makalah hukum arbitrase

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hukum merupakan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada dasarnya peraturan tersebut berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan cara pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa yang menjadi sumber hukum. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya melalui proses pengadilan sering sekali dihindari, baik bagi pihak yang dirugikan ataupun pihak yang digugat. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sering dianggap hanya memakan waktu, dengan biaya yang mahal, tidak HUKUM ARBITRASE 1

Upload: lyliskhoiriyah

Post on 15-Apr-2016

380 views

Category:

Documents


75 download

DESCRIPTION

hukum arbitrase

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hukum Arbitrase

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum merupakan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis,

yang pada dasarnya peraturan tersebut berlaku dan diakui orang sebagai

peraturan yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Pada saat sekarang

ini terdapat perbedaan cara pandang terhadap hukum diantara kelompok

masyarakat Indonesia. Berbagai ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan

penanganan berbagai persoalan hukum bersumber dari cara pandang yang

tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa yang menjadi sumber

hukum.

Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya,

namun dalam penyelesaiannya melalui proses pengadilan sering sekali

dihindari, baik bagi pihak yang dirugikan ataupun pihak yang digugat.

Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sering dianggap hanya memakan

waktu, dengan biaya yang mahal, tidak efisien serta banyak oknum-oknum

yang cenderung mempersulit pencarian keadilan. Karena hal-hal tersebut yang

merupakan kelemahan dari badan Pengadilan dalam penyelesaian sengketa,

oleh sebab itu banyak kalangan pengusaha lebih memilih cara yang lain dalam

penyelesaiaan sengketa perdata.

Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan

sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Arbitrase adalah cara penyelesaian

suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat

mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akanmenjadi

HUKUM ARBITRASE 1

Page 2: Makalah Hukum Arbitrase

bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang

dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat

yang berlawananterhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti

pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh

karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum

apapun. Putusan Arbitrase bersifat mandiri,final dan mengikat (seperti putusan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap)sehingga ketua pengadilan tidak

diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase

nasional tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Arbitrase ?

2. Apa saja objek arbitrase?

3. Apa saja jenis-jenis arbitrase?

4. Apa saja lembaga arbitrase Internasional?

5. Apa saja syarat arbitrase dan pengangkatan arbiter?

6. Bagaimana pendapat dan putusan arbitrase?

7. Bagaimana pelaksanaan arbitrase?

8. Apa penyebab hapusnya putusan arbiter?

9. Apa penyebab dari berakhirnya tugas arbiter?

10. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari proses arbitrase?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memenuhi tugas dari Mata Kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis.

2. Mengetahui pengertian dan cara penyelesaian arbitrase

3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan arbitrase

4. Mengetahui masalah yang berkaitan dengan hukum arbitrase

HUKUM ARBITRASE 2

Page 3: Makalah Hukum Arbitrase

BAB II

PEMBAHASAN

ARBITRASE

I. Pengertian Arbitrase

Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Menurut UU No.30

tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase

yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak

sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat

oleh para pihak setelah timbul sengketa.

Karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah timbul

sengketa oleh para pihak berdasarkan isi pasal tersebut maka bentuk klausula

arbitrase tersebut dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu :

a. Pactum de compromittendo

Adanya kesepakatan bagi para pihak yang membuat perjanjian agar

pada kemudian hari apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan

melalui arbitrase. Pactum de compromittendo merupakan klausula

yang dicantumkan dalam perjanjian sehingga klausula tersebut

menjadi bagian dari perjanjian tersebut atau dengan kata lain bahwa

klausula tersebut dimaksudkan untuk menjadi bagian dari kontrak

yang dibuat.

b. Acta compromise

Adanya kesepakatan yang dituangkan bagi pihak yang berselisih,

yaitu untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun

kesepakatan tersebut muncul setelah terjadinya sengketa.

HUKUM ARBITRASE 3

Page 4: Makalah Hukum Arbitrase

II. Objek Arbitrase

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa

dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa

yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitase adalah sengketa yang menurut

peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 pasal 4 tentang arbitrase dan

alternatif penyelesaian sengketa menyatakan bahwa“Pengadilan Negeri tidak

berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat di dalam

perjanjian arbitrase, dan putusan arbitrase adalah final, artinya tidak dapat

dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan

hukum tetap bagi para pihak.”

Pembatasan Pengadilan Negeri untuk sengketa yang terikat dalam

perjanjian arbitrase dapat mencegah upaya intervensi Pengadilan Negeri dalam

perjanjia ini. Hal ini juga berarti bahwa sejak awal perjanjian dibuat, para pihak

telah mengesampingkan kemungkinan penyelesaian secara ligitasi di Pengadilan

Negeri.

III. Jenis-Jenis Arbitrase

Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase

melalui badan permanen (institusional).

1. Arbitrase ad hoc

Arbitrase ad hoc (arbitrase volunter) adalah arbitrase yang dibentuk

khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.

Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai

sengketa itu diputuskan.

2. Arbitrase institusional

Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang

HUKUM ARBITRASE 4

Page 5: Makalah Hukum Arbitrase

sifatnya permanen. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa yang timbul bagi mereka yang menghendaki

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Lembaga arbitrase

institusional yang ada di Indonesia antara lain Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas)

IV. Lembaga Arbitrase Internasional

1. Court of Arbitration of The International Chamber of

Commerce (ICC)

2. The International Center for Settlement of Investment Disputes

(ISCID)

3. The United Nations Commission of Internatinal Trade Law

(UNCITRAL)

V. Syarat Arbitrase dan Pengangkatan Arbiter

a. Syarat Arbitrase

Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan

terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal timbul

sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram,

teleks, faksimile, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa

syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.

Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana yang

dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan jelas :

a. Nama dan alamat para pihak;

b. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang

berlaku;

c. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;

HUKUM ARBITRASE 5

Page 6: Makalah Hukum Arbitrase

d. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;

e. Cara penyelesaian yang dikehendaki; dan

f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah

arbitrase atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian

semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah

arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.

Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase

setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam

suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal para

pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.

Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat :

a. Masalah yang dipesengketakan

b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

c. Nama lengkap dan tempat arbiter atau majelis arbitrase

d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil

keputusan

e. Nama lengkap sekretaris

f. Jangka waktu penyelesaian sengketa

g. Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan

h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk

menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian

sengketa melalui arbitrase.

Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak

untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam

perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak

akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah di tetapkan.

b. Syarat Pengangkatan Arbiter

HUKUM ARBITRASE 6

Page 7: Makalah Hukum Arbitrase

Yang dapat ditumuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:

a. Cakap melakukan tindakan hukum;

b. Berumur paling rendah 35 tahun;

c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda

sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak

bersengketa.

d. Tidak memppunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain

atasan putusan arbitrase; dan

e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya

paling sedikit 15 tahun.

Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk

atau diangkat sebagai arbiter.Tidak dibolehkannya pejabat yang disebut dalam

ayat ini menjadi arbiter, dimaksudkan agar terjamin adanya objektivitas dalam

pemeriksaan serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Penunjukkan dua orang arbiter oleh para pihak pemberi wewenang kepada

dua arbiter tersebut memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. Arbiter yang

ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat sebagai ketua majelis

arbitrase. Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah

pemberitahuan diterima oleh termohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 18

ayat (1), dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan

menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan

bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.

VI. Pendapat dan Putusan Arbitrase

Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang

mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu

perjanjian.Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

52 tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.

Putusan arbitrase harus memuat :

HUKUM ARBITRASE 7

Page 8: Makalah Hukum Arbitrase

a. kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

b. nama lengkap dan alamat para pihak

c. uraian singkat sengketa;

d. pendirian para pihak;

e. nama lengkap dan alamat arbiter;

f. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase

mengenai keseluruhansengketa;

g. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan

pendapat dalam majelis arbitrase;

h. amar putusan;

i. tempat dan tanggal putusan; dan

j. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase

Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan

hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan. Dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan

permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi

terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi suatu

tuntutan putusan.

VII. Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Pelaksanaan putusan arbitrase dibedakan menjadi dua yaitu putusan

arbitrase nasional dan putusan arbitrase asing (internasional). Putusan arbitrase

nasional adalah putusan arbitrase baik ad-hoc maupun institusional, yang

diputuskan di wilayah Republik Indonesia. Sedangkan, putusan arbitrase asing

adalah putusan arbitrase yang diputuskan di luar negeri.

HUKUM ARBITRASE 8

Page 9: Makalah Hukum Arbitrase

1. Putusan Arbitrase Nasional

Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU No.30

Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara

sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan

tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan

negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan

autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera

pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase

diucapkan. Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat.

Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti

putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua Pengadilan

Negeri tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari

putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki

Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap

putusan arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Berdasar Pasal 62 UU No.30 Tahun 1999 sebelum memberi perintah

pelaksanaan , Ketua Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase

memenuhi Pasal 4 dan pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila

tidak memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan

arbitrase dan terhadap penolakan itu tidak ada upaya hukum apapun.

2. Putusan Arbitrase Asing (Internasional)

Semula pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di indonesia

didasarkan pada ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah

Belanda yang merupakan negara peserta konvensi tersebut menyatakan

bahwa Konvensi berlaku juga di wilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni

1958 di New York ditandatangani UN Convention on the Recognition and

Enforcement of Foreign Arbitral Award. Indonesia telah mengaksesi

HUKUM ARBITRASE 9

Page 10: Makalah Hukum Arbitrase

Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 34

Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftar di Sekretaris PBB pada 7

Oktober 1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan

Peraturan mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Putusan arbitrase Asing sehubungan dengan disahkannya

Konvensi New York 1958. Dengan adanya Perma tersebut hambatan bagi

pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia seharusnya bisa diatasi.

Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan masih ditemui dalam eksekusi

putusan arbitrase asing.

VIII. Hapusnya Putusan Arbitrase

Perjanjian arbitrase dinyatakan batal, apabila dalam proses penyelesaian

sengketa terjadi peristiwa-peristiwa:

1. Salah satu dari pihak yang bersengketa meninggal dunia.

2. Salah satu dari pihak yang bersengketa mengalami kebangkrutan, novasi

(pembaharuan utang), dan insolvensi.

3. Pewarisan.

4. Hapusnya syarat-syarat perikatan pokok.

5. Pelaksanaan perjanjian arbitrase dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan

persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut.

6. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

IX. Berakhirnya Tugas Arbiter

Tugas abiter berakhir karena :

a. Putusan mnegenai sengketa telah dimbil;

HUKUM ARBITRASE 10

Page 11: Makalah Hukum Arbitrase

b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian

arbitrase atau sesudah diperpajang oleh para pihak telah

lampau atau;

c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan

arbiter.

X. Kelebihan Arbitrase

Di bawah ini keutungan menggunakan Arbitrase yang dikemukakan oleh

para ahli sekaligus dari tinjauan undang-undang :

a. Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, dan Fatmah Jatim, dalam

“Tinjauan terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan

Arbitrase Dagang di Indonesia” dalam buku Arbitrase di

Indonesia” , menyebutkan ada beberapa alasan memilih arbitrase,

yaitu:

Kebebasan, kepercayaan, dan keamanan;

Keahlian (Expertise);

Cepat dan hemat biaya;

Bersifat rahasia;

Bersifat non-preseden;

Kepekaan arbiter;

Pelaksanaan keputusan;

Kecenderungan yang Moden.

b. Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dalam bukunya Arbitrase Dagang

Internasional juga menyebutkan beberapa alasan yang

menyebutkan beberapa alasan yang menjadin arbitrase demikian

populer dalam transaksi dagang internasional, antara lain :

Dihindarkannya publisitas;

HUKUM ARBITRASE 11

Page 12: Makalah Hukum Arbitrase

Tidak banyak formalitas;

Bantuan pengadilan hanya taraf eksekusi;

Baik untuk pedagang-pedagang bonafide;

Ada jaminan dari perkumpulan-perkumpulan pengusaha;

Lebih murah dan lebih cepat.

c. Mengutip penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999, pada umumnya dikatakan bahwa pranata Arbitrase

mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pranata peradilan,

yaitu antara lain :

Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;

Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal

prosedural dan administratif;

Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut

keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta

latar belakang yang cukup mengenai masalah yang

disengketakan, jujur dan adil;

Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk

menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat

penyelenggaraan arbitrase; dan

Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para

pihak dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja

ataupun langsung dapat dilaksanakan.

XI. Kelemahan Arbitrase

Meskipun arbitrase memiliki beberapa keunggulan, tetapi arbitrase

sebenarnya merupakan mekanisme yang rentan terutama untuk untuk kondisi

Indonesia, karena arbitrase juga mempunyai kelemahan-kelemahan, di antaranya :

Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam,

maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis

sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum

HUKUM ARBITRASE 12

Page 13: Makalah Hukum Arbitrase

mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti

BANI, BAMUI dan P3BI.

Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai,

masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga

enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga

arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang

diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga arbitrase yang

ada.

Lembaga arbitrase tidak mempunyai kewenangan melakukan

eksekusi putusannya. Meskipun keputusannya bersifat mengikat,

tetapi untuk melaksanakannya harus melalui “fiat eksekusi”

pengadilan. Jadi wibawa lembaga pengadilan kalah dengan wibawa

pengadilan.

Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian

yang dicapai dalam arbitrase, sehingga mereka seringkali

mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan cara mengulur

waktu, perlawanan, gugatan pembatalan, dan sebagainya.

Kurangnya kesediaan para pihak yang bersengketa untuk

melepaskan sebagian hak-haknya. Budaya litigasi yang sudah

tertanam, membuat para pihak berpikir win-lose solution, dan

bukan win-win solution sebagaimana yang dikehendaki oleh

arbitrase.

Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu

mekanisme extra judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu di atas

etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran

HUKUM ARBITRASE 13

Page 14: Makalah Hukum Arbitrase

Kasus Hukum Arbitrase

Indosat Tempuh Kasasi dan Bawa Kasus IM2 ke Arbitrase Internasional

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan pengadilan tinggi Jakarta yang

memberatkan hukuman mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto dinilai

janggal. Jika benar, PT Indosat Tbk akan menempuh upaya arbitrase internasional

maupun kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami akan menempuh jalur hukum yang tersedia termasuk dengan kasasi dan

kemungkinan induk perusahaan kami untuk melakukan upaya arbitrase," ujar

Alexander Rusli, Presdir & CEO Indosat, dalam keterangan tertulisnya, Minggu

(5/1/2013).

Sikap ini diambil setelah muncul informasi bahwa Pengadilan Tinggi Tipikor

telah menolak permohonan banding Indar Atmanto atas kasus kerja sama

frekuensi 3G Indosat-IM2. Hakim justru menambah bobot hukuman dari 4 tahun

menjadi 8 tahun penjara.

Dari sisi putusan, Alex menganggap bahwa pemberatan hukuman ini justru

menambah kejanggalan proses penegakan hukum kasus ini. Pengadilan seperti

mengabaikan prinsip keadilan (Fair Trial) karena meniadakan fakta dari saksi

hingga bukti-bukti.

Kesaksian dan pernyataan para pelaku industri seperti dari Masyarakat Telematika

Indonesia (Mastel) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),

HUKUM ARBITRASE 14

Page 15: Makalah Hukum Arbitrase

maupun dari pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika

(Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),

"Pihak Kemenkominfo telah menyampaikan surat sejak awal kepada Kejaksaan

Agung bahwa model kerjasama bisnis ini sesuai dg amanah UU 36 tahun 99

tentang telekomunikasi, " ujarnya.

Kasus ini telah menyulut perhatian organisasi telekomunikasi internasional Global

System for Mobile Communications Association (GSMA), dan International

Telecommunication Union (ITU). Keduanya telah menyatakan bahwa model

bisnis kerjasama Indosat dan IM2 adalah sah dan sesuai dengan peraturan yg ada.

Denny AK, selaku pelapor perkara ini justru divonis bersalah dengan hukuman 18

bulan penjara karena terbukti memeras Indosat. "Pada proses peradilan yg terjadi

di Pengadilan Negeri Tipikor terlihat begitu gamblang bahwa pihak hakim tidak

mengerti perkara," ungkapnya.

Selain materi putusan, Alex menyayangkan sikap Humas Pengadilan Tinggi

Jakarta, Achmad Sobari, yang belum memberikan salinan putusan resmi kepada

pemohon. Pihaknya justru tahu setelah membaca pernyataan Achmad di salah satu

media massa.

"Bahwa pihak Indosat belum menerima pemberitahuan resmi mengenai hal

tersebut," ujarnya.

Dalam kasus ini, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta

menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan hukuman denda Rp 200 juta subsider

penjara 3 bulan. Indar dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan

perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan jaringan 3G/HSDPA milik

PT Indosat Tbk.

Atas perbuatan tersebut Indar disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 UU

HUKUM ARBITRASE 15

Page 16: Makalah Hukum Arbitrase

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun, Indar dinilai majelis tidak terbukti memperkaya diri sendiri yang

merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, Indar dibebaskan dari pidana

tambahan uang pengganti.

Sementara itu, PT IM2 dibebani membayar uang pengganti Rp 1,358 triliun atas

perkara tersebut. Pasalnya dianggap merugikan negara.

Vonis itu sendiri lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan

Negeri Jakarta. Dimana sebelumnya, Indar dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan

denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Perkara tersebut bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan

PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu

dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan

bersama frekuensi jaringan.

Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan PT IM2 tak membayar

biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut

menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan

keuangan negara Rp 1,358 triliun.

HUKUM ARBITRASE 16

Page 17: Makalah Hukum Arbitrase

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan mengenai pokok bahasan sebagaimana

tercantum dalam bab – bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mencoba

untuk menarik kesimpulan yang sekiranya dapat bermanfaat bagi penulis

khusunya dan pembaca makalah ini.

Undang-undang arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 merumuskan suatu

perjanjian arbitrase sebagai perjanjian tertulis untuk menyerahkan sengketa atau

perbedaan yang timbul sekarang maupun yang akan datang kepada arbitrase

.Sehingga dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya alternatif penyelesaian

sengketa selain melalui sistem peradilan juga telah dikenal dan diakui, yaitu

arbitrase. Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang

dilakukan, diselenggarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase,

yang merupakan “hakim swasta

Selain itu, dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa

(arbitrase) tidak terlalu formal dan jangka waktu penanganan perkara atau

sengketa hingga penyelesaiannya, yang relatif lebih cepat jika dibanding dengan

penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.

HUKUM ARBITRASE 17

Page 18: Makalah Hukum Arbitrase

DAFTAR PUSTAKA

• M Toar Agnes dkk.1995.Arbitrase di Indonesia.Jakarta:Ghalia Indonesia

• Silondae,Arus Akbar dan Wirawan B Ilyas.2011.Pokok-Pokok Hukum

Bisnis.Jakarta:Salemba empat

• Kansil, C.S.T dkk.2001.Hukum Perusahaan Indonesia (aspek hukum dan

ekonomi).Jakarta:PT anem kosong anem

HUKUM ARBITRASE 18