makalah im

Upload: putrinadiafp

Post on 19-Oct-2015

180 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah imkg

TRANSCRIPT

  • 5/28/2018 Makalah Im

    1/30

    1

    TUJUAN

    1. Menjelaskan tentang definisi dan penggunaan resin heat cured acrylicdalamkedokteran gigi.

    2. Mengetahui cara manipulasi resin heat cured acrylicdalam membuat denturebase.

    3. Mengetahui sifat-sifat dari resin heat cured acrylic yang digunakan sebagaidenture base.

  • 5/28/2018 Makalah Im

    2/30

    2

    RESIN AKRILIK HEAT CURED

    1. Introduction

    1.1. Definisi

    Menurut spesifikasi ANSI/ADA No. 12 (ISO 1567) untuk Resin Basis Gigi

    Tiruan. Pada umumnya plastik yang dilapisi oleh beberapa spesifikasi termasuk

    asetil, akrilik, karbonat, ester asam dimetakrilat, styrene, sulfonat dan vinil

    polimer. Atau bisa juga terbentuk dari pencampuran beberapa polimer menjadi

    kopolimer. Terdapat lima jenis resin basis gigi tiruan berdasarkan cara

    polimerisasinya. Resin heat cured akrilik merupakan tipe I, yaitu Heat-

    Polymerizable Polymers / Heat Cured Acrylic (Class 1, Powder dan Liquid; Class

    2, Plastic Cake).

    Resin akrilik heat-cured adalah resin akrilik yang polimerisasinya dilakukan

    dengan pemanasan, bahan ini rnerupakan bahan basis gigi tiruan yang paling

    sering dipakai sampai saat ini. Metode polimerisasi resin akrilik heat-cured ini

    dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan pemanasan

    konvensional yaitu kuring dengan pemanasan air dan pemanasan gelombang

    mikro (Munadziroh, 2004).

    1.2. Komposisi

    Resin heat cured akrilik tersedia dalam bentuk bubuk dan cair. Bubuk yang

    diberikan mempunyai berat molekul yang sangat tinggi. Ini berisi kopolimer dari

    PMMA dalam bentuk bola atau kristal-kristal beserta inisiator berupa benzoil

    peroksida. Pigmen sebagai pewarna dan serat juga sering ditambahkan untuk

    memperbaiki estetika. Sedangkan, bubuk terdiri dari monomer metil metakrilat

    (MMA) dengan cross linking agent (biasanya 5-15% ethylene glycol

    dimetakrilat) dan sejumlah kecil inhibitor (hydroquinone) untuk menghindari

    polimerisasi dini dan untuk meningkatkan shelf life. Cross linkingditambahkan

    untuk mengurangi kemungkinan terjadinya retakan kecil pada permukaan

  • 5/28/2018 Makalah Im

    3/30

    3

    denture ketika mengering. MMA adalah cairan yang mudah terbakar dengan

    viskositas rendah, seperti air. MMA mudah menguap dan mendidih pada suhu

    100C. Ketika polimerisasi, MMA menyusut sekitar 21% dari volume. Hal ini

    dapat menyebabkan iritasi fisik pada kulit, seperti gatal. Sebuah resin heat cured

    akrilik dapat menghasilkan monomer sisa minimal sebanyak 0,3%-2%.

    (Elhereksi, 2006).

    1.3. Properties

    Properties dari resin akrilik jenis heat-cured ini penting untuk diketahui.

    Karena dengan ini, kita dapat mengetahui jenis dan sifat keseluruhan dari resin

    akrilik jenis heat-cured. Bagaimana kekuatan dan kompabilitas dari jenis resinini. Hal ini yang kemudian akan berpengaruh pada hasil prostesa yang terbuat

    dari resin akrilik. Pengetahuan tentang properties ini dimaksudkan untuk

    mengetahui bagaimana kita mengetahui sifat resin akrilik agar kita dapat

    membuat prostesa dengan tepat dan nyaman. Klasifikasi dari properties yang

    penting kita ketahui termasuk polymerization shrinkage, porositas, kemampuan

    menyerap air,solubility, dan crazing(Anusavice, 2003).

    Tabel 1.1. Properties dari resin akrilik jenis heat-cured(Craig et al., 2004).

    Propert ies of Heat-Processed Acryli c Denture Base Materi alsTensile Strength 55 Mpa (8000 psi)

    Compressive Strength 76 Mpa (11.000 psi)

    Propotional Limit 26 Mpa

    Elastic Modulus 3800 MPa

    Impact Strength 1 cm kg/cm

    Elongation 2 %

    Transverse Deflection

    @ 3500gm 2 mm

    @ 5000gm 4 mm

    Fatigue Strength

  • 5/28/2018 Makalah Im

    4/30

    4

    @ 2500 lbs/in(17 Mpa) 1.500.000 cycles

    Knoop Hardness 15 kg/mm2

    Thermal Conductivity 0.0006cal/sec/cm2(oC/cm)

    Heat distortion temperature 95oC

    Polymerization shrinkage (volumetric)* 6%

    Polymerization shrinkage(linear) 0,2%-0,5%

    Water sorption(24 jam) 0,6 mg/cm2

    Water solubility 0,02 mg/cm2

    Adhesion to metal None

    Adhesion to acrylic (tensile) 41 Mpa

    Wear Resistance FairColor Stability Good

    Taste or odor None

    Tissue Compatibility Good

    *Based on polymer-monomer mixture of 3:1

    Menurut tabel di atas dapat kita lihat bahwasanya resin akrilik bukanlah

    material yang kuat, terbukti pada knoop hardnessnya yang hanya 15 kg.

    Meskipun resin akrilik termasuk tahan terhadap kepatahan, namun resin akrilik

    akan hancur dan patah bila terjatuh ke tanah (Hatrick et al., 2003).

    Resin akrilik ini juga mempunyai sifat yang tidak rentan terhadap perubahan

    suhu yang tiba-tiba dan mendadak. Resin akrilik, khususnya pada protesa bila

    terjadi adanya peerubahan suhu yang tiba-tiba akan dapat mengganggu pemakai

    protesanya. Seperti contoh bila seorang pasien memakan minuman dingin

    kemudian dilanjutkan dengan makan makanan panas, maka bisa saja pasien

    tersebut dapat merasakan sensasi burning-mouth pada mulutnya (Craig et al.,2004).

    Resin akrilik juga dapat berdistorsi karena sifatnya yang menyerap air cukup

    tinggi, yakni 0.6 mg/cm2. Untuk itu, ini dapat berpengaruh pada keakuratan dan

    kenyamanan dari pasien. Cara mencegah hal itu terjadi adalah dengan cara tidak

  • 5/28/2018 Makalah Im

    5/30

    5

    merendam hasil proteda pada air yang bertenpeatur tinggi, karena distorsi yang

    ditimbulkan juga semakin banyak. Color stability dari jenis ini juga bagus dan

    tidak menimbulkan rasa yang tidak enak pada pasien. Ditambah lagi dengan

    kompatibilitas dari resin akrilik yang baik menyebabkan masih seringnya akrilik

    jenis heat-cured digunakan (Craig et al., 2004).

    1.4. Penyimpanan

    Penyimpanan resin akrilik merupakan hal yang perlu kita perhatikan, karena

    penyimpanan memegang peranan penting dalam manipulasi resin akrilik.

    Dengan penyimpanan yang tidak benar dan tidak sesuai prosedur dapat

    mempengaruhi hasil dari resin akrilik tersebut (Anusavice, 2003).Penyimpanan yang tidak benar juga dapat membahayakan para dokter gigi

    dan orang-orang yang terlibat langsung dengan pemanipulasian resin akrilik.

    Kandungan monomer sisa pada resin akriliklah yang membuat bahan material ini

    menjadi sangat patut untuk disimpan dengan hati-hati (Anusavice, 2003).

    Resin akrilik disarankan untuk disimpan pada temperatur dan waktu

    tertentu. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan. Jika tidak, komponen-

    komponen dan komposisi yang ada pada resin akrilik dapat berubah, sehingga

    akan mempengaruhi cara kerja dari resin ini, misalnya pada sifat fisik dan kimia

    dari denture base(Anusavice, 2003).

    Beberapa heat-curing liquid-powder resin dan self-curing materials

    diformulasikan untuk dapat bertahan pada temperatur yang tinggi dalam

    beberapa waktu tertentu tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Tetapi

    bagaimanapun, penyimpanan resin akrilik ini memang berhubungan dengan hasil

    manipulasi sehingga perlu lebih berhati-hati (Philips, 1982).

    Salah satu sifat dari bahan ini yang dapat menyerap air adalah salah satu

    faktor yang membuat resin harus disimpan dengan teliti. Hal ini mempengaruhi

    ratio pada polimer dan monomernya. Bila bubuk sudah menyerap air, otomatis

    massa dari bubuk juga ikut bertambah. Ini menyebabkan perubahan dari hasil

    akhir sehingga bisa-bisa prostesa menjadi tidak fit dan akurat. Resin harus

  • 5/28/2018 Makalah Im

    6/30

    6

    disimpan pada tempat yang tertutup dan kedap udara, seperti toples dan

    sebagainya. Hal ini mencegah agar tidak terjadi evaporasi pada bahan dan

    menyeimbangkan komposisi kimia dari liquid (Philips, 1982).

    Prostesa resin akrilik juga mempunyai sifat yang sensitif terhadap air.

    Prostesa juga mudah untuk mengabsorpsi air. Pasien seharusnya menjaga dan

    menyimpan prostesanya pada daerah yang lembab. Perlakuan ini mencegah agar

    tidak terjadi perubahan dimensi pada prostesa tersebut karena apabila terjadi hal

    tersebut akibatnya prostesa tidak fit kembali. Prostesa dapat ditempatkan di

    wadah berisi air dan sedikit mouthwash untuk lebih menyegarkannya. Tidak

    dianjurkan ditempatkan pada alkohol karena dapat mempengaruhi sifat dari soft

    linerprostesa (Carol et al., 2003).

    2. Manipulasi

    2.1. Perbandingan Polimer-Monomer

    Bahan basis protesa poli (metil metakrilat) biasanya dikemas dalam sistem

    bubuk bubuk-cairan. Cairan mengandung metal metakrilat tidak terpolimer dan

    bubuk mengandung butir-butir resin poli (metil metakrilat) pra-polimerisasi dan

    sejumlah kecil benzoil peroksida (inisiator). Bila cairan dan bubuk diaduk dengan

    proporsi yang tepat, diperoleh massa yang dapat dibentuk. Kemudian, bahan

    dimasukkan ke dalam mold dari bentuk yang diinginkan serta dipolimerisasi.

    Setelah proses polimerisasi selesai, hasil protesa dikeluarkan dan dipersiapkan

    untuk dipasang pada pasien (Annusavice, 2003).

    Metode umum untuk memproses akrilik heat cured yaitu dengan mencampur

    bubuk polimer dan cairan monomer dengan sebuah perbandingan sehingga

    menjadikan monomer dapat bereaksi secara fisik dengan polimer sampai tercapai

    fase dough stage (Craig, 1993).

    Perbandingan polimer dan monomer yang tepat sangat penting untuk

    membuat protesa yang cocok dengan sifat-sifat fisik yang diharapkan. Secara

    klinis, polimerisasi resin basis protesa menghasilkan pengerutan volum dan linier.

    Penelitian menunjukkan bahwa polimerisasi metil metakrilat untuk membentuk

  • 5/28/2018 Makalah Im

    7/30

    7

    poli(metil metakrilat) memberikan penurunan sebesar 21% dari volume bahan.

    Seperti diperkirakan pengerutan volume sebesar 21 % akan menciptakan kesulitan

    yang bermakna dalam pembuatan dan penggunaan basis protesa. Untuk

    mengurangi perubahan dimensi, pabrik pembuat resin melakukan pra-polimerisasi

    suatu bagian nyata dari bahan basis protesa (Annusavice, 2003).

    Perbandingan antara monomer: polimer dalam pencampuran adalah penting,

    karena perubahan dimensi yang terjadi saat polimerisasi disebabkan oleh

    kontraksi monomer. Perubahan struktur dari molekul monomer bebas menjadi

    polimer rantai disertai oleh sebuah kontraksi yang lebih dari 20% per volume

    (Anderson, 1977).

    Jumlah monomer yang digunakan harus dijaga serendah mungkin dan dapatmenghasilkan dua efek penting. Pertama, dapat melunakkan butir polimer dan

    mengurangi tekanan cetakan. Kedua, terdapat monomer yang cukup untuk

    merekatkan partikel polimer bersama dalam sebuah massa padat (Anderson,

    1977).

    Pada umumnya, rasio polimer:monomer adalah 3 atau 3:1 per volume atau

    sekitar 2:1 per berat (Anderson, 1977).

    Reaksi akrilik aktivasi panas dapat disederhanakan menjadi persamaan reaksi

    berikut :

    Polymer + peroxide initiator monomer + inhibitor heat polymer + heat

    + + (external) (reaction)

    Bubuk Cairan

    Syarat utama jumlah cairan yang digunakan yaitu dapat membasahi bubuk

    polimer dengan sempurna. Bubuk dan cairan dicampur dengan spatula stainless

    steel dan diaduk pada tempat tertutup selama fase awal reaksi sampai terjadi

    penguapan monomer (Craig, 1993).

    Pembasahan yang tidak sempurna dapat menghasilkan warna yang pucat pada

    gigi karena proses polimerisasi yang tidak sempurna. Selama proses polimerisasi

    harus berhati-hati untuk menghindari menghirup uap monomer. Campuran

    polimer-monomer berturut-turut melalui tahap-tahap berikut: (1) sandy, (2)

  • 5/28/2018 Makalah Im

    8/30

    8

    stringy, (3) dough,(4) rubbery,dan (5) stiff. Ketika pencampuran mencapai fase

    dough, konsistensinya tepat untuk dipackingdalam kuvet. Produk yang berbeda

    akan merubah ketepatan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase dough, dan

    perpanjangan waktu yang dibutuhkan pada saatpacking(Craig, 1993).

    2.2. Interaksi Polimer-Monomer

    Heat cured acrylic resin terdiri atas komponen bubuk dan cairan. Bubuk

    terdiri atas butir-butir poli(metil metakrilat) prapolimerisasi, biasa disebut sebagai

    suatu polimer. Cairannya mengandung metil metakrilat tidak terpolimerisasi

    sehingga di sebut monomer. Bila komponen bubuk dan cairan diaduk dalam

    perbandingan yang sesuai, maka di hasilkan massa menyerupai adonan. Massatersebut dihasilkan melalui 5 tahap yang berbeda yaitu sandy stage, stringy stage,

    dough stage, rubbery/elastic stage danstiff (Annusavive, 2003).

    Selamasandy stagehampir tidak ada interaksi pada tingkat molekuler. Butir-

    butir polimer tetap tidak berubah, dan konsistensi adukan kasar atau berbutir.

    Pada stringy stage, monomer berinteraksi dengan permukaan masing-masing

    butiran polimer. Beberapa rantai polimer terdispersi dalam monomer cair. Rantai-

    rantai polimer ini melepaskan jalinan ikatan, sehingga meningkatkan kekentalan

    adukan. Ciri dari tahap ini adalah berbenang dan lengket ketika bahan disentuh

    atau ditarik (Annusavive, 2003).

    Massa yang telah terbentuk kemudian akan memasuki dough stage. Pada

    tahap ini, jumlah rantai polimer yang memasuki larutan meningkat sehingga

    terbentuk lautan monomer dan polimer terlarut. Sejumlah polimer yang tidak larut

    juga masih ada. Secara klinis, massa yang terbentuk seperti suatu adonan yang

    dapat dibentuk. Adukan tersebut tidak lagi seperti benang dan melekat pada

    permukaan cawan ataupun spatula pengaduk. Memasuki rubbery/elastic stage,

    monomer dihabiskan dengan penguapan dan penembusan lebih jauh kedalam

    butir-butir polimer yang tersisa. Secara klinis, massa memantul bila ditekan atau

    diregangkan karena massa yang terbentuk tidak lagi mengalir bebas dan

    mengikuti bentuk wadahnya. Bahan ini tidak dapat di bentuk dengan teknik

  • 5/28/2018 Makalah Im

    9/30

    9

    kompresi konvensional. Adukan akan menjadi keras (stiff) jika didiamkan selama

    periode tertentu. Hal ini disebabkan karena penguapan monomer bebas. Secara

    klinis adukan Nampak sangat kering dan tahan terhadap deformasi mekanik

    (Annusavive, 2003).

    2.2.1. Mixing

    Pengadukan dari komponen bubuk dan cairan memerlukan

    perbandingan yang tepat antara polimer dan monomer yaitu 3-3,5:1 dalam

    perbandingan volume dan 2,5:1 dalam perbandingan berat. Pencampuran

    dilakukan dalam tempat yang tidak tembus cahaya dan di biarkan mencapai

    dough stage(Diktat IMTKG I FKG UA, 2007).

    2.2.2. Dough Forming Time

    Waktu pembentukan adonan merupakan waktu yang di perlukan bagi

    adukan resin untuk mencapai dough stage. Spesifikasi ADA No.12 untuk

    resin basis protesa menyebutkan bahwa konsistensi ini diperoleh kurang dari

    40 menit sejak mulai proses pengadukan. Secara klinis, kebanyakan resin

    mencapai dough stage dalam waktu kurang dari 10 menit (Annusavice,

    2003).

    Kecepatan terjadinya konsistensi dough tergantung pada temperatur,

    bentuk dan ukuran partikel polimer, prosentaseplasticizer, berat molekul dan

    perbandingan antara polimer dan monomer. Semakin tinggi temperatur yang

    di gunakan maka konsistensi dough makin cepat tercapai. Semakin halus

    partikel polimernya maka konsistensi doughmakin cepat tercapai dan bentuk

    granular dari partikel polimer akan menyebabkan tercapainya konsistensi

    dough yang lebih cepat di banding bentuk spherical. Semakin tinggi

    prosentase plasticizernya maka konsistensi dough makin cepat tercapai.

    Konsistensi dough juga akan lebih cepat tercapai jika berat molekulnya lebih

    rendah dan menggunakan lebih banyak polimer dibanding monomernya

    (Diktat IMTKG I FKG UA, 2007).

  • 5/28/2018 Makalah Im

    10/30

    10

    2.2.3. Working Time

    Working time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh

    materialdenture base tetap berada dalam dough like stage.Periode ini sangat

    penting untuk proses compression molding. Berdasarkan Spesifikasi

    ANSI/ADA No.12, waktu yang dibutuhan adonan untuk tetap moldable

    sekurang-kurangnya adalah 5 menit (Annusavice, 2003). Umumnya waktu

    yang dibutuhkan adalah 5 sampai 10 menit, kecuali pada suhu yang sangat

    ekstrim. Pada kondisi tertentu working time dapat diatur dengan mengatur

    suhu lignkungan tempat memanipulasi bahan, contohnya jika pada saat

    manipulasi berada dalam ruangan bertemperatur rendah yang cukup ekstrem,

    mixing vessel dapat diletakkan pada air hangat. Jika pada saat manipulasiberada dalam temperatur yang tinggi, mixing vesselharus diletakkan pada air

    dingin. Namun dalam melakukan mixing vessel pada air harus dilakukan

    secara hati-hati, karena jika air memasuki mixing vessel, hal tersebut akan

    mengubah sifat dari processed resin yang merugikan, oleh karena itu hal

    tersebut harus dihindari (Chandra, 2007).

    Working timedapat diperpanjang dengan berbagai cara, antara lain:

    1. Pencampuran dilakukan dalam temperatur rendah.2. Memberikan monomer yang lebih banyak pada mixing.3. Pengurangan plastisizer akan mengurangi solubility dari

    polimer sehingga dapat memperpanjang working time.

    4. Berat molekul polimer yang lebih tinggi.Working time dapat dapat berkurang apabila terjadi beberapa hal

    berikut:

    1. Temperatur saat pencampuran menjadi lebih tinggi.2. Bahanplastisizerbertambah.3. Kelarutan polimer pada monomer bertambah.Suhu lingkungan juga sangat mempengaruhi working time. Oleh karena

    itu, working time dari denture resin dapat diperpanjang dengan

    mendinginkan bahan tersebut. Kelemahan paling signifikan yang dapat

  • 5/28/2018 Makalah Im

    11/30

    11

    disebabkan apabila menggunakan teknik ini adalah terjadinya pengembunan

    saat bahan dikeluarkan dari lemari pendingin. Keadaan ini akan menurunkan

    kualitas bahan secara fisik maupun estetik. Namun hal ini dapat dihindari

    dengan menyimpan resin pada wadah kedap udara. Bahan harus segera

    disimpan pada wadah kedap udara seketika setelah bahan tersebut

    dikeluarkan dari lemari pendingin. Wadah kedap udara tersebut tidak boleh

    dibuka hingga suhu bahan sama dengan suhu ruangan (Annusavice, 2003).

    2.2.4. Packing

    Proses penempatan akrilik di dalam mold cavitydi dalam kuvet (flask)

    disebut packing. Proses ini merupakan salah satu proses terpenting dalampembuatan denture base. Saat proses polimerisasi, mold cavity harus terisi

    dengan baik. Apabila material yang diisikan terlalu banyak, atau yang biasa

    disebut over packing, maka denture baseyang dihasilkan menjadi terlalu

    tebal sehingga gigi tiruan yang dihasilkan menjadi malposisi. Sebaliknya,

    penggunaan material yang terlalu sedikit atau yang biasa disebut under

    packing, biasanya mengakibatkan adanya porus yang nyata pada denture

    base. Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya over packing ataupun

    under packing, mould cavity diisi secara bertahap (Anusavice, 2003).

    Prosespackingharus dilakukan ketika denture baseresin dalam dough

    like state. Campuran powder-liquid harus di packing ke dalam kuvet pada

    saat dough consistency dikarenakan beberapa hal:

    1. Jika powder-liquid di packing pada sandy atau stringy stages,maka akan terdapat banyak monomer yang akan muncul

    diantara partikel polimer. Selain itu, material akan mempunyai

    viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah tidak ideal

    untuk proper packing, sebagaimana material akan dengan

    mudah untuk mengalir keluar dari dalam flask. Packingterlalu

    awal juga dapat mengakibatkan porositas pada final denture

    base.

  • 5/28/2018 Makalah Im

    12/30

    12

    2. Jika powder-liquid di packing pada rubbery atau stiff stage,material akan terlalu kental untuk dapat mengalir, dan tidak

    akan diperoleh metal-to-metal contact dari kedua belah flask

    (base and body). Penundaan proses packing juga akan

    menghasilkan fraktur pada gigi, hasil menjadi kurang detail dan

    membuat ketinggian denture menjadi lebih tinggi (Chandra,

    2007).

    Terdapat dua teknik moldingyang dilakukan dalam mengisi resin, yaitu

    teknik molding tekanan dan teknik molding penyuntikan. Teknik molding

    tekanan merupakan teknik yang sering dipakai (Anusavice, 2003).

    Saat ini, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai perbandingankeakuratan hasil pembuatan denture base antara metode compression

    molding dengan metode injection molding. Data yang ada dan beberapa

    informasi klinis menyebutkan bahwa denture base yang dibuat dengan

    metode injection molding menghasilkan ketepatan yang lebih baik

    (Anusavice, 2003).

    Proses teknik compression molding menggunakan tipe kuvet (flask)

    yang umum yang terpisah menjadi 3 bagian (Philisps, 1977). Proses dimulai

    dengan resin dilepas dari mixing containeruntuk kemudian digulung menjadi

    bentuk tambang. Setelah itu, bentuk resin diubah menjadi bentuk tapal kuda

    dan diletakkan di dalam bagian dari kuvet yang berfungsi untuk menyimpan

    gigi tiruan. Dan sebuah lembaran polyethene diletakkan di atas resin dan

    kuvet bagian atas dipasang kembali (Anusavice, 2003).

    Gambar 1.1. Kuvet yang terpisah menjadi 3 bagian.

  • 5/28/2018 Makalah Im

    13/30

    13

    Kuvet ditempatkan didalam press yang didesain khusus, lalu kuvet

    tersebut ditekan secara bertahap agar cetakan resin dapat menyebar secara

    merata pada seluruh permukaan mold space, penekanan harus dilakukan

    secara perlahan-lahan sehingga kelebihan material akan terbuang secara

    eksentris. Penekanan ini terus dilakukan hingga kuvet tertutup rapat.

    Selanjutnya kuvet dibuka kembali, dan lembaran polymethylenedilepas dari

    permukaan resin dengan tarikan cepat secara kontinu (Anusavice, 2003).

    Gambar 1.2. Kuvet ditekan di dalam press yang didesain khusus.

    Pada daerah yang datar di sekitar mold cavity akan ditemukan sisacetakan atau kelebihan resin. Sisa cetakan inilah yang disebut flash.Flash

    dibuang secara hati-hati dari cetakan resin yang terdapat di dalam mould

    cavitydengan menggunakan alat khusus berupa instrument tumpul. Tindakan

    ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak permukaanstonepada

    mold dalam kuvet. Serpihan dari stone yang telah terlepas harus dibuang

    sehingga stone tersebut tidak menyatu dengan denture base yang sedang

    dibuat (Anusavice, 2003).

    Lembaran polyethylene baru ditempatkan diantara bagian kuvet dan

    kuvet kembali ditempatkan dalam press dan dilakukan penekanan. Pada

    banyak percobaan, kuvet dapat tertutup seluruhnya selama proses penekanan

    kedua. Dalam proses ini, harus dilakukan dengan berhati-hati agar tidak

  • 5/28/2018 Makalah Im

    14/30

    14

    memberikan tekanan yang berlebihan yang memaksa penutupan kuvet. Proses

    pengepressan kuvet dilakukan kembali sampai tidak terlihat kelebihan bahan

    (flash). Saat flashsudah tidak terlihat, pengisian moldyang sempurna sudah

    mungkin tercapai. Selama waktu proses penutupan terakhir, tidak ada lapisan

    polyethyleneyang diselipkan diantara kedua bagian kuvet (Anusavice 2003).

    Selain dengan menggunakan teknik compression molding, pembuatan

    denture base juga dapat dilakukan dengan teknik injection molding dengan

    menggunakan kuvet yang didesain khusus. Satu setengah bagian dari flask

    diisi dengan dental stone yang baru saja dicampur, lalu model master

    diletakkan di dalam cetakan stone tersebut. Biasanya dental stone akan

    terkontur dan mengeras. Kemudian, sprues sebagai jalan masuk dilekatkanpada wax denture base. Bagian lain dari kuvet diletakkan diatasnya dan

    proses penanaman disempurnakan, dengan demikian proses penanaman telah

    selesai. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melepas malam,

    kemudian kuvet disatukan kembali. Setelah itu, kuvet ditempatkan di dalam

    wadah yang dapat mempertahankan tekanan pada kuvet selama proses

    pemasukan resin. Setelah semua tehap tersebut selesai dilakukan, resin

    diinjeksikan ke dalam mold cavity(Anusavice, 2003).

    Saat menggunakaan campuran bubuk-air, resin dicampur dan

    dimasukkan ke dalam cetakan yang memiliki suhu yang sama dengan suhu

    ruangan. Kuvet tempat menyimpan denture basekemudian direndam di dalam

    air untuk proses polimerisasi denture resin. Saat material terpolimerisasi,

    ditambahkan lagi resin ke dalam mould cavity. Proses ini berguna untuk

    mengompensasi penyusutan yang terjadi pada saat proses polimerisasi.

    Setelah selesai, protesa kemudian dikeluarkan, disesuaikan, diproses akhir dan

    dipoles (Anusavice, 2003).

    2.2.5. Prosedur Polimerisasi

    Basis protesa pada umumnya mengandung benzoil peroksida. Bila

    dipanaskan di atas 60oC, molekul-molekul benzoil peroksida terpisah-pisah

  • 5/28/2018 Makalah Im

    15/30

    15

    untuk menghasilkan spesies dengan muatan listrik netral dan menganung

    elektron tidak berpasangan. Spesies tersebut dinamakan radikal bebas.

    Masing-masing radikal bebas bereaksi cepat dengan molekul monomer yang

    ada untuk merangsang pertumbuhan rantai polimer. Karena produk reaksi

    juga memiliki elektron tidak berpasangan, molekul tersebut tetap aktif secara

    kimia. Sebagai akibatnya, molekul monomer tambahan menjadi terikat

    dengan rantai polimer individual. Proses ini terjadi secara cepat dan diakhiri

    oleh penyatuan 2 rantai bertumbuh yang disebut sebagai kombinasi atau

    perpindahan satu ion hidrogen dari 1 rantai ke rantai yang lain yang disebut

    sebagai ketidakseimbangan (Anusavice, 2003).

    Panas yang dipakai dalam polimerisasi diperlukan untuk pemisahanmolekul benzoil peroksida, oleh karena itu panas disebut sebagai aktivator.

    Pemisahan molekul benzoil peroksida memberikan radikal-radikal bebas yang

    bertanggung jawab terhadap dimulainya pertumbuhan rantai. Jadi benzoil

    peroksida disebut sebagai initiator (Anusavice, 2003).

    Selama pembuatan denture resin, panas didapatkan dengan cara

    merendam kuvet dan alat press ke dalam bak air. Kemudian air dipanaskan

    sampai temperatur yang dianjurkan dan dipertahankan pada temperatur

    tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh pabrik (Anusavice,

    2003).

    2.3. Curing

    Resin akrilik heat-curing mempunyai fitting yang baik, komfortabel, free

    bubble, kuat, bebas cadmium. Keuntungan jenis akrilik ini tidak memerlukan

    waktu lama untuk proses polimerisasi. Heat-curing menggunakan perbandingan

    antara bubuk dan cairan resin akrilik yang tepat dan memerlukan waktu selama 20

    menit untuk proses polimerisasi (Anusavice, 2004).

    Pada head-curing, inlay dapat dikeraskan secara langsung pada gigi atau

    ditekan pada die dan kemudian dalam oven dimana bahan tersebut menerima

  • 5/28/2018 Makalah Im

    16/30

    16

    pengerasan panas tambahan atau sinar, kemudian inlaydisemen dengan komposit

    berbasis resin pada gigi (Anusavice, 2004).

    Gambar 1.3.Heat-Curing.

    2.4. Siklus Polimerisasi

    Siklus polimerisasi adalah proses pemanasan yang digunakan untuk

    mengendalikan polimerisasi. Polimerisasi resin basis protesa adalah eksotermal

    dan besarnya panas yang terlibat dapat mempengaruhi sifat basis protesa yang

    dibuat. Idealnya proses ini harus dikendalikan dengan baik untuk menghindari efek

    peningkatan temperatur yang tidak terkendali seperti mendidihnya monomer serta

    porus basis protesa. Proses ini dapat dikendalikan dengan pemanasan resin lebih

    perlahanlahan selama siklus polimerisasi (Anusavice, 2004).Hubungan anatara kecepatan pemanasan dan peningkatan temperatur dalam

    resin basis protesa tergambar pada gambar 1.4 Siklus polimerisasi yang diwakili

    kurva C akan menimbulkan porus pada bagian protesa yang tebal, karena

    temperatur resin melebihi titik didih monomer (100,8oC). Sebaliknya, siklus

    polimerisasi yang diwakili kurva A akan menyebabkan adanya monomer yang

    tidak bereaksi, karena temperatur resin tidak mencapai temperatur didih monomer.

    Jadi, adalah logis untuk menganggap bahwa siklus polimerisasi optimal terdapat di

    antara kurva A dan C (Anusavice, 2004).

  • 5/28/2018 Makalah Im

    17/30

    17

    Gambar 1.4. Perubahan temperatur pada resin akrilik biladipaparkan pada berbagai cara.

    Penelitian mengarah pada perkembangan petunjuk tertentu bagi polimerisasi

    resin basis protesa. Hasil siklus polimerisasi telah terbukti sukses untuk basis

    protesa dari berbagai ukuran, bentuk, dan ketebalan. Salah satu teknik mencakup

    proses pembuatan resin basis protesa dalam waterbathbertemperatur konstan yaitu

    74oC selama 8 jam atau lebih tanpa prosedur pendidihan terminal. Teknik kedua

    mencakup pemrosesan resin pada 74oC selama kurang lebih 2 jam dan kemudian

    meningkatkan temperatur air rendaman sampai 100oC dan diproses selama 1 jam

    lebih (Anusavice, 2004).

    Setelah siklus polimerisasi yang dipilih selesai, kuvet protesa harus

    didinginkan perlahan sampai mencapai temperatur ruang. Pendinginan secara

    cepat menyebabkan kerusakan basis protesa karena perbedaan kontraksi termal

    dari resin dan stone penanam. Pendinginan secara perlahan dan merata dari bahan-

    bahan ini meminimalkan kesulitan yang dapat terjadi. Ini berarti, kuvet harus

    diangkat dari rendaman air dan dibiarkan mendingin selama 30 menit. Selanjutnya

    kuvet direndam dalam air mengalir selama 15 menit. Pada keadaan ini basis

    protesa boleh dikeluarkan dari dalam kuvet dan dipersiapkan untuk pemasangan.

  • 5/28/2018 Makalah Im

    18/30

    18

    Untuk mengurangi perubahan dimensi yang tidak diinginkan, protesa harus

    disimpan dalam air sampai dipasangkan pada pasien (Anusavice, 2004).

    Selain teknik waterbathada juga teknik lain yaitu teknik polimerisasi melalui

    energi gelombang mikro atau dikenal dengan microwave. Teknik ini menggunakan

    resin dengan rumus khusus serta kuvet yang tidak mengandung logam (gambar

    1.5). Oven gelombang mikro konvensional digunakan untuk memasok energi

    termal yang diperlukan untuk polimerisasi (Anusavice, 2004).

    Keuntungan utama dari teknik ini adalah kecepatan polimerisasi yang dicapai.

    Penelitian menunjukkan sifat resin gelombang mikro dibandingkan dengan resin

    konvensional yang telah dijelaskan. Ketepatan basis protesa yang terpolimerisasi

    menggunakan energi gelombang mikro setara dengan resin yang diprosesmenggunakan teknik konvensional (Anusavice, 2004).

    Gambar 1.5. Contoh resin gelombang mikro dan kuvet gelombang

    mikro tanpa mengandung logam.

    2.5. I nternal Porosity

    Proses polimerisasi adalah reaksi eksotermal. Bila peningkatan temperatur

    yang menyertainya melebihi titik didih dari monomer yang tidak bereaksi atau

    polimer dengan berat molekul rendah, atau keduanya, komponen ini mungkin

    mendidih (Annusavice, 2003).

    Secara klinis, didihan tersebut menimbulkan porus dalam basis protesa yang

    dibuat. Porositas tersebut biasanya tidak terlihat pada permukaan basis protesa.

    Nampaknya, panas akibat polimerisasi dapat disalurkan menjauh dari permukaan

    resin ke dalam stone gigi yang mengelilinganya. Sebagai akibatnya, panas

  • 5/28/2018 Makalah Im

    19/30

    19

    dikeluarkan, dan temperatur permukaan resin tidak mencapai titik didih monomer

    (Annusavice, 2003).

    Begitu ada perubahan di bagian tengah dalam massa resin, karakteristik termal

    dari sistem berubah secara nyata. Karena resin merupakan konduktor panas yang

    amat buruk, panas yang dihasilkan dalam segmen resin yang tebal tidak dapat

    dikeluarkan. Sebagai hasilnya, puncak temperatur resin ini meningkat melebihi

    titik didih monomer. Sebaliknya, ini menyebabkan mendidihnya monomer yang

    tidak bereaksi serta menghasilkan porus di dalam basis protesa yang diproses

    (Annusavice, 2003).

    Penyusutan porositas muncul sebagai hasil dari pengurangan volume pada

    adonan dalam proses polimerisasi. Ketika cetakan tidak terisi dengan sempurnaterlihat terdapat kekosongan dalam proses pengerasan polimer. Tidak seperti

    porositas, celah-celah udara pada porositas lainnya tidak tampak pada beberapa

    porsi khusus pada gigi tiruan. Penyusutan tampak pada beberapa area dimana

    adonan tersebut tidak dipress dengan cukup. (Anderson, 1977).

    Butiran-butiran yang timbul disebabkan oleh kurangnya struktur pada proses

    pembentukan polimer. Monomer ditambahkan ke dalam butir-butir polimer agar

    dapat melunakkannya. Tetapi monomer adalah zat yang mudah menguap dari

    permukaan adonan yang dilindungi oleh atmosfer. Kemudian monomer tidak

    cukup untuk melewati ikatan partikel polimer. Struktur butiran sering muncul dari

    pembukaan adonan pada fase akhir (Anderson, 1977).

    3. Sifat

    3.1. Monomer Sisa

    Salah satu sifat khas dari resin akrilik ini adalah adanya monomer sisa.

    Monomer sisa merupakan hasil sampingan dari resin akrilik. Monomer sisa

    dihasilkan karena reaksi polimer dengan monomer yang tidak dapat berlangsung

    secara sempurna (Umriani, 2010). Sifatnya yang cenderung membahayakan

    pasien, sebenarnya dapat ditanggulangi dengan melakukan teknik dan cara yang

    benar dengan memperhatikan proses polimerisasi sebaik mungkin. Arti dari

  • 5/28/2018 Makalah Im

    20/30

    20

    polimerisasi itu sendiri adalah reaksi intermolekuler berulang yang secara

    fungsional mampu berlanjut tidak terbatas (Anusavice, 2004).

    Proses polimerisasi yang tidak tepat dan benar yaitu dilakukan dalam waktu

    singkat. Proses polimerisasi yang singkat tersebut akan menyebabkan proses

    polimerisasi tidak sempurna, sehingga kandungan monomer sisa tinggi. Tingginya

    kandungan monomer sisa tersebut karena faktor proses kuring yang tidak adekuat.

    Apabila monomer sisa tersebut terlepas dalam saliva akan menyebabkan iritasi

    jaringan mulut, yang berupa kemerahan, pembengkakan serta rasa sakit pada

    mukosa (Umriani, 2010).

    Adanya monomer sisa harus dihindari karena :

    1.

    Monomer sisa dapat terlepas dari denturedan mengiritasi jaringan mulutdan akan sitotoksik.

    2. Monomer sisa akan berfungsi sebagaiplasticizer dan menyebabkan akrilikweaker danflexible.

    Gejala-gejala yang dapat ditimbulkan karena adanya monomer sisa adalah

    efek rasa terbakar, odem, rasa gatal, pembengkakan dan eritema pada mukosa

    rongga mulut dan rasa tidak nyaman pada pemakai gigi tiruan (Umriani, 2010).

    3.2. Porositas

    Terdapat banyak porus yang mungkin terjadi selama pengolahan (pembuatan)

    basis gigi tiruan. Jika porosity muncul pada permukaan gigi tiruan, maka

    pembersihan yang baik akan sulit dilakukan. Dan juga, permukaan basis gigi tiruan

    akan tidak nyaman dilihat. Bahkan meskipunporositybisa terjadi di bagian dalam,

    basis gigi tiruan akan menjadi rentan terhadap patah, karena tiap pori atau

    gelembung internal merupakan daerah konsentrasi tekanan sehingga gigi tiruan

    bisa melengkung (bengkok) apabila tekanan-tekanan tersebut berkurang (Rini,

    2001).

    Pororitas bisa terbentuk pada bagian yang tebal dari basis gigi tiruan karena

    vaporasi (penguapan) monomer atau polimer-polimer dengan berat molekul

  • 5/28/2018 Makalah Im

    21/30

    21

    rendah, apabila suhu resin tersebut meningkat di atas titik didih fase-fase tersebut

    (Rini, 2001).

    Macam-macamporosity:

    1. Gaseous PorosityGaseous posositydapat terjadi karena pemanasan yang terlalu tinggi dan

    cepat sehingga menyebabkan sebagian monomer tidak sempat berpolimerisasi

    dan menguap membentuk bubbles(bola-bola uap) pada bagian resin yang lebih

    tebal, bubblesterkurung, lalu terjadi porositas yang terlokalisir. Sedangkan pada

    bagian yang tipis, panas eksotermis dapat keluar dan diserap gips sehingga resin

    tidak melewati titik didihnya dan tidak akan membentuk bubbles. Selain itu air

    yang terkandung di dalam resin sebelum atau selama polimerisasi akanmenurunkan titik didih monomer sehingga dengan temperatur biasa akan timbul

    bubblesyang menyebabkan adanyagaseous porosity (Amriani, 2002).

    Gambar 1.6. Gaseous porositypada protesa rahang bawah (Wilson, 1987).

    2. Shrinkage PorosityShrinkage porosity dapat terjadi karenatiga hal, yaitu:

    a. Ketidakhomogenan resin akrilik selama proses polimerisasimenyebabkan bagian yang mengandung lebih banyak monomer akan

    menyusut dan membentuk voids (ruang-ruang hampa udara) dan

    menyebabkan terjadinyaporosityyang terlokalisir.

    b. Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi, dan ukuran akanmenyebabkan bagian-bagian yang mempunyai partikel-partikel lebih

  • 5/28/2018 Makalah Im

    22/30

    22

    kecil berpolimerisasi terlebih dahulu dibandingkan dengan partikel

    yang lebih besar. Bagian-bagian yang berpolimerisasi lebih lambat

    akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi lebih dulu, sehingga

    terbentuk voidsdenganporosity yang terlokalisir.

    c. Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selamapolimerisasi juga akan menyebabkan diffusemonomer menjadi kurang

    baik dan membuat voids denganporosity internal(Amriani, 2002).

    Ketiga hal diatas akan menyebabkan kerapuhan pada basis protesa. (Rini,

    2001).

    Gambar 1.7. Shrinkage porositypada protesa rahang bawah (Wilson,

    1987).

    3. Porositas jenis lain

    Kontraksi porositas muncul sebagai akibat penurunan volume adonan yang

    terjadi pada saat polimerisasi. Jika cetakan tidak diisi dengan lengkap, voids

    muncul dalam polimer yang mengeras. Tidak seperti gaseous porosity, lubang

    tidak muncul dalam bagian tertentu dari gigi tiruan ini. Kontraksi porositas

    timbul pada setiap daerah di mana adonan tidak cukup dikompresi (Anderson,

    1998).

  • 5/28/2018 Makalah Im

    23/30

    23

    Butir-butir yang dapat menimbulkan porositas sering muncul di bagian

    tipis dan di tepi gigi tiruan, karena penguapan terjadi lebih cepat pada daerah-

    daerah ini. (Anderson, 1998).

    3.3. Crazing

    Crazing ialah retakan yang terjadi pada permukaan basis resin, dari

    pembentukan retak kecil yang bervariasi ukurannya, mulai dari ukuran

    mikroskopis sampai ukuran yang dapat terlihat dengan mata secara langsung (Rini,

    2001). Crazing disebabkan karena adanya tensile stress, sehingga terjadi

    pemisahan polimer. Apabila terjadi crazing, maka dapat memberikan efek

    melemahkan pada resin dan mengurangi kualitas estetis gigi tiruan (Amriani,2002).

    Penyebab utama timbulnya crazing adalah pengeringan permukaan polimer,

    seperti hilangnya air. Pelarut mengurangi daya tarik antarmolekul dan bagian

    bawah tegangan pecah, meninggalkan celah sempit atau celah di antaranya. Hal ini

    tidak akan terjadi apabila gigi tiruan sudah benar-benar kering seluruhnya. Crazing

    sering terlihat pada gigi palsu yang telah diperbaiki. Bila monomer dalam adonan

    yang baru telah dilepas, stres muncul pada bagian gigi tiruan yang lebih tua,

    terutama jika hanya sebagian yang kering (Anderson, 1998).

    Crazing mungkin menunjukkan permulaan (awal) dari terjadinya fraktur

    (Amriani, 2002). Crazingterjadi apabila terdapat hal-hal seperti di bawah ini:

    a. Stress mekanisKarena pengeringan dan pembahasan gigi tiruan yang berulang sehingga

    terjadi kontraksi dan ekspansi.

    b. Stress karena perbedaan thermal ekspansi antara gigi tiruan dengan basisprotesa.

    c. Aksi solventMisalnya ketika gigi tiruan yang diperbaiki terjadi kontak monomer

    dengan basis (Rini, 2001).

  • 5/28/2018 Makalah Im

    24/30

    24

    3.4. Hardness and Strength

    Kekuatan resin akrilik tergantung dari komposisi resin, teknik prosessing, dan

    lingkungan gigi tiruan itu sendiri. Berdasarkan Knoop Hardness Number resin

    akrilik mempunyai kekuatan sebesar 18-20 KHN, tensile strength sebesar 600

    Kg/cm2 (8000 psi) dan transverse strength/daya flexural sebesar 50 N pada suhu

    37C (Rini, 2001).

    a.Transverse strengthPMMA heat-curedmerupakan material yang relatif rapuh. Penyerapan air akan

    menurunkan kekuatan dan meningkatkan defleksi di bawah beban karena air

    yang diserap bertindak sebagai plasticizer. Beban pada fraktur akan menjadi

    lebih besar ketika material memiliki berat molekul yang lebih tinggi (Anderson,1998).

    b.Impact strengthImpact strength yang tinggi dibutuhkan apabila sewaktu-waktu pasien

    menjatuhkan gigi tiruan, atau pada saat menggigit benda keras seperti sepotong

    tulang selama makan. Ada sedikit peningkatan pada impact strengthbila berat

    molekul material meningkat (Anderson, 1998).

    c.Fatigue strengthGigi akrilik yang diproses dengan hati-hati masih mungkin mengalami

    kecenderungan fraktur pada suatu titik ketika adanya tekanan pengunyahan

    tinggi. Resin akrilik mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap adanya

    lekukan dan retakan, yang akan meningkatkan kemungkinan gigi tiruan untuk

    patah. Oleh karena itu, overstressing dari gigi tiruan pada deflasking harus

    dihindari. Demikian pula, pada permukaan gigi tiruan, akumulasi stres selama

    mengunyah dapat terjadi pada titik antara gigi insisif yang menyebabkan

    keretakan pada garis midline jika kekuatan mengunyah relatif besar. Fatigue

    strengthmeningkat apabila menggunakan material dengan berat molekul yang

    lebih tinggi dengan kandunganplasticizeryang tinggi. (Anderson, 1998).

    Resin akrilik mempunyai modulus elastisitas yang relatif rendah yaitu 2400

    Mpa oleh karena itu ketebalan basis tidak boleh kurang dari 1 mm. Basis yang tipis

  • 5/28/2018 Makalah Im

    25/30

    25

    akan meningkatkan toleransi mulut pasien terhadap gigi tiruan, tetapi hal ini akan

    menambah fleksibilitas terhadap konsentrasi lokal yang akan memperlambat

    resorbsi tulang alveolar dibawah gigi tiruan (Rini, 2001). Permukaan PMMA heat

    cureddapat cepat aus jika kontak dengan permukaan kasar (Anderson, 1998).

    3.5. Ketepatan Dimensi

    Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:

    1. Perluasan cetakan pada kemasan.2. Ekspansi termal dari adonan akrilik.

    Polimerisasi penyusutan-sekitar 7% dari volume untuk polimerisasi adonan,

    atau sekitar 2% kontraksi linier. Susut termal pada pendinginan-koefisien ekspansitermal dari akrilik adalah 81x10

    -6/C, dapat ditunjukkan bahwa ada penyusutan

    0,44% pada pendinginan 15-20C. Hal ini dapat menjadi penyebab perbedaan

    palatal di gigi palsu atas. Jika panas berlebih yang dihasilkan selama menggosok

    gigi, hal ini dapat menyebabkan usia warp karena pelepasan tegangan dalam

    material (Combe, 1986).

    3.5.1. Absorbsi Air

    Segera setelah pengolahan, gigi sebuah menghasilkan dalam cetakan

    dengan foil pengganti timah, berisi air. Dalam pelayanan, penyerapan air lebih

    lanjut dapat terjadi hingga nilai ekuilibrium sekitar 2%. Telah diklaim bahwa

    setiap peningkatan 1% berat dari resin karena penyerapan air menyebabkan

    ekspansi linear 0,23%. Demikian pula, pengeringan dari material dikaitkan

    dengan penyusutan. Untuk alasan ini, perawatan gigi harus selalu dijaga basah

    jika tidak dalam pelayanan (Combe, 1986).

    3.5.2. Processing Stress

    Apabila perubahan dimensi dari bahan tersebut terhalang, maka bahan

    tersebut memiliki tekanan. Ketika tekanan dilepaskan, dapat terjadi distorsi

  • 5/28/2018 Makalah Im

    26/30

    26

    atau kerusakan bahan. Prinsip ini mempunyai pengaruh penting dalam

    pembuatan basis protesa (Anusavice 2003).

    Selama proses polimerisasi, terjadi pengerutan dalam jumlah sedang

    ketika monomer berikatan membentuk rantai polimer. Selama proses ini ada

    kemungkinan terjadi pergesekan antara dinding mould dan resin lunak yang

    menghalangi pengerutan normal dari rantai tersebut. Akibatnya, rantai

    polimer menegang dan resin mengandung tekanan yang bersifat menarik

    (Anusavice 2003).

    Tekanan juga terjadi sebagai akibat dari pengerutan termal. Begitu resin

    terpolimerisasi didinginkan di bawah Tg, resin menjadi relatif kaku.

    Pendinginan selanjutnya menyebabkan pengerutan termal. Faktor tambahanyang berperan terhadap tekanan pemrosesan termasuk ketidaktepatan

    pengadukan dan penanganan resin serta buruknya pengendalian panas dan

    pendinginan kuvet yang digunakan. Total perubahan dimensi yang terjadi

    sebagai akibat proses pembuatan dan persiapan berkisar 0,1-0,2 mm

    (Anusavice 2003).

    3.5.3. Thermal and Mould Expansion

    Hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan dimensi selain penyusutan

    polimerisasi, meliputi penyerapan air dan ekspansi termal. Ukuran basis gigi

    tiruan akan meningkat sedikit ketika menyerap air. Ekspansi ini dapat

    mengkompensasi penyusutan selama proses polimerisasi. Koefisien ekspansi

    termal dari resin akrilik heat cured dua kali lebih besar dibandingkan resin

    komposit (Hatrick et al., 2003).

    Resin akrilik heat cured memiliki ekspansi termal yang lebih tinggi

    karena gipsum yang dipakai mencegah akrilik dari penyusutan. Tekanan

    terjadi dalam gigi tiruan tersebut. Seiring waktu tekanan tersebut akan

    dilepaskan. Bila sebagian besar tekanan tersebut dilepaskan selama dalam

    kuvet, akan terjadi sedikit distorsi pada saat pengambilan basis gigi tiruan.

    Pada prakteknya, akan tidak praktis bila harus meninggu sampai semua

  • 5/28/2018 Makalah Im

    27/30

    27

    tekanan dilepaskan. Maka, akan selalu ada beberapa penyusutan. Rata-rata

    penyusutan adalah 0,2-0,4%. Keseluruhan penyusutan dari basis gigi tiruan

    tersebut dapat ditoleransi oleh pasien. Namun, apabila basis gigi tiruan

    tersebut dipindahkan terlalu cepat dari kuvet, perubahan dimensi akan lebih

    besar dan ketepatan menjadi lebih buruk (Ferracane 2001).

    3.5.4. Creep

    Resin protesa menunjukkan sifat viscoelastis. Bahan ini bertindak

    sebagai benda padat bersifat karet. Bila suatu resin basis protesa dipaparkan

    terhadap beban yang ditahan, bahan menunjukkan defleksi atau deformasi

    awal. Bila beban ini tidak dilepaskan, deformasi tambahan mungkin akanterjadi dengan berlalunya waktu. Tambahan deformasi ini diistilahkan dengan

    creep. Kecepatan terjadinya deformasi progresif ini disebut laju creep.

    Kecepatan ini dapat ditingkatkan dengan menaikkan temperatur, memberi

    beban, monomer residu serta adanyaplasticizer(Anusavice 2003).

    Sifat creepdari resin akrilik pada suhu dan kondisi yang berbeda-beda

    telah diteliti. Modulus pseudo elastik dari campuran PMMA dan PVC

    menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan PMMA saja.

    Penambahan bubuk PVC pada resin akrilik heat curedmeningkatkan modulus

    elastisitas yang bergantung pada kenaikan waktu. Peningkatan modulus

    elastik ini menguntungkan dalam produksi denture based resin untuk

    meningkatkan sifat mekanis (Emmanuel dan Frank, 1996).

    3.6. Sifat Tambahan

    3.6.1. Konduktivitas Thermal

    Akrilik merupakan konduktor panas dan listik yang jelek. Bila

    dibandingkan dengan emas, campuran kobalt, atau bahkan dentin manusia,

    yang memiliki konduktivitas thermal 0.7, 0.16, dan 1.3 x 10-3

    cal/sec/cm2

    (oC/cm), konduktivitas thermal yang dimiliki oleh poly(methyl methacrylate)

    cukup rendah, yaitu 5.7 x 10-4

    cal/sec/cm2 (

    oC/cm). Konduktivitas thermal

  • 5/28/2018 Makalah Im

    28/30

    28

    yang rendah menyebabkan basis gigi tiruan dari akrilik berperan sebagai

    insulator antara jaringan mulut dengan material panas maupun dingin yang

    masuk ke dalam mulut. Telah dibuktikan bahwa bila ditambahkan sapphire

    whiskerske dalam komposisi poly(methyl methacrylate), dapat meningkatkan

    kondutivitas panas (Powers, 2006).

    3.6.2. Radiolucent

    Salah satu kegunaan akrilik adalah sebagai basis gigi tiruan. Umumnya

    basis gigi tiruan memiliki sifat radiolucent, sehingga potongan dari gigi tiruan

    yang pecah maupun mahkota akrilik sementara yang tertelan oleh pasien pada

    saat terjadi kecelakaan akan sulit untuk dilacak. Oleh karena itu padabeberapa merk material basis gigi tiruan ditambahkan kandungan logam berat

    seperti barium ataupun glass filler yang bersifat radiopaque untuk

    meningkatkan radiopacity. Penggunaan bahan tambahan tersebut dapat

    diberikan hingga maksimal 20% dari berat bahan untuk mendapatkan tingkat

    radiopacity yang memadai, akan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan

    penurunan kekuatan material dan perubahan bentuk dari gigi tiruan (Powers,

    2006).

    3.6.3. Biokompabilitas

    Konsetrasi monomer sisa harus serendah mungkin karena terlepasnya

    substansi dapat menyebabkan efek samping yang tidak diharapkan. Resin

    akrilik heat-cured mengalami tingkat polimerisasi yang tinggi sehingga

    kandungan monomer sisa lebih sedikit dibandingkan dengan akrilik self-

    cured. Persentase kandungan monomer sisa pada akrilik heat-curedsebanyak

    0,1-1,5%, sedangkan pada akrilik self-cured sebanyak 3-5% (Schmalz dan

    Bindslev, 2009).

    Merendam gigi tiruan selama 1 hari dalam air akan menurunkan jumlah

    monomer sisa secara signifikan. Lebih lanjut, pasien disarankan untuk tidak

    menggunakan gigi tiruan pada malam pertama penggunaan, karena dapat

  • 5/28/2018 Makalah Im

    29/30

    29

    menyebabkan iritasi mukosa akibat akumulasi monomer sisa di jaringan

    (Schmalz dan Bindslev, 2009).

    Gambar 1.8. Reaksi alergi kontak pada wanita berusia 58 tahun

    dengan rasa kesemutan pada palatum dan lidah.

    Konsentrasi maksimum methyl methacrylatedi Jerman adalah sebesar

    50 ppm atau 210 mg/m3 di udara, dilaporkan uap methyl methacrylatedalam

    praktek dokter gigi dapat menyebabkan vertigo. Meskipun belum ada bukti

    nyata, masalah serius mungkin disebabkan karena menghirup kandunganpolymethyl methacrylate. Methyl methacrylate dapat mengiritasi mata, kulit

    dan system pernafasan (Schmalz dan Bindslev, 2009).

    Alergi methyl methacrylate atau komponen gigi tiruan akrilik relatif

    jarang terjadi pada populasi masyarakat umum, akan tetapi jumlah orang yang

    mengalami alergi terhadap akrilik dan bahan tambahan resin karena resiko

    pekerjaan meningkat. Tim dokter gigi seharusnya menghindari kontak kulit

    dengan resin yang belum setting karena pada kasus ekstrim, sensitivitas dapat

    menyebabkan hilangnya kemampuan kerja. Bahkan, sarung tangan tidak

    cukup untuk melindungi kulit dari kontak dengan monomer (Schmalz dan

    Bindslev, 2009).

  • 5/28/2018 Makalah Im

    30/30

    30

    Gambar 1.9. Dokter gigi menderita alergi terhadap methyl

    methacrylate, kontak dermatitis.

    Parameter kimia seperti sisa monomer, faktor mekanis yaitu permukaan

    gigi tiruan porus atau kasar, dan kebersihan mulut yang jelek dapat

    menyebabkan terbentuknya koloni bakteri dan fungi (Schmalz dan Bindslev,

    2009).