makalah kel. 1

25
i TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN OLEH KEL. 1 (SEP GANJIL) KETUA : BADRIADI ( D1A1 13 233 ) ANGGOTA : RIRIN SAFITRI ( D1A1 13 163 ) YUNI KARTIKA SARI ( D1A1 13 057 ) JURUSAN/PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015

Upload: badriadi

Post on 10-Apr-2016

59 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

teknologi produksi tanaman pasi sawah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kel. 1

i

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

OLEH KEL. 1

(SEP GANJIL)

KETUA : BADRIADI ( D1A1 13 233 )

ANGGOTA : RIRIN SAFITRI ( D1A1 13 163 )

YUNI KARTIKA SARI ( D1A1 13 057 )

JURUSAN/PRODI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

Page 2: Makalah Kel. 1

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah S.W.T. Rabb semesta alam yang

telah mengkaruniakan berlimpah ramhat, hidayah, dan kemudahan kepada kami.

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan waktu yang

ditentukan oleh dosen mata kuliah.

Sholawat serta salam kami kirimkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

sang revolusioner sejati yang telah berhasil merubah peradaban dunia dari zaman

kejahiliyaan hingga zaman yang penuh kedamaian seperti yang kita rasakan

sekarang ini.

Dalam makalah ini, kami berusaha memberikan hasil yang maksimal

sesuai dengan kemampuan kami. Dan harapan kami, mudah-mudahan makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua dan kita dapat mengetahui sebagian besar

Teknologi Produksi Tanaman Padi Sawah.

Akhirnya saya menyadari bahwa dalam makalah yang sederhana ini

dihadapan pembaca, tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai kesalahan dan

kekurangan. Seperti kata pepatah, ‘’Tak Ada Gading Yang Tak Retak’’ tidak ada

manusia yang tak pernah luput dari kesalahan.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua

pihak sangat kami harapkan, untuk perbaikan dalam makalah ini.

Kendari, September 2015

Penulis

Page 3: Makalah Kel. 1

iii

DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi Sawah .................................................................................................... 5

2.2 Teknologi Produksi ....................................................................................... 6

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Teknologi Produksi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Padi Sawah ............................................................................................... 8

3.2 Teknis Pelaksanaan PTT Padi Sawah ....................................................... 9

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 20

4.2 Saran .............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 21

Page 4: Makalah Kel. 1

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok dan komoditas politik yang sangat

strategis. Dewasa ini, dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, total

konsumsi beras si Indonesia mencapai 33 jta ton per tahun dan akan terus

meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Kekurangan pasokan beras

berpotensi mengganggu stabilitas social, ekonomi, dan politik negara,

sehingga bisa menyebabkan runtuhnya kekuasaan suatu rezim pemerintahan.

Itulah alasan utama mengapa peningkatan produksi beras masih menjadi

prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia (Sudaryanto, 2008)

Kebutuhan beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk

Indonesia karena selain jumlah penduduk yang terus bertambah dengan laju

peningkatan 2% per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk

yang non beras ke beras. Dilain pihak, terjadinya penciutan lahan sawah subur

akibat konversi lahan untuk kepentingan selain pertanian, juga terjadinya

fenomena produktivitas padi sawah irigasi cenderung turun (Azwir, 2009)

Pentinnya peran beras dalam perekonomian dan politik nasional, telah

mengundang campur tangan pemerintah yang sangat besar dalam system

produksi dan pemasaran beras, terutama pada era Orde Baru. Dalam system

produksi, pemerintah memberi subsidi air irigasi, pupuk, benih, pestisida, dan

bunga kredit usahatani. Dalam system pemasaran gabah dan beras, pemerintah

memberlakukan harga dasar (kini harga pembelian pemerintah = HPP) dan

harga maksimum (celling price). Kebijakan harga dasar ditujukan untuk

melindungi petani dari jatuhnya harga dibawah biaya produksi. Harga

maksimum ditujukan untuk melindungi konsumen. Jika harga beras

meningkat tajam diatas harga maksimum, pemerintah mealakukan operasi

pasar, agar harga beras tetap terjangkau oleh golongan masyarakat

berpenghasilan rendah. Dengan campur tangan pemerintah yang sangat besar,

maka Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984.

Namun setelah itu, penyediaan pangan masih merupakan masalah yang belum

Page 5: Makalah Kel. 1

2

terpecahkan, sehingga masih merupakan masalah yang penting dalam agenda

pembangunan nasional (Amang, 2000 dalam Dewa, 2012)

Tantangan saat ini adalah bagaimana meraih kembali dan

mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan. Keterbatasan dana

pembangunan telah mendorong pemerintah untuk mengurangi berbagai

bentuk subsidi sarana produksi pertanian. Kondisi ini menyebabkan

meningkatnya biaya produksi di tingkat petani (Dewa, 2012).

Padi merupakan tulang punggung ekonomi di pedesaan yang diusahakan

oleh lebih dari 18 juta petani, menyumbang hampir 70% terhadap Produk

Domestik Bruto tanaman pangan, memberikan kesempatan kerja dan

pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan

pendapatan sekitar 25-35%. Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara

nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Bahkan di

beberapa lokasi produktifitasnya cenderung turun disertai merosotnya kualitas

hasil (Sumarno, 1997; Suwono, 1999). Data BPS menyebutkan bahwa

pertambahan produksi padi nasional tahun 1974 sampai dengan 1980 sebesar

4,8% per tahun, sedangkan pada dekade 1981-1990 sebesar 4,35%. Angka

tersebut kembali turun pada dekade 1991-2000 menjadi sebesar 1,32%.

Peningkatan produktivitas atau ratarata produksi padi perhektar secara

nasional juga mengalami penurunan. Rata-rata peningkatan produktivitas padi

secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29% tahun 1981-1990 sebesar

3,03%, sedangkan pada tahun 1991-2000 mengalami penurunan menjadi

1,15%, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif (Susanto, 2003).

Pelandaian produktivitas padi terjadi karena kurangnya ketersediaan

teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih

relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke

tahun tidak berbeda, sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi

sawah perlu diperbaiki (Muljady, dkk 2005). Tantangan lain dalam budidaya

padi sawah adalah perubahan cuaca di Indonesia mengalami perubahan yang

cukup dinamis. Salah satu kondisi yang dirasakan adalah semakin

meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya jumlah air di musim

Page 6: Makalah Kel. 1

3

kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di musim

kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh

pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya

ketersediaan air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi

terhadap perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola

penggunaan air pada padi sawah yang makin terbatas jumlahnya. Untuk

memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam

budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi

yang efektif dan efisien.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management) atau lebih

dikenal PTT pada padi sawah, merupakan salah satu model atau pendekatan

pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan berbagai

komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT

mengabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling

komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian

lingkungan (Sumarno, 2000). Menurut Sumarno dan Suyamto (1998), bahwa

tindakan PTT merupakan good agronomic practices yang antara lain meliputi;

(a) penentuan pilihan komoditas adaptif sesuai agroklimat dan musim tanam,

(b) varietas unggul adaptif dan benih bermutu tinggi, (c) pengelolaan tanah,

air, hara dan tanaman secara optimal, (d) pengendalian hama-penyakit secara

terpadu, dan (e) penanganan panen dan pasca panen secara tepat.

Dengan pendekatan pengelolaan usahatani padi secara terpadu, mulai

pengelolaan budidaya (persiapan lahan, pesemaian, penanaman, pemupukan,

pengaturan air, pengendalian gulma), dan pengelolaan hama penyakit serta

panen dan pascapanen diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan

efisiensi usahatani padi yang selanjutnya memberi dampak terhadap

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

1.2. Rumusan Masalah

Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah

berlangsung selama bertahun-tahun menyebabkan terjadinya pelandaian

Page 7: Makalah Kel. 1

4

produktivitas padi sawah. Kebiasaan petani menggunakan teknologi yang

statis turut berperan dalam pelandaian produktivitas padi sawah.

1.3. Tujuan

Melihat permasalahan tersebut, maka tulisan ini berupaya untuk

membahas tentang teknologi produksi padi sawah dengan menggunakan

Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management) atau lebih

dikenal PTT pada padi sawah.

Page 8: Makalah Kel. 1

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Padi Sawah

Padi merupakan bahan makanan pokok sehari hari pada

kebanyakan penduduk di negara Indonesia. Padi dikenal sebagai sumber

karbohidrat terutama pada bagian endosperma, bagian lain daripada padi

umumnya dikenal dengan bahan baku industri, antara lain : minyak dari

bagian kulit luar beras (katul), sekam sebagai bahan bakar atau bahan

pembuat kertas dan pupuk. Padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang

biasa makan nasi dan tidak dapat digantikan oleh bahan makanan yang

lain, oleh sebab itu padi disebut juga makanan energi (AAK, 1990).

Dalam bahasa latin, padi disebut dengan "Oryza sativa L", masuk

dalam famili Poaccae (Gramincae), Tanaman semak semusim ini

merupakan tanaman yang berbatang basah, dengan tinggi antara 50 cm-

1,5 m. Batangnya tegak, lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna

hijau. Padi mempunyai daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-

30 cm. Ujungnya runcing, tepinya rata, berpelepah, pertulangan sejajar,

dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk malai. Buahnya

seperti buah batu (keras) dan terjurai pada tangkai. Setelah tua, warna

hijau akan menjadi kuning. Bijinya keras, berbentuk bulat telur, ada yang

berwarna putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas dari

tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut

beras. Bila beras ini dimasak, maka namanya menjadi nasi, yang

merupakan bahan makanan utama bagi sebagian besar penduduk

Indonesia (Departemen Pertanian, 2008).

Padi adalah komoditas utama yang berperan sebagai pemenuh

kebutuhan pokok karbohidrat bagi penduduk. Komoditas padi memiliki

peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan utama yang setiap

tahunnya meningkat sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk yang

besar, serta berkembangnya industri pangan dan pakan (Yusuf, dan

Harnowo, 2010).

Page 9: Makalah Kel. 1

6

2.2. Teknologi Produksi

Produksi adalah suatu proses yang menciptakan atau menambah

nilai/guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung pengertian

kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi

produksi meliputi semua aktivitas menciptakan barang dan jasa (Gumbira

dan Harizt, 2001).

Sesuai dengan pengertian produksi di atas, maka produksi

pertanian dapat dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan dan

penumbuhan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pada proses produksi pertanian terkandung pengertian bahwa guna atau

manfaat suatu barang dapat diperbesar melalui suatu penciptaan guna

bentuk yaitu dengan menumbuhkan bibit sampai besar dan pemeliharaan.

Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi, pemerintah selalu

berupaya untuk mendapatkan jenis-jenis padi yang mempunyai sifat-sifat

baik. Jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik itu disebut dengan “padi

jenis unggul” atau disebut “varietas unggul”. Caranya dengan

mengadakan perkawinan-perkawinan silang antara jenis padi yang

mempunyai sifat-sifat baik dengan jenis padi lain yang juga mempunyai

salah satu sifat baik pula, sehingga akan didapat satu jenis padi yang

mempunyai sifat yang paling baik atau unggul (Sugeng, 2001).

Peningkatan produktifitas usaha tani tanaman padi sangat

dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan rakyat

Indonesia. Dimana padi merupakan bahan makanan pokok masyarakat

Indonesia. Untuk itu Badan Pengkajian Teknologi Pertanian menciptakan

komponen teknologi produksi tanaman padi sawah yaitu teknologi

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

Beberapa komponen teknologi budidaya padi sawah dengan

pendekatan PTT adalah:

1) Varietas unggul baru

2) Bibit bermutu dan Sehat

3) Bibit muda umur 15-20 hari setelah sebar

Page 10: Makalah Kel. 1

7

4) Pengolahan Tanah

5) Penggunaaan bahan organic

6) Pengelolaan Tanaman sistem legowo 4:1

7) Irigasi berselang

8) Pemupukan Spesifik Lokal

9) Pupuk Mikro

10) PHT sesuai OPT

11) Pengendalian Gulma

12) Penanganan panen dan Pasca panen (Yusuf, dan Harnowo 2010).

Pengelolaan tanaman terpadu adalah pendekatan dalam budidaya

tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan produksi padi dalam

beberapa tahun terakhir. Keberhasilan program P2BN (Peningkatan

Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak tahun 2007

tentu tidak dapat dipisahkan dari pengembangan PTT padi sawah. Untuk

mempertahankan swasembada beras yang telah berhasil diraih kembali

pada tahun 2008, inovasi teknologi ini terus dikembangkan oleh

Departemen Pertanian (Firdaus, 2008).

Page 11: Makalah Kel. 1

8

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Teknologi Produksi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan salah satu teknologi

baru. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan alternatif pengelolaan

secara intensif pada lahan sawah beririgasi. Penerapan Teknologi Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT) terdiri dari dua macam penerapan, yaitu komponen

teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan.

Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang dianjurkan

untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan

produksi dengan input yang efisien sebagaimana menjadi tujuan dari PTT.

Komponen teknologi dasar PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah

meliputi :

Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi

dan bernilai ekonomi tinggi yang sesuai dengan karakteristik lahan,

lingkungan dan keinginan petani

Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat

Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara

tanah

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).

Sedangkan, komponen teknologi pilihan adalah adalah teknologi-

teknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih

didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan telah terbukti

serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik lokasi dan

kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya

alam yang tersedia ataupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen

teknologi pilihan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi :

Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam

Penggunaan bibit muda (< 21 HSS)

Tanam dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1 – 5 bibit perlubang

Page 12: Makalah Kel. 1

9

Pengaturan populasi tanaman secara optimum (jajar legowo)

Pemberian bahan organik berupa kompos atau pupuk kandang serta

pengembalian jerami ke sawah sebagai pupuk dan pembenah tanah

Pengairan berselang (intermiten irrigation) secara efektif dan efisien

Pengendalian gulma dengan landak atau gasrok

Panen dan penanganan pasca panen yang tepat.

Perpaduan komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan

ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan

produktivitas padi saat ini dengan didasarkan pada pendekatan yang

partisipatif.

3.2 Teknis Pelaksanaan PTT Padi Sawah

Berikut akan diuraikan teknis budidaya padi sawah melalui pendekatan

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dengan menggabungkan komponen

teknologi dasar dan teknologi pilihan.

1. Pengolahan Tanah Sesuai Musim dan Pola Tanam

Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua

kali pembajakan dan satu kali garu atau minimal, atau tanpa olah tanah.

Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan dan

kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang, pola tanam

dan jenis/struktur tanah. Dua minggu sebelum pengolahan tanah, taburkan

bahan organik secara merata di atas hamparan sawah. Bahan organik yang

digunakan dapat berupa pupuk kandang (2 ton/ha) atau kompos jerami (5

ton/ha).

2. Varietas Unggul

Dalam PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah pemilihan

varietas merupakan salah satu komponen utama yang mampu

meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam dipilih

varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan lingkungan

untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan

Page 13: Makalah Kel. 1

10

penyakit, berdaya hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas

rasa yang dapat diterima pasar.

Varietas unggul baru (VUB) dapat berupa padi inbrida seperti

ciherang, mekongga, inpari (10, 11,13) atau hibrida seperti rokan, hipa 3,

bernas super dan intani. Tanam varietas unggul baru ini secara bergantian

untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit.

3. Benih Bermutu

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya

tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah diatas

80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma, penyakit dan hama atau bahan

lain. Gunakan selalu benih yang telah memiliki sertifikasi atau label untuk

mendapatkan benih dengan tingkat kemurnian tinggi dan berkualitas atau

benih bermutu yang diproduksi oleh petani.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan

untuk menyeleksi atau memilih benih bermutu agar didapatkan benih

yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor tinggi dengan cara

membuat larutan garam dapur (30 gram garam dapur dalam 1 liter air)

atau larutan pupuk ZA (1kg pupuk ZA dalam 2,7 liter air). Benih

dimasukkan ke dalam larutan garam atau pupuk ZA (volume larutan 2

kali volume benih) kemudian diaduk dan benih yang mengambang atau

terapung di permukaan larutan dibuang.

Cara sederhana dapat dilakukan dengan merendam benih dalam

larutan garam dapur menggunakan indikator telur. Telur mentah (bisa

telur ayam atau bebek) dimasukkan ke dalam air, kemudian masukkan

garam sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai telur terapung ke

permukaan. Kemudian telur diambil dan benih dimasukkan ke dalam

larutan garam. Benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam

selanjutnya dicuci sampai bersih dari garam untuk disemai.

Untuk keperluan penanaman seluas 1 hektar benih yang

dibutuhkan kurang lebih sebanyak 20 kg. Benih bernas (yang tenggelam)

Page 14: Makalah Kel. 1

11

dibilas dengan air sampai bersih dari garam kemudian direndam dengan

air bersih selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam karung atau wadah

lainnya selama 48 jam dan dijaga kelembabannya dengan membasahi

wadah dengan air.

Untuk benih padi hibrida tidak diberi perlakuan perendaman dalam

larutan garam tetapi langsung direndam dalam air dan selanjutnya

diperam. Lahan persemaian untuk 1 hektar luasan lahan pertanaman

sebaiknya 400 meter persegi (4% dari luas tanam) dengan lebar bedengan

1 – 1,2 meter dan antar bedengan dibuat parit sedalam 25 – 30 cm. Saat

pembuatan bedengan taburkan bahan organik 2 kg /meter persegi seperti

kompos, pupuk kandang atau campuran berbagai bahan antara lain

kompos, pupuk kandang, serbuk kayu, abu dan sekam padi. Tujuan

pemberian bahan organik ini untuk memudahkan pencabutan bibit padi

sehingga kerusakan akar bisa dikurangi.

4. Sistem Tanam

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan

tanam menggunakan bibit muda atau kurang dari 21 HSS (hari setelah

sebar) dan jumlah bibit 1 – 5 batang per lubang karena bibit lebih muda

akan menghasilkan anakan lebih banyak dibanding menggunakan bibit

lebih tua.

Pada daerah endemik keong untuk mengantisipasi serangan keong

dapat menggunakan bibit lebih dari 21 HSS tetapi dianjurkan tidak lebih

dari 25 HSS. Masa kritis serangan keong berada pada 21 hari setelah

sebar dan 10 hari setelah pindah tanam.

Tanam dilakukan dengan kondisi lahan jenuh air (ketinggian air

kurang lebih 2 cm dari permukaan tanah macak-macak) dengan jumlah

bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Gunakan jarak

tanam yang beraturan seperti model tegel 20 X 20 cm (25 rumpun/meter

persegi) atau 25 X 25 cm (16 rumpun/meter persegi). Pengaturan jarak

tanam dapat dilakukan dengan menggunakan caplak atau tali sebagai mal.

Page 15: Makalah Kel. 1

12

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan

untuk mengatur jarak dan populasi tanaman dengan menerapkan sistem

tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam

dengan pengaturan jarak tanam tertentu sehingga pertanaman akan

memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana

jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan

penerapan sistem tanam jajar legowo karena adanya keuntungan dan

kelebihan yang lebih dibanding dengan sistem tanam konvensional (tegel)

diantaranya yaitu :

Adanya efek tanaman pinggir

Sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin

banyak jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan

hasil panen

Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan

keong atau mina padi

Pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah

Dengan areal pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan hama dan

penyakit

Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan adalah sistem tanam

jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan penyulaman tanaman dapat dilakukan

sebelum tanaman berumur 14 HST (hari setelah tanam).

5. Pengairan Berselang (Intermittent Irrigation)

Pengairan dilakukan dengan sistem pengairan berselang

(intermittent irrigation). Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi

sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian yang

bertujuan untuk :

Page 16: Makalah Kel. 1

13

Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas

Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak

sehingga dapat berkembang lebih dalam karena akar yang dalam

dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak

Mencegah timbulnya keracunan besi

Mencegah penimbunan asam organik dan gas hidrogen sulfida yang

menghambat perkembangan akar

Mengaktifkan jasad renik (mikroba tanah) yang bermanfaat

Mengurangi kerebahan

Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan

malai dan gabah)

Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen

Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)

Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi

penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta

mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.

Teknis penerapan pengairan berselang dilakukan pada saat tanaman

berumur 3 HST (hari setelah tanam) dimana petakan sawah diairi dengan

tinggi genangan 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada

penambahan air sampai kondisi air di petakan habis dan tanah mengering

sedikit retak. Baru pada hari ke 4 (7 HST) petakan sawah diairi kembali

hingga genangan air setinggi 3 cm dan tidak ada penambahan air sampai

kondisi air dipetakan habis dan tanah menjadi mengering sedikit retak

kembali. Cara ini dilakukan terus sampai fase anakan maksimal. Pada

saat mulai fase pembentukan malai (bunting) sampai pengisian biji

petakan sawah digenangi terus. Petakan dikeringkan kembali saat 10 – 15

hari sebelum panen. Pada tanah yang cepat menyerap air atau berpasir

selang waktu pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air

selama satu musim tanam kurang mencukupi selang waktu pengairan

dapat diperpanjang yaitu dengan selang waktu 5 hari.

Page 17: Makalah Kel. 1

14

Pengairan berselang secara efektif dan efisien hanya dapat dilakukan

pada areal sawah irigasi teknis yang dapat dengan mudah mengatur

masuk dan keluarnya air pada areal persawahan. Pada sawah-sawah yang

sistem drainasenya tidak baik (sulit dikeringkan) atau sawah tadah hujan

pengairan berselang (intermittent irrigation) tidak perlu diterapkan.

6. Pemupukan Berimbang

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menerapkan

pemupukan berimbang secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan

tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pemupukan berimbang

adalah pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk

memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat

hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Unsur hara

yang dibutuhkan tanaman adalah unsur N (nitrogen ; dalam bentuk pupuk

urea), P (phospat ; dalam bentuk pupuk TSP/SP36) dan K (kalium ; dalam

bentuk pupuk KCL).

Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur

tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan bagan warna daun

(BWD). Bagan warna daun adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat

kebutuhan N tanaman dengan mengukur skala tingkat kehijauan warna

daun sehingga dapat diketahui jumlah kebutuhan unsur hara N tanaman.

Nilai pembacaan bagan warna daun (BWD) digunakan untuk

mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih

tepat sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk awal N diberikan

pada umur tanaman sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat

kesuburan tanah. Dosis pupuk awal N (urea) untuk padi varietas unggul

baru adalah 50 – 75 kg/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan dosis

100 kg/ha. Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan

kedua (tahap anakan aktif ; umur 21 – 28 HST) dan pemupukan ketiga

(tahap primordia ; umur 35 – 40 HST). Khusus untuk padi hibrida dan

Page 18: Makalah Kel. 1

15

padi tipe baru pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam

kondisi keluar malai dan 10 % berbunga.

Pemupukan dilakukan dengan cara disebar/ditabur merata di

seluruh permukaan tanah. Urea merupakan pupuk yang mudah larut

dalam air sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan

dan pengeluaran air ditutup. Pemupukan P dan K disesuaikan dengan

hasil analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah

P dan K dapat ditentukan dengan perangkat uji tanah sawah (PUTS). Tiap

wilayah telah memiliki dosis rekomendasi pemupukan P dan K yang

berdasarkan pada uji tanah sawah yang dilakukan oleh instansi terkait

(Balai Penyuluhan/Dinas Pertanian).

Terdapat tiga skala tingkatan status hara tanah P dan K pada suatu

lahan sawah yaitu tinggi, sedang dan rendah sebagaimana termuat dalam

tabel di bawah ini :

Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar atau bersamaan

dengan pemupukan N yang pertama pada 0 – 14 HST. Pupuk K pada

lahan sawah dengan status hara tanah P dan K rendah (dosis 100 kg/ha

KCL) diberikan 50 % sebagai pupuk dasar (pemupukan pertama) dan

sisanya diberikan pada masa primordia. Pada lahan sawah dengan status

hara tanah P dan K sedang – tinggi (< 50 kg KCL/ha) pupuk K diberikan

seluruhnya sebagai pupuk dasar (0 – 14 HST).

7. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma atau penyiangan adalah kegiatan

membersihkan pertanaman dari rumput dan tanaman yang tidak

dikehendaki keberadaannya (gulma) di areal pertanaman karena dapat

Page 19: Makalah Kel. 1

16

mengganggu perkembangan tanaman pokok. Penyiangan dapat dilakukan

dengan cara mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat

gasrok (landak) atau menggunakan herbisida.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah lebih

menganjurkan melakukan penyiangan dengan menggunakan

alat gasrok karena sinergis dengan pengelolaan lainnya dan lebih

memiliki keuntungan yaitu :

Ramah lingkungan

Hemat tenaga kerja sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan

penyiangan menggunakan tangan

Memberikan sirkulasi udara ke dalam tanah sehingga dapat

merangsang pertumbuhan akar tanaman

Apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan

membenamkan pupuk ke dalam tanah sehingga pemberian pupuk

menjadi efisien.

Penyiangan menggunakan gasrok dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 10 – 15 HST

Dianjurkan dilakukan dua kali, dimulai pada saat tanaman berumur

10 – 15 HST dan diulangi 10 – 25 hari kemudian

Dilakukan pada kondisi air macak-macak dengan ketinggian 2 – 3

cm

Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman dicabut dengan tangan

Dilakukan dua arah yaitu diantara dan di dalam barisan tanaman.

Pengendalian gulma atau penyiangan secara manual hanya efektif

dilakukan apabila air di petakan sawah dalam kondisi macak-macak atau

tanah jenuh air. Jika kondisi tidak memungkinkan dilakukan

penyiangan/pengendalian gulma secara manual dan populasi gulma

Page 20: Makalah Kel. 1

17

sudah tinggi maka pengendalian gulma dapat dilakukan dengan

menggunakan herbisida.

8. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT)

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan

suatu pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi

sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu

keseimbangan alam dan tidak menimbulkan kerugian yang besar.

Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan

perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit diantaranya

dengan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman

sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat menjadi lebih tepat.

Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat dilakukan

dengan menggunakan strategi diantaranya :

Gunakan varietas tahan hama dan penyakit

Tanam tanaman yang sehat

Memanfaatkan musuh alami

Pengendalian secara mekanik (menggunakan alat) dan fisik

(menangkap)

Penggunaan pestisida hanya jika diperlukan dan dilakukan tepat

sesuai dosis, sasaran dan waktu.

9. Panen dan Pasca Panen

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah sangat

memperhatikan proses penanganan panen dan pasca panen. Panen dan

pasca panen harus ditangani secara baik dan benar karena penanganan

panen dan pasca panen yang tidak baik dan benar dapat menyebabkan

kehilangan hasil 4 – 18 %.

Untuk mendapatkan butir padi dan beras dengan kualitas baik perlu

memperhatikan ketepatan waktu panen. Panen terlalu cepat dapat

menimbulkan prosentase butir hijau tinggi yang berakibat sebagian butir

Page 21: Makalah Kel. 1

18

padi tidak berisi atau rusak saat digiling. Panen terlambat menyebabkan

hasil berkurang karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di

sawah atau beras pecah saat digiling.

Umur tanaman padi mungkin berbeda antara varietas satu dengan

varietas yang lainnya sehingga hal ini juga perlu diperhatikan. Hitung

sejak padi berbunga biasanya panen dilakukan pada 30 s/d 35 hari setelah

padi berbunga. Jika malai telah menguning 95 % segera lakukan

pemanenan.

Panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan sabit

bergerigi 10 – 15 cm dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai

jika akan dirontok dengan power thresser. Panen sebaiknya dilakukan

secara berkelompok (15 – 20 orang) yang dilengkapi dengan alat

perontok. Dengan cara ini maka tingkat kehilangan hasil pada saat panen

dapat dikurangi.

Gunakan plastik atau terpal sebagai alas padi yang baru dipotong

dan ditumpuk sebelum dirontok. Sesegera mungkin padi dirontokan,

apabila panen dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya sore harinya

segera dirontokkan karena perontokkan yang dilakukan lebih dari dua hari

dapat menyebabkan kerusakan beras.

Perlu diperhatikan juga jika perontokkan padi dilakukan dengan

cara tradisional (di-gepyok) maka gunakan alas dari plastik atau terpal

yang lebarnya mencukupi dan bagian pinggir plastik atau terpal dilipat

keatas yang berfungsi sebagai dinding untuk menahan butir padi

terlempar keluar dari alas sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil.

Proses selanjutnya adalah penanganan pasca panen. Gabah yang

sudah dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau jika tidak ada bisa

menggunakan terpal. Gabah dijemur dengan ketebalan 5 – 7 cm dan

dilakukan pembalikan setiap 2 jam sekali hingga kering. Gabah kering

jika tidak langsung digiling harus disimpan di tempat yang bersih dalam

lumbung/gudang yang bebas hama dan memiliki sirkulasi udara yang

baik. Gabah yang akan dikonsumsi agar diperoleh beras dengan kualitas

Page 22: Makalah Kel. 1

19

baik disimpan dengan kadar air 14 %. Sedangkan gabah yang akan

digunakan sebagai benih disimpan dengan kadar air 12 %.

Gabah yang akan disimpan dalam waktu lama harus memiliki

kadar air yang lebih rendah. Untuk penyimpanan 4 – 6 bulan gabah harus

memiliki kadar air 12 % dan apabila disimpan selama 7 – 12 bulan kadar

air gabah 11 %. Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah

adalah tempat penyimpanan dan wadah yang digunakan untuk mengemas

gabah. Gudang atau tempat penyimpanan harus bersih dari kotoran dan

hama, dapat melindungi gabah dari hama seperti tikus dan memiliki

sirkulasi udara yang baik.

Wadah pengemas dapat menggunakan kemasan karung, kemasan

plastik dan kemasan yute. Kemasan harus dapat melindungi gabah dari

hama, kerusakan fisik terhadap goncangan dan mudah dipindahkan.

Simpan gabah dengan ditata rapi secara bertumpuk dan mendapatkan

sirkulasi udara yang baik. Sebaiknya kemasan atau karung disimpan tidak

langsung menempel pada dinding karena dapat mempengaruhi

kelembaban padi dalam kemasan.

Pencegahan dan pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara

fumigasi. Penggunaan insektisida jangan langsung disemprotkan pada

butiran gabah karena dapat mempengaruhi kualitas gabah. Gabah yang

sudah disimpan jika akan digiling diangin-anginkan terlebih dahulu

sebelum digiling untuk menghindari butir beras pecah.

Page 23: Makalah Kel. 1

20

BAB IV. PENUTUP

4.1. Kesumpulan

Pada prinsipnya PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) lebih bersifat

spesifik lokasi dan partisipatif sehingga semua teknis yang telah diuraikan di atas

tidak harus mutlak untuk diterapkan di seluruh daerah. Petani di tiap-tiap dengan

didampingi tenaga teknis dari instansi terkait dapat memilih sendiri komponen

teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan setempat.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah diterapkan dalam upaya

meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan menerapkan efisiensi dan

efektifitas dalam usaha tani padi sawah dengan memperhatikan sumber daya alam,

kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup.

4.2 Saran

Akhirnya supaya penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dalam

budidaya padi sawah dan usaha tani lainnya dapat berjalan dengan baik dan benar

maka diperlukan kerjasama dan bimbingan yang intensif dari semua pihak yang

terkait demi terwujudnya peningkatan produksi beras nasional dalam menunjang

ketahanan pangan dan swasembada beras pada khususnya.

Page 24: Makalah Kel. 1

21

DAFTAR PUSTAKA

AAK., 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Azwir. 2009. Increasing of Lowland Rice Productivity Through management

Practices Improvement on Rice Cultivation. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sumatera Barat. Sukarami Sumbar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian, Petunjuk Teknis PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi

Sawah, Semarang : Set – BAKORLUH Jawa Tengah, 2010

Departemen Pertanian, 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pengolahan Tanaman Terpadu, Padi Sawah Tadah Hujan.

Dewa. 2012. Harvest and Post-Harvest Technologies : Adaption Constraints and

Development Strategy. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Bogor.

Firdaus, dkk. 2008. Swasembada Beras Dari Masa ke Masa. IPB Press. Bogor.

Gumbira, E dan sa’id A. haritz intan, 2001. Manajemen Agribisnis. Jakarta.

Ghalia Indonesia

Pertanian. Blogspot.COM, Tata Cara Penyimpanan, Pengemasan maupun

Pelabelan Gabah atau Beras Secara Baik dan Benar, 2011

Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan

Pengembangan SDM Pertanian, Usaha Tani Padi Dengan Pendekatan

PTT, Jakarta : Kementerian Pertanian, 2011

Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian, Budidaya Padi, Jakarta : BPSDM Pertanian, 2011

Sekar. 2012. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Padi Sawah <https://sekar

madjapahit.wordpress.com/2012/04/29/ptt-padi-sawah/>. Diakses pada

tanggal 18 September 2015.

Sudaryanto and Swastika. 2008. Development and Policy Issues in Indonesian

Rice Industry. Paper presented at the “Rice Policy Forum”,

InternationalRice Research Institute, Los Banos, Philipinnes, 18-19

February, 2008.

Page 25: Makalah Kel. 1

22

Sugeng, H. R. 2001. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu. Semarang.

Sumarno, I.G. Ismail, dan Suwono. P. 2000. Konsep usahatani ramah lingkungan.

Dalam.Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman

Pangan IV. Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan.

Konsep dan Strategis Peningkatan Paroduksi Pangan. Simposium Penelitian

Tanaman Pangan IV. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Bogor.

Sumarno dan Suyamto. 1998. Agroekoteknologi untuk keberlanjutan usaha

pertanian. Risalah Simposium Ketahanan Pangan. Badan Litbang Pertanian.

Jakarta.

Susanto, 2003. “Mengembangkan Corporate Social Responsibility di Indonesia”,

Jurnal Reformasi Ekonomi,Volume No.1 Hal 8, Jakarta.

Yusuf, A dan D. Harnowo. 2010. Teknologi Budidaya Padi Sawah Mendukung

SL-PTT. Balai Kajian Teknologi Pertanian. Medan