makalah hipertensi
DESCRIPTION
makalah hipertensi untuk anastesi. membahas pasien hipertensi. indikasi maupun kontrainidkasi pasien hipertensi diberikan anestesi lokal maupun sistemik.TRANSCRIPT
DENTAL MANAJEMEN PASIEN DENGAN HIPERTENSI
Disusun Oleh:
Erwina Maya Astari 160112120013
Nina Nur Fitri 160112120016
Nadia Greviana 160112120022
Lu’lu’ Nikhlatur R 160112120027
Rima Anggreini 160112120031
Rr. Dinar Windiayu 160112120037
T. Rizki Lanera 160112120038
Meity Karina Sari 160112120043
Revini Nuita 160112120041
Vivi Ardila S 160112120042
Elfira Megasari 160112120044
Natasha Griselda S 160112120045
Haniyah Kamal 160112120000
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013
DENTAL MANAJEMEN PASIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan abnormal dari tekanan arterial ditandai
dengan adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari
kenaikan resistensi arteri perifer. Hipertensi juga didefinisikan sebagai kondisi
dimana tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg, dengan diagnosis
didasarkan pada hasil yang sama pada dua atau lebih kunjungan setelah
pemeriksaan awal (Hargitai, 2001).
2. Etiologi
Usia, etnis (African, American) dan gender (laki-laki) merupakan faktor yang
beresiko terkena hipertensi. Faktor resiko lain adalah hiperkolesterolemia,
merokok, toleransi glukosa yang abnormal, hipertrofi bilik jantung kiri, dan
hipertensi menjadi ciri dari komplikasi kardiovaskular. Hipertensi pada 5%
individu yang diidentifikasi terkait dengan kondisi-kondisi tertentu disebut
hipertensi sekunder diantaranya pada penyakit ginjal, gangguan endokrin, masalah
neurogenik. Sedangkan 95% individu lainnya dengan kondisi hipertensi tanpa
terkait kondisi tertentu dinamakan hipertensi esensial, dimana faktor penyebabnya
belum diketahui.
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer tidak diketahui penyebab pastinya, beberapa faktor yang
diidentifikasi terkait dengan kondisi ini adalah:
1
- Faktor genetik pada beberapa pasien dengan latar belakang keluarga
hipertensi
- Obesitas
- Intak dari alkohol dan sodium
- Stress yang kronis
- Resistensi insulin
b. Hipertensi sekunder
Penyebab hipertensi sekunder diklasifikasikan menjadi:
Gangguan renal:
- Diabetes nefropathy
- Glomerulonefritis kronis
- Penyakit Polikistik
Gangguan endokrin
- Hyperplasia adrenal
- Phaeochromocytoma
- Sindrom Cushing’s
- Akromegali
Penyebab kardiovasular:
- Koarktasi aorta
Obat-obatan:
- Pil kontrasepsi
- Steroid
- Karbenoksolon
2
- Vasopressin
- Monoamine oxidase inhibitor
Kehamilan
Hipertensi dideteksi pada awal kehamilan dikaitkan dengan adanya hipertensi
esensial. Sedangkan hipertensi pada kondisi sekunder dikaitkan dengan sindrom
pre-eklampsia dengan manifestasi hipertensi parah, konvulsi, edema cerebral dan
pulmonary, jaundice, abnormalitas pembekuan dan kematian fatal.
3. Patofisiologi
Tekanan darah diukur dengan penggunaan sphygmomanometer. Diastolik
merupakan reprentasi dari total resistensi dari sistem arteri setelah bagian dari
tekanan diproduksi oleh kontraksi dari bilik kiri. Tekanan pulsasi dimodifikasi
oleh derajat elastisitas dari dinding arteri yang lebih lebar dan resistensi dari bed
arteri. Tekanan pada puncak kontraksi ventricular merupakan tekanan sistol.
Perbedaan antara tekanan sistol dan diastol dinamakan tekanan pulsa.
Banyak faktor yang berakibat sementara pada tekanan darah. Peningkatan
viskositas dari darah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sebagai hasil
dari peningkatan resistensi terhadap aliran. Penurunan pada volume darah
menurunkan tekanan darah. Peningkatan dalam volume darah atau volume cairan
jaringan meningkatan tekanan darah. Peningkatan output kardiak terkait dengan
latihan, demam, dan thyrotoksis menigkatkan tekanan darah. Pada hipertensi
berkelanjutan, kerusakan dasar dalam regulasi resistensi vascular. Kontrol dari
vascular resistensi merupakan multifaktorial, dan abnormalitas mungkin timbul
pada satu atau beberapa area. Mekanisme dari kontrol termasuk reflex neural,
3
neurontransmitter diantaranya norepinefrin, cairan ekstraselular, dan penyimpanan
sodium.
Tekanan darah meningkat normal seiring dengan usia dibawah 110/75 mmHg
pada anak dibawah 6 tahun, dan dibawah 140/90 mmHg pada pasien dewasa.
Tekanan darah yang menetap lebih dari 140/90 mmHg pada dewasa
dipertimbangkan sebagai keadaan abnormal. Dari sepertiga populasi, periode
sementara dari peningkatan tekanan darah dapat terjadi pada dewasa muda.
Baik diagnosis dan terapi dari hipertensi didasarkan peningkatan tekanan
darah diastole. Tetapi hipertensi sistolik yang signifikan dipertimbangkan. Pasien
hipertensi sistolik beresiko besar pada serangan jantung dibandingkan pada pasien
dengan peningkatan tekanan diastole.
4. Tanda dan Gejala
Kebanyakan dari hipertensi esensial merupakan kasus kronis. Peningkatan
dari pengukuran tekanan darah hanya menjadi ciri yang ada hanya untuk
beberapa tahun. Pasien dengan peningkatan tekanan darah intemiten disebut
dikatakan dengan hipertensi labil. Isolasi hipertensi diastolik jarang dan
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Isolasi pasien hipertensi sistolik
ditemukan pada pasien tua. Gejala awal dari hipertensi salah satunya adalah sakit
kepala di oksipital, perubahan penglihatan, tinnitus, pusing, dan lemah pada
tungkai.
Pemeriksaan funduskopi pada mata mungkin memperlihatkan perubahan awal
dari hipertensi yang terdiri dari hemoragi, arteriol mengerucut, eksudat, dan
papiledema pada kasus yang lebih berat. Keterlibatan ginjal dapat menghasilkan
4
hematuria, proteinuria, dan kegagalan ginjal. Individu dengan hipertensi dapat
mengeluhkan kelelahan dan menggigil pada kaki sebagai hasil dari perubahan
arteri peripheral yang muncul pada hipertensi lanjut.
Pemeriksaan ini dapat dilihat pada pasien dengan hipertensi esensial dan
sekunder. Bagaimanapun, tanda dan gejala mungkin muncul pada pasien dengan
penyakit penyerta.
GejalaAwal LanjutPeningkatan tekanan darah PapilledemaPengerucutan arteriol retina Pembesaran dari ventrikel kiriHemoragi retina Hematuria
ProteinuriaGagal jantungAngina pectorisGagal ginjal
GejalaSakit kepalaPerubahan pada penglihatanTinnitusMenggigilLethargiLemah tungkaiSakit kepala
5. Komplikasi
Kebanyakan dari komplikasi hipertensi merupakan penyakit serebrovakular
dan penyakit arteri koroner. Pasien hipertensi juga rentan terkena gagal ginjal dan
penyakit vaskular peripheral. Komplikasi lain diantaranya adalah hipertensi
5
maligna, hpertensi enselofati, aneurisma (robeknya pembuluh darah), perdarahan
retina, gangguan penglihatan sampai kebutaan.
6. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi atas dua golongan yaitu:
(1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang belum diketahui
penyebabnya dengan pasti atau Idiopatik
(2) Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan penyakit lain, disebut
juga hipertensi non esensial
6.1 JNC Systole dan Diastole
Joint national committee on detectionn evaluation and treatment of high
blood pressure pada tahun 1984 membagi tekanan sistolik dan diastolik menjadi
sebagai berikut:
a. Klasifikasi tekanan sistolik
b. Klasifikasi tekanan diastolik
c. Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik
Tabel 1 Klasifikasi tekanan sistolik
Tekanan Sistole KategoriKurang dari 140 Tekanan darah normal
140 – 159 Hipertensi terisolasi borderlineLebih dari 160 Hipertensi sistolik meragukan
*bila tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg
6
Tabel 2 Klasifikasi tekanan diastolik
Tekanan Diastole KategoriKurang dari 85 Tekanan darah normal
85 – 89 Tekanan darah normal tinggi90 – 104 Hipertensi ringan105 – 114 Hioertensi sedang
Lebih dari115 Hipertensi berat
Tabel 3 Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik
Kategori Sistolik DiastolikTekanan darah normal Kurang dari 130 Kurang dari 85Tekanan darah normal tinggi
130-139 85-89
HipertensiStage I 140-159 90-99Stage II 160-179 100-109Stage III 180-209 110-119Stage IV Lebih dari 210 Lebih dari 120
6.2 Klasifikasi Menurut WHO 1978
(1) Tekanan darah normal bila sistolik kurang atau sama dengan 140 dan
diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
(2) Tekanan darah perbatasan yaitu bila sistolik 141-149 dan diastolik 91-94
mmHg
(3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg
7
6.3 Klasifikasi Menurut JNC VI dan VII
Tabel 4 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VI
Kategori Sistolik DiastolicOptimal <120 Dan < 80Normal <130 Dan < 85Normal Tinggi 130 – 139 Dan/atau 85 - 89Hipertensi Stage I 140 – 159 Atau 90 – 99Hipertensi Stage II 160 – 179 Atau 100 – 109Hipertensi Stage III
>/= 180 Atau >/= 110
Tabel 5 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Klasifikasi Sistole DiastoleNormal <120 < 80Prehipertensi 120 – 139 80 – 90Stage 1 140 – 159 90 – 99Stage 2 >160 > 100
6.4 Fase diurnal
Tekanan darah klinis tidak selalu sesuai dengan tekanan darah di luar klinik
yang diukur dengan ABPM. Tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi
normotension, white coat hypertension, masked hypertension, dan sustained
hypertension tergantung pada tekanan darah klinis dan diluar klinis.
8
Gambar 1 Diagnosis terhadap white coat dan masked hypertension
White coat hypertension merupakan kondisi dimana tekanan darah yang
diukur di klinik hipertensif, sementara diukur di luar klinik normal pada pasien
yang tidak dirawat hipertensi. White coat hypertension didefinisikan sebagai
tekanan darah klinik rata-rata >140/90 mmHg dan tekanan darah di rumah rata-
rata ≤135/85 mmHg atau tekanan darah rata-rata 24 jam pada Ambulatory Blood
Pressure Monitoring (ABPM) ≤130/80 mmHg
White coat hypertension ditemukan pada 15-30% dari pasien hipertensi, dan
frekuensinya meningkat pada orang beruisia lanjut. Resiko pasien white coat
hypertension menjadi hipertensi tetap dan menjadi resiko penyakit kardiovaskular
tergolong tinggi.
9
White Coat Hypertension pada dasarnya membutuhkan modifikasi gaya
hidup dan follow up rutin, namun administrasi obat anti hipertensi
dipertimbangkan untuk diberikan apabila resiko kerusakan organ dan
kardiovaskular tinggi.
Masked Hypertension ditemukan pada 10-15% dari normotensive populasi
dan sekitar 30% pasien yang mendapatkan perawatan hipertensi dengan tekanan
darah klinik terkontrol ≤140/90 mm Hg.
Resiko timbulnya penyakit kardiovaskular 2 sampai 3 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan yang memiliki tekanan darah normal dan dapat
dibandingkan dengan yang memiliki hipertensi tetap.
Diagnosis terhadap masked hypertension ditegakkan ketika tekanan darah
rata-rata di klinik ≤140/90 dan tekanan darah di rumah adalah ≥135/80 mmHg
atau tekanan darah 24 jam rata-rata pada ABPM adalah ≥130/80 mmHg. Masked
hypertension mencakup morning hypertension, stress- induced hypertension
( termasuk diantaranya hipertensi di tempat kerja) dan hipertensi nocturnal.
Obat anti hipertensif dianjurkan untuk diberikan berdasarkan tekanan darah pagi
hari yang harus dikontrol agar tetap ≤135/80.
6.5 CV Risk Group
Ada faktor resiko mayor terhadap hipertensi,seperti umur (≥60 tahun),
merokok, hiperkolesterol, diabetes mellitus, dan jenis kelamin ( resiko meningkat
pada laki-laki dan wanita post menapouse [ 2:5]) faktor lainnya yang menjadi
predisposisi hipertensi meliputi ras (Hitam > putih), makanan tinggi garam,
obesitas, dan konsumsi alkohol yang tinggi. faktor resiko telah di rapikan dan
10
dikategorikan di tabel berikut berdasarkan ada atau tidaknya faktor resiko mayor
dan kardiovaskular klinis (CV) yang meliputi hipertofi ventricular kiri, angina,
gejala MI, gejala revaskularisasi koroner, gagal jantung; dan penyakit pada target
organ meliputi stroke,ischemic transien, nephropathy, penyakit arteri perifer, dan
retinopathy.
(1) Risk Group A : tidak ada faktor resiko, tidak ada penyakit CV atau penyakit
pada organ target.
(2) Risk Group B : setidaknya ada 1 faktor resiko (kecuali diabetes), tidak ada
penyakit CV atau target organ.
(3) Risk Group C : adanya penyakit CV dan/atau diabetes mellitus, ada atau
tidaknya faktor resiko lainnya
Tabel 6 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan CV dan manajemennya
BP StageCardiovascular Risk Group
Risk Group A Risk Group B Risk Group C
High Normal
130-139/85-89
Lifestyle modification
Lifestyle modi-fication
Drug Therapy*Lifestyle
modification
Stage 1
140-159/90-99
Lifestyle modification
(up to 12 mos)
Lifestyle modification
(up to 6 mos)#
Drug TherapyLifestyle
modification
Stages 2 and 3
>160/>100
Drug TherapyLifestyle
modification
Drug TherapyLifestyle
modification
Drug TherapyLifestyle
modification
* For those with heart failure, renal insufficiency or diabetes.
# For patients at this stage who have multiple risk factors, clinicians should consider drugs as initial therapy, as well as lifestyle modifications.
11
6.6 ASA (tanpa terapi)
Status Resiko Kategori Kondisi fisik Perawatan GigiASA I Tekanan darah
normalPenyakit sistemik (-)
Perawatan gigi rutin dapat diberikan.
ASA II Hipertensi stage I (140/90 – 159/99)
Fisik stabil Pemantauan tek darah setelah anestesi lokal.
ASA III Hipertensi stage II ( 160/100 – 179/110)
Toleransi aktifitas fisik terbatas
Pembatasan vasokonstriktor
ASA IV Hipertensi stage II (180/110 – 209/119)
Aktivitas fisik sangat terbatas
Perawatan gigi darurat dan nonstressful yang bisa diberikan.
7 Panduan Manajemen Dental Pasien dengan Hipertensi
Pasien dengan riwayat hipertensi atau datang dalam kondisi hipertensi
memerlukan pengelolaan dental yang tidak sama dengan pasien normal. Pada
sebagian besar pasien, prosedur atau tindakan dalam bidang kedokteran gigi
seringkali menyebabkan kecemasan dan memicu pelepasan endogen
cathecolamine yang meningkatkan tekanan darah pasien. Pengelolaan dan
pencegahan hipertensi perlu dilakukan pada pasien dengan riwayat hipertensi
dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memberikan
perawatan dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai dengan kondisi fisik
dan emosional pasien dalam menerima dan merespon perawatan sehingga
komplikasi dapat dihindari.
Terdapat dua strategi perawatan gigi pada pasien hipertensi, yaitu strategi
preventif dan kuratif (Tabel 7) dan perhatian yang sangat besar harus diberikan
12
khususnya adanya kemungkinan komplikasi hipertensi akut yang terjadi saat
perawatan gigi (Tabel 8). Pada strategi preventif, meliputi semua tindakan untuk
mengontrol tekanan darah pasien selama periode perawatan, meliputi kontrol
kecemasan, pemilihan anastesi, bahan anastesi dan kontrol sakit, setelah tindakan
selesai.
Tabel 7 Strategi preventif dan kuratif untuk perawatan gigi pada pasien hipertensi
Tekanan Darah Strategi120/80 mmHg atau kurang
Tekanan darah optimal Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Perawatan gigi rutin
130/85 mmHg atau kurang Tekanan darah optimal Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Perawatan gigi rutin
130/85 sampai 130/89 mmHg Tekanan darah tinggi-
normal (prehipertensi) Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Perawatan gigi rutin
140/90 sampai 159/99 mmHg Hipertensi stage 1 Resiko status II :
Stabil secara medis Tidak ada
pembatasan aktivitas fisik
Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Perawatan dental rutin
Catat tekanan darah setelah anastesi local dengan adrenalin (dengan pembatasan)
Rujuk medis secara rutin
160/100 sampai 179/109 mmHg Hipertensi stage 2 Resiko status III :
Tidak stabil secara medis
ada pembatasan aktivitas fisik
Catat tekanan darah tiap kali kunjungan Perawatan dental selektif
Catat tekanan darah setelah anastesi local dengan adrenalin (dengan pembatasan)
Rujuk medis secara rutin
180/110 sampai 209/119 mmHg Hipertensi stage 2 Resiko status III :
Catat tekanan darah Pemberian perawatan gigi emergensi
Monitor tekanan darah selama
13
Tidak stabil secara medis
Sangat terbatas dalam toleransi aktivitas fisik
perawatan Penggunaan anastesi local tanpa
epineprin/adrenalin Rujuk medis urgensi
210/120 atau lebih Hipertensi stage 2 Resiko status IV :
Tidak toleransi terhadap aktivitas fisik
Hipertensi mengancam kehidupan
Catat tekanan darah Pemberian perawatan gigi emergensi
Monitor tekanan darah selama perawatan
Penggunaan anastesi local tanpa epineprin/adrenalin
Rujuk medis emergensi
Tabel 8 Diagnosis dan perawatan krisis hipertensi di dalam perawatan gigi
Gejala dan tanda Perawatan Lemas Wajah kemerahan Sakit kepala Pusing Tinnitus Tekanan darah >160/110 mmHg Perubahan status mental Sakit pada dada
Kepala dinaikkan Pemberian oksigen (6L/mnt) Pemberian nitroglycerin (0,4
mg) sublingual/spray Aktifkan medical emergensi Monitor tanda vital
Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien dengan
hipertensi adalah sebagai berikut:
(1) Strategi Penatalaksanaan Pasien Hipertensi menurut ASA
Strategi perawatan kuratif (Tabel 7) untuk pasien hipertensi harus
disesuaikan dengan kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien untuk dapat
menerima dan merespon terhadapa perawatan yang diberikan. American Society
of Anaesthesiologists (ASA) mengklasifikasikan status resiko pasien menjadi :
14
ASA I, ASA II, ASA III, dan ASA IV. Untuk pasien dengan ASA I (tekanan
darah normal 120/80 mmHg – 130/89 mmHg, tidak ada penyakit sistemik)
perawatan gigi rutin dapat dilakukan. Pasien dengan ASA II (pasien dengan
hipertensi stage 1 (140/90 – 159/99 mmHg), stabil secara medis, tidak ada
pembatasan fisik), perlu pemantauan tekanan darah setelah anastesi local yang
mengandung adrenalin, perawatan gigi rutin bisa diberikan. Pada pasien dengan
hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 160/100 – 179/109 mmHg, tidak stabil
secara medis dan toleransi aktifitas fisik terbatas (ASA III), perlu pembatasan
vasokonstriktor dalam anastesi local yang digunakan. Perawatan gigi hanya yang
bersifat selektif. Prosedur gigi selektif meliputi (tetapi tidak dibatasi) untuk:
propilaksis, restorative, periodontal, endodontic dan ekstraksi rutin.
Pasien dengan hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 180/110 – 209/119
mmHg, tidak stabil secara medis dan aktifitas fisik sangat terbatas (ASA IV),
beresiko untuk perawatan dengan anastesi local yang mengandung
vasokonstriktor. Hanya perawatan gigi darurat nonstressful yang bisa diberikan
meliputi: pengurangan sakit, perawatan infeksi (insisi sederhana dan drainase).
Adrenalin kontraindikasi untuk mengontrol hemostatis. Pasien hipertensi stage 2
dengan tekanan darah 210/120 atau lebih tidak bisa menerima stress fisik atau
emosional, biasanya hipertensi yang langsung mengancam kehidupan (ASA IV),
semua tindakan dental darurat harus dipertimbangkan bahwa terapi gigi memang
benar-benar menguntungkan dibanding komplikasi yang ditimbulkan akibat
hipertensinya.
15
(2) Penggunaan Anestetikum
Anestetikum digunakan untuk mengontrol rasa sakit selama perawatan gigi.
Anestesi lokal merupakan jenis anestesi yang lebih baik digunakan pada pasien
dengan hipertensi karena tidak menimbulkan kecemasan. Namun, anestetikum
lokal mengandung vasokonstriktor yang digunakan untuk memperpanjang durasi
anestesi, mengurangi resiko toksis sitemik, mengontrol perdarahan, dan
menghambat absorpsi anestetikum.
Vasokonstriktor pada bahan anestesi lokal menyerupai mediator system
saraf simpatis, epinefrin, dan nonepinefrin. Vasokonstriktor merupakan salah satu
obat simpatomimetik yang mempengaruhi reseptor adrenergic. Reseptor
adrenergik dibagi dua, alfa dan beta yang keduanya dibagi dua subtype, alfa 1 dan
alfa 2 serta beta 1 dan beta2. Reseptor alfa1 banyak terdapat pada arteriol perifer.
Alfa2 dan beta 1 pada jantung, dan reseptor beta 2 banyak terdapat pada arterior
pada otot skeletal dan otot polos bronkiale. Reseptor Balfa cenderung
meningkatkan tekanan darah tetapi tidak dramatic. Reseptor Beta1 akan
meningkatkan frekuensi nadi jantung dan kekuatan kontraksi jantung sehingga
meningkatkan tekanan darah, sedangkan reseptor beta2 menyebabkan vasodilatasi
dan bronchodilatasi. Epinefrin memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap
reseptor beta1 dan beta2 sehingga tidak akan meningkatkan tekanan darah secara
dramatis. Adrenalin atau Epinefrin lebih aman digunakan untuk pasien hipertensi
dibandingkan dengan vasokonstriktor lain karena tidak meningkatkan tekanan
darah secara dramatis akibat perangsangan pada reseptor beta 1 dan beta 2 yang
16
hampir sama dan waktu paruh adrenalin yang singkat sehingga memiliki pengaruh
yang sesaat. Pada penelitian yang membandingkan pemeriksaan dan perawatan
gigi, perbedaan rata- rata 8 mmHg pada systole dan 1 mmHg pada diastole terjadi
pada prosedur bedah mulut dan kenaikan tekanan darah selama injeksi anestesi
bersifat sesaat dan kembali normal setelah jarum ditarik.
Penggunaan vasokonstriktor adrenalin atau epinefrin maksimal untuk pasien
sehat adalah 0,2 mg setiap kali kunjungan dan 0.036- 0.054 mg epinefrin (2- 3
ampul lidocain 2% dengan epinefrin 1:100.000) setiap kali kunjungan untuk
pasien dengan hipertensi terkontrol. Sedangkan penggunaan vasokonstriktor
epinefrin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi tidak
terkontrol, angina yang tidak stabil, riwayat infark myokard dan stroke kurang
dari 6 bulan, pasien by pass arteri koroner kurang dari 3 bulan, hipertiroid tidak
terkontrol, gagal jantung parah, sensitive sulfit, dan phaeochromocytoma.
Penggunaan anestesi lokal merupakan pilihan yang lebih baik untuk pasien
dengan hipertensi dibandingkan dengan anestesi umum asalkan pemberian
anestesi sesuai dosis maksimum dengan pemberian anestesi yang perlahan dan
menghindari penyuntikan intravascular.
(3) Waktu Perawatan dan Monitoring Pasien
Pemilihan waktu perawatan gigi merupakan hal yang harus
dipertimbangkan. Berdasarkan klasifikasi hipertensi berdasar fase diurnal,
kenaikan tekanan darah pada pasien hipertensi sering terjaid sekitar waktu bangun
tidur pagi, mencapai puncak pada pertengahan hari dan fluktuasi tekanan darah
17
cenderung menurun pada sore hari, oleh karena itu sore hari merupakan waktu
perawatan yang tepat.
Monitoring pasien harus dilakukan selama penatalaksanaan dental dan
memastikan pasien dalam keadaan tenang. Tekanan darah harus diukur minimal
dua atau tiga kali dengan jeda beberapa menit pada pasien dengan riwayat
hipertensi dan pengukuran tekanan darah awal tidak dilakukan langsung ketika
pasien memasuki ruang praktik. Tekanan darah juga harus diukur sebelum dan
setelah injeksi anestesi lokal dengan vasokonstriktor.
(4) Kontrol Kecemasan
Kecemasan dan stres dalam perawatan gigi dapat menyebabkan
meningginya tekanan darah dan mempercepat denyut jantung. Dokter gigi harus
memastikan kembali kondisi pasien dalam keadaan rileks sebelum operasi
dimulai. Premedikasi per oral dengan benzodiazepine seperti triazolam,
oxazepam, diazepam yang dikonsumsi pada malam hari sebelum kunjungan serta
1 jam sebelum tindakan dapat menurunkan kecemasan pasien. Sedasi oral dapat
menolong pasien dalam meredakan kecemasan. Sedasi dengan N2O- O2 dapat
digunakan dalam mengendalikan kecemasan, dan juga dapat mengurangi tekanan
darah (tekanan sistolik dan diastolic 15-10 mmHg) kira-kira 10 menit digunakan
sebelum perawatan dilakukan, namun dapat menyebabkan hipoksia pada pasien
dengan hipertensi.
(5) Penurunan Tekanan Ortostatik
Pasien dengan hipertensi dan mengkonsumsi obat- obatan antihipertensi
seringkali mengalami orthostatic hipotensi sebagai efek samping antihipertensi,
18
sehingga perubahan posisi kursi dental saat penatalaksanaan dental harus
dihindari. Saat dokter gigi memulai tindakan maupun setelah tindakan selesai,
posisi dental chair harus dikembalikan pada posisi tegak secara perlahan dan
pasien terus dimonitor hingga pasien merasa stabil dan seimbang. Seluruh
penatalaksanaan dental dilakukan dengan posisi semi supine dan pasien
diinstruksikan untuk tepatap di tempat duduk sampai perfusi serebral yang
memadai telah kembali.
(6) Pengurangan Interaksi Obat
Pasien dengan hipertensi mengkonsumsi bermacam obat yang perlu dicatat
saat melakukan anamnesis. Aspiriin biasanya diberikan kepada pasien hipertensi
untuk mencegah thrombosis vascular di serebral atau koronal. Aspirin perlu
dihentikan selama 5 hari sebelum tindakan yang menimbulkan perdarahan.
Pemberian analgesic non steroid sebaiknya dihindarkan karena dapat mengurangi
efek antihipertensi.
(7) Konsultasi Medis
Seluruh pasien yang akan menerima tindakan perlu mendapatkan
pengukuran tekanan darah sebelum tindakan dengan tiga tujuan, yaitu untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan medis akibat hipertensi
maupun hipotensi saat tindakan dental, screening dan monitoring pasien, serta
keperluan medikolegal.
Pada pasien dengan hipertensi, konsultasi ke internis perlu dilakukan untuk
mencegah kemungkinan adanya hipertensi sekunder akibat komplikasi penyakit
lain.
19
Skema pelaksanaan pasien hipertensi di praktek dokter gigi:
20
SIMPULAN
1. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal dari tekanan arterial ditandai
dengan adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat
dari kenaikan resistensi arteri perifer. Usia, etnis (African, American) dan
gender (laki-laki) merupakan faktor yang beresiko terkena hipertensi. Gejala
awal dari hipertensi salah satunya adalah sakit kepala di oksipital, perubahan
penglihatan, tinnitus, pusing, dan lemah pada tungkai.
2. Pengelolaan dan pencegahan hipertensi perlu dilakukan pada pasien dengan
riwayat hipertensi dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
serta memberikan perawatan dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai
dengan kondisi fisik dan emosional pasien dalam menerima dan merespon
perawatan sehingga komplikasi dapat dihindari.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien dengan
hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Konsultasi Medis
b. Pengurangan Interaksi Obat
c. Penurunan Tekanan Ortostatik
d. Kontrol Kecemasan
e. Waktu Perawatan dan Monitoring Pasien
f. Strategi Penatalaksanaan Pasien Hipertensi menurut ASA
g. Penggunaan Anestetikum
21
DAFTAR PUSTAKA
Hargitai, Lieutenant Istvan and Sherman, Captain Robert. 2001. Dental management of the hypertensive patient. Naval Postgraduate Dental School National Naval Dental Center Bethesda, Maryland. Vol. 23, No. 1
Rahajoe, Poerwati Soetji. 2008. Pengelolaan Pasien Hipertemsi untuk Perawatan d Bidang Kedokteran Gigi. Yogyakarta: Jurnal Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.
Asmarida, Rita. 2003. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi di Praktek Dokter Gigi. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Hal 6,7,9, 12, 15
22