makalah komunikasi terapeutik

27
Respon dan Perubahan Perilaku pada Pasien Penderita Kanker Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia DISUSUN OLEH : HALIMAH 220110130017

Upload: halimah-addjh

Post on 28-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Respon dan Perubahan Perilaku pada Pasien Penderita Kanker

Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

DISUSUN OLEH :

HALIMAH

220110130017

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah dengan tema Peran Komunikasi Terapeutik dalam Penyembuhan Pasien.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat kendala dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak kendala itu dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga amal perbuatan mereka mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt.

Dengan dapat diselesaikannya penulisan makalah ini, semoga pengalaman ilmu dalam penyusunan makalah ini dicatat sebagai kebaikan kita semua oleh Allah Swt. kritik dan saran dari pembaca akan kami terima sebagai bahan perbaikan dalam penyusunan ke depan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Cimahi, 08 Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I PENDAHULUAN 41.1 Latar Belakang Masalah 41.2 Rumusan Masalah 51.3 Tujuan 6BAB II PEMBAHASAN 72.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 72.2 Tujuan dilakukan Komunikasi Terapeutik 82.3 Karakteristik Pemberi Komunikasi Terapeutik 92.4 Fase-fase dalam Hubungan Terapeutik 92.5 Komponen Hubungan Terapeutik 122.6 Teknik Hubungan Terapeutik 122.7 Respon Pasien setelah melakukan Hubungan Terapeutik 15BAB III PENUTUP 163.1 Simpulan 163.2 Saran 16DAFTAR PUSTAKA 17LAMPIRAN 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dalam segala hal. Tanpa komunikasi, semua tak akan berjalan dengan baik, terutama dalam bidang keperawatan. Seorang perawat harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik karena sangat di butuhkan dalam menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan pasien. Komunikasi ini biasa disebut komunikasi terapeutik.

Kemampuan untuk membangun hubungan terapeutik merupakan salah satu keterampilan yang paling penting yang dapat dikembangkan oleh perawat. Hubungan ini merupakan keberhasilan intervensi pada pasien atau klien psikiatri walaupun memang pennting bagi setiap spesialisasi keperawatan. Pelaksanaan hubungan terapeutik dan komunikasi dalam hubungan tersebut berfunngsi sebagai landasan pelaksanaan terapi dan keberhasilannya.

Komunikasi terapeutik merupakan suatu alat dalam melaksanakan suatu asuhan keperawatan yang ditujukan untuk merubah perilaku klien yang bersifat terapi. Komunikasi terapeutik digunakan oleh perawat yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap kesembuhan pasien dalam masalah psikologis.

Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto, 1994).

Banyak perawat yang hanya keluar-masuk kamar pasien untuk mengganti infus, merawat luka, memberikan suntikan, memberikan obat dan menunggu apabila ada panggilan dari pasien atau keluarga pasien. Dari hal tersebut bisa terlihat bahwa komunikasi yang dilakukan perawat dengan pasien sangat minim.

Sebagai perawat harus pandai berkomunikasi, terutama dalam komunikasi terapeutik karena komunikasi terapeutik itu sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan dari penyakit yang sedang di derita oleh pasien.

Hubungan terapeutik berbeda dengan hubungan yang lain seperti hubungan sosial atau hubungan intim dalam banyak hal karena hubungan terapeutik inni berfokus pada kebutuhan, pengalaman, perasaan, dan ide dari pasien atau klien. Dalam hubungan terapeutik ini, area kerja disepakati dan hasil akhir dievaluasi secara berkesinambungan. Perawat harus menggunakan keterampilan berkomunikasi, kekuatan personal, dan pemahaman atas perilaku manusia untuk berinteraksi dengan klien atau pasien.

Dalam hubungan terapeutik, parameternya jelas: berfokus pada kebutuhan pasien atau klien bukan kebutuhan perawat. Seorang perawat tidak perlu mengkhawatirkan apakah klien menyukainya atau berterima kasih kepada perawat. Perawat harus bisa menjaga agar hubungan terapeutiknya tidak berubah menjadi hubungan yang lebih sosial. Tingkat kesadaran diri perawat bisa menguntungkan aau merugikan hubungan terapeutik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Terapeutik?

2. Apa tujuan dari Komunikasi Terapeutik?

3. Apa saja karakteristik pemberi Komunikasi Terapeutik?

4. Fase apa saja yang dilalui ketika membangun Hubungan Terapeutik?

5. Komponen apa saja yang terdapat dalam membina Hubunngan Terapeutik?

6. Bagaimana teknik membina Hubungan Terapeutik?

7. Bagaimana pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap proses penyembuhan pasien?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh pasien dalam keadaan menderita penyakit kanker dan mengetahui respon pasien dalam komunikasi sehingga dapat terlihat apa yang akan terjadi setelah dilakukannya komunikasi terapeutik. Selain itu juga untuk melatih agar seorang perawat cepat memberikan respon yang terapeutik terhadap pasien dalam kondisi apapun yang ditujukan untuk proses penyembuhan pasien dari kondisi tersebut. Komunikasi ini juga untuk mengkaji persepsi pasien tentang penyakit tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi Terapeutik merupakan suatu interaksi interpersonal antara perawat dengan pasien, yang selama berinteraksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus pasien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dengan pasien.

Komunikasi Terapeutik juga merupakan suatu alat berkomunikasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang ditujukan untuk merubah perilaku pasien yang bersifat terapi.

Ada juga definisi Komunikasi Terapeutik menurut para ahli, antara lain:

Komunikasi terapeutik merupakan proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti (TAYLOR, 1983).

Komunikasi terapeutik merupakan proses penyampaian informasi, makna, dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan (BURGESS, 1988).

Komunikasi terapeutik merupakan kegiatan mengajukan pengertian yang didinginkan dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan perubahan tingkah laku yang diinginkan dari penerima informasi (YUWONO, 1985).

Komunikasi terapetik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapetik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif (AS.HOMBY, 1974) yang dikutip oleh (NURJANNAH, 2001).

2.2 Tujuan dilakukan Komunikasi Terapeutik

Berikut ini ada beberapa tujuan dari komunikasi terapeutik, antara lain:

1) Realisasi diri, penerimaan, dan peningkatan penghormatan diri.

2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superficial dan saling bergantung kepada orang lain (hubungan terapeutik).

3) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.

4) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

5) Mengidentifikasi masalah pasien yang paling penting tepat pada waktunya (tujuan yang berpusat pada pasien).

6) Mengkaji persepsi pasien tentang masalah penyakit yang sedang diderita.

7) Mengenali kebutuhan mendasar klien.

8) Memandu klien dalam mengidentifikasi cara pencapaian solusi yang memuaskan yang dapat diterima secara sosial.

9) Membantu pasien untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.

10) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

11) Mempengaruhi orang lain, Lingkungan fisik, dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan kesehatan.

12) Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

2.3 Karakteristik Pemberi Komunikasi Terapeutik

a. Mampu membangun hubungan saling percaya dengan pasien.

b. Cukup ekspretif dan tidak membingungkan.

c. Bersikap positif

d. Empati (memahami, memberi solusi, dan tindakan).

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata pasien.

f. Sensitif terhadap perasaan pasien.

g. Menerima pasien apa adanya.

h. Tidak mudah terpengaruh oleh pengalaman masa lalu.

2.4 Fase-fase dalam Hubungan Terapeutik

Peplau telah mempelajari dan menulis tentang proses interpersonal dan fase hubungan perawat-klien. Hasil kerjanya telah memberi suatu model bagi keperawatan yang dapat digunakan untuk memahami dan mendokumentasikan kemajuan interaksi interpersonal. Model Peplau (1952) terdiri dari tiga fase: orientasi, kerja, dan resolusi atau terminasi. Dalam kehidupan nyata, fase-fase ini tidak saling terpisah secara jelas, melainkan saling bertumpang-tindih dan saling berhubungan.

a. Fase Orientasi

Fase orientasi ini dimulai ketika perawat dan klien bertemu dan berakhir ketika klien mulai mengidentifikasi masalah untuk dikaji. Selama fase orientasi ini, perawat menetapkan peran, tujuan pertemuan, dan parameter pertemuan selanjutnya, mengidentifikasi masalah klien, serta mengklarifikasi harapan.

Sebelum bertemu dengan klien, perawat harus melakukan hal penting, seperti membaca latar belakang klien, mengetahui obat-obatan yang klien gunakan, mengumpulkan karya tulis yang diperlukan, dan mengatur tempat yang tenang, tersendiri, serta nyaman. Perawat harus mempertimbangkan kekuatan dan keterbatasan dalam menangani klien.

Selama fase orientasi, perawat mulai membangun rasa percaya dengan klien. Tanggung jawab perawat ialah membentuk lingkungan terapeutik yang membantu membangun rasa percaya dan pengertian. Informasi tentang perawat perlu diberikan pada saat fase ini: nama, alasan berada di unit tersebut, dn tingkat pendidikan.

Perawat perlu mendengarkan dengan cermat riwayat, persepsi, dan kesalahpahaman klien. Perawat harus mengatasi rasa gugupnya, bersikap hangat, menunjukkan keahlian, serta bersikap pengertiian. Apabila pada awal komunikasi dimulai dengan awal yang positf, maka hubungan tersebut lebih cenderung berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan (Forchuk, 1994a, b).

b. Fase Kerja

Fase kerja hubungan perawat-klien biasanya dibagi menjadi dua subfase: identifikasi masalah, yakni ketika klien mengidentifikasi isu atau kekhawatiran yang menyebabkan masalah, dan eksploitasi, yakni ketika perawat memandu klien mengkaji perasaan dan responsnya serta mengembangkan keterampilan koping yang lebih baik dan citra diri yang lebih positif, yang mendorong perubahan perilaku, serta mengembangkan kemandirian.

Rasa percaya yang dibangun antara perawat dengan klien pada saat ini memmungkinkann masalah dikaji dan diatasi dalam batas aman hubungan. Klien harus merasa bahwa perawat tidak menolaknya atau tidak kecewa jika klien menceritakan pengalaman, isu, perilaku, dan masalahnya. Kadang-kadang klien menggunakan cerita yang menyakitkan hati perawat atau perilaku buruknya untuk menguji perawat. Perilaku menguji ini menantang perawat untuk tetap fokus dan tidak keluar bereaksi serta tidak keluar dari alur.

Perawat harus ingat bahwa klien yang mengkaji dan mengeksplorasi situasi masalah dan hubungan. Seorang perawat tidak boleh bersikap menghakimi dan berhenti untuk memberi nasihat, melainkan mengizinkan klien untuk menganalisis situasi.

Tugas khusus dalam fase kerja:

1) Mempertahankan hubungan.

2) Mengumpulkan lebih banyak data.

3) Mengeksplorasi persepsi realitas.

4) Mengembangkan mekanisme koping positif.

5) Meningkatkan konsep diri positif.

6) Mendorong verbalisasi perasaan.

7) Memfasilitasi perubahan perilaku.

8) Mengatasi resistens

9) Mengevaluasi kemajuan dan mendefinisikan kembali tujuan jika tepat.

10) Memberi kesempatan kepada klien untuk mempraktikkan perilaku baru.

11) Meningkatkan kemandirian.

c. Fase Resolusi atau Terminasi

Fase terminasi atau fase resolusi merupakan tahap akhir hubungan perawat-klien. Fase ini dimulai ketika masalah klien sudah selesai dan berakhir ketika hubungan tersebut berakhir. Baik perawat maupun klien sering memiliki perasaan terhadap berakhirnya hubungan. Klien mungkin merasa teerminai sebagai kehilangan yang segera terjadi.

Banyak klien yang mencoba untuk menghindari terminasi dengan bersikap marah, seolah-olah masalah belum selesai. Perawat harus dapat mengakui perasaan marah klien dan meyakinkan klien bahwa hal tersebut merupakan respons normal trehadap berakhirnya suatu hubungan.

2.5 Komponen Hubungan Terapeutik

Dalam hubungan terapeutik, terdapat dua komponen: komponen hubungan dan komponen essensial.

Komponen hubungan:1. Rasa saling percaya7. Kesadaran diri

2. Kesesuaian8. Penempatan diri

3. Perhatian yang tulus9. Keyakinan

4. Empati10. Pola berpikir

5. Penerimaan11. Orientasi waktu

6. Penghargaan positif12. Pengungkapan perasaan

Komponen essensial:1. Kerahasiaan

2. Keterbukaan diri

3. Privasi dan Menghormati batasan

4. Sentuhan

5. Mendengar aktif dan observasi aktif

2.6 Teknik Hubungan Terapeutik

Ada beberapa teknik komunikasi terapeutik yang dapat digunakan oleh perawat untuk membantu klien atau pasien merasa rileks dan diterima, siap untuk mempelajari masalah, dan berfokus pada isu utama. Namun banyak taknik nonterapeutik yang harus dihindari oleh seorang perawat.

1) Menerima : menunjukkan bahwa perawat mendengar dan bersedia mendengarkan apa yang ingin klien katakan.

2) Mengkaji hubungan : mengeksplorasi hubungan klien dengan individu lain. Meminta klien untuk menjelaskan hubungan antara dirinya dengan orang lain, merupakan salah satu cara yang bermanfaat untuk mengumpulkan informasi.

3) Pertanyaan terbuka : menggunakan pertanyaan terbuka yang memberi kesempatan kepada klien untuk mengajukan topik.

4) Validasi konsensual : dua individu atau lebih mencapai kesepakatan tentang interpretasi suatu peristiwa, perilaku, atau isu.

5) Mendorong melakukan perbandingan : membantu klien memahami dengan melihat persamaan dan perbedaan. Buat daftar lengkap berisi persamaan kemudian perbedaan.

6) Mendorong menjelaskan persepsi : meminta klien menjelaskan pendapatnya tentang suatu peristiwa atau pengalaman.

7) Mendorong melakukan evaluasi : meminta klien untuk menilai kualitas pengalamannya (mendiskusikan satu pengalaman pada satu waktu).

8) Memfokuskan : mengarahkan pada satu poin yang penting.

9) Menyusun rencana tindakan : merencanakan penyelesaian masalah secara tepat yang dilakukan langkah demi langkah. Selalu menggunakan kata benda daripada kata ganti untuk mengklarifikasi individu yang terlibat.

10) Arahan umum : mendorong adanya kontinuitas.

11) Memberi pengakuan : pengakuan yang objektif.

12) Humor : humor yang tidak menyakitkan dapat membantu mengurangi ansietas ringan sampaii sedang, memberi perspektif tentang peristiwa kehidupan, dan mengurangi kesenjangan sosial. Klien tidak boleh tersakiti oleh humor ini.

13) Melakukan observasi : menyatakan apa yang perawat lihat dalam penampilan dan perilaku klien.

14) Menawarkan diri : memperkenalkan diri dan mengidentifikasi hubungan.

15) Menempatkan kejadian sesuai waktu atau berurutan : mengkaji kerangka waktu dan urutan suatu kejadian sepanjang waktu.

16) Menyajikan realitas : memberi penjelasan yang realistis tentang hal yang klien lihat atau dengar.

17) Refleksi : mengarahkan tindakan, pikiran, dan perasaan klien kembali kepada klien.

18) Pengulangan pernyataan : mengulang isu utama yang diungkapkan.

19) Meminta klarifikasi : menghilangkan kebingungan terhadap peristiwa atau individu. Gunakan kata benda yang sesuai daripada kata ganti yang digunakan klien. Upayakan mengajukan pertanyaan yang spesifik sampai informasi benar-benar dimengerti.

20) Diam : tidak adanya komunikas verbal memberi klien waktu untuk menuangkan tindakan, pikiran, atau perasaan ke dalam kata-kata dan memperlambat kecepatan interaksi. Beri klien waktu untuk mengembangkan pemahaman. Diam tampak bermanfaat ketika klien tampak mempertimbangkan apakah ia akan memberi informasi tambahan. Klien dapat memerlukan izin yang tidak diungkapkan ini untuk memikkirkan apakah ia akan memberi informasi tersebut. Sebaliknya, ansietas klien dapat meningkat dengan diam dan klien mungkin mengungkapkan masalahnya untuk memecah kesunyin tersebut.

21) Menganjurkan kolaborasi : menawarkan kerja sama dengan klien.

22) Meringkas : mengorganisasi isu utama yang telah didiskusikan.

23) Identifikasi tema : mengidentifikasi isu atau masalah yang terjadi berulang kali.

24) Menerjemahkann dalam bentuk perasaan : berupaya menyatakan perasaan klien yang hanya disampaikan secara tidak langsung.

25) Menyatakan hal yang tersirat dalam ucapan klien : menyatakan apa yang telah dianjurkan atau ditunjukan.

26) Menyatakan keraguan : menanyakan realitas persepsi klien dengan hati-hati.

2.7 Respon Pasien setelah melakukan Hubungan Terapeutik

Setelah melakukan hubungan terapeutik, pasien merasa lebih nyaman, tidak gelisah, dan bersikap optimis. Selain itu, pasien juga menjadi bersikap seperti biasanya normal. Paien menjadi lebih rajin beribadah, berdoa, dan iapun berusah untuk cepat sembuh dari penyakitnya tersebut.

Ia menjadi tidak pernah menolak untuk makan, menjadi mau untuk meminum obat, dan iapun tidak pernah menolak apa yang dikatakan oleh dokter maupun perawatnya. Ia lebih sadar, sabar, dan tidak terlalu sering marah-marah dalam penyakitnya tersebut.

Pasien tersebut juga memiliki semangat yang tinggi demi mencapai semua cita-citanya untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Demikian pula dengan perasaan kedua orang tuanya menjadi sangat senang karena melihat perubahan yang begitu berarti dalam proses penyembuhan penyakitnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Komunikasi terapeutik ini tidak terlalu menyembuhkan penyakit. Namun, komunikasi ini hanya dapat mengurangi beban dari pasien sehingga proses penyembuhan dapat terjadi dengan cepat dan tanpa hambatan dari dalam diri pasien. Rasa dan sikap optimis dari diri pasien juga dapat mempercepat proses penyembuhan karena adanya motivasi untuk sembuh secara internal, dan didukung dengan motivasi eksternal dari komunikasi terapeutik tersebut.

3.2 Saran

Sebaiknya komunikasi yang bersifat terapi ini tidak hanya dilakukan sekali namun secara rutin, terjadwal, misalnya satu atau dua kali dalam satu minggu. Karena apabila dilakukan secara rutin sebagai perawat bisa melihat perubahan yang terjadi pada pasien. Selain itu juga proses penyembuhan pasien dapat lebih cepat dan adanya motivasi yang tinggi dari eksternal yang menyebabkan meningkatnya pula motivasi internal.

DAFTAR PUSTAKA

Bhayangkara, N. (2012). Tinjauan Pustaka Komunikasi Terapeutik Perawat. 1.

Morisson, P., & Burnard, P. (2008). Caring & Communicating - Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran- EGC.

Redhian, I. P. (2011). Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan Orangtua. 2-5; 8-9.

Roatib, A., Suhartini, & Supriyadi. (2007). Hubungan Antara Karakteristik Perawat dengan Motivasi Perawat Pelaksana. 2-3.

Sri Puji Lestari, S. N. (2010). Komunikasi Terapeutik. 1-28.

Videbeck, & L, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran-EGC.

LAMPIRAN

Seorang anak berusia 15 tahun menderita penyakit Kanker stadium lanjut. Ia sudah divonis oleh dokter bahwa hidupnya tinggal sebentar lagi. Saya mengajaknya untuk berkomunikasi. Saya melakukan Komunikasi Terapeutik.

Saya : Selamat siang de.

Klien : Selamat siang juga ka.

Saya : Boleh saya menemani ade di sini?

Klien : Iya boleh ka, silahkan.

Saya : Ade ini kenapa? Apa yang ade rasakan sekarang? Saya lihat ade tidak seperti biasanya."

Klien : Gini saya, saya punya keinginan yang belum saya capai, saya belum bisa membahagiakan kedua orang tua saya, saya ingin sekali membiayai kedua orang tua saya untuk pergi haji. Namun, dengan kondisi saya seperti ini bagaimana mungkin saya bisa melaksanakannya.

Saya: Ade tidak boleh pesimis seperti itu, ade harus optimis bahwa ade akan sembuh sehingga ade bisa memenuhi semua keinginan ade tersebut.

Klien : Tapi saya saya tidak mungkin bisa memenuhi semua itu!

Saya: Ade tidak boleh seperti itu, tim medis juga memberikan yang terbaik untuk ade. Ade harus sabar ya.

Klien : Tapi ka, penyakit saya ini sudah stadium lanjut!

Saya: Iya saya tau de, tapi ade harus bisa nerima semua ini. Kasihan sama orang tua ade yang sudah berusaha keras agar ade ini bisa cepat sembuh, bisa bersama-sama lagi dalam keadaan sehat.

Klien : Iya saya akan menerima semua ini dengan ikhlas, apapun yang terjadi saya ikhlas.

Saya: Yasudah de, bagaimana perasaan ade sekarang? Apakah sudah nyaman?

Klien : iya saya sekarang sudah agak nyaman, terima kasih semuanya ka.

Saya: Iya sama-sama, ada satu pesan dari saya ade jangan lupa berdoa untuk kesembuhan ade, karena semua yang terjadi berdasarkan keputusan Allah Swt.

Klien : Iya saya akan selalu berdoa, kaka juga jangan lupa doain ade agar cepat sembuh ya ka.

Saya : Iya de, ya sudah sekarang saya tinggal dulu ya de.

Klien : Iya ka.

ii

17