makalah imunologi

32
MAKALAH IMUNOLOGI RESPON IMUN TERHADAP VIRUS oleh: Ikrar Arumingtyas NIM: 201251046 INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL KAMAL JAKARTA 2012 1

Upload: hercoffee

Post on 05-Aug-2015

186 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH IMUNOLOGI

MAKALAH IMUNOLOGI

RESPON IMUN TERHADAP VIRUS

oleh:

Ikrar Arumingtyas

NIM: 201251046

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL KAMAL

JAKARTA

2012

1

Page 2: MAKALAH IMUNOLOGI

BAB I

A. VIRUS

Virus adalah suatu mikroorganisme yang sering mengganggu pertumbuhan sel di

dalam tubuh manusia. Hal ini dikarenakan virus menngunakan bagian sel tubuh dari

organisme untuk media bereproduksi dan mempeertahankan hidup dengan mengambil fungi

fungsi sel dalam tubuh inangnya. Virus memiliki ukuran mikroskopik, yaitu antara 15 – 600

nm, dan mengandung inti dari RNA/ DNA. Tiap - tiap virus memiliki afinitas terhadap sel sel

tertentu. Sebagai contoh, virus HIV hanya menyerang sel sel CD4+ pada sel darah putih, dan

virus Hepatitis C hanya menyerang sel sel liver.

Virus dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Double stranded DNA (e.g. Adenoviruses, Herpesviruses, Poxviruses)

2. Single stranded (+) sense DNA (e.g. Parvoviruses)

3. Double stranded RNA (e.g. Reoviruses)

4. Single stranded (+) RNA (e.g. Picornaviruses, Togaviruses)

5. Single stranded (-) sense RNA (e.g. Orthomyxoviruses, Rhabdoviruses)

6. Single stranded (+) sense RNA with DNA intermediate in lifecycle (e.g. Retroviruses)

7. Double stranded DNA with RNA intermediate (e.g. Hepadnaviruses)

Virus dapat bereplikasi jika menginfeksi tubuh host-inangnya dengan jalan melalui

proses enzimatik inangya. Oleh karena itu, suatu virus tidak dapat bereproduksi sendiri. Virus

memiliki material genetic,yang berupa protective protein coat yang disebut kapsid. Virus

Dapat menginfeksi berbagai varietas organisme, baik eukariot (hewan, tumbuhan, protista,

dan fungi) maupun prokariot (bacteria dan archae).Virus yang menginfeksi bakteri dikenal

bakteriophage (phage).

Infeksi virus dapat menyemabkan penyakit serius terhadap manusia. Sebagai contoh

adala penyakit AIDS, HIV, Rabies, dan lainnya. Terapi untuk menangani virus dengan

antibiotik tidak mampu memberikan efek terapi. Sebagai penggantinya, maka digunakan

antivirus.

Struktur virus yang lengkap memiliki virion, dimana asam nukleatnya dikelilingi oleh

proactive coat yang disebut kapsig (protein). Capsid tersusun dari proteun yang dikode oleh

viral genome.

2

Page 3: MAKALAH IMUNOLOGI

Siklus hidup virus terdiri dari 5 tahap, yakni: attachment, penetration, uncoating,

replication, dan release. Berikut adalah bahasan dari 5 tahap siklus hidup virus:

1. Attachment

Attachment adalah ikatan khas diantara viral capsid proteins and specific receptors

pada permukaan sel inang. Virus akan menyerang sel inang yang spesifik, contohnya

human immunodeficiency virus (HIV) hanya menginfeksi manusia pada sel T. karena

membran protein virus (gp120) dapat berinteraksi dengan CD4+ and reseptor pada

permukaan sel T.

2. Penetration

Viruse masuk ke sel inang menembus reseptor secara endocytosis atau melalui

mekanisme lain.

3. Uncoating

Uncoating adalah proses terdegradasinya viral kapsid oleh enzim viral atau host-

enzymes yang dihasilkan oleh veral genomic nucleat acid.

4. Replication

Replikasi virus dapat dilakukan secara litik maupun lisogenik. Meskipun media yang

digunakan untuk masuk virus ke sel inangnya berbeda – beda, tapi mekanisme dasar

pengadaan sama untuk senua virus. Siklus hidup virus yang paling mudah dipahami

adalah siklus hidup bakteriophage (phage). Phage biasa menggandakan diri dengan 2

mekanisme alternatif, yaitu daur litik (virulen), dan daur lisogenik (avirulen). Daur

litik berakhir dengan lisis (pecah) yaitu matinya sel induk, sedangkan daur lisogenik

berakhir dengan sel induk yang masih tetap hidup. Berikut adalah gambar daur hidup

virus mekanisme litik:

3

Page 4: MAKALAH IMUNOLOGI

Faga T4 memiliki sekitar 100 gen, yang ditranskripsi dan ditranlasi menggunakan

peralatan sel inangnya. Salah satu gen faga pertama yang ditranlasi setelah infeksi

mengkose enzim yang memotong DNA sel inang tersebut. DNA faga terlindungi

karena mengandung bentuk sitosin termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleg

enzim. Nukleotida yang dielamatkan dari DNA sel ini digunakan untuk membuat

salinan genom faga. Keseluruhan siklus litik, mulai dari pertama kali faga kontak

dengan permukaan sel sampai ke proses lisis, hanya menghabiskan waktu sekitar 20-

30 menit pada suhu 370C. Berikut adalah gambar daur hidup virus secara lisogenik:

4

Page 5: MAKALAH IMUNOLOGI

Pada fase ini, Profage akan berada di dalam tubuh bakteri selama bakteri masih

mempunyai virulensi. Ketika sel bakteri mengalami pembelahan, DNA virus yang

ikut terkopi sehingga terbentuklah dua bakteri yang masing-masing mempunyai

profage. Pembelahan sel bakteri dapat berulang-ulang dalam beberapa generasi dan

profagenya juga akan terbagi dalam beberapa generasi. Istilah lisogenik

mengimplikasikan bahwa profage pada kondisi tertentu, dapat menghasilkan phage

aktif yang melisis sel inangnya. Hal ini terjadi ketika genom lamda keluar dari

kromosom bakteri. Pada saat ini, genom lamda memerintahkan sel inang untuk

membuat phage yang utuh dan kemudian menghancurkan dirinya sendiri, melepaskan

partikel phage yang dapat menginfeksi. Yang mengubah virus dari menggunakan cara

lisogenik mnejadi cara litik adalah pemicu dari lingkungan, seperti radiasi atau adanya

beberapa zat kimia tertentu.

5. Release

Virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis. Enveloped viruses (e.g. HIV) dilepaskan

dari sel inangnya melalui “budding”. Disamping itu,virus mendapatkan phospholipid

envelope yang berisi kumpulan viral glycoproteins.

Mekanisme virus dalam menginfeksi inangnya berlangsung pada fase replikasi. Ada 3

cara virus menginfeksi inangnya, yakni sebagi berikut:

1. Penetrasi langsung (direct penetration)

Sebagian kecil virus telanjang masuk ke dalam sel inang melalui penetrasi langsung,

dimana proses ini virus hanya melekat pada reseptor membran sitoplasma dan yang

dimasukkan kedalam sel inang hanya asam nukleatnya saja (DNA atau RNA). Contoh

virus yang melakukan proses ini yaitu virus polio dan virus dengue.

5

Page 6: MAKALAH IMUNOLOGI

2. Fusi membran (membrane fusion)

Proses ini terjadi pada virus yang berselubung / bersampul, seluruh virus masuk ke

dalam sel inang. Sampul yang mengandung glikoprotein itu melebur dengan permukaan

membrane sel inang, peleburan ini berakibat dengan terbebasnya bahan nukleokapsid

ke dalam sitoplasma sel inang. Baru didalam sel inang virus melakukan proses

uncoating pelepasan asam nukleat (DNA atau RNA).

3. Endositosis (endocytosis)

Mekanisme lain yang terjadi pada virus bersampul / berselubung yaitu dengan proses

endositosis (fagositosis), dimana seluruh bagian virus masuk ke dalam sel inang.

Setelah virus masuk ke dalam sel inang diikuti dengan pelepasan selubung atau

pembuangan kapsid, proses ini terjadi di dalam vakuola fagositik dan disebabkan oleh

kerja enzim protease lisosimal (lizosim). Contoh virus yang melakukan proses ini yaitu

adenovirus dan virus herpes.

6

Page 7: MAKALAH IMUNOLOGI

B. RESPON IMUN TERHADAP VIRUS

Sistem imun sangat jelas berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada

semua vertebrata tingkat tinggi termasuk manusia. Hal ini berarti sistem imun mempunyai

sifat cepat tanggap dan bersifat sangat spesifik dalam upaya pencegahan terhadap infeksi

mikroorganisme yang menyerang tubuh. Proses respon imun adalah suatu proses interaksi

antara tuan rumah atau penjamu dengan mikroba patogen berupa respon imun spesifik dan

respon imun non spesifik.

Respon imun spesifik terdapat dalam sel dan darah yang akan membentuk imunitas

humoral dan imunitas seluler, sedangkan respon imun non spesifik adalah pertahanan tubuh

melalui suatu organ yang telah ada dalam tubuh sebelum terjadi infeksi, seperti kulit yang

memiliki asam laktat dan asam lemak dalam keringat, rambut silia dalam saluran nafas yang

dibantu dengan batuk dan bersin, mukosa usus yang menghambat masuknya mikroba ke

epitel usus, cairan lambung yang memiliki keasaman kuat yang mampu membunuh bakteri,

dan lain sebagainya.

Salah satu fungsi respon imun adalah mencari keseimbangan antara respon imun yang

berupa imunitas atau antibodi dengan antigen, seperti virus dan bakteri. Bila ada infeksi yang

menyerang tubuh, maka tubuh akan mencari keseimbangan antara penjamu dan agen (virus,

bakteri). Bila penjamu mempunyai kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang lebih tinggi

terhadap infeksi virus atau bakteri, maka tidak akan terjadi kerusakan sel maupun timbulnya

penyakit, dan sebaliknya.

Kejadian imunitas sendiri dipengaruhi oleh bebagai hal, diantaranya adalah umur,

genetik, nutrisi, dan lainnya. Sedangkan infeksi virus atau bakteri sendiri dipengaruhi oleh

virulensi virus, berat ringannya infeksi itu sendiri dan sifat sifat dari virus penginfeksi.

Dalam proses respon imun terdapat 3 fase penting yang dimulai dengan fase

pengenalan antigen, fase aktivasi, dan fase afektor. Pada fase pengenalan terhadap antigen

virus dikenal melaui permukaan dinding virus. Tubuh akan mengenalnya, kemudian imunitas

humoral akan mengeluarkan anti permukaan luar dinding virus. Kemudian fase aktivasi yang

dimulai dari aktivasi sel fagosit yang mngeluarkan sitokin yakni interleukin 1 (IL 1), dan

Tumor Necrotizing Factor (TNF a) yang berperan pada awal inflamasi. Pada fase efektor

yang terjadi adalah infalamsi pada daerah tersebut. Apabila antigen yang menyebabkan

infeksi tersebut tidak dapat dihilangkan, maka aktivasi sistem imun akan berlangsung terus,

dan pemberian tanda atau informasi akan diberikan ke seluruh pertahanan tubuh untuk dapat

bersama – sama menghancurkan virus tersebut. Pada keadaan ini, respon imun spesifik

7

Page 8: MAKALAH IMUNOLOGI

humoral yang diperankan oleh sel B, dan imunitas seluler yang diperankan oleh sel T sebagai

imunitas spesifik akan ikut diaktifkan untuk menghancurkan virus. Baik imunitas spesifik

maupun imunitas non spesifik ini tidak mampu menghancurkan virus secara sendiri – sendiri,

dibutuhkan kejasama keseluruhan sistem pertahan tubuh untuk menghancurkan virus tersebut

termasuk komplemen dan sistem pertahan tubuh lainnya. Dalam keadaan ini respon imun

humoral yang diperankan oleh sel B akan bekerja untuk menetralkan, meningkatkan

fagositosis, mengkaktivasi komplemen dan antibodi, kemudian menghancurkan virus.

Sedangkan sel T akan mampu mengidentifikasi virus dan sel sel yang terinfeksi. Reaksi

reaksi imun ini akan menimbulkan inflamasi yang tidak terbatas yang akan mampu

menimbulkan kerusakan sel dan jaringan.

8

Page 9: MAKALAH IMUNOLOGI

BAB II

A. SISTEM IMUN NON SPESIFIK TERHADAP VIRUS

Pada prinsipnya pertahan tubuh non spesifik diperankan oleh makrofag yang bersifat

fagositosis, sel NK yang merupakan sel pembunuh yang akan membunuh bakteri maupun

virus ekstra dan intra sel. Secara jelas respon imun non spesifik yang terjadi adalah timbulnya

interferon dan sel Natural Killer (sel NK).

Dua mekanisme utama dari sistem imun non spesifik terhadap virus adalah: (1)

infeksi virus secara langsung akan merangsang pembentukan sel IFN oleh sel sel yang

terinfeksi, sel IFN ini akan menghambat proses replikasi dari virus tersebut, (2) sel NK akan

mampu membunuh virus - virus yang terdapat di dalam sel tersebut walaupun virus akan

menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC Klas I. IFN tipe I akan meningkatkan

kerja sel NK untuk membunuh virus yang terdapat di dalam sel. Sebagai tambahan, aktivasi

komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstra sel dan

sirkulasi.

Sistem inum non spesifik terdiri atas: epitel (sebagai barrier terhadap infeksi), sel sel

dalam sirkulasi dan jaringan, dan beberapa protein plasma.

1. Epitel

Tempat masuknya virus, baik itu kulit, saluran gastrointestinal. Maupun sluran

pernafasan dilindungi oleh epitel yang berperan sebagai barrier fisik maupun kimiawi

terhadap infeksi virus. Sel epitel ini memproduksi antibodi peptida yang mampu

membunuh virus. Selain itu, epitel juga memgandung limfosit intraepitelial yang

mirip dengan sel T, namun hanya mempunyai reseptor antigen yang terbatas jenisnya.

2. Sistem fagosit

Terdapat 2 sistem fagosit di dalam tubuh yakni neurofil dan monosit yaitu sel darah

yang datang ke tempat terinfeksi kemudian mengeenalinya dan memkannya

(intracellular killing).

3. Sel Natural Killer (NK)

Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba

intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin

untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total limfosit

di darah dan organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula sitoplasma

dan mempunyai penanda permukaan (surface marker) yang khas. Sel ini tidak

mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel

9

Page 10: MAKALAH IMUNOLOGI

pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme pengenalan ini

belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor untuk molekul sel

pejamu (host cell), sebagian reseptor akan mengaktivasi sel NK dan sebagian yang

lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi bertugas untuk mengenali molekul di

permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus, serta mengenali fagosit yang

mengandung virus dan bakteri. Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas

untuk mengenali molekul permukaan sel pejamu yang normal (tidak terinfeksi).

Secara teoritis keadaan ini menunjukkan bahwa sel NK membunuh sel normal, akan

tetapi hal ini jarang terjadi karena sel NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan

mengenali sel normal kemudian menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini

spesifik terhadap berbagai alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC)

kelas I.

Terdapat 2 golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell immunoglobulin-like

receptor(KIR), serta reseptor yang mengandung protein CD94 dan subunit lectin yang

disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai struktur yang homolog dengan

imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini mengandung domains structural

motifs di sitoplasmanya yang dinamakan immunoreceptor tyrosine-based inhibitory

motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke residu tirosin ketika reseptor

berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM tersebut mengaktivasi protein dalam

sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase. Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari

residu tirosin dalam molekul sinyal (signaling molecules), akibatnya aktivasi sel NK

terhambat. Oleh sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu dengan MHC, sel

NK menjadi tidak aktif.

Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas I

pada sel yang terinfeksi, sehingga virus tersebut terhindar dari pemusnahan oleh sel T

sitotoksik CD8+. Jika hal ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK tidak teraktivasi sehingga

sel NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus. Kemampuan sel NK untuk

mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang diproduksi makrofag, diantaranya

interleukin-12 (IL-12). Sel NK juga mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari

berbagai antibodi IgG. Guna reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah

diselubungi antibodi (antibody-mediated humoral immunity).

Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein dalam

granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang

mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan

10

Page 11: MAKALAH IMUNOLOGI

apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang

digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah sel NK membunuh

sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu sel NK mensintesis dan

mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi makrofag. Sel NK dan

makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba intraselular: makrofag

memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi sel NK untuk

mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba

yang sudah dimakan tersebut.

Dalam respon virus terhadap jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) yang akan

membantu terjadinya respon imun bawaan. Peran antivirus dari IFN ini sangat besar

terutama dari IFN-a dan IFN-b. Kerja IFN sebagai antivirus adalah (1) meningkatkan

ekspresi MHC Kelas I, (2) aktivasi sel NK dan makrofag, (3) menghambat replikasi

virus, dan (4) menghambat penetrsi virus (budding) ke dalam sel yang terinfeksi.

Tubuh menggunakan sel T sitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan

oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada

keadaan dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan

hasil akhir dari infeksi.

4. Sistem komplemen

Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting

dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim

proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini

yang dinamakan enzymatic cascade.

Aktivasi komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, dan jalur

lektin. Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di permukaan

mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai protein pengatur

komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah). Jalur ini merupakan komponen

imunitas non spesifik, yang terdiri dari: (1) Jalur klasik dipicu setelah antibodi

berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini merupakan komponen humoral

pada imunitas spesifik. (2) Jalur lektin teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu

lektin pengikat manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan manosa di

permukaan mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik,

tetapi karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap

sebagai bagian dari imunitas non spesifik.

11

Page 12: MAKALAH IMUNOLOGI

Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk

memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3

yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement

cascade menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan

mengaktivasi reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda

pada cara dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.

Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama,

C3b menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan

fagosit (melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen

bersifat kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di

tempat aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa

pembentukanmembrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein polimerik

yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk lubang-lubang

sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian mikroba.

5. Sitokin pada imunitas non spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk

memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan protein

yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit

dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai

interleukin dengan alasan molekul tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada

leukosit (namun definisi ini terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan

bekerja pada sel lainnya). Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah

makrofag yang teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag

merupakan rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada

imunitas selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH).

Sitokin diproduksi dalam jumlah kecil sebagai respons terhadap stimulus eksternal

(misalnya mikroba). Sitokin ini kemudian berikatan dengan reseptor di sel target.

Sebagian besar sitokin bekerja pada sel yang memproduksinya (autokrin) atau pada

sel di sekitarnya (parakrin). Pada respons imun non spesifik, banyak makrofag akan

teraktivasi dan mensekresi sejumlah besar sitokin yang dapat bekerja jauh dari tempat

sekresinya (endokrin).

Sitokin pada imunitas non spesifik mempunyai bermacam-macam fungsi, misalnya

TNF, IL-1 dan kemokin berperan dalam penarikan neutrofil dan monosit ke tempat

12

Page 13: MAKALAH IMUNOLOGI

infeksi. Pada konsentrasi tinggi, TNF menimbulkan trombosis dan menurunkan

tekanan darah sebagai akibat dari kontraktilitas miokardium yang berkurang dan

vasodilatasi. Infeksi bakteri Gram negatif yang hebat dan luas dapat menyebabkan

syok septik. Manifestasi klinis dan patologis dari syok septik disebabkan oleh kadar

TNF yang sangat tinggi yang diproduksi oleh makrofag sebagai respons terhadap LPS

bakteri. Makrofag juga memproduksi IL-12 sebagai respons terhadap LPS dan

mikroba yang difagosit. Peran IL-12 adalah mengaktivasi sel NK yang akan

menghasilkan IFN-γ. Pada infeksi virus, makrofag dan sel yang terinfeksi

memproduksi interferon (IFN) tipe I. Interferon ini menghambat replikasi virus dan

mencegah penyebaran infeksi ke sel yang belum terkena.

6. Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik

Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan

melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara

mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi

mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui

jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang

homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin).

Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi melindungi

saluran napas dari infeksi. C-reactive protein(CRP) terikat ke fosforilkolin di mikroba

dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit (melalui reseptor CRP pada

makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan meningkat cepat pada infeksi. Hal

ini disebut sebagai respons fase akut (acute phase response).

Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis mikroba.

Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem komplemen, dan

protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri intraselular dan virus

diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin sebagai sarana penghubung fagosit

dan sel NK.

7. Peran imunitas non spesifik dalam menstimulasi imunitas spesifik

Selain mekanisme di atas, imunitas non spesifik berfungsi juga untuk menstimulasi

imunitas spesifik. Respons imun non spesifik menghasilkan suatu molekul yang

bersama-sama dengan antigen akan mengaktivasi limfosit T dan B. Aktivasi limfosit

yang spesifik terhadap suatu antigen membutuhkan 2 sinyal; sinyal pertama adalah

antigen itu sendiri, sedangkan mikroba, respons imun non spesifik terhadap mikroba,

dan sel pejamu yang rusak akibat mikroba merupakan sinyal kedua. Adanya “sinyal

13

Page 14: MAKALAH IMUNOLOGI

kedua” ini memastikan bahwa limfosit hanya berespons terhadap agen infeksius, dan

tidak berespons terhadap bahan-bahan non mikroba. Pada vaksinasi, respons imun

spesifik dapat dirangsang oleh antigen, tanpa adanya mikroba. Dalam hal ini,

pemberian antigen harus disertai dengan bahan tertentu yang disebut adjuvant.

Adjuvant akan merangsang respons imun non spesifik seperti halnya mikroba.

Sebagian besar adjuvant yang poten merupakan produk dari mikroba.

Mikroba dan IFN-γ yang dihasilkan oleh sel NK akan merangsang sel dendrit dan

makrofag untuk memproduksi 2 jenis “sinyal kedua” pengaktivasi limfosit T.

Pertama, sel dendrit dan makrofag mengekspresikan petanda permukaan yang disebut

ko-stimulator. Ko-stimulator ini berikatan dengan reseptor pada sel T naif, kemudian

bersama-sama dengan mekanisme pengenalan antigen akan mengaktivasi sel T (lihat

Gambar 4-2). Kedua, sel dendrit dan makrofag mensekresi IL-12. Interleukin ini

merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor pada imunitas selular .

Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada

aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada saat

limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d

yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini

mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam hal ini, produk

komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons imun humoral.

14

Page 15: MAKALAH IMUNOLOGI

B. PERANAN ANTIBODI TERHADAP INFEKSI VIRUS

Sistem imun melibatkan dari berbagai jenis sel yang memiliki fungsi terkait dalam

upaya memberikan dampak pertahanan tubuh dari virus. Jenis sel dari sistem membedakan

dari sel stem (sel tandan) dalam sumsum tulang, termasuk limsosit B dan sel T, makrofag,

granulosit, dan sel mast. Sel B merupakan sel penghasil antibodi yang menghasilkan antibodi

dan mengenali antigen (molekul asing yang terdapat dalam sistem imun). Pengenalan sel B

dari suatu antigen akan menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap antigen tersebut.

Terdapat 5 kelas antibodi yakni IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE. Kesemuanya memiliki

struktur dasar yang sama, yakni suatu polipeptida empat-rantai yang terdiri dari dua rantai

ringan (L), dan dua rantai berat (H), yang kesemuanya dihubungkan oleh suatu ikatan

disulfida. Suatu kelas antibodi diidentifikasi melalui jenis rantai berat yang dimilikinya.

Pertahanan yang efektif mengandalkan pada jumlah antibodi yang besar yang sistem

imunnya dapat diproduksi secara normal. Produksi antibodi mengandalkan jumlah gen yang

relative kecil, dimana penyusunan kembalinya membutuhkan rangkaian pengkodean, dan

menimbulkan keseragaman antibodi yang luas.

Jika terpapar oleh suatu antigen, tubuh akan meningkatkan respon kekebalan tubuh.

Setelah 7 hari setelah paparan atau pemberian antigen, aktivasi sistem imun dalam tubuh

diketahui dengan timbulnya antibodi dalam pembuluh darah. Titer antibodi (jumlah dalam

serum darah) akan mengalami peningkatan, mencapai konsentrasi tertinggi, kemudian

mengalami penurunan. Disebut sebgai respon imun primer, aktivasi dari sistem imun

menyebabkan proliferasi dari sel B yang menghasilkan antibodi yang mengenali antigen

monovalen atau multivalen tertentu. Dalam respon ini, antigen yang dihasilkan pertama kali

adalah dari kelas IgM, kemudian IgG yang diikuti dengan penurunan serentak sintesis IgM.

Antibodi IgM berfungsi untuk menetralkan antigen, sedangkan antibodi IgM berfugsi untuk

meningkatkan fagositosis dan mengaktivasi komplement untuk meningkatkan pertahanan

tubuh.

Jika seseorang divaksinasi terhadap suatu penyakit, tertentu, maka diberikan suatu

strain yang dilemahkan (avirulen), atau patogen yang dimatikan dari suatu penyakit. Dan

respon imun primer dari vaksinasi inilah yang memberikan proteksi dari paparan infeksi atau

pemberian antigen kedua inilah. Paparan atau pemberian antigen kedua inilah yang

menimbulkan respon imun sekunder. Dari tabel di bawah ini akan terlihat bahwa respon imun

sekunder lebih efektif dari respon imun primer dalam menghasilkan antibodi. Berikut adalah

rangkaian perjalan watu dari suatu respon imun terhadap suatu antigen:

15

Page 16: MAKALAH IMUNOLOGI

Respon sekunder berbeda dari respon imun primer dalam hal – hal berikut ini: (1)

sintesis antibodi terjadi lebih dini, (2) titer antibodi lebih tinggi, (3) kadar antibodi yang

tinggi menetap lebih lama. Pada kasus individu yang divaksinasi, respon sekunder yang

efektif adalah respon yang melindungi terhadap infeksi jika terjadi paparan dari patogen

hidup.

Aktivasi Sel B. Aktivasi sel B setelah mengikat suatu antigen memicu seleksi klonal,

yang melibatkan proliferasi, dan proses diferensiasi dari sel B. Dalam seleksi klonal,

proliferasi dan proses pematangan secara bermakna akan meningkatkan populasi sel B dan

produksi dari antibodi yang mengenali antigen.

Sel B yang menghasilkan antibodi disebut sel plasma, yang merupakan sel B yang

telah mengalami diferensiasi terminal, yaitu tumbuh menjadi lebih besar, mensekresi

sejumlah besar antibodi, dan berhenti bereproduksi. Sel plasma hanya hidup untuk beberapa

hari. Selain itu, juga dihasilkan tipe kedua dari sel B, yakni sel memori, berbeda dengan sel B

yang menghasilkan antibodi, sel memori lebih sebagai sel pengenal-antibodi. Dengan

demikian seleksi klonal dari sel B mempunyai peranan ganda yakni untuk melakukan

pertahan tubuh secara langsung, dan untuk mempertahankan sistem pemantauan terhadap

antigen tertentu.

16

Page 17: MAKALAH IMUNOLOGI

C. PERANAN SEL T SEBAGAI RESPON IMUN TERHADAP VIRUS

Kekebalan spesifik dari sistem imun diperankan oleh sel T. Dalam respon imun, sel T

merupakan pemeran kunci karena aktivasinya menyusun semua sistem pertahanan tubuh

yang secara kolektif akan melakukan perlindungan tubuh terhadap berbagai macam infeksi

virus. Suatu antigen harus dikenalkan pada sel T untuk memicu aktivasi perlindungan tubuh.

Limfosit T tidak mampu mengenal antigen secara langsung, tetapi akan mengenal antigen

tersebut melalui Major Histocompatibility Complex (MHC), molekul Clusster Of

Deferentiation (CD), dan T Cell Receptor (TCR). Molekul MHC kelas I berperan pada

pengenalan antigen pada infeksi virus, sedangkan MHC kelas II berperan pada pengenalan

antigen terhadap infeksi bakteri.

Dalam tubuh manusia, sistem imun diperankan oleh sel B dan sel T yang diproduksi

berturut-turut oleh sumsum tulang dan thymus. Kedua sel tersebut memiliki peran masing-

masing. Sel B membawa molekul-molekul antibodi pada permukaan sel yang dapat

mengindentifikasi dan menghancurkan virus, sedangkan sel T mampu mengidentifikasi virus

dan sel terinfeksi. Salah satu jenis sel T adalah CTL (cytotoxic Tlymphocyte), yang mampu

menghancurkan sel terinfeksi. Selain itu, CTL juga dapat mengeluarkan zat kimia yang

memicu reaksi di dalam sel terinfeksi. Reaksi yang terjadi dapat mencegah agar gen virus

(viral genome) tidak diekspresikan menjadi partikel-partikel virus baru. Pada saat virus

tertentu pertama kali menginfeksi sel dalam tubuh, respon imun yang bekerja adalah CTL,

sedangkan antibodi belum dapat diaktifkan. Hal ini dikarenakan sel B belum mengenal virus

tersebut.

Respon imun seluler dimulai dari aktivasi sel Helper (sel TH), dan makrofag yang

bekerjasama dengan baik. Makrofag merupakan suatu fagosit yang akan menelan dan

mendegradasi bahan bahan asing yang terjadi karena infeksi. Makrofag akan memfagosit

antigen, mengolahnya secara internal, kemudian memperlihatkannya ke permukaan sel, yaitu

berperan sebagai sel penyaji-antigen yang akan dikenali oleh sel T. Berikut adalah gambar

bagaimana suatu antigen dapat dikenal oleh sel T untuk melakukan sistem pertahanan tubuh:

17

Page 18: MAKALAH IMUNOLOGI

Reaksi respon imun seluler akan menghasilkan bahan mediator sitokin, dan

interleukin (IL) yang bertujuan mempertahankan tubuh dari infeksi. Secara morfologi dan

fungsional, populasi sel TH dibagi menjadi dua. Sel TH I berperan pada imunitas seluler,

infeksi pada sel, proses inflamasi, rejeksi transplantasi, dan sebagainya dengan mengeluarkan

sitokin dan interferon. Sedangkan sel TH II berperan pada alergi, infeksi parasit, produksi

IgE, rekruitmen eusinofil yang akan menghasilkan sitokin lainnya. Berikut adalah gambar

mekanisme respon imun spesifik seluler dan humoral terhadap infeksi virus:

Pada[[[mdcmk

ssssssss

18

Page 19: MAKALAH IMUNOLOGI

Pada gambar terlihat bahwa mekanisme respon spesifik ada dua jenis, yaitu respon

imun seluler, dan respon imun humoral. Respon spesifik ini memiliki peran penting, yakni:

(1) menetralkan antigen virus dengan berbagai cara yakni dengan menghambat perlekatan

virus terhadap reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak mampu

menembus membran sel, juga dengan mengaktivasi komplement yang menyebabkan agregasi

virus sehingga mudah difagositosis, serta (2) melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel

yang lisis. Respon imunitas seluler juga merupakan imunitas yang penting, terutama untuk

melakukan perlawanan terhadap virus nonsitopatik. Respon ini melibatkan sel T sitotoksik

yang bersifat protektif, sel NK, ADCC, MHC kelas I sehingga menyebabakan kerusakan sel

jaringan.

Interaksi antara sel penyaji-antigen dengan suatu sel T-penolong diikuti dengan

aktivasi sel T oleh interleukin I (IL I) yang dihasilkan oleh makrofag. Sel T penolong akan

mengaktivasi interleukin 2 (IL 2) dan berperan dlam meningkatkan suhu tubuh. Interleukin 2

merupakan suatu limfokin, yakni suatu protein yang dihasilkan oleh limfosit dan berindak

sebagai komunikator molekular diantara sel dengan sistem imun. Interleukin 2 bertindaka

sebagai faktor otokrin, mengaktivasi sel T penolong untuk mensitesis reseptor IL 2.

Kemudian, sebagai akibat dari dtimulasi IL 2, sel berproliferasi dan berdeferensiasi,

memperluas populasi sel T penolong antigen-spesifik. IL 2 sebagai pesuruh kimiawi, juga

diperlukan untuk proliferasi dari prekusor sel T sitotokksik teraktivasi-antigen. Dalam

strategi pertahanan, sel T sitotoksik akan mengenali dan melisis sel yang mengandung

antigen, contohnya antigen virus.

Sel T penolong yang teraktivasi juga akan merangsang sel B dengan menghasilkan

faktor diferensiasi dan pertumbuhan sel B yang menimbulkan proliferasi dan diferensiasi, dan

dengan demikian meningkatkan produksi antibodi terhadap antigen. Aktivasi sel T juga

mengaktivasi makrofag, yang diperantarai oleh interferon-ɣ (ɣ-IFN), limfokin lain yang

dihasilkan oleh sel T penolong yang diaktivasi. Makrofag fagositik mengenali dan menelan

antigen bebas. Interkasi sel T penolong dengan makrofag akan mengaktivasi sel T penolong,

sel T sitotoksik, sel B, makrofag, juga akan meningkatkan suhu tubuh. Berikut adalah skema

dari aktivasi sel T:

19

Page 20: MAKALAH IMUNOLOGI

Beberapa limfokin tambahan berperan secara kolektif untuk memberikan pertahanan

tubuh terhadap infeksi, diantaranya: (1) IL-3 berfungsi merangsang sel tandan multipotensial,

(2) IL-4 berfungsi untuk merangsang sel B, sel T, sel Mast, dan juga makrofag, (3) IL-5

berfungsi untuk pertumbuhan sel B dan faktor deferensiasi, merangsang sel T dan eusinofil,

penting untuk produksi IgM dan IgA, (4) IL-6 berfungsi menginduksi pematangan sel B

menjadi Ig yang memproduksi se

20

Page 21: MAKALAH IMUNOLOGI

BAB III

KESIMPULAN

Virus adalah mikroorganisme yang dapat mengganggu bahkan merusak sel atau

jaringan dalam tubuh dikarenakan sifat hidupnya yang merugikan host-nya Respon imun

terhadap suatu infeksi virus melaui imunitas non spesifik dan imunitas spesifik baik itu

imunitas seluler maupun imunitas humoral. Melibatkan berbagai jenis sel, diantaranya sel

Natural Killer (NK) yang akan membunuh patogen asing, sel B yang memproduksi antibodi

spesifik, sel T yang berperan dalam pengenalan antigen, dan lainnya yang secara kolektif

dengan fungsinya masing – masing meningkatkan pertahanan tubuh apabila terjadi infeksi

virus.

21

Page 22: MAKALAH IMUNOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Kurdhi, Arfawi, 2010, Analisis Model Dinamika Virus dalam Sel Tubuh dan Pengaruh

Respon Imun CTL, Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Notoatmojo, Harsoyo, 2004, Peran Imunitas Tubuh Terhadap Virus Hepatitis B pada Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

Nowak, M.A. and May, R.M, 2000, Virus Dynamics, Oxford University Press, Inc, New

York

Widjaja, Barata, 1996, Imunologi Dasar Edisi ke-3, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta

22