makalah kh. imam zarkasyi

32
1 Pembaharuan Sistem Pesantren (Studi Pemikiran KH. Imam Zarkasyi) Achmad Subekti / Guru PAI SMPIT Nururrahman PENDAHULUAN Perkembangan dunia telah berimplikasi pada lahirnya kemajuan zaman. Dan adanya perubahan ini (kemodernan) seringkali membentur pada aneka kemapanan, yang juga mengakibatkan keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualisasi bangunan-bangunan sosio-kultural dengan dinamika kemodernan tersebut, tak terkecuali dengan sistem pendidikan pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive. 1 Pondok Pesantren Darussalam Gontor memiliki sejarah yang panjang, sejak sebelum berdiri, telah berdiri dan masuk ke masa Pondok Gontor lama, yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin. Setelah redupnya pondok ini pada generasi ketiga yang dipimpin 1 Suwendi, Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa Catatan dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Said Aqiel Siraj et al, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999). Hal. 216.

Upload: achmad-subekti

Post on 24-Sep-2015

276 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

Makalah ini mendeskripsikan secara singkat upaya pembaharuan yang dilakukan oleh KH. Imam Zarkasyi dalam bidang pendidikan pesantren, dan hal itu dilatarbelakangi oleh corak pendidikannya yang didapatnya selama melakukan pendidikan di beberapa institusi pendidikan. namun yang perlu digaris bawahi disini adalah, model pendidikan yang dikembangkan oleh KH. Imam Zarkasyi bukanlah 100 % meniru yang ia dapatkan dari Normaal Islam Prof. Mahmud Yunus, ia lebih lanjut mengembangkan model tersebut yang ia padukan dengan sintesa dari pesantren gontor.

TRANSCRIPT

20

Pembaharuan Sistem Pesantren (Studi Pemikiran KH. Imam Zarkasyi)Achmad Subekti / Guru PAI SMPIT Nururrahman

PENDAHULUANPerkembangan dunia telah berimplikasi pada lahirnya kemajuan zaman. Dan adanya perubahan ini (kemodernan) seringkali membentur pada aneka kemapanan, yang juga mengakibatkan keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualisasi bangunan-bangunan sosio-kultural dengan dinamika kemodernan tersebut, tak terkecuali dengan sistem pendidikan pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive.[footnoteRef:1] [1: Suwendi, Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa Catatan dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Said Aqiel Siraj et al, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999). Hal. 216. ]

Pondok Pesantren Darussalam Gontor memiliki sejarah yang panjang, sejak sebelum berdiri, telah berdiri dan masuk ke masa Pondok Gontor lama, yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin. Setelah redupnya pondok ini pada generasi ketiga yang dipimpin oleh kyai Santoso Anom Besari, datanglah masa Pondok Gontor baru yang dimulai oleh K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fananie dan K.H. Imam Zarkasyi.[footnoteRef:2] Pendidikan di pondok ini mengutamakan pembinaan akhlak, pembentukan karakter. Proses pembelajarannya diselenggarakan menurut sistem sekolah yang modern, dengan menggunakan metodik dan didaktik modern serta senantiasa memperhatikan perkembangan dalam sistem pendidikan dan pengajarannya. Nama "pondok modern" adalah pemberian dari masyarakat. Adapun nama asli yang diberikan pendirinya adalah Darussalam.[footnoteRef:3] Adalah K.H. Imam Zarkasyi yang memberikan pengaruh besar dalam upaya modernisasi pesantren ini setelah pengembaraannya di beberapa institusi pendidikan yang berada di pulau Jawa dan Sumatra yang telah terlebih dahulu menyelenggarakan pendidikan dengan sistem modern. Diakui atau tidak beliaulah yang banyak berperan dalam upaya rekonstruksi di pesantren ini tanpa mengabaikan peran para pendiri sebelumnya. Oleh sebab itu hal inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini. [2: Tim LPP-SDM, Ensiklopedi Pendidikan Islam edisi Lembaga Pendidikan Islam (Depok: CV BINA MUDA CIPTAKREASI, 2010). Hal. 219. ] [3: Ibid. Hal. 221. ]

A. BIOGRAFI SINGKAT K.H. IMAM ZARKASYIK.H. Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada 21 Maret 1910 M. Belum belum genap usianya mencapai 16 tahun, ia mula-mula belajar di beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti pesantren Josari, pesantren Joresan dan pesantren Tegalsari. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Ongko loro (1925)[footnoteRef:4], ia melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang bersamaan beliau juga belajar di Sekolah Mamba'ul Ulum. Lalu masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh Ustadz. M.O. Al-Hasyimy, sampai tahun 1930. Selama belajar di sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah) beliau sangat tertarik pelajaran bahasa Arab dan lalu mendalaminya.[footnoteRef:5] [4: sekolah rendah yang didirikan oleh pemerintah bagi rakyat kecil (non-bangsawan) yang keberadaannya sangat jarang dan biasanya didirikan sesuai dengan kebutuhan pemerintah dan perusahaan (www.wandylee.wordpress.com) ] [5: Penyusun, Profil Pondok Modern Darussalam Gontor (Gontor: Darussalam Press, 2004). Hal. 78. Selanjutnya disingkat Profil. ]

Sewaktu belajar di Solo, guru yang paling banyak mengisi dan mengarahkan Imam Zarkasyi adalah Al-Hasyimi, bekas pejuang Tunisia itu. Tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo beliau meneruskan ke Kweekschool di Padang Panjang sampai tahun 1935. Pada tahun 1936, setelah menyelesaikan jenjang pendidikan di Kweekschool Islam Padang Panjang beliau dipercaya menjadi guru dan direktur di perguruan tersebut. Setahun kemudian beliau kembali ke Gontor dan mendirikan Pondok Darussalam Gontor bersama kakaknya dan beliau menjadi direkturnya.[footnoteRef:6] [6: Ibid. Hal 79.]

Aktivitas: 1. Kepala Kantor Agama Karesidenan Madiun tahun 1943. 2. Seksi Pendidikan di Kementrian Agama tahun 1946. 3. Ketua PB Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) sejak 1948 1955. 4. Kepala Bagian Perencanaan Pendidikan Agama Sekolah Dasar di Kementrian Agama sejak 1951-1953. 5. Anggota Badan Perencanaan Peraturan Pokok Pendidikan Swasta pada Kementrian Pendidikan tahun 1957. 6. Anggota Dewan Perancang Nasional tahun 1959. 7. Meskipun telah keluar dari Departemen Agama, namun beliau masih dipercaya untuk menjadi ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) hingga wafatnya. Dalam kancah internasional pernah menjadi anggota delegasi Indonesia dalam peninjauan ke negara-negara Uni Sovyet tahun 1962 dan menjadi wakil Indonesia dalam Mu'tamar Majma' al-Buhuts al-Islamiyah (Muktamar Akademi Islam se Dunia) ke VII di Kairo Mesir tahun 1972.[footnoteRef:7] [7: Ibid. ]

Imam Zarkasyi ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam kaitan ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini dapat dinikmati. Karya tulis: 1. Senjata Penganjur.2. Pedoman Pendidikan Modern.3. Kursus Bahasa Islam (no 1, 2 dan 3 ditulis bersama kakaknya K.H. Zainuddin Fanani). Adapun buku-buku yang beliau tulis sendiri adalah: 1. Ushuluddin (Pelajaran 'Aqaid/keimanan).[footnoteRef:8] [8: buku ini diajarkan di KMI PMDG untuk kelas 1 reguler dan kelas 1 intensif semester 1. ]

2. Pelajaran Fiqh I dan II.[footnoteRef:9] [9: buku Fiqh jilid I diajarkan di KMI PMDG untuk kelas 1 reguler dan kelas 1 intensif semester 1 adapun jilid II diajarkan untuk kelas 2 reguler dan kelas 1 intensif semester 2. ]

3. Pelajaran Tajwid (bahasa Indonesia).[footnoteRef:10] [10: buku ini diajarkan di KMI PMDG untuk kelas 1 reguler dan kelas 1 intensif semester 1. ]

4. Bimbingan Keimanan. 5. Qowa'idul Imla'.[footnoteRef:11] [11: buku ini berisi teori penulisan huruf Arab. Dulu buku ini diajarkan di KMI PMDG, namun sekarang buku ini tidak diajarkan lagi, karena materi imla' (dictation) lebih banyak pada praktek, namun buku ini masih menjadi referensi para guru untuk mengajarkan materi imla'. ]

6. Pelajaran Huruf Al Qur'an I dan IIDan dibantu oleh Ustadz Imam Subani beliau menyusun buku: 1. Durusullughoh Al Arabiyah I dan II (beserta kamusnya)[footnoteRef:12] [12: buku ini diajarkan di KMI PMDG untuk kelas 1 dan kelas 2 reguler serta kelas 1 intensif.]

2. At-Tamrinat jilid I dan II (beserta kamusnya)[footnoteRef:13] [13: secara formal buku ini tidak diajarkan, namun program terbaru dari KMI menjadikan latihan mingguan bagi seluruh siswa dengan menggunakan buku ini diluar jam formal pembelajaran di kelas. ]

3. I'rabu Amtsilati-Al Jumal, jilid I dan II.[footnoteRef:14] [14: buku ini hanya menjadi pegangan bagi para siswa dan para guru, namun tidak diajarkan di kelas. ]

Selain itu beliau juga menulis beberapa buku petunjuk bagi santri dan guru di Pondok Modern Gontor (diktat), termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku beliau hingga kini masih dipakai di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok-pondok Pesantren alumni dan beberapa sekolah agama.[footnoteRef:15] [15: Ibid, hal. 81. ]

B. SEJARAH GONTOR LAMA Gontor adalah sebuah desa yang terletak lebih kurang 3 KM sebelah Timur Tegalsari dan 11 KM ke arah Tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, pemabuk, dan sebagainya.[footnoteRef:16] [16: www.gontor.ac.id ]

Di tempat inilah Kyai muda Sulaiman Jamaluddin diberi amanat oleh mertuanya untuk merintis pondok pesantren seperti Tegalsari. Dengan 40 santri yang dibekalkan oleh kyai Khalifah kepadanya, maka berangkatlah rombongan tersebut menuju desa Gontor untuk mendirikan pondok Gontor.[footnoteRef:17] [17: Ibid. ]

Pondok Gontor yang didirikan oleh kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama kyai Archam Anom Besari. Santri-santrinya berdatangan dari berbagai daerah di Jawa, konon banyak juga santri yang datang dari daerah Pasundan Jawa Barat. Setelah kyai Archam wafat, pondok dilanjutkan oleh putera beliau bernama Santoso Anom Besari. Kyai Santoso adalah generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama. Pada kepemimpinan generasi ketiga ini Gontor Lama mulai surut; kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar. Diantara sebab kemundurannya adalah karena kurangnya perhatian terhadap kaderisasi.[footnoteRef:18] [18: Ibid. ]

Jumlah santri hanya tinggal sedikit dan mereka belajar di sebuah masjid kecil yang tidak lagi ramai seperti waktu-waktu sebelumnya. Walaupun pondok Gontor sudah tidak lagi maju sebagaimana pada zaman ayah dan neneknya, kyai Santoso tetap bertekad menegakkan agama di desa Gontor. Ia tetap menjadi figur dan tokoh rujukan dalam berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan di desa Gontor dan sekitarnya. Dalam usia yang belum begitu lanjut, kyai Santoso dipanggil Allah SWT. Dengan wafatnya kyai Santoso ini, masa kejayaan pondok Gontor Lama benar-benar sirna. Saudara-saudara kyai Santoso tidak ada lagi yang sanggup menggantikannya untuk mempertahankan keberadaan pondok. Yang tinggal hanyalah janda kyai Santoso beserta tujuh putera dan puterinya dengan peninggalan sebuah rumah sederhana dan masjid tua warisan nenek moyangnya.[footnoteRef:19] [19: Ibid. ]

Tetapi rupanya Nyai Santoso tidak hendak melihat pondok Gontor pupus dan lenyap ditelan sejarah. Ia bekerja keras mendidik putera-puterinya agar dapat meneruskan perjuangan nenek moyangnya, yaitu menghidupkan kembali Gontor yang telah mati. Ibu Nyai Santoso itupun kemudian memasukkan tiga puteranya ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan lain untuk memperdalam agama. Mereka adalah Ahmad Sahal (anak kelima), Zainuddin Fannani (anak keenam), dan Imam Zarkasyi (anak bungsu). Sayangnya, Ibu yang berhati mulia ini tidak pernah menyaksikan kebangkitan kembali Gontor di tangan ketiga puteranya itu. Beliau wafat saat ketiga puteranya masih dalam masa belajar.[footnoteRef:20] [20: http://abudarda-crb.blogspot.com ]

Sepeninggal Kyai Santoso Anom Besari dan seiring dengan runtuhnya kejayaan pondok Gontor Lama, masyarakat desa Gontor dan sekitarnya yang sebelumnya taat beragama tampak mulai kehilangan pegangan. Mereka berubah menjadi masyarakat yang meninggalkan agama dan bahkan anti agama. Kehidupan mo-limo: maling (mencuri), madon (main perempuan), madat (menghisap candu), mabuk, dan main (berjudi) telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Ini ditambah lagi dengan mewabahnya tradisi gemblakan di kalangan para warok.[footnoteRef:21] [21: www.gontor.ac.id]

Demikianlah suasana dan tradisi kehidupan masyarakat Gontor dan sekitarnya setelah pudarnya masa kejayaan Pondok Gontor Lama.C. GAGASAN DAN CITA-CITA PEMBAHARUAN K.H. IMAM ZARKASYILembaga pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak dipakai dan berlaku di beberapa negara Islam. Akan tetapi keadaan sosial-politik pada era penjajahan banyak menghambat kemajuan perkembangan pendidikan model pesantren. K.H. Imam Zarkasyi sebelum mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor bersama kedua kakaknya telah terlebih dahulu melakukan kajian terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang ada di luar negeri yang sesuai dengan sistem pendidikan pesantren dalam rangka studi banding, yang selanjutnya lebih dikenal dengan sintesa pondok modern. 1. Di Mesir terdapat Universitas Al-Azhar yang terkenal dengan harta wakaf dan keabadiannya. Al-Azhar bermula dari sebuah masjid sederhana namun dapat hidup ratusan tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa kepada mahasiswa dari seluruh dunia dan menunjang kelangsungan hidupnya hingga lebih dari seribu tahun. 2. Di Mauritania terdapat Pondok Syanggit, lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. 3. Di India terdapat Universitas Muslim Aligarh yang terkenal dengan modernisasinya. Universitas ini membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta menjadi pelopor revival of Islam.4. Juga di India, terdapat perguruan Shantiniketan yang berarti kampung damai. Perguruan ini didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filsuf Hindu di tengah-tengah hutan yang serba sederhana. Lembaga ini terkenal dengan kedamaiannya dan dari situ mampu mengajarkan kedamaian kepada dunia.Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri pondok Gontor. Karena itu mereka hendak mendirikan lembaga yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas.[footnoteRef:22] [22: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). Hal. 109. Selanjutnya disingkat Gontor dan Pembaharuan.]

Selain itu, gagasan untuk mendirikan pondok pesantren dengan gaya baru juga diilhami dari peristiwa Kongres Umat Islam Indonesia pada pertengahan tahun 1926, dalam kongres itu diputuskan bahwa ummat Islam di Indonesia akan mengutus wakilnya di Muktamar Islam se-Dunia yang akan diadakan di Makkah. Namun yang menjadi permasalahannya adalah, utusan tersebut harus pandai berbahasa Arab dan Inggris. Akhirnya dipilihlah dua orang utusan, yaitu H.O.S Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang menguasai bahasa Arab.[footnoteRef:23] Hal inilah yang mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta kongres tersebut akan pentingnya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria di atas. [23: Penyusun, Profil, hal. 13]

Disamping itu, keadaan masyarakat dan lembaga di Indonesia pada masa itu juga menjadi bahan pemikiran beliau dalam menentukan bentuk pendidikan pesantren yang akan didirikannya. Sekolah-sekolah Belanda yang ada di tanah air mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini didasari oleh sumber daya guru yang pandai dan cakap dalam penguasaan materi juga dalam metodologi pengajaran juga ilmu jiwa dan kemasyarakatan. Sementara lembaga pendidikan Islam belum mampu melahirkan guru yang cakap, pandai serta bertanggung jawab dalam memajukan masyarakat.[footnoteRef:24] [24: Ibid.]

Dari sisi lain, lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat timpang, satu lembaga pendidikan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan umum saja dan lembaga pendidikan yang lain hanya mengajarkan ilmu agama saja.[footnoteRef:25] Mereka memandang ilmu secara dikotomis. Kesalahan cara pandang terhadap ilmu ini adalah masalah serius, karena ia berdampak pada cara pandang ummat juga yang serba dikotomis terhadap seluruh dimensi kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan.[footnoteRef:26] [25: Ibid.] [26: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Gontor dan Pembaharuan, hal. 111. ]

Meskipun demikian, K.H. Imam Zarkasyi memiliki pandangan bahwa hal yang paling penting dalam pesantren ialah jiwa dan pendidikan. Karena jiwa dan pendidikan itulah yang memberikan jasa bagi ummat, dan kedua hal itu jugalah yang memberikan pengaruh bagi para muballigh dan pemimpin ummat dalam berbagai bidang kehidupan.[footnoteRef:27] Oleh sebab itu K.H. Imam Zarkasyi pada seminar pondok pesantren seluruh Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 4 s.d 7 Juli 1965 merumuskan jiwa pondok pesantren sebagai berikut: [27: Staf Sekretariat PMDG, Serba Serbi Serba Singkat tentang Pondok Modern Darussalam Gontor (Gontor: Percetakan Darussalam, 1997). Hal. 4. Selanjutnya disingkat Serba Serbi.]

1. JIWA KEIKHLASAN Sepi ing pamrih (tidak didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu), semata-mata karena untuk ibadah lillah ta'ala. 2. JIWA KESEDERHANAAN Sederhana bukan berarti pasif dan bukan pula melarat atau miskin, tapi ia lebih mengandung makna kekuatan hati, penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan. 3. JIWA BERDIKARI Dalam arti mencoba atau berlatih mengurus segala kepentingan dan kebutuhan hidup sendiri dan tidak menyandarkan kepada bantuan atau belas kasihan orang lain. 4. JIWA UKHUWWAH Yang berarti suasana kehidupan yang diliputi persaudaraan akrab, sehingga segala kesenangan dirasakan bersama dengan jalinan perasaan keagamaan. 5. JIWA BEBASBebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan dan memilih jalan hidup. Namun juga tidak terlalu bebas sehingga menjadi liberal. Namun perlu difahami bebas ini dalam garis-garis disiplin yang positif.[footnoteRef:28] [28: K.H. Imam Zarkasyi, Diktat Pekan Perkenalan (Gontor: Darussalam Press, tt). Hal. 11-14. Selanjutnya disingkat Diktat Pekan Perkenalan. ]

Selain jiwa dan beberapa hal yang disebutkan diatas, diantara hal yang melatarbelakangi pembaharuan pesantren adalah pandangan beliau bahwa di masa pasca kemerdekaan dimana perubahan terjadi amat pesat dan cepat, maka pondok pesantren harus siap menghadapi perubahan itu tanpa harus kehilangan jatidirinya namun eksistensinya masih terus diperhitungkan. Oleh sebab itu beliau berpandangan: 1. Relevansi pelajaran dalam pondok pesantren harus sesuai dengan perkembangan zaman, dapat memenuhi kebutuhan masa depan para santri di masyarakat kelak. 2. Harus ada wakaf yang menjadi backing bagi kelangsungan hidup pondok pesantren dan untuk dapat senantiasa meninggikan mutu pendidikan dan pengajarannya. 3. Perlu adanya kaderisasi dan regenerasi pengurus pondok, yang akan menggantikan dan mengembangkan usaha dari generasi terdahulu. Sehingga pondok pesantren itu akan terus hidup meskipun kyai pendirinya telah wafat dan telah berganti kepemimpinan. 4. Juga perlu dipikirkan tentang manajemen pesantren yang lebih baik di masa yang akan datang, dengan demikian penyelenggaraan pondok pesantren dapat diatur sebaik-baiknya dan seefisien mungkin. Termasuk di dalamnya tentang batas hak dan kewajiban kyai, para santri dan pondok pesantren itu sendiri.[footnoteRef:29] [29: Staf Sekretariat PMDG, Serba Serbi, hal. 6-8. ]

D. KONSEP PENDIDIKAN K.H. IMAM ZARKASYISekembalinya K.H. Imam Zarkasyi dari Padang Panjang pada tahun 1936, beliau bersama dua orang kakaknya yaitu K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Zainuddin Fanani melanjutkan perintisan pondok pesantren yang sudah lebih dahulu dimulai 10 tahun sebelumnya. Dan berdasarkan pengalaman yang beliau dapatkan selama pengembaraan studinya di berbagai lembaga pendidikan terdahulu maka pada saat itulah beliau memulai lembaga pendidikan tingkat menengah mirip Normal Islam, yaitu KMI (Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyyah)[footnoteRef:30], saat itu mulai al-thariqah al-haditsah (metode modern) diperkenalkan.[footnoteRef:31] Adapun pembaharuan dalam konsep pendidikan yang diaplikasikan Imam Zarkasyi dalam pondok pesantren ini dapat dirumuskan ke dalam empat bidang, yaitu: [30: Arti dari padanan kata ini ialah persemaian guru-guru Islam. ] [31: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor (Gontor: Trimurti Press, 2005). Hal. 57. Yang selanjutnya disingkat Manajemen Pesantren. ]

1. Metode dan sistem pendidikan. 2. Kurikulum pesantren. 3. Struktur dan sistem manajemen pesantren. 4. Pola pikir santri dan kebebasan pesantren.[footnoteRef:32] [32: Dr. H. Abuddin Nata, MA., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (seri kajian Filsafat Pendidikan Islam) Cet. I , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000). Hal. 205. Yang selanjutnya disingkat Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.]

1. Metode dan Sistem Pendidikan Penting dicatat bahwa kemodernan sistem pendidikan di pondok modern Darussalam Gontor mendapat sifatnya yang tegas setelah K.H. Imam Zarkasyi kembali dari Sumatra Barat dan ikut berkecimpung menangani pendidikan di Gontor. Hal ini tidak lepas dari pengalaman beliau berada di institusi-institusi pendidikan seperti pesantren Jamsaren, Madrasah Manba'ul Ulum, Madrasah Arabiyah Islamiyah, Sumatra Thawalib dan Normal Islam School yang dipimpin oleh Mahmud Yunus.Beliau menggunakan sistem klasikal, dimana pendidikan pondok pesantren tradisional pada saat itu masih amat jarang yang menggunakan sistem ini. Hal ini dimaksudkan untuk efektifitas dan efisiensi dalam pembelajaran, sehingga dengan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang bermutu baik. Hal ini beliau dapatkan dari pengalaman beliau belajar di Madrasah Manba'ul Ulum yang merupakan Madrasah yang terkenal cukup modern di pulau Jawa pada saat itu karena didirikan oleh keraton Surakarta (R. Adipati Sasrodiningrat dan R. Penghulu Tafsirul Anam). Kelebihan Madrasah ini adalah sistem penjenjangan Tsanawiyah dan Aliyah; menerapkan sistem klasikal; setiap kelas dilengkapi bangku, meja, papan tulis, kapur dan alat peraga, serta ada evaluasi belajar dan keseimbangan antara materi agama dan umum (masing-masing 50 %).[footnoteRef:33] [33: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren, hal. 59. ]

Pondok pesantren Jamsaren merupakan pesantren yang mempelopori pengajaran Al-Qur'an dan hadits dengan pengertian bahwa santri dibekali kemampuan dan keberanian untuk merujuk kepada kedua sumber asli (otoritatif) tersebut secara langsung tanpa harus taklid kepada pendapat-pendapat ulama yang telah ada. Hal ini menjadi sangat maklum, karena sosok K.H. Abu Amar pimpinan pesantren saat itu merupakan sosok yang anti taklid. Juga di pesantren ini beliau berkenalan dengan berbagai kegiatan ekstra, misalnya kepandun, olahraga, baris-berbaris, akrobat dan diskusi. Dan selama menimba ilmu disini Imam Zarkasyi sangat aktif dalam kegiatan ekstra ini.[footnoteRef:34] [34: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren, hal.59. ]

Disamping dua lembaga pendidikan di atas, Imam Zarkasyi juga menimba ilmu di Madrasah Arabiyah School (MAI) yang dikenal dengan Arabische School, yang terletak di pasar Kliwon (daerah pemukiman orang-orang Arab) Solo. Semua pelajaran di Madrasah ini disampaikan dengan bahasa Arab, termasuk pelajaran umum. Dan buku-buku teks yang digunakan juga berbahasa Arab. Dan disini jugalah beliau mengenal metode langsung (direct method) dalam pengajaran bahasa Arab.[footnoteRef:35] [35: Ibid. ]

Perkenalan K.H. Imam Zarkasyi dengan sistem pendidikan modern ini dimatangkan dengan belajar di Sumatra Thawalib (Sumatra Barat) yang telah beralih dari sistem pendidikan surau yang merupakan ciri khas dari pendidikan tradisional Islam di wilayah ini ke sistem pendidikan Madrasah.[footnoteRef:36] Namun demikian sistem asrama tetap dipertahankan karena selain untuk tidak meninggalkan ciri khas pesantren, juga dimaksudkan agar tujuan dan asas pendidikan dapat dibina dan dikembangkan secara lebih efisien dan efektif.[footnoteRef:37] [36: Ibid. Hal. 61. ] [37: Ibid. Hal. 58. ]

2. Kurikulum PesantrenPembaharuan selanjutnya yang diperkenalkan Imam Zarkasyi adalah dalam bidang kurikulum. Dengan menerapkan 100 % pelajaran agama yang direpresentasikan pada pelajaran fiqh, hadits, ushul fiqh, tafsir dan 100 % pelajaran umum yang mencakup ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, sains, ilmu jiwa, tata negara dan sebagainya.[footnoteRef:38] Selain itu ada pula mata pelajaran yang amat ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikannya itu, yaitu pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris. Penekanan bahasa ini memakai metode langsung (direct method).[footnoteRef:39] Perkenalan beliau dengan metode ini ketika beliau berada di MAI Solo di bawah bimbingan langsung dari Muhammad Oemar Al-Hasyimy, dan juga ketika berada di Normal Islam School.[footnoteRef:40] Pelajaran bahasa Arab lebih ditekankan pada penguasaan kosakata, sehingga para santri kelas satu sudah diajarkan mengarang dalam bahasa Arab dengan perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu Nahwu dan Sharf diberikan kepada santri saat menginjak kelas II, yaitu ketika mereka sudah agak lancar berbicara dan memahami struktur kalimat. Bahkan pelajaran seperti Balaghah dan Adabullughah baru diajarkan pada saat santri menginjak kelas IV. Demikian halnya dengan bahasa Inggris, Grammar baru diajarkan ketika para santri menginjak kelas III, sedangkan materi bahasanya sudah diajarkan dari sejak kelas I.[footnoteRef:41] Dan juga totalitas kehidupan yang melingkupi para santri setiap harinya dari semenjak mereka bangun tidur sampai mereka tidur lagi, juga kegiatan harian yang mereka jalani, penugasan-penugasan harian sampai bahkan dimarahi atau di-iqab merupakan kurikulum dari pendidikan di pondok pesantren ini.[footnoteRef:42] [38: K.H. Imam Zarkasyi, Diktat Pekan Perkenalan, hal. 24. Juga beliau mengadakan pengembangan (inovasi) dari apa yang beliau dapatkan di Madrasah Manba'ul Ulum, dimana disana keseimbangan kurikulum pelajaran agama dan umum masing-masing 50 %. ] [39: Ibid. Hal. 22. Metode ini dilakukan dalam pembelajaran bahasa asing (Inggris atau Arab) dimana bahasa pengantar dalam pengajaran dengan bahasa Arab atau Inggris lalu dalam penjelasan kosa kata pun dijelaskan dengan bahasa pengantar, seandainya belum difahami dengan demonstrasi. Dan yang termasuk dalam program ini adalah penekanan penggunaan bahasa Arab dan Inggris dalam kegiatan sehari-hari. ] [40: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren, hal. 60-61. ] [41: Dr. H. Abuddin Nata, MA., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, hal. 206. Dalam buku Diktat Pekan Perkenalan lebih jauh dijelaskan bahwa maksud dari sistem ini adalah agar bahasa dasar yang merupakan fondasi harus masak dan menjadi malakah ((] [42: KMI PMDG, Diktat Arahan bagi Pengawas Ujian Tulis (Gontor: Darussalam Press, tt). Hal. 3. Dalam padanan bahasa Arab diungkapkan sebagai berikut : . Lihat juga K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Gontor dan Pembaharuan, hal. 126.]

3. Struktur dan Sistem Manajemen Pesantren Sudah merupakan tradisi pesantren pada umumnya, secara kelembagaan, pesantren adalah milik kyai. Kyai dan atau keluarga adalah pemilik tunggal dari seluruh aset pesantren. Sehingga apabila kyai itu wafat maka yang menggantikannya adalah keturunannya. Kelembagaan seperti ini memiliki sisi positif dan negatif. Namun pola seperti ini seringkali menjadi faktor kemunduran dan keruntuhan sebuah pesantren.[footnoteRef:43] Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, K.H. Imam Zarkasyi dan dua saudaranya telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Ikrar pewakafan ini telah dinyatakan di muka umum oleh ketiga pendidikan pondok tersebut. Dengan ditandatanganinya Piagam Penyerahan Wakaf itu, maka Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perorangan sebagaimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga pendidikan pesantren tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan Pondok Modern Gontor menjadi miliki ummat Islam, dan semua ummat Islam bertanggung jawab atasnya.[footnoteRef:44] Pembaharuan manajemen di pondok pesantren ini didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas serta kebersamaan. Transparansi ini mendasari seluruh kegiatan mulai dari perencanaan dan pelaksanaan program serta dalam penyelenggaraan administrasi keuangan. Laporan seluruh kegiatan dalam berbagai bidangnya serta sirkulasi keuangan yang ada ditulis dalam jurnal laporan akhir tahun yang disebut WARDUN (Warta Dunia-Pondok). WARDUN itu dibagikan kepada seluruh penghuni pondok dan kepada tamu yang berkunjung ke pondok. Hal ini merupakan bentuk laporan pertanggung-jawaban pondok kepada semua pihak, dan juga merupakan bentuk akuntabilitas publik yang dijalankan di pesantren ini.[footnoteRef:45] [43: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Gontor dan Pembaharuan, hal. 117. ] [44: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Manajemen Pesantren, hal. 71. ] [45: K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Gontor dan Perubahan, hal. 124-125. ]

4. Pola Pikir Santri dan Kebebasan Pesantren Sejalan dengan Panca Jiwa Pondok Modern Gontor, bahwa setiap santri ditanamkan jiwa agar berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja berarti bahwa santri belajar dan berlatih mengurusi kepentingannya sendiri serta bebas menemukan jalan hidupnya di masyarakat, tetapi juga bahwa pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan harus tetap independen dan tidak bergantung pada pihak lain.[footnoteRef:46] Prinsip kemandirian tersebut bertolak dari upaya menghindari kenyataan dimana kebanyakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan pada waktu itu didasarkan pada kepentingan golongan dan politik tertentu hal ini diperkuat dengan semboyan "berdiri di atas dan untuk semua golongan.[footnoteRef:47] [46: K.H. Imam Zarkasyi, Diktat Pekan Perkenalan, hal. 13-14. ] [47: Penyusun, Profil, hal. 13-14 ]

Selanjutnya untuk merealisasikan kebebasan dalam pola pikir para santri di pondok ini diajarkan pula kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd[footnoteRef:48]. Beliau menulis buku ini dengan menggunakan pendekatan komparatif (perbandingan madzhab) pada setiap pembahasan. Lebih lanjut K.H. Imam Zarkasyi dalam penjelasan masalah khilafiyah mengatakan: [48: Kitab ini mulai diajarkan bagi santri kelas 5 dan 6 KMI. ]

"Itulah sebabnya dalam muqaddimah kitab fiqh jilid I di KMI Pondok Modern Gontor, dijelaskan: 'Guru tidak boleh menerangkan masalah khilafiyah'. Demikianlah mendidik menurut ilmu jiwa yang sudah disepakati oleh ahli pendidikan dan ahli ilmu jiwa. Apabila anak didik menjadi dewasa dan telah membaca sendiri pendapat-pendapat para ulama beserta dalil masing-masing, akan tahu sendiri kedudukan masalah khilafiyah itu".[footnoteRef:49] [49: K.H. Imam Zarkasyi, Sekedar Penjelasan tentang Masalah Khilafiyah (Gontor: Trimurti Press, tt). Hal. 25. ]

KESIMPULAN DAN PENUTUPDari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa yang melatarbelakangi pembaharuan yang dilakukan oleh K.H. Imam Zarkasyi dalam bidang pendidikan yaitu: 1. Sintesa pondok modern, yang terdiri atas empat lembaga pendidikan yaitu Al Azhar, Aligarh, Syanggit dan Shantiniketan.2. Keadaan sosio-historis bangsa Indonesia pada saat itu, khususnya aspek pendidikan yang belum mampu menjawab kebutuhan zaman. Bertolak belakang dengan bangsa penjajah (Belanda) yang mampu memberikan pendidikan yang edukatif dan dialektif. Konsep pembaharuan pendidikan K.H. Imam Zarkasyi diwujudkan dengan mendirikan pondok pesantren dengan sistem baru yang berbeda dari sistem pondok pesantren tradisional pada umumnya pada saat itu. Pembaharuan dalam pondok modern Darussalam Gontor dapat dilihat di beberapa bidang: 1. Bidang metode dan sistem pendidikan, Dengan menggunakan sistem klasikal dan memasukkan ekstra kulikuler. 2. Bidang kurikulum, dengan menyeimbangkan antara materi agama dan umum masing-masing 100 %, penggunaan direct method dalam pengajaran bahasa asing serta dengan menjadikan totalitas kehidupan santri selama di pondok sebagai kurikulum pendidikan secara menyeluruh. 3. Struktur dan manajemen pesantren, dengan diwakafkannya Pondok Gontor kepada ummat Islam maka struktur kepemilikan berubah dari milik pribadi menjadi milik institusi. Dan manajemen dilakukan berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. 4. Pola pikir santri dan kebebasan pesantren.Sekilas penulis mencoba memberikan gambaran tentang sosok K.H. Imam Zarkasyi yang tentunya masih dalam perspektif yang sempit. Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam tulisan ini, sehingga masih terbukanya ruang yang amat luas untuk perbaikan tulisan ini. Semoga yang sedikit ini dapat memberikan manfaat dan guna yang banyak. Amin. Wallahu a'lam.

DAFTAR RUJUKANhttp://abudarda-crb.blogspot.comKMI PMDG. Tanpa tahun. Diktat Arahan bagi Pengawas Ujian Tulis. Gontor: Darussalam Press.Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (seri kajian Filsafat Pendidikan Islam) Cet. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Penyusun. 2004. Profil Pondok Modern Darussalam Gontor. Gontor: Darussalam Press.Staf Sekretariat PMDG. 1997. Serba Serbi Serba Singkat tentang Pondok Modern Darussalam Gontor. Gontor: Percetakan Darussalam.Suwendi. 1999. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.Tim LPP-SDM. 2010. Ensiklopedi Pendidikan Islam edisi Lembaga Pendidikan Islam. Depok: CV BINAMUDA CIPTAKREASI.www.gontor.ac.idwww.wandylee.wordpress.comZarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor. Gontor: Trimurti Press.Zarkasyi, Imam. Tanpa tahun. Diktat Pekan Perkenalan. Gontor: Darussalam Press.Zarkasyi, Imam. Tanpa tahun. Sekedar Penjelasan tentang Masalah Khilafiyah. Gontor: Trimurti Press.