makalah kelas a topik i
DESCRIPTION
STRANSCRIPT
MAKALAH
HASIL DISKUSI KOMPREHENSIF
TOPIK 1 PELAYANAN APOTEK
Tim Perumus
1. Delvy Salfita (FA/09770)
2. Falita (FA/09773)
3. Erika Emiia (FA/09786)
4. Niken Saraswati (FA/09787)
5. Anissa Ayu P (FA/09804)
6. Esty Oktaviarini (FA/09863)
7. Widyah Astuti (FA/09893)
Dosen Pembimbing : Anna Wahyuni Widayanti, MPH, Apt.
Septimawanto D.P., M.Si., Apt.
Arief Rahman Hakim, M.Si., Apt.
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
2
I. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-
sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat
pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Hipertensi atau sering disebut penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana pembuluh darah kehilangan elastisitas ( yang dosebabkan
salah satunya adalah oleh kondisi pembuluh darah yang sudah tua , kaku dan
rapuh ) , sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pembuluh
nadi atau arteri melebihi nilai normal . Menurut WHO , seseorang dikatakan
menderita hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140 / 90 mmHg
(Persadaindo, 2006).
Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika, tekanan darah
tinggi ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59
juta orang mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi
hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61% medikasi.
Dari penderita yang mendapat mendapat medikasi hanya satu-pertiga mencapai
target darah yang optimal/normal.
Pada beberapa kejadian, seringkali ditemukan penderita diabetes melitus
disertai hipertensi atau sebaliknya. Walaupun Diabetes mellitus dan hipertensi
merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung,
tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan kedua
penyakit ini memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi
non-obat dan terapi obat
Apoteker, terutama bagi yang bekerja di sektor kefarmasian komunitas,
memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
diabetes dan hipertensi. Mendampingi, memberikan konseling dan bekerja sama
3
erat dengan penderita dalam penatalaksanaan sehari-hari khususnya dalam
terapi obat merupakan salah satu tugas profesi kefarmasian. Membantu
penderita menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi,
mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan
mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian
rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita bersama-sama dengan
dokter yang merawat penderita, yang kemungkinan dapat berubah dari waktu ke
waktu sesuai dengan kondisi penderita, merupakan peran yang sangat sesuai
dengan kompetensi dan tugas seorang apoteker. Demikian pula apoteker dapat
juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penderita tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan pengelolaan penyakiy, mulai dari
pengetahuan tentang etiologi dan patofisiologi sampai dengan farmakoterapi dan
pencegahan komplikasi yang semuanya dapat diberikan dengan bahasa yang
mudah dipahami, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kondisi penderita.
Pentingnya peran apoteker dalam keberhasilan penatalaksana diabetes
dan hipertensi ini menjadi lebih bermakna karena penderita umumnya
merupakan pelanggan tetap apotik, sehingga frekuensi pertemuan penderita
dengan apoteker di apotik mungkin lebih tinggi daripada frekuensi pertemuannya
dengan dokter. Peluang ini seharusnya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin
dalam rangka memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional.
A. HIPERTENSI
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on the
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diastolic tetap yang lebih
besar dari 90 mmHg disertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik (140
mmHg).
Tekanan darah normal menurut JNC VII adalah berkisar kurang dari
120/90 mmHg, sedangkan pada rentang 120-129/80-84 mmHg sudah
termasuk fase pre-hipertensi. Klasifikasi lengkap hipertensi dapat dilihat pada
tabel berikut
4
Gambar I.
Chobanian et al, 2003
Menurut penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Hipertensi primer (esensial, idiopatik)
Hipertensi Esensial (HE) merupakan kelainan atau penyakit
yang sering ditemukan di klinik, hampir 80 % dari semua penyebab
hipertensi.
Hipertensi Primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya
tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup
seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya
tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau
bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit
tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena
penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang
olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang
mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung,
gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan
5
pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat
badannya di atas normal atau gemuk.
Selain itu, pada kasus hipertensi sekunder, 5-8 % disebabkan karena :
1. penyakit ginjal (hipertensi renal)
2. penyakit endokrin (sindrom Cushing)
3. penyakit lain (stress akut dan tumor)
4. obat (simpatomimetik, kontrasepsi)
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk
memodifikasi gaya hidup, termasuk
1. Penurunan berat badan jika kelebihan berat badan
2. Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2.4
g/hari (6 g/hari NaCl)
3. Melakukan aktivitas fisik seperti aerobic
4. Mengurangi konsumsi alkohol
5. Menghentikan kebiasaan merokok
(Sukandar, 2008)
Terapi farmakologi yang dapa digunakan pada pasien hipertensi adalah
sebagai berikut:
1. Diuretik
Diuretik mengurangi tekanan darah dengan mengurangi volume
darah melalui eksresi air seni. Obat obat golongan diuretik memiliki
mekanisme aksi di tempat berbeda di ginjal.
Misalnya furosemid dan golongan loop-diuretic beraksi di bagian
lengkung Henle asenden, thiazide bekerja di tubulus kontortus distal,
spironolakton bekerja di duktus renalis rekti.
2. β blocker
Obat golongan β blocker menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan aksi sistem saraf simpatik dan menghambat pelepasan renin
dari ginjal. (Mycek, 2001).
Beberapa obat spesifik untuk reseptor β-1 daripada β-2 yang
berarti memiliki efek bronkokonstriksi lebih rendah misalnya atenolol.
6
3. ACE inhibitor
Sesuai namanya, golongan ACE inhibitor akan menghambat
Angiotensin Converting Enzyme yang bertugas mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II. Dengan dihambatnya angiotensin II, maka efek
hipertensi dapat dicegah.
Namun penghambatan ACE inhibitor tidak hanya menghambat
pembentukan angiotensin II, tapi juga metabolisme bradikinin menjadi
metabolit tidak aktif. Sehingga dengan penghambatan ACE jumlah
bradikinin akan meningkat karena tidak dimetabolisme dan menghasilkan
efek samping berupa batuk.
Contoh obatnya Captopril, Enalapril
4. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Angiotensin Receptor Blocker memiliki aksi menghambat interaksi
antara angiotensin II dengan reseptornya yaitu AT-1. Dengan
penghambatan interaksi tersebut efek hipertensi tidak terjadi serta efek
samping berupa batuk akibat penumpukan kadar bradikinin bisa dihindari.
Contoh obatnya Losartan, Valsartan
5. Calcium Channel Blocker (CCB)
Kalsium di dalam tubuh berada dalam kadar yang sangat kecil di
intra sel dan disimpan di reticulum sarkoplasma dan mitokondria. Pada
saat terjadi perubahan voltase, maka kanal kalsium akan terbuka dan
meningkatkan akdar kalsium sitosol. Akibatnya terjadi proses yang
merangsang kontraksi otot polos vaskuler yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah.
7
Dengan dihambatnya kalsium maka akan terjadi dilatasi arteriol
dan menurunnya tekanan darah.
Contoh obatnya verapamil, diltiazem, dan nifedipin
6. Antagonis α-1
Obat-obat golongan ini menurunkan resistensi vaskular perifer dan
menurunkan tekanan darah arterial dengan menyebabkan relaksasi otot
polos arteri dan vena.
Contoh obatnya prazosin, oksazosin dan terazosin
7. Agonis α-2
Agonis α-2 mengurangi aliran adrenergik sentral, menurunkan
resistensi perifer total dan penurunan tekanan darah.
Contoh obatnya klonidin dan α-metildopa
8. Vasodilator
Bekeja dengan merelaksasi otot polos vaskular dan menurunkan
resistensi perifer sehingga mengurangi tekanan darah.
Contoh obatnya hidralazin dan minoksidil
B. DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus,adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh
banyak faktor, dengan gejala berupa hiperglisemia kronis dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
1. defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.
2. defisiensi transporter glukosa.
3. atau keduanya.
Diabetes mellitus juga sebagai gangguan metabolisme secara genetic
dan klinis termasuk kategori dengan manifestasi berupa hilangnya tolenrasi
karbohidrat. Jika secara klinis sudah berkembang penuh,maka diabetes
mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa, aterosklerosis, mikroangiopati
dan neuropati.
Diagnosis klinik Diabetes Mellitus umumnya dipertimbangkan bila ada
keluhan khas Diabetes Mellitus berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Adanya
8
keluhan khas dan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) ≥200 mg/dl, sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan
diagnosis Diabetes Mellitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes
Mellitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang abnormal namun hanya
sekali dilakukan, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis Diabetes
Mellitus. Diperlukan pemeriksaan berikutnya untuk memastikan diagnosis
Diabetes Mellitus. Apabila pada pemeriksaan berikutnya kadar GDP ≥126
mg/dl, kadar GDS ≥200 mg/dl, atau hasil tes toleransi glukosa terganggu
(TTGO) menunjukkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl,
maka diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan (PERKENI, 2002).
Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut PERKENI adalah sebagai berikut :
Klasifikasi Penyebab
DM tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut: a) Autoimun b) Idiopatik
DM tipe 2
Bervariasi, mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
DM tipe lain
- Defek genetik fungsi sel beta - Karena obat atau zat
kimia
- Defek genetik kerja insulin - Infeksi
- Penyakit eksokrin pankreas - Sebab imunologi yang
jarang
- Endokrinopati - Sindrom genetik lain
yang berkaitan dengan
DM
DM
gestasional Diabetes pada kehamilan
Manifestasi klinik Diabetes Mellitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik akibat dari defisiensi insulin sehingga tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma pada rentang yang normal. Jika hiperglikemia yang
9
terjadi cukup parah dan melebihi ambang nilai ginjal, maka timbul glukosuria
yang akan menyebabkan diuretic osmosis sehingga meningkatkan
pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Yang dimaksud
ambang nilai ginjal yaitu bahwa glukosa adalah zat yang dibutuhkan oleh
tubuh sebagai sumber energi, di mana zat-zat lain yang tidak berguna oleh
tubuh ketika masuk ginjal akan dibuang bersama dengan urin, sehingga
pasien yang hiperglikemianya parah dengan kadar gula darah tinggi itu
menyebabkan ginjal tidak sanggup mereabsorpsi glukosa, akhirnya glukosa
dikeluarkan bersama urin sehingga disebut glukosuria. Pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang karena glukosa
hilang bersama urin. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi) mungkin
timbul sebagai akibat kehilangan kalori, selain itu pasien juga akan mudah
kelelahan dan mengantuk (Price dan Wilson, 1995).
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes
mellitus adalah:
1. Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal.
2. Olahraga
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (didapat dari
220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita.
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari
pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan
10
olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita,
maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi
obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau
kombinasi keduanya.
a. Terapi Insulin
Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor
glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan
glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel.
Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi
energi sebagaimana seharusnya.
b. Obat Antidiabetika Oral
Penggolongan obat antidiabetika oral
Golongan Contoh Senyawa Mekanisme Kerja
Sulfonilurea
Glibenklamid
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar
pankreas, sehingga
hanya efektif pada
penderita diabetes
yang sel-sel β
pankreasnya masih
berfungsi dengan
baik
Meglitinid Repaglinide
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar
pancreas
Biguanida Metformin
Bekerja langsung
pada hati (hepar),
menurunkan
produksi glukosa
hati.
Tidak merangsang
sekresi insulin oleh
11
kelenjar pankreas.
Tiazolidindion
Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
Meningkatkan
kepekaan tubuh
terhadap insulin.
Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome
proliferator activated
receptor-gamma) di
otot,
jaringan lemak, dan
hati untuk
menurunkan
resistensi insulin
Inhibitor α-
glukosidase
Acarbose
Miglitol
Menghambat kerja
enzim-enzim
pencenaan yang
mencerna
karbohidrat,
sehingga
memperlambat
absorpsi glukosa ke
dalam darah
C. PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK
Penyakit jantung iskemik (Iscemic Heart Disease) adalah suatu
keadaan dimana pasokan oksigen ke miokardium jantung lebih rendah atau
tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium.(Wells, 2009)
Penyakit jantung iskemik dapat disebabkan karena adanya obstruksi di
pembuluh darah koroner misalnya aterosklerosis, atau dapat disebabkan
karena adanya vasokonstriksi (Katzung, 2006)
Secara umum, penyakit jantung iskemik dapat dibedakan menjadi:
1. Acute coronary syndrome (ACS)
Berupa angina tidak stabil. Jenis angina ini dapat
disebabkan karena plak yang terlepas menjadi emboli sehngga
12
dapat mengganggu aliran darah. Frekuensi dan lama serangan
angina jenis ini dapat terjadi baik waktu istirahat maupun kerja fisik.
Apabila angina tidak stabil tidak ditangani dengan cepat
maka dapat berkembang menjadi infark miokardial yang ditandai
dengan depresi segmen Q. Infark miokardial dapat berupa yang
disertai elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction)
atau tanpa disertai elevasi segmen ST (non ST elevation
myocardial infarction)
2. Angina stabil kronik
Angina stabil kronik atau disebut juga angina klasik
disebabkan karena adanya aterosklerosis (plak hasil penimbunan
lemak) di pembuluh koroner. Serangan terjadi saat kerja fisik atau
emosi dengan gejala rasa sakit di dada.
3. Iskemia tanpa gejala
Penyakit jantung iskemik dapat tidak menimbulkan gejala.
Hal ini dapat disebabkan karena gangguan pasokan oksigen bukan
pada arteri koroner tapi pada arteriol.
4. Iskemia yang disebabkan karena vasospasme arteri koroner
(Angina varian atau Prinzmetal)
Terjadi karena adanya vasospasme koroner yang dipacu oleh
rangsangan pada reseptor αı dan biasanya gejala timbul pada waktu istirahat
atau di pagi hari.
Penyakit jantung iskemik dapat disebabkan karena beberapa faktor
resiko, di antara faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk penyakit
jantung iskemik adalah riwayat keluarga; 5% populasi memiliki riwayat IHD,
umur: resiko IHD meningkat dengan bertambahnya umur, dan jenis kelamin:
insidensi pada wanita premenopaus lebih rendah daripada pria pada umur
yang sama; perbedaan turun pada wanita menopause; setelah umur 65
tahun insidensi pada wanita lebih tinggi daripada pria.
Pemberian obat antiangina bertujuan untuk mengatasi atau mencegah
serangan akut angina pektoris dan pencegahan jangka panjang serangan
angina. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengembalikan imbangan dan
mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen miokard, dengan cara meningkatkan suplai oksigen (meningkatkan
13
aliran darah koroner) ke bagian miokard yang iskemik dan atau mengurangi
kebutuhan oksigen jantung (mengurangi kerja jantung).
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan angina pectoris ada tiga
golongan:
1. Beta blocker
Cara kerja dari beta blocker adalah mengeblok reseptor β di
jantung. Efek yang muncul berupa penurunan tekanan darah, gejala-
gejala angina, denyut jantung dan konduksi AV. Dengan penurunan
inotropik dan denyut jantung maka kebutuhan oksigen miokardium juga
menurun.
Contohnya: Propranolol, Atenolol, Betanolol
2. Calcium channel blocker
Obat golongan ini mengurangi resistensi perifer total, turunnya
tekanan darah, dan penurunan resistensi koroner.
Contohnya: Verapamil, Diltiazem, Nifedipin
3. Nitrat organik
Obat golongan nitrat organik di dalam sel akan diubah menjadi
nitrit kemudian nitrit oksida (NO). Peningkatan kadar NO akan
mengaktifkan siklik GMP (cGMP) sel yang menyebabkan defosforilasi
myosin rantai ringan. Akibatnya terjadi relaksasi otot polos vaskular
Contohnya : Nitrogliserin, Isosorbid dinitrat, Isosorbid mononitrat
(Mycek, 2001)
14
II. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
A. KASUS
Kasus Pelayanan di Apotek Kelas A
(Minat Rumah Sakit)
Bapak Andre Hehanusa, usia 54 tahun, berat badan 90 kg dengan
tinggi badan 165 cm pagi ini datang ke apotek dengan membawa resep dan
hasil test lab. Pekerjaan bapak Andre sebagai wiraswasta Event Organizer
acara pernikahan. Keluhan yang dirasakannya sering nyeri di dada,
jantungnya sering berdebar kencang dan juga sudah 1 tahun belakangan ini
didiagnosa oleh dokter menderita kencing manis dan darah tinggi. Bapak
Andre mempunyai riwayat alergi terhadap makanan laut. Beliau juga kadang
meminum Mylanta cair untuk mengatasi sakit maag yang kadang
dirasakannya.
Hasil tes lab dan resepnya sebagai berikut:
Parameter Nilai normal Hasil pengukuran
Tekanan darah < 130/80 mmHg 180/100 mmHg
Gula darah puasa < 126 mg/dL 200 mg/Dl
Glucose tolerance test 140 – 199 mg/dL 275 mg/dL
HDL > 35 mg/dL 30 mg/dL
LDL <160 mg/dL < 180 mg/dL
TG <160 mg/dL 210 mg/dL
15
1. Skrining Farmasetis
Obat-obat yang diresepkan yaitu:
a. Irbesartan
1) Indikasi: Hipertensi esensial, mikroalbuminuria &
makroalbuminuria pada pasien hipertensi dengan diabetes
nefropatik yang disebabkan NIDDM.
2) Dosis: awal 150mg 1x/hari, dapat ditingkatkan menjadi 300mg
1x/hari
3) Penggunaan obat: ±makanan
4) Kontraindikasi: hamil & laktasi
Nama dokter, SIP, alamat, dan
nomor yang dapat dihubungi
Belum ada tanggal pada resep,
dapat ditanyakan kepada pasien
langsung
Data pasien berupa nama, jenis
kelamin, dan umur. Bila
diperlukan data lainnya, seperti
alamat dan berat badan, dapat
ditanyakan langsung kepada
pasien.
Paraf dokter
Sudah ada nama obat yang
diresepkan, bentuk sediaan, dosis,
jumlah yang minta, dan cara
pemakaian untuk pasien.
Kecuali pada cara penggunaan
glurenorm (s2-1-0) tidak lazim.
Seharusnya tiap resep ada R/
16
5) Efek samping: Pusing, rasa panas & kemerahan pada wajah,
mual, muntah, lelah
b. Cedocard (isosorbid dinitrat)
1) Indikasi: Angina pektoris, profilaksis serangan angina pada
penyakit koroner kronik, kelainan angina setelah infark
myocardium, gagal jantung
2) Dosis: dewasa 1-3 tablet 4x/hari. Dosis lazim 30-160mg 4x/hari
3) Penggunaan obat: ✖makanan
4) Kontraindikasi: anemia berat, hipotensi, syok kardiogenik
5) Efek samping: Sakit kepala, hipotensi postural, mual
c. Simvastatin
1) Indikasi: menurunkan kolesterol LDL dan total pada
hiperkolesterol primer, jika tidak responsive dengan diet dan terapi
non farmakologi lain.
2) Dosis: dewasa : awal 10 mg/hari pada malam hari.
3) Penggunaan obat: ± sebelum tidur
4) Kontraindikasi: hamil, laktasi, penyakit hati aktif atau peningkatan
persisten dari transaminase serum.
5) Efek samping: Gangguan GI, nyeri abdomen
d. Ascardia (acetylsalicylic acid)
1) Indikasi: mengurangi risiko kematian dan atau serangan infark
miokard pada penderita dengan riwayat infark atau TIA yang
berulang atau pada pasien dengan riwayat stroke dan risiko
iskemia otak sementara dimana terjadi hiperaktivitas dari
trombosit atau aktivitasnya merupakan faktor penentu
terbentuknya trombo-emboli
2) Dosis: dewasa 80-160mg/hari. Infark miokard sampai dengan
300mg/hari. TIA sampai dengan 1000mg/hari.
3) Penggunaan obat: ✔makanan, jangan dikunyah atau
dihancurkan.
4) Kontraindikasi: tukak peptik aktif. Gangguan pendarahan.
hipersensitivitas
17
5) Efek samping: Iritasi GI. Hipoprotrombinemia & reaksi
hipersensitivitas.
e. Metformin
1) Indikasi: terapi diabetes mellitus tipe II dengan BMI lebih dari
normal.
2) Dosis: terapi 500 mg diberikan 3 kali sehari segera setelah makan
3) Penggunaan obat: ✔makanan.
4) Kontraindikasi: CHF, asidosis metabolik, laktasi, hipersensitivitas
terhadap metformin.
5) Efek samping: hipoglikemia, gangguan GI.
f. Plavix (clopidogrel)
1) Indikasi: mencegah kejadian aterotrombosis pada pasien yang
menderita infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit arteri
perifer tahap lanjut; pasien dengan sindrom koroner akut: sindrom
koroner akut tnpa peningkatan segmen ST; infark miokard akut
dengan peningkatan segmen ST, dlm kombinasi dengan asam
asetilsalisilatb pada pasien yang memenuhi syarat untuk
mendapat terapi trombolitik.
2) Dosis: dewasa 75mg/hari
3) Penggunaan obat: ±makanan.
4) Kontraindikasi: erdarahan patologis aktif misal tukak peptid
5) Efek samping: sakit kepala, pusing dan gangguan GI.
g. Xenical
1) Indikasi : penggunaan obesitas dan kelebhan berat badan
jangka panjang, termasuk pasien dengan factor resiko obesitas
bersama dengan diet hipokalori ringan.
2) Dosis : 120 mg 1 kali sehari bersama makan.
3) Penggunaan :Segera sebelum makan atau saat makan atau
sampai 1 jam sesudah makan utama.
4) Kontraindikasi : sindrom malabsorbsi kronis
5) Efek samping : bercak berminyak, feces berlemak atau
berminyak, meningkatkan defekasi
18
I. SKRINING FARMASETIS
1. Pasien Bp. Andre Hehanussa berusia 54 tahun sehingga mungkin
tidak bermasalah dan dapat menggunakan sediaan tablet. Akan
tetapi dengan jumlah obat yang banyak, kemungkinan pasien akan
mengalami permasalahan compliance. Oleh sebab itu sebaiknya
perlu dibuatkan kartu jadwal minum obat, box pill kit, dan konseling
kepada keluarga untuk membantu pasien.
2. Apabila pasien mengalami kesulitan dalam menelan tablet, maka
dapat dilakukan penggantian bentuk sediaan.
3. Dosis pada resep sudah sesuai dengan dosis lazim penggunaan
obat.
4. Obat-obat yang diresepkan sudah sesuai dengan diagnosis penyakit
yang diderita pasien.
5. Berhubung obat-obatan yang diresepkan berbentuk sediaan tablet
tunggal (tidak ada pencampuran dengan zat aktif lainnya), maka tidak
ada inkompatibilitas fisik tiap obat dan stabil bentuk sediaannya.
3. SKRINING RESEP KLINIS
a. Aspek ketepatan obat dan kesesuaian data laboratorium dengan
pengobatan
Penyakit Data lab/keluhan Obat
Hipertensi stage 2 TD: 180/100 (120/80 mmHg) Irbesartan 300 mg
1x1
DM GDP: 200 mg/dl (<100 mg/dl)
IGT: 275 mg/dl (<140 mg/dl)
Metformin 500 mg
3x1
Hiperlipidemia TG:210 mg/dl (30-150 mg/dl)
LDL:180 mg/dl (<100 mg/dl)
HDL:30 mg/dl (> 40 mg/dl)
Simvastatin 10 mg
1x1
Angina - Nyeri di dada
- Jantung sering berdebar
kencang
Cedocard 5 mg 3x1
Ascardia 160 mg 1x1
Maag - Nyeri diperut (lambung) Mylanta
1) Irbesartan : pasien menderita hipertensi stage 2 disertai dengan DM
sehingga pemilihan obat rasional adalah golongan ACEi dan ARB.
19
Karena tekanan darah pasien sangat tinggi maka pasien diberikan
irbesartan dengan dosis paling tinggi (300 mg)
2) Cedocard : mengandung ISDN untuk profilaksis angina. Dosis ISDN
untuk profilaksis berdasarkan MIMS sudah tepat ( 3-4 kali sehari 1-2
tablet)
3) Gemfibrozil : pasien memiliki kadar LDL dan TG yang tinggi. Terapi
rasional penggantian gemfibrozil dengan simvastatin 10 mg dengan
pemakaian 1 kali sehari 1 tablet menjelang tidur (durasi 10 hari).
Alasan penggantian gemfibrozil adalah karena pada pasien diabetic
hyperlipidemia sasaran terapi utama adalah penurunan LDL < 100
mg/dL untuk mencegah komplikasi lebih lanjut (ADA, 2013). Selain
itu, simvastatin dapat menurunkan TG (ADA, 2013; Mc Phee dan
Papadakis, 2011) dan dapat meningkatkan HDL.
4) Ascardia : mengandung aspirin yang digunakan untuk mengurangi
risiko penyumbatan pembuluh darah.
5) Glurenorm : penggantian glurenorm dengan metformin 500 mg
dengan pemakaian 3 kali sehari 1 tablet bersama makan (durasi 10
hari). Alasan penggantian adalah metformin merupakan first line
terapi untuk pasien DM Tipe 2 dengan mekanisme kerja mengurangi
produksi glukosa hati atau glukoneogenesis, selain itu juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer (ADA, 2013). Metformin juga
mempunyai keuntungan lain yaitu dapat menurunkan BB,
memperbaiki profil lipid dengan mengurangi asam lemak TG dan
VLDL pada plasma sehingga penggunaan metformin biasanya untuk
pasien gemuk (Cheng dan Fantus, 2005). Glurenorm dapat
menyebabkan agregasi platelet sehingga tidak direkomendasikan
(Malaisse, 2006).
6) Plavix : untuk mengurangi risiko penyumbatan pembuluh darah.
7) Orlista : Menurut guideline Dipiro (2008), pasien dengan BMI > 30
dan < 35 dengan atau tanpa faktor resiko disarankan untuk
menggunakan terapi obat penurun BB, seperti Orlista dengan dosis
harian 360 mg.
20
b. Antisipasi kemungkinan komplikasi:
1) Plavix = bisa mencegah terjadinya agregasi platelet
2) Metformin= diharapkan bisa mencegah komplikasi DM seperti:
retinopathy, neuropathy, nefropathy, dll
3) Simvastatin = diharapkan mencegah terjadinya thrombus
4) Irbesartan = diharapkan mencegah komplikasi HT seperti stroke
c. Interaksi obat
1) Minor
a) Ascardia + glurenorm : meningkatkan kadar glurenorm bebas
b) Ascardia + mylanta : passive renal tubular reabsorption akibat
meningkatnya pH
2) Significant (dapat dimonitor)
a) Irbesartan + ascardia : meningkatkan serum kalium, risiko
penurunan fungsi ginjal, efek irbesartan diturunkan oleh ascardia
akibat antagonisme
b) Ascardia + plavix : efek sinergisme, dapat meningkatkan toksisitas
c) Ascardia + glurenorm : menyebabkan hipoglikemik tetapi
mekanisme tidak diketahui
d) Gemfibrozil + glurenorm : meningkatkan kadar glurenorm bebas,
risiko hipoglikemik
4. Analisis Metode SOAP
a. Subjektif:
Nama : Bp. Andre Hehanusa
Umur : 54 th
Berat badan : 90 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 33,06 Obesitas
Pekerjaan : Wiraswasta (Event Organizer acara pernikahan)
Keluhan : Nyeri di dada, jantung berdebar kencang
Riwayat penyakit : DM tipe 2, Hipertensi (1 tahun yang lalu)
Riwayat alergi : Alergi makanan laut
21
Riwayat pengobatan : kadang menggunakan Mylanta Cair, pengobatan
diabetes dan hipertensi selama satu tahun yang lalu belum diketahui
b. Objektif:
Tekanan darah : 180/100 tinggi (Hipertensi stage 2)
Gula darah puasa : 200 mg/Dl tinggi
GTT : 275 mg/Dl tinggi
HDL : 30 mg/Dl rendah
LDL : 180 mg/DL tinggi
TG : 210 mg/Dl tinggi
c. Assesment:
1) Nyeri dada dan jantung berdebar tanda serangan Iskemik
2) Hipertensi stage 2
3) DM tipe 2
4) Hiperkolesterol
5) Obesitas tingkat 1
III. PENYELESAIAN MASALAH
A. Skrining administratif dan farmasetis
1. Penulisan tanggal resep, bisa ditanyakan kepada pasien
2. Menambahkan R pada resep pertama
3. Menanyakan BB dan TB kepada pasien
B. Skrining klinis
1. Ketepatan obat
a. Merekomendasikan penggantian gemfibrozil dengan simvastatin
10 mg dengan pemakaian 1 kali sehari 1 tablet menjelang tidur
(durasi 10 hari). Alasan penggantian gemfibrozil adalah karena
pada pasien diabetic hyperlipidemia sasaran terapi utama adalah
penurunan LDL < 100 mg/dL untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut (ADA, 2013). Selain itu, simvastatin dapat menurunkan TG
(ADA, 2013; Mc Phee dan Papadakis, 2011).
b. Merekomendasikan penggantian glurenorm dengan metformin
500 mg dengan pemakaian 3 kali sehari 1 tablet bersama makan
22
(durasi 10 hari). Alasan penggantian adalah metformin merupakan
first line terapi untuk pasien DM Tipe 2 dengan mekanisme kerja
mengurangi produksi glukosa hati atau glukoneogenesis, selain itu
juga memperbaiki ambilan glukosa perifer (ADA, 2013). Metformin
juga mempunyai keuntungan lain yaitu dapat menurunkan BB,
memperbaiki profil lipid dengan mengurangi asam lemak TG dan
VLDL pada plasma sehingga penggunaan metformin biasanya
untuk pasien gemuk (Cheng dan Fantus, 2005). Glurenorm dapat
menyebabkan agregasi platelet sehingga tidak direkomendasikan
(Malaisse, 2006).
c. Merekomendasikan Ascardia (aspirin) untuk pemakaian jangka 10
hari. Dlakukan monitoring, jika assessment respon terapi
mengganggu GI, maka sebaiknya diganti Klopidogrel (risk and
benefit ratio), untuk pemakaian kronis
d. Menurut guideline Dipiro (2008), pasien dengan BMI > 30 dan <
35 dengan atau tanpa faktor resiko disarankan untuk
menggunakan terapi obat penurun BB, seperti Orlista dengan
dosis harian 360 mg.
C. Alat bantu untuk meningkatkan adherence
1. Membuat jadwal minum obat untuk pasien
06.30
(sebelum
makan)
07.00
(sarapan)
12.30
(sebelum
makan)
13.00
(makan
siang)
19.00
(segera
setelah
makan)
22.00
(sebelum
tidur)
Cedocard Metfromin
Irbesartan
Ascardia
Xenical
Cedocard Metformin Metformin Simvastatin
Cedocard
2. Diberitahukan kepada pasien untuk mencatat jadwal minum obat di
handphone dalam bentuk reminder.
3. Menyarankan pada pasien untuk menggunakan pillbox untuk
membantu pasien dalam mengingat jadwal minum obat.
4. Toleransi Cedocard dan serangan mendadak angina
23
a. Rekomendasi penambahan cedocard sublingual untuk serangan
angina secara tiba-tiba (akut)
b. Toleransi dapat terjadi jika digunakan dalam dosis besar (tinggi)
dan pemakaian jangka lama.
D. KIE dan Monitoring (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi serta Monitoring)
1. Pemberian informasi mengenai penyakit kepada pasien (gerjala,
patofisiologi, faktor risiko, komplikasi, dan pengendalian) untuk
meningkatkan kepatuhan
2. Edukasi hasil cek laboratorium dan Monitoring
Parameter Target terapi
Gula darah puasa <100 mg/dL
LDL <70 mg/dL
TG <150 mg/dL
HDL > 40 mg/dL
GDS <100 mg/dL
HBA1c <7
Tekanan Darah 130/80 mmHg
BMI 24-29 (normal/ideal 18,5-23)
Anjurkan untuk ECG, tes HBA1c, cek fungsi hati dan ginjal terkait
kontraindikasi obat
3. Penggunaan Obat
a. Isosorbid Dinitrat digunakan sebelum makan saat perut kosong (1 jam
sebelum makan).
b. Simvastatin digunakan pada malam hari sebelum tidur.
c. Irbesartan, Metformin, dan Clopidogrel digunakan setelah makan.
d. Informasikan nama, dosis, bentuk sediaan, lama penggunaan, serta
jadwal/aturan penggunaan obat untuk menjaga dan meningkatkan
kepatuhan pasien.
e. Obat disimpan di tempat yang sejuk pada suhu kamar, jauh dari sinar
matahari langsung, jangkauan anak-anak dan hewan. Jika terjadi
perubahan wujud, warna, bau, dan rasa pada obat, sebaiknya tidak
digunakan.
24
f. Apabila ada orang lain yang memiliki gejala yang mirip dengan
pasien, dianjurkan untuk tidak membagikan obatnya kepada orang
tersebut dan berlaku sebaliknya.
4. Jika pasien ingin menggunakan obat lain selain yang diresepkan, baik
obat herbal maupun obat yang dibeli sendiri, dianjurkan untuk konsultasi
terlebih dahulu kepada apoteker. Jika mendapatkan resep baru oleh
dokter yang lain selama terapi yang dijalani, harap memberitahukan
kepada dokter dan apoteker mengenai obat-obatan apa saja yang tengah
digunakan. Kedua hal tersebut untuk mengantisipasi adanya interaksi
obat.
5. Berikan informasi terkait efek samping obat dan cara pengatasannya
No Efek samping Pengatasan
1. Mual dan muntah (Metformin) Pemberian obat setelah makan
2. Sakit kepala (Irbesartan, Plavix®
[Clopidogrel], Isosorbid Dinitrat)
Beristirahat, jangan beraktivitas
yang berat terlebih dahulu
3. Hipoglikemia (Metformin, dengan
tanda-tanda: pusing, pandangan kabur,
dan serasa mau pingsan)
Segera konsumsi permen manis
atau teh manis, istirahatkan
tubuh dan jangan beraktivitas
terlebih dahulu
Apabila pengatasan tidak menghilangkan efek samping, segera
konsultasikan ke dokter dan/atau apoteker.
6. Berikan penjelasan peranan obat dalam mengontrol penyakit (bukan
kuratif dan durasi pengobatan bisa seumur hidup)
7. Pemberian obat hanya dalam waktu 10 hari, maka pasien diharapkan
kembali kontrol ke dokter sebelum obat habis (minimal tersisa 1 buah),
serta edukasikan pentingnya kontrol secara rutin (komunikasikan kepada
pasien bahwa penyakit yang dideritanya terkadang tanpa gejala).
8. Pentingnya peran non-farmakologi (pengaturan gaya hidup):
a. Diet dengan gizi seimbang, yaitu karbohidrat 60-70%, Protein 10-
15%, Lemak 20-25%, batasi asupan gula dan garam, dan jauhi
makanan yang pedas, asam, bersantan, dan bersoda.
b. Makan teratur (minimum 3 kali sehari) sedikit-sedikit namun sering
dan sebanding dengan aktivitas yang dijalani.
25
c. Makan yang banyak mengandung tinggi serat seperti sayur dan buah,
karbohidrat kompleks (indeks glikemik rendah) seperti beras merah,
gandum, garut, oat (lebih tidak cepat lapar, mengurangi kolesterol
melalui pengeluaran cairan empedu), serta memilih makanan dengan
lemak yang tak jenuh seperti yang ada pada produk-produk tanaman.
d. Perbanyak minum air putih.
e. Olah raga ringan secara rutin 3-4 kali sehari minimum 30 menit,
seperti senam, jalan-jalan pagi, bersepeda santai.
f. Manajemen diri dengan merawat kaki, kebersihan luka, dan waspadai
tanda-tanda komplikasi.
g. Jauhi rokok, alkohol, serta pemicu stress, dan perbanyak konsumsi air
putih.
h. Hindari makanan yang memicu alergi (makanan laut).
E. PATIENT MEDICATION RECORD
Nama : Andre Hehanusa
Alamat & No telepon : (ditanyakan ke pasien)
Usia : 54 tahun
Dokter : dr. Budiman
Tanggal Resep : (ditanyakan ke pasien)
Resep Durasi Aturan Pakai Target Monitoring
Irbesartan 10 hari 1 x sehari sebelum
makan
TD ≤ 130/80 mmHg TD, efek samping,
cek Kalium darah
Cedocart 10 hari 3 x sehari sebelum
makan
Kekambuhan angina
berkurang
Frekuensi nyeri ,
efek samping
hipotensi oortostatik,
efek nausea
Simvastatin 10 hari 1 x sehari sebelum
tidur
LDL <100 mg/dl
HDL >45 mg/dl
TG <100 mg/dl
Cek profil lemak
Ascardia 10 hari 1 x sehari
bersama makanan
Kekambuhan angina
berkurang
Monitoring
perdarahan dan
efek samping
gangguan GI
Metformin 10 hari 3 kali sehari
segera setelah
makan
GDP <126mg/dl
GTT<200mg/dl
Monitoring gula
darah dan efek
samping
hipogklikemi
26
Xenical 10 hari 1 kali sehari
Setelah makan
BMI 18,5 – 24,9
BB 60 kg
Keluhan : sering nyeri dada, jantung berdebar-debar
Riwayat penyakit : Hipertensi, DM, maag
Riwayat alergi : Alergi makanan laut
Data lab :
- TD : 18/100 mmHg
- GDP : 200 mg/dl
- HDL : 30 mg/dl
- LDL : 180 mg/dl
- TG : 210 mg/dl
Yogyakarta, 9 Desember 2013
(ttd)
(Nama terang apoteker)
IV. PENUTUP
Dari kasus ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan komunikasi yang baik dengan pasien untuk menggali
informasi yang diperlukan untuk mendukung terapi obat yang akan
dijalani meliputi data demografi pasien, riwayat penyakit, riwayat
pengobatan, riwayat sosial.
2. Perlu dilakukan komunikasi yang baik dengan dokter mengenai pemilihan
obat yang sesuai dengan kondisi pasien
3. Sebagai seorang apoteker perlu melakukan skrining untuk
mengidentifikasi permasalahan resep dan menentukan langkah
penanganan yang tepat
4. Penyampaian KIE dilakukan oleh apoteker kepada pasien agar dapat
memaksimalkan terapi
27
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2013, Executive Summary : Standars of
Medical Care in Diabetes 2013, Diabetes Care, 36(Suppl 1)
Anonim, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8, PT InfoMaster,
Jakarta.
Cheng, A.Y., dan Fantus, I.G., 2005, Oral antihyperrglicemic therapy for type
2 diabetes mellitus, CMAJ, 172(2),213-26
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., et al, 2003, Seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure, Hypertension 42 (6), 1206 –
1252
Diener, H.C., Boquosslavsky, J., Brass, L.M., Cimminiello, L., Kaste, M.,
Leys, D., Matias-Guiu, J., Rupprecht, H.J., 2004, Aspirin and
clopidogrel compared with clopidogrel alone after recent ischaemic
stroke or transcient ischaemic attack in high risk patients (MATCH):
Randomised, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial, Lancet, 346, 332-
337.
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Barbara G. Wells, B.G., &
Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
Sixth Edition, The McGraw-Hill Companies, United States.
Katzung, Bertram G., 2006, Basic and Clinical Pharmacology 10th Edition,
McGraw Hill, United States
Malaisse, W.J., 2006, Gliquidone contributes to improvement of type 2
diabetes mellitus management: a review of pharmacokinetic and
clinical trial data, Drugs R&D., 7(6), 331-337.
McPhee,S.J. Papadakis, M.A., 2011, Current Medical Diagnosis & Treatment,
McGraw-Hill Company, USA
Mycek, Mary J, Richard A. Harvey, Pamela C. Champe, 2001, Farmakologi
Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta
Sukandar, Elin Yulinah, Retnosari Andrajati, Joseph I. Sigit, 2009, ISO
Farmakoterapi, PT ISFI Penerbitan, Jakarta