedia

peta buta

Page 29: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

29

Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan tambahan

penampilan/penyajian:

sebuah permainan tradisional

sebuah konser

ceramah dan bermain peran (seperti halnya pengetahuan

pribadi dari sejarah)

suatu tarian yang didasarkan atas literatur atau sejarah,

peristiwa bersejarah

mengumpulkan nyanyian tradisonal tentang sebuah topik dari

bidang yang lainnya

* Adakah bidang pengalaman atau peristiwa lain yang khusus dapat memberikan suatu

perluasan peluang riset? (Tentu ada, untuk lebih jauh meneliti seni tradisional

etnis dan budaya tertentu)

* Bagaimana nantinya Anda mengukur pemahaman konsep siswa? (Dengan

membandingkan hasil kemajuan belajar siswa)

* Strategi apa yang Anda akan gunakan untuk menggabungkan penilaian dengan

mengajar? (Portofolio)

Lihat Bagian Explorasi tentang Workshop ini untuk berbagai metoda para siswa untuk

mempertunjukkan pengetahuan mereka.

Fasilitas, Material, Sumber-Sumber

(Fasilitas: Tape Recorder, Televisi, Video Cassette,

Computer, dan sebagainya)

(Materi: - Definisi & R.Lingkup Kebudayaan

- Ragam Kebudayaan-kebudayaan Daerah Ind.

- Perlunya sikap menghargai keberagaman bdy.

(Sumber-sumber:

- Hidayah, Zulyani, (2001)

- Koentjaraningrat, (1976), (1986)

- Dalton, Bill, (1978)

Page 30: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

30

- Peacock, James L. (2005)

Menjadi suatu kepastian untuk menyediakan cukup waktu untuk refleksi—Anda,

seperti halnya juga para siswa kepada teman sebaya, harus memberikan bimbingan dalam

cara bagaimana agar bisa merefleksikan dengan satu fokus. Bantu para siswa untuk

menghapuskan laporan umum yang subjektif-emosional seperti; "Ini adalah

kesenanganku" atau "Aku benar-benar menyukai aktivitas itu." atau "Hari ini tidak

ada menulis, karena menulis adalah membosankan". Bantu para siswa untuk

menggantikan laporan umum subjektif-emosional itu dengan pernyataan seperti "Mari

kita selesaikan tugas kita masih banyak‖. Atau "mengapa kita sering mengabaikan

kebudayaan etnis minoritas, dan kita lebih menyukai pembahasan peranan etnis

yang dominan”? ―Mengapa kita sering sinis terhadap budaya etnis tertinggal?”

Di sini adalah daftar format untuk refleksi di mana Anda boleh ingin menyertakan

dengan:

jurnal-jurnal

buku harian

audio tapes

rekaman video

e-mails

peta konsep pengetahuan

catatan-catatan

- Apakah yang dilakukan para siswa mencapai maksud untuk menilai kemajuan

imajinatif mereka, sikap, ketrampilan, dan isi pengetahuan? (Mungkin ya, mungkin

juga tidak. Jika ya, faktor apa yang memberikan peluang kemudahan bagi siswa

untuk mengembangkan imajinasi dan simpati mereka terhadap budaya yang

beragam di Indonesia. Begitu juga jika tidak, faktor penghambat/kendala apa

yang menyebabkan imajinasi dan rasa simpati mereka gagal dalam

Page 31: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

31

mengembangkan sikap apresiatif dan toleran terhadap keberagaman budaya

Indonesia yang ada?)

Penilaian dan Refleksi

- Negosiasikan dengan siswa

- Tanyakan kepada pendidik lainnya

- Sampaikan hasil kerja Anda kpd rekan

kerja Anda (minta masukan)

Sebagaimana Anda sedang mengembangkan rencana pelajaran, maka sebelumnya

Anda harus menegosiasikan penilaian tersebut kepada siswa, baik yang menyangkut

prosedur, isi, maupun karakteristiknya untuk dipertimbangkan berbagi pemikiran dan

mempertanyakan dengan pendidik lainnya. Jika Anda pernah mencoba salah satu dari

pelajaran baru Anda, harus segera di bagikan hasil pekerjaan siswa jangan ditumpuk –

tumpuk menjadi kertas kiloan. Kemudian dengan para rekan kerja juga perlu Anda

sampaikan hasil kerja Anda sebagai bahan masukan Anda mengadakan pembelajaran..

Apa yang Anda pelajari dapat membantu yang lain untuk belajar juga.

Referensi

Abbeduto, Leonard, (2004) Taking Sides: Clashing Views on Controversial Issues in

Educational Psychology, Third Edition, McGraw-Hill/Dushkin.

Atzori, P. (1996) Discovering CyberAntarctic: A Conversation with Knowbotics

Research. CTHEORY. Available at: http://www.ctheory.com/

Ausubel, D. (1978). ―In defense of advance organizers: A reply to the critics‖. Review of

Educational Research, 48, 251-259.

Page 32: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

32

Brookfield, Stephen. (1986) Understanding and facilitating adult learning. San

Francisco: Jossey-Bass.

Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. (1993). The case for constructivist

classrooms. Alexandria, VA: ASCD

Brown, J.S., Collins, A. & Duguid, S. (1989). Situated cognition and the culture of

learning. Educational Researcher, 18(1), 32-42.

Bruner, Jerome. (1986) Actual minds, possible worlds. Cambridge, MA: Harvard

University.

Carini, Patricia. (1986) ―Building from children's strengths‖, Journal of Education,

168(3), 13-24.

Dalton, Bill (1978) Indonesia Hanbook, Vermont: Moon Publication.

Derry, S. (1992). Beyond symbolic processing: Expanding horizons in educational

psychology. Journal of Educational Psychology, 413-418.

Derry, S. (1996). ―Cognitive Schema Theory in the Constructivist Debate‖. In

Educational Psychologist, 31(3/4), 163-174.

Dewey, John (1964) John Dewey on education: Selected writings. Chicago: University of

Chicago Press.

Driver, R., Aasoko, H., Leach, J., Mortimer, E., Scott, P. (1994). Constructing scientific

knowledge in the classroom. Educational Researcher , 23 (7), 5-12.

Duckworth, Eleanor. (1987) The having of wonderful ideas. New York: Teachers College

Press.

Duffy, T. M., & Jonassen, D. H. (Eds.). (1992). Constructivism and the technology of

instruction: A conversation. Hillsdale NJ: Erlbaum.

Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in

education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.

Fosnot, C. (1996)‖Constructivism: A Psychological theory of learning‖. In C. Fosnot

(Ed.) Constructivism: Theory, perspectives, and practice, (pp.8-33). New York:

Teachers College Press.

Gergen, K. (1995). Social construction and the educational process. In L. Steffe & J. Gale

(Eds.). Constructivism in education, (pp.17-39). New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates,Inc.

Page 33: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

33

Hacking, Ian (2003) The Social Construction of What ? Cambridge, Massachusetts and

London: Harvard University Pres.

Hidayah, Zulyani (2001) Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Jonassen, D. H. (1991a, September). ―Evaluating constructivistic learning‖, Educational

Technology, 28-33.

Jonassen, D. (2003). Designing Constructivist Learning Environments (CLEs). Retrieved

January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu/~jonassen/courses/CLE/

Kever, S. (2003, Mon Mar 3 6:59:24 US/Pacific 2003). Constructivist Classroom: An

Internet Hotlist on Constructivist Class. Retrieved 22 January, 2004, from

http://www.kn.pacbell.com/wired/fil/pages/listconstrucsa1.html.

Koentjaraningrat, (1970) Manusia dan Kebudayaannya di Indonesia, Jakarta: Universitas

Indonesia Press.

Koentjaraningrat, (1986) “Peranan Local Genius dalam Akulturasi’, dalam Ayatrohaedi

Ed. , Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta: Pustaka Jaya.

Peacock, James L. (2005) Ritus Modernisasi Aspek Sosial & Simbolik Teater Rakyat

Indonesia, Penerjemah Eko Prasetyo, Depok: Desantara.

Sanders, Norris. (1966). Classroom questions: what kinds?. New York: Harper & Row.

Schmuck, Richard. & Schmuck, Pat. (1988) Group processes in the classroom. Dubuque,

IA: W. C. Brown.

Steffe, Leslie P. & and D'Ambrosio, Beatriz S. (1995). Toward a working model of

constructivist teaching: A reaction to Simon. Journal for Research in

Mathematics Education, 26, 146-159.

Steffe Leslie P. & Gale J. (Eds.) (1995). Constructivism in education. Hillsdale, NJ:

Lawrence Erlbaum

von Glasserfield, E. (1995). A constructivist approach to teaching. In L. Steffe & J. Gale

(Eds.), Constructivism in education (pp. 3-16). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum

Vygotsky, Lev. (1986) Thought and Language. Cambridge, MA: MIT Press. (Original

work published in 1962).

Wilson, B. G., & Cole, P. (1991). A review of cognitive teaching models. Educational

Technology Reseach & Development, 39 (4), 47-63..

Page 34: MAKALAH KONSTRUKTIVISME JADI - file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... · adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objektivisme

34

Windshitl, Mark (2004) ―The Challenges of Sustaining a Constructivist Classroom

Culture, dalam Leonard Abbeduto, Taking Sides: Clashing Views on

Controversial Issues in Educational Psychology, McGraw-Hill/Dushkin.