makalah intoksikasi makanan kelompok 3

29
Makalah Keperawatan Kritis I Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Intoksikasi Makanan Disusun Oleh : Kelompok 3 Kelas A Andri Wijaya 131011010 Balmar Moran geli ta 131011021 Agusti n Pr ase ty o W 13101102 Kurnia Puji P 13101103 !ahyo Prasetyo 1310110"#  $umroh %ainiyah 1310110#3  $unung &irda I' 1310110(3 Ahmad Baidowi 1310110)1 PROGRAM STDI P!"DIDIKA" "!RS #AK$TAS K!P!RA%ATA" "I&!RSITAS AIR$A"GGA SRA'A(A )*+3

Upload: ratna-yulita

Post on 17-Oct-2015

321 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

intoksikasi

TRANSCRIPT

Makalah Keperawatan Kritis I

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Intoksikasi Makanan

Disusun Oleh :

Kelompok 3 Kelas A

Andri Wijaya

131011010

Balmar Morangelita131011021

Agustin Prasetyo W131011028

Kurnia Puji P

131011038

Cahyo Prasetyo131011045

Numroh Zainiyah131011053

Nunung Firda I.131011063

Ahmad Baidowi131011071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA2013

Makalah Keperwatan Kritis I

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Intoksikasi Makanan

Disusun Oleh :

Kelompok 3 Kelas A

Andri Wijaya

131011010

Balmar Morangelita131011021

Agustin Prasetyo W131011028

Kurnia Puji P

131011038

Cahyo Prasetyo131011045

Numroh Zainiyah131011053

Nunung Firda I.131011063

Ahmad Baidowi131011071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA2013KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga penulisan makalah berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Intoksikasi Makanan untuk mata kuliah Keperawatan Kritis 1 sebagai tugas e-learning ini dapat terselesaikan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang bagaimana konsep keperawatan pada kegawatan pada kasus intoksikasi atau keracunan makanan serta penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang tepat.

Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami. Oleh karena itu, terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata karena kemampuan individual belaka, melainkan karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketulusan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Sriyono, Ns.Sp.Kep.M.B selaku fasilitator. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.

Surabaya, 24 Desember 2013

PenulisDAFTAR ISI

Halaman Halaman Sampul

iKata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

11.2 Tujuan

21.2.1 Tujuan Umum

21.2.2 Tujuan Khusus

21.3 Manfaat

3BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

42.2 Etiologi

42.3 Manifestasi Klinis

62.4 Patofisiologi/WOC

72.5 Pemeriksaan Diagnosis

122.6 Penatalaksanaan

142.7 Komplikasi

162.8 Prognosis

16BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus Semu

17

3.2 Pengkajian

173.2.1 Primary Survey

17

3.2.2 Secondary Survey

17

3.3 Analisa Data

183.4 Diagnosa Keperawatan

193.5 Intervensi Keperawatan

19BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

234.2 Saran

23DAFTAR PUSTAKA

24BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Intoksikasi makanan berarti penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari mikroba yang mampu menghasilkan racun. Pada dasarnya, racun ini mampu merusak semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling sering terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. Gangguan saluran cerna bermanifestasi sebagai sakit perut, rasa mual, muntah, dan terkadang disertai diare. Sementara itu, gangguan sistem safar timbul sebagai rasa lemah, gatal, kesemutan (parastesi), dan kelemahan (paralisis) otot pernafasan.Angka kejadian kasus keracunan makanan di Amerika Serikat berkisar pada angka 6,5 sampai 81 juta kasus per tahun. Data KLB keracunan pangan oleh BPOM (2012), menunjukkan bahwa telah terjadi 128 KLB keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2011. Sebanyak 38 (29.69 %) KLB keracunan pangan tersebut diakibatkan oleh cemaran mikroba, 19 (14.84 %) akibat keracunan cemaran kimia dan 71 (55.47 %) tidak diketahui penyebabnya. Selain itu, dari data tersebut menunjukkan bahwa kasus keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2011 disebabkan oleh masakan rumah tangga 58 KLB (45.31 %), pangan olahan 16 KLB (12.50 %), pangan jasa boga 30 KLB (23.4 %), pangan jajanan 16 KLB (12.50 %), dan lain-lain 8 KLB (6.25 %). Dari berbagai kasus keracunan tersebut, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya kebersihan individu maupun sanitasi lingkungan. Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi mampu menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna. Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan, melainkan racun yang dihasilkannya. Clostridium perfringers and E. Coli O157:H7 adalah sebagian dari golongan ini. Sedangkan Foodborne intoxications terjadi akibat mengonsumsi makanan yang telah mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin). Penyakit yang dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi. Zat beracun dapat berupa zat kimia yang berbahaya atau tidak berbahaya dalam jumlah kecil, tetapi sangat beracun dalam jumlah besar. Zat berbahaya tersebut menyelinap, selanjutnya masuk ke dalam tubuh manusia, tumbuhan, atau binatang tanpa disengaja mulai dari saat bertunas, masa pemupukan, pemrosesan, atau akumulasi selama penyimpanan di dalam kemasan logam. Jasad renik dapat pula menyelinap ke dalam makanan melalui daging binatang yang terinfeksi, pemrosesan bahan pangan, atau lingkungan tempat bahan tersebut diolah. Sewaktu jasad renik berada di dalam makanan, organisme tersebut tidak hanya berkembang biak, tetapi juga menghasilkan racun.Tingginya angka kejadian intoksikasi makanan menjadikan pentingnya pembahasan mengenai intoksikasi makanan secara rinci beserta asuhan keperawatannya.1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan intoksikasi makanan serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi dari intoksikasi makanan.

2. Menjelaskan etiologi intoksikasi makanan.

3. Menjelaskan manifestasi klinis dari intoksikasi makanan.

4. Menjelaskan patofisiologi dan WOC (Web Of Causation) intoksikasi makanan.

5. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik pada klien dengan intoksikasi makanan.

6. Mengidentifikasi penatalaksanaan pada klien dengan intoksikasi makanan.

7. Mengidentifikasi komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan intoksikasi makanan.8. Menjelaskan prognosis pada klien dengan intoksikasi makanan.

9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan intoksikasi makanan.

1.3 ManfaatMahasiswa mengetahui tentang keperawatan kritis pada klien denagn kasus intoksikasi makanan dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatannya secara komprehensif.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Makanan adalah sesuatu yang mengandung zat-zat (nutrient) yang digunakan untuk kelangsungan hidup manusia. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan secara kontinu dibutuhkan setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan makanan. Bahaya itu mungkin karena proses yag terjadi pada makanan itu atau merupakan sifat yang sudah ada atau zat yang berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu. Bahaya yang dapat terjadi dari makanan adalah keracunan. Racun yang terdapat dalam makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam makanan itu yang baik di sengaja atau tidak tercampur dalam makanan. Racun dalam makanan dapat berasal dari : 1) Racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu: singkong yang mengandung HCN, cendawan dapat mengandung muskarin, biji bengkuang mengandung pakpakrizida, dan jengkol mengandung asam jengkol.

2) Racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung.

3) Racun yang disebabkan karena mikroorganisme yang terdapat pada makanan, misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf, Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit.

2.2 Etiologi

Keracunan makanan seringkali disebabkan karena beberapa hal seperti (1) bahan asing anorganik/organik yang secara sengaja/tidak tercampur pada makanan saat proses pembuatan atau pengawetan; (2) adanya racun dalam makanan itu, misalnya keracunan ikan, jamur, singkong; (3) terdapat kuman/parasit dalam makanan, misalnya E. histolisia, Salmonella, dan lain-lain; (4) terdapat toxin kuman dan makanan, misalnya Cl. botulinum, Staphylococcus toxic, keracunan tempe. Beberapa tindakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya keracunan bahan makanan, yaitu: 1) kebersihan pribadi (personal hygiene), mencuci bersih tangan dengan air bersih mengurangi terjadinya keracunan akibat kontaminasi bahan racun yang terbawa oleh tangan; 2) kebersihan lingkungan (environmental hygiene), penyimpanan makanan harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak dikotori oleh serangga atau binatang. Penyegar udara di ruangan penyimpanan harus baik untuk mencegah kerusakan makanan; dan 3) pengolahan dan penyajian yang baik dan bersih, suhu pada saat memasak harus tinggi untuk mematikan kuman tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga merusak zat makanan dan mengurangi gizi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain: 1) Membeli makanan yang sudah terkontaminasi oleh bahan racun. Racun tersebut bisa berasal dari insektisida tanaman maupun zat warna yang digunakan untuk mewarnai makanan. Sekarang ada kecenderungan masyarakat membeli bahan makanan yang murah karena pertimbangan ekonomis tetapi mereka tidak sadar dari bahan apa makanan itu dibuat, misalnya kerupuk, biscuit dengan warna yang bermacam-macam.

2) Membeli makanan yang sudah busuk dan sudah saatnya dibuang, misalnya tempe bongkrek.

3) Menggunakan zat kimia yang berlebihan dalam proses pembuatan makanan, misalnya pemberian vetsin yang berlebihan, pemberian zat warna yang berlebihan untuk pembuatan sirup.

4) Tidak teliti dalam membeli makanan yang diawetkan, misalnya makanan dalam kaleng yang sudah rusak.

5) Tidak menjaga kebersihan dalam mengolah makanan, misalnya mencuci beras yang telah di jamah tikus dengan tidak bersih, peralatan dapur yang jarang dibersihkan. Dengan demikian keracunan makanan lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak hati-hatian atau kekurang pahaman masyarakat konsumen produk makanan.

Selain itu etiologi yang muncul pada intoksikasi makanan adalah :

1) Mikroba

a. Escherechia coli pathogen

b. Staphilococus aureus

c. Salmonella

d. Bacillus parahemolyticus

e. Clostridium botulisme

f. Streptokkus

2) Bahan kimia

a. Peptisida golongan organofosfat

b. Organo Sulfat dan Karbonat

3) Toksin

a. Jamur

b. Keracunan singkong

c. Tempe bongkrek

d. Bayam beracun

e. Kerang2.3 Manifestasi KlinisKebanyakan makanan poisonings terwujud dalam pertama 2 sampai 6 jam setelah konsumsi terkontaminasi makanan atau air. Ini disebut periode inkubasinya dan mungkin lebih lama atau pendek tergantung pada penyebab infeksi.

Gejala umum keracunan makanan meliputi :1) Sakit perut dan sakit

2) Mual dan muntah

3) Sakit kepala

4) Kelemahan yang mungkin parah atau bahkan menyebabkan kelumpuhan

5) Diare-mungkin berair dan berlebihan atau mungkin berdarah6) Demam dengan menggigil7) Nyeri ototGejala yang paling menonjol muncul dalam kasus keracunan makanan meliputi :

1) Kelainan visus

2) Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat

3) Gangguan saluran pencernaan

4) Kesukaran bernafas

5) Keracunan ringan

6) Anoreksia

7) Nyeri kepala

8) Rasa lemah

9) Rasa takut

10) Tremor2.4 Patofisiologi/WOC

Istilah keracunan makanan (Food poisonig/Food intoxication) sebaiknya jangan dicampuradukkan dengan foodborne disease/illness. Meskipun keduanya ditularkan lewat makanan, istilah terakhir ini mengacu pada semua mikroorganisme (bakteri, virus, dan parasit) tanpa mempedulikan mampu tidaknya mikroba tersebut menghasilkan racun. Selain itu, keracunan makanan hanya berkaitan dengan makanan yang secara alami telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik penghasil racun.

Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fooborne infections, foodborne toxicoinfections, dan foodborne intoxications. Foodborne infections terjadi bila jasad renik patogen terkonsumsi dan kemudian menetap di dalam tubuh. Biasanya, jasad renik ini memperbanyak diri di dalam saluran cerna sambil mengiritasi dinding saluran cerna, bahkan terkadang mengivasi jaringan. Contoh jasad renik patogen golongan tersebut adalah Listeria, Salmonella, dan Campylobacter. Akan tetapi, tidak semua Salmonella menimbulkan infeksi, sebagian varian Salmonella lain ternyata mampu menghasilkan racun sehingga berperan sebagai penyebab keracunan makanan.

Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi mampu menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna. Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan, melainkan racun yang dihasilkannya. Clostridium perfringers and E. Coli O157:H7 adalah sebagian dari golongan ini. Foodborne intoxications terjadi akibat mengonsumsi makanan yang telah mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin). Penyakit yang dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi (lihat gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab Foodborne Disease).

Gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab Foodborne Disease

Zat beracun dapat berupa zat kimia yang berbahaya atau tidak berbahaya dalam jumlah kecil, tetapi sangat beracun dalam jumlah besar. Zat berbahaya tersebut menyelinap, selanjutnya masuk ke dalam tubuh manusia, tumbuhan, atau binatang tanpa disengaja mulai dari saat bertunas, masa pemupukan, pemrosesan, atau akumulasi selama penyimpanan di dalam kemasan logam. Jasad renik dapat pula menyelinap ke dalam makanan melalui daging binatang yang terinfeksi, pemrosesan bahan pangan, atau lingkungan tempat bahan tersebut diolah. Sewaktu jasad renik berada di dalam makanan, organisme tersebut tidak hanya berkembang biak, tetapi juga menghasilkan racun. Dalam waktu singkat, bahan beracun dalam makanan tersebut mampu menimbulkan penyakit, terutama yang mengganggu saluran cerna. Berdasarkan kecepatan timbulnya penyakit, peristiwa tersebut disebut keracunan makanan. Karena gangguan utama terpusat di saluran cerna, penyakit ini disebut gastroenteritis.

1) Masa inkubasi singkat (1 hari, biasanya kurang dari 16 jam)

Keracunan makanan dengan masa inkubasi yang sangat singkat pada umumnya dilatarbelakangi oleh bahan kimia dan bakteri penghasil toksin. Timbulnya rasa mual yang berlanjut menjadi muntah dan kram perut sekitar 1-2 jam setelah makan, biasanya mengarah pada keracunan logam, toksin yang berasal dari ikan (ciguatera dan skombroid), kerang beracun, MSG atau jamur. Bahan toksik pada kerang dan ciguatera berasal dari dinoflagella yang termakan dan menetap di dalam jasad ikan dan kerang tersebut.

Bakteri S. Aureus dan B. Cereus (tipe emetik) biasanya menyebabkan sindrom muntah, yang muncul 1-6 jam setelah makan. Jenis toksin emetik yang dimiliki oleh B. Cereus adalah preformed bebat-stable toxin, yang dihasilkan ketika spora mengalami perkecambahan (germinasi), sedangkan toksin S. Aureus berupa preformed enterotoxins A-E. Sayangnya, sindrom muntah yang disebabkan oleh kedua bakteri ini tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Diare yang timbul sekitar 8-16 jam setelah makan biasanya disebakan oleh Clostridium perfringens tipe A dan B cereus (tipe diare). Diare dengan kram perut yang sering disebabkan oleh Cl. Perfringens tipe A, biasanya terjadi 1 hari setelah mengonsumsi daging masak yang disimpan di lingkungan bertemperatur 15-60 C. Pendinginan yang berlangsung lambat memungkinkan spora berkecambah dan mengeluarkan enterotoksin.

2) Masa inkubasi sedang (1-3 hari)

Salmonella (nontyphidal salmonellosis maupun typhoidal), EIEC, ETEC, Vibrio parahaemolyticus, dan Campylobacter jejuni adalah sebagian contoh kelompok ini. Gejala tidak jarang muncul sebelum satu hari (rata-rata 12 jam). Gejala berupa kram perut, diare (terkadang berdarah dan berlendir), dan muntah. Pada kasus yang lebih berat, dapat timbul sakit kepala, demam, menggigil. Kelemahan yang parah tidak jarang menyertai. Clostridium botulinum juga tergolong dalam kelompok ini, dengan masa inkubasi 18-36 jam (1 hingga 3 hari), dan dapat (meskipun kecil) menimbulkan diare (5 % pasien) maupun konstipasi.

Tampilan gejala sangat bergantung pada organ yang terkena (usus kecil atau besar) dan jasad renik patogen yang terlibat. Demam yang disertai diare berdarah-lendir, kram, atau tenesmus mencerminkan bahwa usus besar telaah diinvasi oleh jasad renik patogen. Jasad renik patogen tersebut, khususnya yang menginvasi usus besar, menyekresi enterotoksin.

Selain itu, masa inkubasi yang berdurasi sedang ini juga dapat disebabkan oleh Clostridium botulinum, yang menimbulkan gejala mual, muntah, dan gejala kerusakan saraf otonom. Diare hanya dialami oleh sekitar 5% pasien, sementara konstipasi dialami oleh lebih banyak penderita. Bayi yang mengalami botulisme mengalami kelemahan otot, yang timbul sebagai tangisan melemah, kesulitan mengisap (puting susu, atau dot) dan menelan, serta gagal napas. Bayi dapat mengalami hipotonia pada pemeriksaan fisik, meskipun tetap sadar.

3) Masa inkubasi lama (3-5 hari)

Rasa nyeri di perut (derajat ringan-sedang), malaise, demam sesaat, dan diikuti oleh diare cair merupakan gejala khas. Diare berdarah yang sering kali terjadi 3-4 hari setelahnya, menandakan perburukan penyakit. Bila kondisi ini (diare berdarah) tak ditangani, HUS (hemolytic uremic syndrome) akan terjadi sekitar 5-13 hari kemudian.

4) Masa inkubasi yang sangat lama (1-4 minggu)

Bakteri dengan masa inkubasi yang sangat lama meliputi Listeria monocytogenes dan Brucella militansi. Organisme lain dengan masa inkubasi yang sangat lama adalah golongan virus (hepatitis A), protozoa (toksoplasmosis), dan parasit (antara lain giardiasis, amebiasis, dan kriptosporidiosis). Diare yang disebabkan oleh listeriosis sesungguhnya berinkubasi dalam waktu kurang dari 48 jam, tetapi penyebaran sistemiknya baru terjadi beberapa minggu kemudian.

Makanan yang hampir selalu terkait dengan keracunan makanan, antara lain telur setengah matang (enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri), keluarga kerang, jamur liar, ikan laut, masakan Cina (keracunan akibat MSG), daging hewan (setengah matang atau hasil buruan), usus segar, keju, es krim, makanan kaleng, makanan yang disimpan dalam wajan berkarat (tercemar oleh seng, timah atau kadmium), dan buah segar (kemungkinan tercemar oleh pestisida). Selain itu, tidak sedikit pula kegiatan yang memudahkan terjadinya keracunan. Contoh kegiatan tersebut, antara lain pertanian dan perkebunan, kontak dengan hewan peliharaan, kegiatan di panti (terutama tempat penitipan anak, dan panti jompo), piknik (terutama di daerah pantai), perkemahan dan pesta.WOC (Web of Causation)2.5 Pemeriksaan Diagnosis1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan untuk menilai derajat deplesi cairan. Mulut kering, tak ada keringat di ketiak, dan kencing yang berkurang menandakan dehidrasi ringan. Hipotensi ortostatik, kulit yang kurang lentur, dan mata cekung mencerminkan dehidrasi sedang. Sementara itu, dehidrasi berat timbul sebagai hipotensi yang dikompensasi oleh takikardia, delirium, dan syok.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksan darah, air seni, tinja. Kultur tinja diindikasikan terutama bila pasien mengalami diare berdarah, nyeri perut yang hebat, atau dalam keadaan immunocompromised.

Spesimen yang akan diperiksa di laboratorium sangat bergantung pada penyebab dan jenis sampel. Spesimen harus segera diperoleh sebelum pasien diberi obat karena obat dapat mengacaukan hasil uji mikrobiologis. Sampel yang telah terkumpul disimpan dalam lemari es bersuhu C, terhitung mulai saat terkumpul hingga diterima di laboratorium. Namun, bila EHEC dicurigai sebagai penyebab, sampel harus dibekukan dalam freezer agar toksin tidak rusak.

Pengambilan spesimen sangat bergantung pada situasi, yaitu dapat diperoleh dari penderita, makanan sisa (termasuk sisa pangan yang belum diproses), dan pengolah makanan. Spesimen yang harus dikumpulkan meliputi tinja, urin, darah (serum), muntahan penderita, dan spesimen kontrol (orang yang menyantap makanan yang sama, tetapi tidak jatuh sakit). Pada kasus-kasus fatal, sampel darah, jaringan limpa, dan jaringan hati juga perlu diambil. Apusan terhadap perkakas tempat makanan diolah, juga harus dikumpulkan.Pengumpulan sampel harus memenuhi berbagai kriteria, antara lain, asepsis dan antisepsis; sampel makanan dikumpulkan (secepat mungkin) secara asepsis untuk selanjutnya disimpan dalam kemasan yang steril. Jika konsistensi makanan tersebut padat, ambil bagian tengah sebanyak 100-200 gram. Makanan cair harus terlebih dahulu dikocok sebelum dipindahkan sebagian ke dalam wadah steril. Proses pemeriksaan terhadap daging sama seperti yang lain, yaitu potong sebagian (100-200 gram) daging dan kulit dengan pisau steril, segera masukkan ke dalam wadah plastik, dan kemudian segera simpan dalam kotak pembeku freezer). Pada pengambilan apusan wajan bekas pengolahan makanan, kita menggunakan kapas lidi yang sebelumnya telah dibasahi dengan pepton cair steril 0,1%. Kapas lidi ini kemudian segera diletakkan di dalam media kaldu yang diperkaya (enrichment broth). Air untuk memasak, sebagai tambahan, diambil sebanyak kira-kira 1-5 liter.

Pewarnaan Gram dan Loeffler-methylene blue untuk memeriksa kemungkinan keberadaan leukosit dalam tinja, hanya membedakan penyakit apakah bersifat invasif atau tidak. Jika leukosit (atau eritrosit) ditemukan, atau bila pasien juga mengalami demam lebih dari 3 hari, sampel perlu dibiakkan, termasuk, tentu saja, kultur darah untuk menilai apakah bakteremia telah terjadi. Selain itu, jangan mengabaikan kemungkinan adanya infestasi parasit, terutama pada mereka yang kerap bepergian.

Kultur tinja perlu dilakukan ketika pasien mengalami penurunan fungsi kekebalan (immunocompromisecl), (hare berdarah, nyeri perut yang hebat, atau bila gejala klinis berangsur parah atau membandel. Tambahan pula, bila leukosit ditemukan dalam pemeriksaan tinja, yang mencerminkan peradangan kolon yang luas (dijiise colonic inflammation), atau bila diduga telah terjadi invasi (oleh Salmonella, Shigella, E. coll. atau Campylobactet), kultur tinja menjadi suatu keharusan.

Darah pasien yang telah mengalami infeksi sistemik atau bakteremia harus pula dikultur selain memeriksa kadar elektrolit, nilai BUN (Blood Urea Nitrogen), dan kreatinin sebagai acuan dalam penilaian derajat hidrasi dan respons peradangan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen) harus dilakukan bila pasien mengeluh perut kembung, sakit perut hebat, atau dicurigai sudah terjadi obstruksi atau perforasi. Jika diare telah bercampur darah, sigmoidoskopi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain yang bersamaan, seperti inflammatory bowel disease, shigellosis, disentri amuba, atau diare yang terkait dengan penggunaan antibiotik.2.6 Penatalaksanaan

Pertolongan pertama pada kasus keracunan makanan diantaranya:1) Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.2) Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya.3) Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam dapat menjadi alternatif jika norit tidak tersedia.4) Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi5) Apabila penderita dalam keadaan p[ingsan, bawa egera ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.Langkah penatalaksanaan pada keracunan makanan sebagai berikut :1) Tindakan EmergencyWalaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.

a. Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.

b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.

c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.2) Identifikasi Penyebab Keracunan

Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan. Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan,ialah :

a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan, termasuk yang sering dipakai.b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang obat yang digunakan.

c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan toksikologi

d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik

Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.3) Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.4) Anti dotum (Penawar Racun)

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.

a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg

b. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).

c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 4 6 8 dan 12 jam.

d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada keracunan makanan bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka dapat terjadi sebagai berikut :1) Kejang

2) Koma

3) Henti jantung

4) Henti napas

5) Syok

2.8 Prognosis

Kasus yang ringan tidak membutuhkan terapi selain anjuran rehidrasi oral. Kasus yang lebih berat mungkin perlu mendapat cairan intravena. Indikasi pemberian antibiotik adalah septikemia (yaitu demam, kultur darah positif). Siprofloksasin adalah antibiotik ini pertama yang baik, aktif terhadap bakteri pathogen umum (Salmonella, Shigella, dan Campylobacter spp.). Gejala persisten membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Penyebab tersering di antaranya adalah hipolaktasia sekunder, patologi pada saluran pencernaan yang mendasari (kolitis, penyakit seliaka), dan gangguan usus pascainfeksi.BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus Semu

Anak X berusia 10 tahun di bawa oleh ibunya ke RSUA, ibunya bercerita bahwa sepulang sekolah anak X membeli jajanan di depan sekolah, setelah makan jajanan tersebut Anak X mengeluh mules dan sakit perut kemudian diberi minyak kayu putih tapi tidak ada perubahan, anak X muntah disertai diare, pusing, dan selang beberapa saat dia tidak sadarkan diri, pada saat perjalanan menuju ke RS Anak X sempat mengalami kejang.

3.2 Pengkajian

3.2.1 Primary Surveya. Airway: jalan nafas tidak paten, suara nafas snoringb. Breathing: gerakan dada simetris, irama nafas cepat, pola nafas tidak teratur, dan pasien mengalami sesak nafas.

c. Circulation: nadi radialis teraba, sianosis, CRT >2dtkd. Disability: Respon Alert, kesadaran compos mentis, GCS: 456e. Exposure: - 3.2.2 Secondary Survey1) Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : Pasien mengeluh mules, sakit perut, muntah, diare, dan pusing

b. Riwayat kesehatan sekarang: Anak X berusia 10 tahun, setelah makan jajanan mengeluh mules dan sakit perut kemudian diberi minyak kayu putih tapi tidak ada perubahan, anak X muntah disertai diare, pusing, dan selang beberapa saat anak X tidak sadarkan diri, saat dibawa ke RS sempat menglami kejang.c. Riwayat kesehatan dahulu: Anak X tidak pernah mengalami keracunan sebelumnya, anak X tidak ada riwayat alergi.2) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: Kesadaran menurun TTV : TD: 130/90 Nadi: 100x/menit Suhu: 36oc RR: 26x/menitb. Pernafasan: Nafas tidak teratur, RR : 26x/menitc. Kardiovaskuler : Hipertensi, nadi aritmia, TD:130/90 Nadi: 100x/menitd. Persarafan: Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise.e. Gastrointestinal : Muntah, diaref. Integumen: kulit berkeringatg. Muskuloskeletal : Kelelahan, kelemahanh. Integritas Ego : Gelisah, pucati. Eliminasi : Diarej. Selaputlendir : Hipersalivak. Sensori : Mata mengecil/membesar, pupilmiosis.3.3 Analisa Data

NoDataEtiologiMasalahKeperawatan

1.Ds : ibu mengatakan anaknya mengeluh mules dan sakit perut,muntah, diare

Do : Diare tanpa disadari bau khas, warna hijau, feses cair.Intoksikasi makanan

Iritasi pada gastrointestinal

Muntah, Diare

Banyak cairan keluar tubuh

Kekurangan volume cairanKekurangan volume cairan

2.Ds : -

Do : nafas tidak teratur, RR: 26 x/menitIntoksikasi makanan

Iritasi saluran napas

Edema bronkus

Obstruksi trakheo bronkeal

Pola napas inefektifPola nafas inefektif

3.Ds : ibu mengatakan anaknya mengeluh muntah

Do : px muntah setelah makan

px mengalami gangguan menelanIntoksikasi makanan

Iritasi GIT

Mual dan muntah

Kehilangan reflek menelan

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhPerubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4.Ds : pasien tidak sadar

Do : bibir pucat, akral dingin, CRT> 2dtkIntoksikasi makanan

Iritasi ke miokard

Penurunan suplai O2 ke jaringan

Kekurangan O2

Gangguan perfusi jaringan Gangguan perfusi jaringan

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan b.d muntah, diare2. Pola nafas inefektif b.d obstruksi trakheo bronkeal

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia4. Perubahan perfusi jaringan b.d kekurangan O2

3.5 Intervensi Keperawatan

1. Defisit volume cairan b.d muntah, diareTujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak terjadi kekurangan cairan.Kriteria Hasil : tanda-tanda vital stabil, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, pengeluaran urine normal 1-2 cc/kgBB/jam

Intervensi Keperawatan :

NoIntervensi KeperawatanRasional

1Monitor pemasukan dan pengeluaran cairanDokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran dan penggantian cairan

2Monitor suhu kulit, palpasi denyut periferKulit dingin dan lembab, denyut yang lemah mengidentifikasi penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan penggantian cairan tambahan

3Catat adanya mual, muntah, dan perdarahanMual, muntah, dan perdarahan yang berlebih mengacu pada hipotermia

4Pantau tanda-tanda vitalHipotensi, takikardi, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehidrasi/hipovolemia)

5Berikan cairan parenteral dengan kolaborasi dengan tim medisUntuk mendukung volume cairan/mencegah hipotensi

6Kolaborasi dalam pemberian antiemetikMenghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pemasukan

7Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsurPemasukan peroral bergantung pada pengembalian fungsi gastrointestinal

8Pantau studi laboratorium (Hb, Ht)Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilangan cairan

2. Pola nafas inefektif b.d obstruksi trakheo bronkealTujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normaldan paru bersih.

Kriteria Hasil: suara napas normal

Intervensi Keperawatan :

NoIntervensi KeperawatanRasional

1Observasi tanda-tanda vitalUntuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan selanjutnya

2Berikan O2 sesuai anjuran dokterTerapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung

3Jika pernapasan depresi, berikan oksigen (ventilator) dan lakukan suctionVentilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas

4Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien.Kenyamanan fisik akan mengurangi kecemasan, dan istirahat mengurangi konsumsi oksigen miokard.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksiaTujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.Kriteria Hasil : mual muntah hilang, pasien mampu untuk menelan makanan, pasien mampu mengahabiskan porsi makanan.

Intervensi Keperawatan :

NoIntervensi KeperawatanRasional

1Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasienUntuk menetapkan tindakan selanjutnya

2Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur.Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan

3Berikan makanan dalam porsi kesil dan frekuensi seringUntuk menghindari mual

4Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hariUntuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi

5Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokterAntiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien meningkat

6Ukur berat badan pasien setiap mingguUntuk mengetahui status gizi pasien

4. Perubahan perfusi jaringan b.d kekurangan O2Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan dapat dipertahankan secara adekuat.

Kriteria Hasil : tidak ada sianosis, akral HKM, CRT dalam batas normal (