makalah konsep tafsir, ta'wil, dan hermeneutika

20
BAB 1 PENDAHULUAN Akhir-akhir ini di kalangan kaum muslimin - terutama kaum modernis – telah banyak memanfaatkan Hermeneutika sebagai salah satu instrumen untuk menggali isi dan kandungan al Quran. Penggunaan ilmu tersebut dalam penafsiran al Quran ada yang menempatkannya sebagai komplemen dan ada pula yang menempatkannya sebagai sublemen. Penggunaan hermeneutika dalam dunia penafsiran al Quran adalah hal baru yang belum pernah dilakukan oleh para mufassir terdahulu. Dalam tradisi keilmuwan Islam telah dikenal ilmu tafsir yang berfungsi untuk menafsirkan al Quran, sehingga ilmu ini dianggap telah mapan dalam bidangnya. Dari segi epistemologi dan metodologi ilmu ini telah diakui mampu mengembankan tugasnya untuk menggali kandungan al Quran. Pada awal abad ke-20 beberapa mufassir seperti Muhammad Abduh dalam tafsirnya al Manar telah menggunakan ilmu ini dalam praktek penafsiran ayat-ayat al Quran, yang walaupun dia belum secara eksplisit memproklamirkan penggunaan Hermeneutika dalam penafsiran. Penggunaan ilmu ini secara terang-terangan baru dilakukan pada tahun tujuh puluhan abad 20. Penggunaan Hermeneutika dalam penafsiran ayat-ayat al Quran mendapat tanggapan yang beragam dari para ulama dan cendekiawan muslim. Ada yang menyetujuinya dan ada pula yang menolaknya. 1

Upload: inas-afifah-zahra

Post on 26-Dec-2015

94 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Kajian Singkat tentang Tafsir dan Hermeneutika

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

BAB 1

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini di kalangan kaum muslimin - terutama kaum modernis – telah banyak

memanfaatkan Hermeneutika sebagai salah satu instrumen untuk menggali isi dan kandungan

al Quran. Penggunaan ilmu tersebut dalam penafsiran al Quran ada yang menempatkannya

sebagai komplemen dan ada pula yang menempatkannya sebagai sublemen.

Penggunaan hermeneutika dalam dunia penafsiran al Quran adalah hal baru yang

belum pernah dilakukan oleh para mufassir terdahulu. Dalam tradisi keilmuwan Islam telah

dikenal ilmu tafsir yang berfungsi untuk menafsirkan al Quran, sehingga ilmu ini dianggap

telah mapan dalam bidangnya. Dari segi epistemologi dan metodologi ilmu ini telah diakui

mampu mengembankan tugasnya untuk menggali kandungan al Quran.

Pada awal abad ke-20 beberapa mufassir seperti Muhammad Abduh dalam tafsirnya

al Manar telah menggunakan ilmu ini dalam praktek penafsiran ayat-ayat al Quran, yang

walaupun dia belum secara eksplisit memproklamirkan penggunaan Hermeneutika dalam

penafsiran. Penggunaan ilmu ini secara terang-terangan baru dilakukan pada tahun tujuh

puluhan abad 20. Penggunaan Hermeneutika dalam penafsiran ayat-ayat al Quran mendapat

tanggapan yang beragam dari para ulama dan cendekiawan muslim. Ada yang menyetujuinya

dan ada pula yang menolaknya.

1

Page 2: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

BAB 2

KONSEP TAFSIR, TA’WIL DAN HERMENEUTIKA

A. Keunikan Konsep Teks dan Tafsir Qur’an

1. Pengertian Tafsir dan Ta’wil

Kata tafsir dan ta’wil dijumpai dalam Al Qur‘an dan al-Hadits. Kata tafsir

dalam Al Qur‘an disebut satu kali yaitu dalam surat Al Furqan ayat 33 :

ا ير� س� � س�ن� ت � ح�ق و�أ � ��ك� ب ن �ال� ج� �ل� إ �م�ث �ك� ب �ون ت � ف�و�ال� ي ف� ف� ٱ ف� �� ٣٣ف

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang (dengan membawa) sesuatu yang ganjil,

melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik

penjelasannya”

Berbeda dengan tafsir, ta’wil terulang sebanyak 16 kali dalam 7 surat dan 15

ayat, antara lain Al-Imran : 7, An-Nisa : 58, Al-A’raf : 52, Yunus : 39, Yusuf : 6, 21,

36, 37, 44, 45, 100, dan 101, Al-Isra : 35, Al-Kahfi : 78 dan 83.

Kata “Tafsir” di konsepsikan untuk menjelaskan “yang luar” (dzahir) dari Al-

Qur’an. Adapun “Ta’wil” merujuk pada penjelasan makna-dalam dan tersembunyi

dari Al-Qur’an. Tafsir secara etimologi berarti “menyingkap dan menampilkan”,

sedangkan secara terminologi adalah “ilmu yang berfungsi untuk memahami

AlQuran, menjelaskan makna maknanya, mengeluarkan hukum dan menyingkap

hikmahnya.”1 Menurut Abu Zayd, dalam proses tafsir seorang penafsir (mufassir)

menggunakan linguistik dalam pengertiannya yang tradisional, yaitu merujuk pada

riwayah. Artinya peran penafsir dalam melakukan penafsiran hannya dalam kerangka

mengenal signal-signal.

Sedangkan Ta’wil secara etimologi berarti “menafsirkan/menjelaskan makna

pembicaraan, sesuai dengan makna dzahir atau berbeda.”2 Dalam maksud ini ta’wil

dapat disamakan dengan tafsir. Namun, dalam pandangan yang lain ta’wil berarti

maksud pembicaraan. jika minta mengerjakan, ta’wilnya melaksanakan perintah.

Namun, dalam ta’wil (interpretasi), interpreter lebih dari sekedar menerapkan dua

bidang ilmu yang dipergunakan dalam tafsir. Ta’wil dalam pengertiannya yang baru

1 Gusmian, Islah. 2002. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi. Teraju : Jakarta. hal. 18

2 Ibid

2

Page 3: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

menggunakan perangkat keilmuan lain dalam ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial

untuk menguak makna teks lebih dalam.3

Status hukum mempelajari ilmu tafsir oleh para ulama dinyatakan wajib,

paling sedikit adalah wajib kifayah. Bahkan menjadi wajib “ain bagi yang memiliki

kemampuan dan kesempatan untuk melakukannya.

2. Perkembangan Tafsir dan Ta’wil dalam Studi Teks Al-Qur’an

Baik Tafsir maupun Ta’wil dalam tradisi studi teks Al-Qur’an telah muncul

dan berkembang. Tafsir Isyari yang secara metodologis mendasarkan diri pada

pengalaman batin penafsir atau pada teori tasawuf, dan tafsir rasional yang

mendasarkan diri pada proses intelektualisasi (ijtihad) misalnya, sebetulnya adalah

salah satu representasi dari praktek ta’wil. Hannya saja dalam tradisi khazanah

literatur Islam, istilah ta’wil dalam disiplin keilmuan Al-Qur’an ini jarang dipakai dan

terlanjur cenderung dibebani dengan makna-makna yang negatif. Itulah sebabnya,

masyarakat muslim lebih akrab menyebut “kitab tafsir Al-Qur’an” daripada “kitab

ta’wil Al-Qur’an”4

B. Kaedah-Kaedah Dasar Tafsir dan Ta’wil

1. Pengertian Dasar

Tema al-Qa’idah dalam bahasa arab merupakan bentuk tunggal yang

bermakna al-Ussi (األس). Bentuk pluralnya adalah al-Qawa’id atau al-Asas (األساس)

yang berarti fondasi, seperti ungkapan Qawa’id al-Baiti Asasushu (dasar dari rumah

adalah fondasinya)5. Tema al-Qaidah menurut istilah adalah aturan yang menyeluruh

yang terbentuk atas beberapa elemen yang dapat dibangun diatasnya hukum-hukum.6

Dari definisi Qa’idah diatas dapat disimpulkan bahwa kaidah tafsir maupun

ta’wil adalah segala jenis ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang meneyeluruh

yang dapat membantu ketepatan dan kebenaran dalam menafsirkan dan

mengambil istinbat} (konklusi) hukum dari ayat-ayat al-Qur’an. 

2. Macam-Macam Kaedah Tafsir dan Ta’wil

3 Abu Zayd. 1994. Mafhum Al-Nashs fi ‘Ulum Al-Qur’an. Al-Markaz Al-Tsaqafi Al-‘Arabi. hal. 252-267

4 Gusmian, Islah. Op.Cit. hal. 195 Husain Bin ‘Aly Bin Husain al-Haraby. 1996.  Qawa’id al-Tarjih ‘Inda al-Mufassirin .Dar al-Qasim :

Riyadh. hal. 36 Ibid. hal. 37

3

Page 4: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

Diantara kaidah-kaidah dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an adalah :

a. Kaidah kebahasaan

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, maka mengetahui kaidah-kaidah

bahasa Arab akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an. Menurut

Syed Muhammad Naquib al Attas unsur-unsur keilmiahan bahasa Arab, yaitu :

Struktur bahasa Arab senantiasa merujuk pada sistem akar kata

Struktur pemaknaan (semantik) bahasa Arab secara jelas melekat pada

kosa katanya dan secara permanen merujuk pada akar katanya

Kata, makna, gramatika dan syair dalam bahasa Arab secara ilmiah selalu

mengawal dan memelihara pemaknaan dan penafsiran suatu kalimat

sehingga tidak pernah terjadi pergeseran.

b. Kaidah Syar’i

Penafsiran Al-Qur’an dapat menggunakan kaidah syar’i seperti :

Muthlaq

Muqayyad

Mujmal

Mufasshol

C. Hermeneutika

1. Latar Belakang Hermeneutika

Hermeneutika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics,secara

etimologi berasal dari kata Yunani hermeneune dan hermeneia yang masing-masing

berarti “menafsirkan” dan “penafsiran”7. Sedangkan secara terminologi, hermeneutika

adalah “studi tentang kaidah-kaidah penting dalam menafsirkan kitab suci. Tujuan

utama hermeneutika dan metodologi interpretasi Yahudi dan Nasrani sepanjang

sejarah mereka adalah menyingkap hakikat dan nilai dari kitab suci”.8

Semula hermenutika berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai

gerakan eksegesis (penafsiran teks-teks agama) dan kemudian berkembang menjadi

7 Mudjia Raharjo. 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalisme & Gadamerian. Ar-

Ruzzmedia: Yogyakarta. hal. 27

8 The Encyclopaedia Britannica, vol. 5, entry: hermeneutics, hal. 874

4

Page 5: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

“filsafat penafsiran” kehidupan social.9 Kemunculan hermeneutika dipicu oleh

persoalan-persoalan yang terjadi dalam penafsiran Bible. Awalnya bermula saat para

reformis menolak otoritas penafsiran Bible yang berada dalam genggaman gereja.

Menurut Martin Luther (1483-1546 M), bukan gereja dan bukan Paus yang dapat

menentukan makna kitab suci, tetapi kitab suci sendiri yang menjadi satu-satunya

sumber final bagi kaum Kristen. Menurut Martin Luther , Bible harus menjadi

penafsir bagi Bible itu sendiri. Dia menyatakan :

“This means that [Scripture] itself by itself is the most unequivocal, the most

accessible [facilima], the most testing, judging, and illuminating all things,…”10

Pernyataan tegas Martin Luther yang menggugat otoritas gereja dalam

memonopoli penafsiran Bible, berkembang luas dan menjadi sebuah prinsip Sola

Scriptura (cukup kitab suci saja, tak perlu ‘tradisi’).11 Berdasarkan prinsip Sola

Scriptura, dibangunlah metode penafsiran bernama hermeneutika.

2. Persoalan Hermeneutis

Seorang Protestan, F.D.E. Schleiermacher-lah yang bertanggung jawab

membawa hermeneutika dari ruang biblical studies (biblische Hermeneutik) atau

teknik interpretasi kitab suci ke ruang lingkup filsafat (hermenutika umum), sehingga

apa saja yang berbentuk teks bisa menjadi objek hermeneutika.12 Bagi

Schleiermacher, tidak ada perbedaan antara tradisi hermeneutika filologis yang

berkutat dengan teks-teks dari Yunani-Romawi dan hermeneutika teologis yang

berkutat dengan teks-teks kitab suci.

Schleiermacher bukan hanya meneruskan usaha para pendahulunya semisal

Semler dan Ernesti yang berupaya “membebaskan tafsir dari dogma”. Lebih dari itu,

ia juga mengajukan perlunya melakukan desakralisasi teks. Dalam perspektif

hermeneutika umum ini, “semua teks harus diperlakukan sama, “tidak ada yang perlu

diistimewakan, tak peduli apakah itu kitab suci (Bible) ataupun teks hasil karangan

manusia biasa.13

9 Mudjia Raharjo. 2007. Hermeneutika Gadamerian, UIN-Malang Press: Malang. hal. 3010 Werner Georg Kummel. 1972. The New Testament : The History of the Investigation of Its

Problems, Penerjemah S.McLean Gilmour dan Howard C.Kee .New York : Abingdon Press. hal. 21-2211 Ibid. hal. 2712 Mudjia Raharjo, 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalisme & Gadamerian.

Yogyakarta : Ar-Ruzzmedia. hal 30.

13 Syamsuddin Arif. 2008. Orientalis & Diabolisme Pemikiran-Bab Hermenutika dan Tafsir Al-Qur’an. Jakarta : Gema Insani Press. hal. 179

5

Page 6: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

Hermeneutika bukan sekedar tafsir, melainkan satu “metode tafsir” tersendiri

atau satu filsafat tentang penafsiran, yang bisa sangat berbeda dengan metode tafsir

Al-Qur’an. Di kalangan Kristen, saat ini, penggunaan hermeneutika dalam interpretasi

Bible sudah sangat lazim, meskipun juga menimbulkan perdebatan. Dari definisi di

atas jelas, bahwa penggunaan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an memang

tidak terlepas dari tradisi Kristen. Celakanya, tradisi ini digunakan oleh para

hermeneut (pengaplikasi hermeneutika untuk Al-Qur’an) untuk melakukan

dekonstruksi14 terhadap al-Qur’an dan metode penafsirannya.

D. Teori Hermeneutika Filosof Klasik dan Modern/ Kontemporer

1. Studi Kasus Teori Hermeneut Klasik

a. Friedrick Schleimecher (1768-1834)

“Hermeneutika sebagai seni pemahaman ternyata belum menjadi sebuah

disiplin umum, hannya sebagai pluralitas dari hermeneutika tertentu”.15

Pernyataan ini oleh Schleimecher dijadikan pembuka kuliah hermeneutikanya

pada tahun 1819 yang disampaikan dalam sepatah kalimat mengenai tujuan

fundamentalnya : untuk meletakkan hermeneutika umum sebagai seni pemahaman

teks, apakah teks itu berupa sebuah dokumen hukum, , kitab keagamaan, ataupun

karya sastra.

Teks, menurut Schleimecher , adalah ungkapan jiwa pengarangnya. Sehingga

seperti yang disebutkan dalam hukum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran

atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita, melainkan diturunkan dan bersifat

instruktif.16

Untuk mencapai tingkatan seperti itu, menurut Schleimecher ada dua cara

yang harus ditempuh; lewat bahasanya yang mengungkapkan hal-hal baru atau

lewat karakteristik bahasanya. Menurut Schleimecher setiap teks memiliki dua sisi

: (1) sisi linguistik yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan proses

14 Secara etimologis dekonstruksi  berarti pembongkaran dari dalam. Dekonstruksi merupakan

alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk penafsiran baku. Kris

Budiman, Kosakata Semiotika (Yogyakarta, LKiS, 1999), 21, dikutip dari Dr.Ir.Muhammad Shahrur. 2004.

Prinsip-Prinsip Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, bagian Pengantar Penerjemah. Yogyakarta : eLSAQ

Press. hal xvii.

15 Bleicher, Josef. 2003. Hermeneutika Kontemporer : Hermeneutika sebagai Metode Filsafat dan Kritik. Fajar Pustaka Baru : Yogyakarta. hal. 10

16 Ibid. hal. 29

6

Page 7: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

memahami menjadi mungkin, (2) sisi psikologis yang menunjuk pada isi pikiran si

pengarang yang termanifestasikan pada style bahasa yang digunakan. Dua sisi ini

mencerminkan pengalaman pengarang yang pembaca kemudian

mengkonstruksinya dalam upaya memahami pikiran pengarang dan

pengalamannya.

b. Wilhem Dilthey (1833-1911)

Wilhem Dilthey dikenal dengan “hermeneutika sejarah” yaitu memnunculkan

makna-makna dari peristiwa yang melahirkan teks. Bisa dikatakan bahwa Dilthey

adalah penghubung antara para hermeneut abad ke-19 dan membawa tradisi baru

hermenutika abad ke-20.17

koreksi utamanya terhadap Schleiermacher adalah penolakan Dilthey terhadap

asumsi Schleiermacher bahwa setiap kerja pengarang bersumber dari prinsip-

prinsip yang implisit dalam pikiran pengarang, Dilthey menganggap asumsi ini

anti-Historis sebab ia tidak membertimbangkan pengaruh eksternal dalam

perkembangan pikiran pengarang.18

Dilthey juga berpandangan bahwa yang direproduksi bukanlah keadaan psikis

tokoh-tokoh dalam teks dan dari teks melainkan bagaimana proses karya itu

diciptakan. Yang dilakukan bukan empati terhadap pencipta teks, melainkan

membuat rekonstruksi dan objektivikasi mental yaitu produk budaya. Dilthey

berpendapat bahwa teks disini bukan dalam arti tertulis tapi teks dalam konteks

realitas, (Alam dan Sosial). Dan dalam memahami keduanya dibutuhkan

pendekatan yang berbeda.

c. Martin Heidegger (1889-1976)

Heidegger dikenal dengan “hermeneutika fenomenologis”. Bagi Heidegger,

hermeneutika berarti penafsiran terhadap esensi (being), yang dalam

kenyataannya selalu tampil dalam eksistensi. Sehingga suatu kebenaran tidak lagi

ditandai oleh kesesuaian antara konsep dan realita objektif, tetapi oleh

tersingkapnya esensi tersebut. Dan satu-satunya wahana bagi penampakan being

tersebut adalah eksistensi manusia. Maka hermeneutikan tidak lain dari pada

17 Maulidi Sketsa Hermeneutika Gerbang (jurnal studi agama dan demokrasi) Menafsirkan Hermeneutika No: 14 Vol: V 2003. hal. 11.   

18 Hamid Fahmy Zarkasyi Menguak Nilai Di Balik Hermeneutika Islamia, Hermeneutika versus Tafsir Al-Qur'an, Edisi Perdana, Thn I,No 1 Muharram 1425/Maret 2004. hal. 25

7

Page 8: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

penafsiran diri manusia itu sendiri (dasein) melalui bahasa. Jika Dilthey

menekankan konteks kesejarahan, Heidegger menekankan pemahaman tentang

kehidupan.

2. Studi Kasus Teori Hermeneut Kontemporer/Modern

a. Hans-Georg Gadamer (1900-2002)

Menurut Gadamer, hermeneutika adalah interpretasi teks yang bersifat terbuka

atau subjektif. Teks bisa diinterpretasikan oleh siapapun, sebab begitu sebuah teks

di publikasikan dan dilepas, ia telah menjadi berdiri sendiri dan tidak lagi

berkaitan dengan penulis. Karena itu sebuah teks tidak harus dipahami

berdasarkan ide si pengarang melainkan berdasarkan materi yang tertera dalam

teks itu sendiri.

Jelasnya, sebuah teks di interpretasikan justru berdasarkan pengalaman dan

tradisi yang ada pada penafsir itu sendiri, dan bukan berdasarkan tradisi si

pengarang. Sehingga hermeneutika tidak lagi sekedar memproduksi ulang wacana

yang telah diberikan pengarang melainkan memproduksi wacana baru demi

kebutuhan masa kini sesuai dengan subjektivitas penafsir.19

b. Paul Ricour (1913-2005)

Hermeneutika Ricour berupaya mengintegrasikan antara metode

“pemahaman” (verstehen) dan “penjelasan” (erkleren)20 yang dipertentangkan

oleh Dilthey. Jadi, bukan hanya melalui teks yang berbicara, makna teks juga bisa

dipahami oleh pemahaman struktural di luar teks. Ia kemudian membedakan

antara interpretasi teks tertulis (discourse, diskursus) dan percakapan (dialogue).

Teks berbeda dari percakapan karena ia terlepas dari kondisi asal yang

menghsilkannya, niat penulisnya sudah kabur, audiennya lebih umum dan

referensinya tidak dapat lagi dideteksi.

Konsep yang utama dalam pandangan Ricour adalah bahwa begitu makna

obyektif di ekspresikan dari niat subyektif sang pengarang, maka berbagai

interpretasi yang dapat diterima menjadi mungkin. Makna tidak diambil hanya

menurut pandangan  hidup pengarangnya, tapi juga menurut pengertian

pandangan hidup pembacanya.19 Sumaryono. 1996. Hermeneutik. Kanisius : Yogya. hal. 7720 Maulidi. Sketsa Hermeneutika Gerbang (jurnal studi agama dan demokrasi) Menafsirkan

Hermeneutika No : 14 Vol : V 2003. hal. 28

8

Page 9: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

c. Fazlur Rahman (1919-1988)

Fazlur Rahman menggunakan metodologi gerakan ganda (double movement)

sebagai fondasi pemikirannya. Gerakan ganda Fazlur Rahman menggiringnya

untuk melakukan rekonstruksi penafsiran terhadap Al Qur‘an. Misalnya dia

menolak poligami, hukuman potong tangan, bunga bank sebagai riba dan hukum-

hukum islam lain yang selama ini telah disepakati para ulama.

Tafsir hermenetika gerakan ganda Rahman pada intinya lebih merupakan

respon terhadap pendekatan yang dilakukan oleh ulama tradisional. Teori gerakan

ganda mengkanter teori asbabun nuzul penafsir tradisional. Dalam teori asbabun

nuzul, terdapat dua kaidah yang saling berlawanan: ” al-’ibrah bi umumil al-fadz

la bi khusi al sabab, dan al-’ibrah bi khusi al sabab la bi umumil al-fadz”. Yang

pertama berpegang kepada keumuman lafadz saja tanpa memperhatikan sebab-

sebab khusus yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat. Yang kedua

berpandangan sebaliknya, hanya berpegang pada sebab-sebab khusus yang

melatarbelakangi turunnya ayat tanpa mempertimbangkan keumuman lafadz.

Pandangan parsialistik dan dikotomistik ini menyebabkan penafsiran Al – Qur’an

ulama tradisional menjadi tidak komperehensif. Pendekatan ini jelas akan

menghalangi berkembangnya pandngan dunia Al – Qur’an.21

d. Nasr Hamid Abu Zayd (1943-2010)

Nasr Hamid Abu Zayd menyatakan bahwa Al Qur‘an merupakan bahasa

manusia. Perubahan teks Ilahi menjadi teks manusiawi terjadi sejak turunnya

wahyu yang pertama kali kepada Muhammad. Al Qur‘an terbentuk dalam realitas

dan budaya selama lebih dari 20 tahun. Al Qur‘an dianggap sebagai produk

budaya sekaligus produsen budaya karena menjadi teks yang hegemonik dan

menjadi rujukan bagi teks lain. Al Qur‘an juga dianggap sebagai teks bahasa dan

teks historis. Nasr Hamid juga berpendapat bahwa studi Al Qur‘an tidak

memerlukan metode yang khusus. Dia menyalahkan penafsiran mayoritas para

mufassir yang selalu menafsirkan Al Quran dengan muatan metafisis Islam karena

hal ini dianggap tidak melahirkan sikap ilmiah.

21 Rahman, Fazlur. 1979. Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. University of Chicago Press : Chicago. hal. 31

9

Page 10: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

e. Muhammad Arkoun (1928)

Studi Muhammad Arkoun atas teks al-Qur’an adalah untuk mencari makna

lain yang tersembunyi di sana. Maka, untuk menuju rekonstruksi (konteks), harus

ada dekonstruksi (teks). Arkoun termasuk intelektual muslim yang sangat berani

dalam menafsirkan Al-Qur’an bukan dari tradisi Islam tapi dengan metodologi

impor dari budaya barat.

Arkoun menganggap Al-Qur’an bukanlah wahyu, tetapi kitab rekayasa para

sahabat terutama Utsman dengan lebih suka mengatakan bahwa al-Qur’an Mushaf

Resmi Tertutup, yang seakan-akan al-Qur’an diresmikan oleh Usman bin Affan.

Dan sepanjang sejarah fakta historis menunjukkan, kaum muslimin dari sejak

dulu, sekarang dan akan datang, meyakini kebenaran al-Qur’an Mushaf Uthmani.

Dan Allah dalam al-Qur’an sangat jelas sekali menantang siapa saja yang masih

meragukan al-Qur’an sebagai Firman-Nya, tatapi tantangan ini sampai sekarang

bahkan sampai kiamatpun tidak akan pernah ada yang sanggup menyanggupinya

membuat al-Qur’an tandingan kecuali hanya desas desus belaka yang dilontarkan

oleh para orientalis.22

f. Amina Wadud (1952)

Hermeneutika yang ditawarkan oleh Amina Wadud adalah “hermeneutika

tauhid”. Dimana ia ingin menegaskan bahwa kesatuan Al-Qur’an berlaku pada

seluruh bagiannya. Tujuan dari “hermeneutika tauhid” ini menurutnya adalah:

menjelaskan dinamika antara hal-hal yang universal dan partikular dalam Al-

Qur’an. Yang terpenting, menurutnya, Al-Qur’an berusaha menetapkan basis-

pedoman-moral yang universal. Tentu saja, kondisi Jazirah Arab abad ke-7

menjadi melatarbelakangi Al-Qur’an dan tujuannya sebagai pedoman universal.23

E. Dampak Hermeneutika Terhadap Tafsir Al-Qur’an

22 Institut Pemikiran dan Peradaban Islam Surabaya. Metodologi Studi Al-Qur’an Mohammed Arkoun. , http://inpasonline.com/new/metodologi-studi-al-quran-mohammed-arkoun-kajian-kritis/, diakses 28 Desember 2014, jam 10.49 WIB

23 Aminah Wadud. 2006. Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat Keadilan, Terj. Abdullah Ali. Serambi : Jakarta. hal. 182. 

10

Page 11: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

Ilmu Tafsir adalah ilmu yang lahir dari kebutuhan kaum muslimin untuk memahami

kandungan al Quran. Ilmu ini telah lahir sejak generasi awal tabi’in dan terus menerus

mengalami penyempurnaan. Pada abad ke-2 H ilmu ini telah sampai ke tahapnya yang

sempurna, sehingga telah dianggap sebagai ilmu yang baku yang harus digunakan oleh

setiap mufassir yang datang kemudian.

Jika kita melihat pengertian ilmu Tafsir di atas serta pengertian Hermeneutika

sebelumnya kedua ilmu ini sama-sama membahas tentang makna pada teks. Hanya saja

ilmu Tafsir khusus digunakan untuk memahami kandungan makna teks Al Quran.

Mengenai bisakah Hermeneutika digunakan untuk menafsirkan Al Quran? Jawaban atas

masalah ini merupakan topik inti dalam tulisan ini.

Setelah mengamati berbagai tulisan dan pandangan para cendekiawan muslim,

terdapat beberapa pendapat atas masalah tersebut:

1. Hermeneutika tidak bisa digunakan untuk menafsirkan al Quran. Hermeneutika

lahir dan berkembang dari suatu peradaban dan pandangan hidup masyarakat

penemunya. Setiap ilmu, konsep atau teori termasuk Hermeneutika, pasti

merupakan produk dari masyarakat, atau bangsa yang memiliki peradaban dan

pandangan hidup sendiri.

2. Hermeneutika adalah pengetahuan yang membahas penafsiran dari suatu teks.

Teks tersebut meliputi berbagai teks yang merupakan produk ekspresi manusia.

3. Implementasi Hermeneutika dalam Islam berbeda dengan Hermeneutika dalam

dunia Kristen. Implementasi Hermeneutika dalam dunia Kristen digunakan untuk

mencari orsinialitas kitab suci mereka. Mereka menemukan teks kitab suci yang

sangat beragam, sehingga mereka perlu mencari mana dari semua itu yang asli

dan paling benar. Sedangkan penggunaan Hermeneutika dalam dunia keilmuwan

Islam digunakan bukan untuk mencari keotentikan teks al Quran, akan tetapi

untuk mencari penafsiran yang paling mendekati kebenaran. Dan kebenaran dari

suatu tafsir hanya Allah yang mengetahui (sehingga seorang mufassir sehebat

apapun akan berkata Wallahu a’lam).

11

Page 12: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

BAB 3

KESIMPULAN

Dari pembahasan tulisan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tafsir dan Ta’wil mempunyai esensi yang sama yaitu menjelaskan ayat Al-Qur’an ,

baik yang bermakna dzahir, maupun bathin.

2. Konsep hermeneutika yang dipelopori para hermeneut klasik maupun modern tidak

dapat digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an dalam konteks apapun.

3. Al Quran adalah kitab suci yang merupakan firman Allah SWT. Padanya terdapat

petunjuk dan hidayah bagi seluruh umat manusia. Al Quran baik dari segi bahasa

maupun isinya mengandung mukjzat. Seluruhnya hak dan setiap muslim harus

menerimanya dengan tanpa keraguan. Jika kita menerima hermeneutika sebagai

instrumen untuk menefairkan Al Quran, maka keyakinan tersebut akan runtuh.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Makalah Konsep Tafsir, Ta'Wil, Dan Hermeneutika

Abu Zayd. 1994. Mafhum Al-Nashs fi ‘Ulum Al-Qur’an. Al-Markaz Al-Tsaqafi Al-‘Arabi.

Aminah Wadud. 2006. Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat Keadilan, Terj. Abdullah Ali. Serambi : Jakarta.

Bleicher, Josef. 2003. Hermeneutika Kontemporer : Hermeneutika sebagai Metode Filsafat dan Kritik. Fajar Pustaka Baru : Yogyakarta.

Gusmian, Islah. 2002. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi. Teraju : Jakarta.

Hamid Fahmy Zarkasyi Menguak Nilai Di Balik Hermeneutika Islamia, Hermeneutika versus Tafsir Al-Qur'an, Edisi Perdana, Thn I,No 1 Muharram 1425/Maret 2004.

Husain Bin ‘Aly Bin Husain al-Haraby. 1996.  Qawa’id al-Tarjih ‘Inda al-Mufassirin .Dar al-Qasim : Riyadh.

Institut Pemikiran dan Peradaban Islam Surabaya. Metodologi Studi Al-Qur’an Mohammed Arkoun. , http://inpasonline.com/new/metodologi-studi-al-quran-mohammed-arkoun-kajian-kritis/, diakses 28 Desember 2014, jam 10.49 WIB

Maulidi Sketsa Hermeneutika Gerbang (jurnal studi agama dan demokrasi) Menafsirkan Hermeneutika No: 14 Vol: V 2003.

Mudjia Raharjo, 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalisme & Gadamerian. Ar-Ruzzmedia : Yogyakarta.

Mudjia Raharjo. 2007. Hermeneutika Gadamerian, UIN-Malang Press: Malang.

Sumaryono. 1996. Hermeneutik. Kanisius : Yogya.

Syamsuddin Arif. 2008. Orientalis & Diabolisme Pemikiran-Bab Hermenutika dan Tafsir Al-Qur’an. Jakarta : Gema Insani Press.

The Encyclopaedia Britannica, vol. 5, entry: hermeneutics.

Werner Georg Kummel. 1972. The New Testament : The History of the Investigation of Its Problems, Penerjemah S.McLean Gilmour dan Howard C.Kee .New York : Abingdon Press.

Dr.Ir.Muhammad Shahrur. 2004. Prinsip-Prinsip Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, bagian Pengantar Penerjemah. Yogyakarta : eLSAQ Press.

Rahman, Fazlur. 1979. Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. University of Chicago Press : Chicago.

13