makalah imunisasi veron_denis
TRANSCRIPT
Makalah
IMUNISASI
Disusun oleh :
Veronica K. Olsuin, S. Ked
Denisse Ch. Lampus, S. Ked
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat
2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap
upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya
lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu
kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas
utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan
pemulihan(rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, “Paradigma Sehat” dilaksanakan
melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan
penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Dalam hal ini, imunisasi merupakan upaya prioritas yang dapat dipilih oleh semua
wilayah mengingat bahwa imunisasi merupakan upaya yang efektif dan diperlukan oleh semua
daerah. Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan
upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti
bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak
tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.
Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995
tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk
membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO). Penyakit lain yang sudah
dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta
campak. Untuk tetanus telah dikembangkan upaya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(MNTE) sedang terhadap campak dikembangkan upaya Reduksi Campak (RECAM). ERAPO,
MNTEdan RECAM juga merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara di
dunia
2
Imunisasi telah diakui sebagai upaya pencegahan suatu penyakit infeksi yang paling
sempurna dan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan
akan vaksin semakin meningkat seiring dengan keinginan dunia untuk mencegah berbagai
penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian.
Dalam lingkup pelayanan kesehatan , bidang preventif merupakan prioritas utama . mencegah
adalah lebih baik daripada mengobati. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk
rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap
200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang di lakukan dengan memberikan
vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu.(7)
Namun, untuk dapat melakukan imunisasi yang baik dan benar juga haruslah adanya
pengetahuan dan ketrampilan tentang vaksin( vaksinologi ), ilmu kekebalan tubuh ( imunologi )
dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Maka, dengan ini , pemberian imunisasi
kepada anak dapatlah kita memberikan perlindungan kepada anak serta meningkatkan imunitas
pada anak yang akhirnya bisa berefek kepada menurunnya insidens penyakit menular dan
mortalitas dan morbiditas pada masyarakat.
3
BAB II
A. DEFINISI
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah
vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin ( antigen ) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas ( antibodi ) dari sistem imun dalam tubuh. Jadi , imunisasi dan vaksinasi
adalah proses merangsang sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan virus atau bakteri
hidup yang dibunuh, bagian bagian tubuh dari bakteri atau virus atau racun dari bakteri yang
sudah dimodifikasi secara oral atau suntik.
B. PEMBAGIAN IMUNITAS
Imunitas bisa dibagi kepada dua yaitu imunitas pasif dan imunitas aktif. Imunitas pasif
bermaksud imunitas yang didapatkan dari luar sedangkan imunitas aktif pula dalah imunitas
yang didapatkan dari dalam tubuh kita sendiri. Contohnya janin yang baru lahir mendapat
imunitas dari ibunya( imunitas pasif )namun imunitas itu tidak bertahan lama. Imunitas aktif
lebih bertahan lama karena tubuh kita terpajan sendiri oleh antigen itu dan tubuh kita sendiri
membuat pertahanan terhadap infeksi jadi imunits ini bertahan lebih lama karena ada memori
imunologi.
C. TUJUAN IMUNISASI
Tujuan pemberian imunisasi adalah :
- Untuk melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu ( intermediate goal )
- Menurunkan prevalensi penyakit ( mengubah epidemiologi penyakit )
- Eradikasi penyakit ( final goal )
Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:
4
1. Status Imun Penjamu:
Adanya Ab spesifik pada penjamu mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, misalnya jika
bayi telah mendapat antibody maternal spesifik terhadap virus campak , bila vaksinasi campak
diberikan pada saat kadar antibody spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang
kurang memuaskan .Sama juga pada air susu ibu ( ASI ) yang mengandung IgA sekretorik
( sIgA ) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan
secara oral. Namun begitu , kandungan sIgA dalam ASI sebenarnya sudah rendah pada waku
bayi berumur beberapa bulan. Tambahan pula didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan di
FKUI / RSCM Bagian IKA Sub Bagian Alergi-Imunologi , Jakarta dan didapatkan bahwa sIgA
polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi
dalam kolostrum, jadi jika diberikan vaksinasi polio pada masa pemberian kolostrum( kurang
atau sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ) , hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan
dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Pada neonatus sistem imunologiknya masih belum matur contohnya fungsi makrofag dan
antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih lemah. Jadi dengan ini, pemberian vaksinasi
pada neonatus memberikan hasil yang kurang memuaskan berbanding pemberian vaksinasi pada
anak. Oleh karena itu pemberian vaksinasi pada bayi di bawah 2 bulan sering adanya vaksinasi
ulangan atau booster.
2. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu dibagi kepada baik, cukup atau
rendah. Maka oleh karena itu , keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3. Kualitas vaksin
a. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik
b. Dosis vaksin
- jika tinggi menghambat respon imun yang diharapkan dan bisa menimbulkan efek samping
5
- jika rendah tidak merangsang sel imunokompeten
Oleh karena itu , dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
c. Frekuensi Pemberian
- Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi .Di samping frekuensi , jarak
pemberian pun akan mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan
pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang
sel imunokompeten. Bahkan ini dapat terjadi apa yang disebutkan sebagai reaksi arthus, yaitu
bengkak kemerahan di aerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi
local sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu , pemberian booster harus sesuai seperti yang
dianjurkan hasil uji klinis.
d. Ajuvan
- Ajuvan adalah zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag dengan mempertahankan Ag
tidak cepat hilang di tempat atau dekat dengan tempat suntikan , dan mengaktifkan sel
munokompeten yaitu APC ( antigen presenting cell )untuk memproses Ag secara eektif dan
memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
e. Jenis Vaksin
vaksin bisa terdiri dari bakteri atau virus hidup yang dilemahkan dan bakteri atau virus yang
diinaktifkan ( killed atau inactivated vaccine ) atau bagian / komponen dari mikroorganisme.
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik berbanding jenis yang lain. Contohnya
vaksin hidup yang dilemahkan ( atenuasi ) adalah polio, campak dan BCG. Vaksin mati seperti
pertusis dan eksotoksin seperti toksoid, difteri dan tetanus. Atenuasi diperoleh dengan
memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, mislanya suhu tinggi atau rendah, kondisi
anaerob atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang
ditanam selama 13tahun.
BAB III
6
JENIS DAN TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI
A. Rantai vaksin
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang
telah ditetapkan agar memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat
pemberinanya pada sasaran.
B. Sifat vaksin
Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau suhu
pembekuan. Contoh : hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan. Contoh :
polio, BCG dan campak
7
C. Penanganan vaksin sisa
Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh dipergunakan lagi
Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas, poliklinik), sisa vaksin dapat
dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut :
o Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
o Tetap disimpan dalam suhu +2ᴼC sd 8ᴼC
o Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
o VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
o Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
o Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4
minggu sejak vial vaksin dibuka
o Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka
o Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan
tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG hanya boleh
digunakan 3 jam setelah dilarutkan
D. Tata cara pemberian imunisasi
Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak
divaksinasi
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang
tidak diharapkan
Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa
mengenai persetujuan yang telah diberikan
8
Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan
imunisasi
Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa
tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan
adanya kerusakan
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain
untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan
Berikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut
arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin
E. Setelah pemberian vaksin
Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam
kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar
ketinggalan bila diperlukan
Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci
bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip
higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus
dikerjakan
F. Pengenceran
9
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan
dalam periode tertentu
G. Teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin
Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di
desinfeksi)
Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis
Kulit yang akan disuntik dibersihkan
Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak mudah
robek dan bocor
Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak
H. JENIS-JENIS VAKSIN
1. IMUNISASI BCG
- Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa
100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup
yang dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin
- Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan secara intra kutan di daerah insertio m.
deltoid -dengan dosis 0,05 ml, sebelah kanan
- Imunisasi ulang tidak perlu, karena keberhasilannya diragukan
10
- Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah
dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada
suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).2
Cara penyuntikan BCG
• Bersihkan lengan dengan kapas air
• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang
menghadap keatas.
• Suntikan 0,05 ml intra kutan
merasakan tahan
benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
Kenapa suntikan intra kutan?
- Vaksin BCG yang disuntik di lapisan chorium kulit sebagai depo yang kemudian
berkembang biak dengan dilihat adanya reaksi indurasi, eritema, pustula
- Setelah cukup berkembang sub kutankapiler, kelenjar limfe, peredaran darah
- Bayi kulitnya tipis jadi secara intra kutan sulit. Maka dengan itu sering suntikan sub
kutan
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1. Reaksi normal lokal
• 2 minggu indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula
• 3-4 minggu pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
• 8-12 minggu ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.
11
2. Reaksi regional pada kelenjar
• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh
• Kadang terjadi di kelenjar axila dan servikal (normal BCG)
• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)
• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.
Komplikasi
1. Abses di tempat suntikan
• Abses bersifat tenang (cold abses)tidak perlu terapi
• Abses matang aspirasi
2. Limfadenitis supurativa
• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi
• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Terapi tuberkulostatik dapat mempercepat pengecilan.
Reaksi pada yang pernah tertular TBC:
• Koch Phenomenon yaitu reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) . 4-6
minggu timbul scar.
• Imunisasi bayi > 2 bulan harus tes tuberkulin (Mantoux)
• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC
12
• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan
• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan
• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.
< 5 mm : negatif
6-9 mm : meragukan
10 mm : positif
Jika Tes Mantoux (-) maka bisa diimunisasi
Kontraindikasi
• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan
• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi
• Hamil
2. IMUNISASI HEPATITIS B
• Vaksin berisi HBsAg murni
• Diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir
+ imunisasi Hepatitis B
• Dosis kedua 1 bulan berikutnya
13
• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)
• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian
• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997
Efek samping
• Demam ringan
• Perasaan tidak enak pada pencernaan
• Rekasi nyeri pada tempat suntikan
Tidak ada kontraindikasi
3. IMUNISASI POLIO
• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam
amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah.2
• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
• Ada 2 jenis vaksin
– IPV salk
– OPV sabin ( IgA lokal )
14
Vaksin virus polio oral (OPV)
OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi
sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang
distabilkan dengan sukrosa
Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin
ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi baik dalam
darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus
polio liar yang datang masuk kemudian
Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8ᴼC. OPV dapat disimpan beku
pada temperatur 20ᴼC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan
antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu
merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat
terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai
lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif
dengan formaldehid
IPV harus disimpan pada suhu 2-8ᴼC dan tidak boleh dibekukan
Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing dosis
2 bulan
Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang
ditimbulkan OPV
OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000
Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3
dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu
15
Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat
diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B
Imunisasi penguat (booster)
Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat
diberikan dosis DPT sebagai penguat
Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum
meninggalkan sekolah
Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi
penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus,
Imunisasi untuk orang dewasa
Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis
berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu
Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat menyelesaikan
vaksinasinya tanpa mengulang lagi
Demua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak boleh ada
yang tertinggal
KIPI
Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala
Pusing-pusing
Diare ringan
Sakit pada otot
Kontrai indikasi pemberian OPV
Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C)
Muntah atau diare
16
Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun
suntikan, juga pengobatan radiasi umum
Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial
seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu,
misal pada hipo-gamaglobulinemia
Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak
4. IMUNISASI DPT
Terdiri dari :
a) toxoid difteri racun yang dilemahkan
b) Bordittela pertusis bakteri yang dilemahkan
c) toxoid tetanus racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
Vaksin DPT
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap
penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
Difteri dan tetanus : toksoid yang dimurnikan
Pertusis : bakteri mati, terabsorbsi dalam alumunium fosfat
Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus, alumunium
fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg
Toksoid Difteria
Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated
formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis
17
Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan yang
diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat masuk
sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga
Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT)
Vaksin pertusis
Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated
vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati
Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus
Toksoid tetanus
Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan
Kemasan tunggal (TT)
Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT)
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)
Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum (ETN) DPT I, DT
atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut :
Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus
pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa
18
Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun
yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada bayi dan anak
dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang
imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak
dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa
Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau
DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid tetanus pada
anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa
Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan
perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan
terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
Indikasi kontra
Riwayat anafilaksis
Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
KIPI
Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan
Demam, gelisah, menangis terus menerus
Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis
Kontraindikasi
• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang
• Ada riwayat kejang
• Penyakit degeneratif
19
• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan,
hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.
5. IMUNISASI CAMPAK(2)
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan +
kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.
• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius
• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian
encefalitis lebih jarang
Kontraindikasi:
* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur,
hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.
* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.
* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak
5. IMUNISASI HIB
• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B
20
• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali
• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.
• Dosis 0,5 ml diberikan IM
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Di Asia belum diberikan secara rutin. Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika,
Australia.
6. IMUNISASI MMR
- Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:
- Measles strain moraten (campak)
- Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
- Rubela strain RA (campak jerman)
- Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun
- Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi
lain.
- Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya
mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur
7. IMUNISASI TYPHUS
- Tersedia 2 jenis vaksin:
- A) suntikan (typhim) >2 tahun
21
- B) oral (vivotif) > 6 tahun, 3 dosis
- Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM.
Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
- • Disimpan pada suhu 2-8°C
- • Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
- • Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
- Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi
tempat suntikan, daire, muntah.
8. IMUNISASI VARICELLA
- Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa
diberikan pada umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan
- Penyimpanan pada suhu 2-8°C
- Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan,
terapi imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.
- Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.
9. IMUNISASI HEPATITIS A
- Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi
dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated
virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal
kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu makan
22
10. VAKSIN COMBO
- Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah
penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen
dari galur multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV
- Tujuan pemberian
• Jumlah suntikan kurang
• Jumlah kunjungan kurang
• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik
• Penambahan program imunisasi baru mudah
• Imunisasi terlambat mudah dikejar
• Biaya lebih murah
- Daya proteksi
- Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif.
Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat
antibodi utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua
berubah. Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri
berat lebih sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi
menjadi lebih tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah
11. IMUNISASI PNEUMOKOKUS
Vaksin Pneumokokkus (Prevenar)
Terdiri dari 7 sakarida yang berbeda (serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F)
Konjugasi dengan 20 ug dari masing-masing 6 serotipe
Bebas pengawet dan bebas thimerosal
23
Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuscular
Manfaat : mengurangi resiko invasive pneumococcal disease (IPD), radang paru
(pneumonia), radang telinga tengah dan pengobatannya, pembawa kuman
(nashoparyngeal carriage), Occult becteremia, dan mungkin efektif pada anak yang tak
responsif dengan vaksin pneumokokkus polisakarida (PPV)
12. IMUNISASI INFLUENZA-1
Vaksin Influenza-1
Virus tidak aktif dalam prefilled syringe (PFS)
Bahan lain : telur, neomisin, formaldehid
Penyimpanan pada suhu 2-8ᴼC , jangan terkena sinar matahari maupun beku
Tiap tahun starin dapat berbeda berdasarkan rekomendasi WHO : selatan dan utara
Strain 2004 untuk daerah selatan
o H1N1 (new Caledonia/20/99)
o H3N2 (Fujian/411/2002)
o Hongkong/330/2001
o Penyuntikan dilakukan secara intramuscular atau subcutan
6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml, <8 tahun perlu booster 4 minggu kemudian
Vaksinasi diulang tiap tahun
COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)
• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.
• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat
24
• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkunci
• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.
• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.
• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang
berisi es.
25
BAB IV
KESIMPULAN
Imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi yang paling efektif untuk
meningkatkan mutu kesehatan masyarakat akan diikuti denga pemakaian vaksin dalam dosis
besar. Seiring dengan penggunaan vaksin secara massal, kejadian ikutan pasca imunisasi akan
semakin kerap dijumpai. Kewaspadaan dan ketelitian dalam melaksanakan imunisasi kan
mengurangi KIPI yang terjadi . penanganan segera disertai pelaporan dan pencatatan kasus KIPI
akan sangat berguna dalam memperbaiki pelaksanaan program imunisasi dan menignkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap manfaat imunisasi di negara kita.
26
(1)
(1)
27
(1)
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Widodo Judarwanto. Children Imunization Clinic. Web. 30 November 2010.Last
updated May 2nd 2009. http://immunizationclinic.wordpress.com/2009/05/02/jadwal-
imunisasi-anak-terbaru-rekomendasi-ikatan-dokter-anak-indonesia/.
2. Pusat Informasi Penyakit Infeksi dan Penyakit Menula Indonesia. Available at :
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15. Accessed on 29 November 2010
3. WHO on Immunization. Available at : http://www.who.int/topics/immunization/en/.
Accessed on 1st December 2010
4. Sri Rezeki S.H. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.Sari Pediatri. Vol 2, no.1, Juni 2000.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2- 10
5. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. Sari Pediatri. Vol 2, no.1,
Juni 2000. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 43-47
6. Subdin Kesehatan Masyarakat. Available at : http://imunisasi-dinkesdki.net/. Accessed
on 1st December 2010.
7. Buku Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, tahun
2001.
8. IDAI. Pedoman imunisasi di Indonesia.Penerbit Sagung Seto. 2005. hal 88
9. Anonymous. Catatan Kuliah Lentera Impian. Available at :
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/imunisasi/. Accessed on 2 December
2010.
30