makalah herpes zoster

25
BAB I PENDAHULUAN Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu reaktivasi virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. 1 Meingkatnya insidensi pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. Namun, insidensinya pada pasien imunokompeten pun besar. Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life- threatening, namun dapat menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Lebih lanjut lagi nyeri yang dialami saat timbul lesi kulit dapat bertahan lama, hingga berbulan- bulan lamanya sehingga dapat menggangu kualitas hidup pasien – suatu keadaan yang disebut dengan postherpetic neuralgia. Prevalensi herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya mencakup 1%. Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes zoster merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter.

Upload: afif-bastian

Post on 05-Sep-2015

518 views

Category:

Documents


89 download

DESCRIPTION

stase kulit

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu reaktivasi virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.1 Meingkatnya insidensi pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. Namun, insidensinya pada pasien imunokompeten pun besar.

Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life-threatening, namun dapat menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Lebih lanjut lagi nyeri yang dialami saat timbul lesi kulit dapat bertahan lama, hingga berbulan-bulan lamanya sehingga dapat menggangu kualitas hidup pasien suatu keadaan yang disebut dengan postherpetic neuralgia. Prevalensi herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya mencakup 1%. Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes zoster merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi herpes zoster tanpa komplikasi bagi dokter umum adalah 4A, yang berarti level kompetensi tertinggi yang perlu dicapai oleh dokter umum, di mana dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana hingga tuntas kecuali pada perjalanannya timbul komplikasi.2

Berkaca dari hal tersebut, presentasi kasus ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman klinis mahasiswa tentang penyakit herpes zoster tanpa komplikasi, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga penatalaksanaan. Setelah pemaparan kasus ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki informasi yang semakin kaya tentang herpes zoster sehingga dalam pelayanan primer di masa yang akan datang kompetensi yang disyaratkan

BAB IITINJAUAN PUSTAKADefinisi Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.3 Patogenesis Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4

Gambar 2 Patogenesis infeksi herpes zosterGambaran KlinisLesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.4Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena.4,5

Gambar 3 Gambaran klinis herpes zoster

DermatomDermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan.Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.6

Gambar 4 Gambaran dermatom sensorik tubuh manusiaKomplikasi Postherpetic neuralgia Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.4,7

Gambar 5 Jaras sensorik nyeriPostherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.8,9Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).9Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabutsaraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.5,8Herpes Zoster OftalmikusHerpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinsons sign), maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan. Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis retina akut.4,5

Gambar 6 Gambaran klinis herpes zoster oftalmikusDiagnosisPenegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.5 Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1) gejala prodromal berupa nyeri, (2) distribusi yang khas dermatomal, (3) vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul, (4) beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik, (5) tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkanherpes simpleks zosteriformis), (6) nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.10 Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.1,10

Gambar 7 Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster1Diagnosis Banding1. Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis)11Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang simptomatik berupa varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid, mengalami reaktivasi jika sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui kontak langsung kulit danmukosa, jarang yang menyebar melalui aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi kecil.Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas, berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam 3-4 hari kemudian.Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang sering bermanifestasi sebagai gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis dan cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk zosteriform dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya jarang terjadi.

TatalaksanaTujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari.12 Kemudian untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut13:

1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular lainnya2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan pemberian antiviral intravena4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi, dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps; dan 5. Pasien dengan dermatitis atopik beratObat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya, seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.13 Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg per hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.4,10 Obat diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi baru tidak timbul lagi.4Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin atau phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.4,12Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-oklusif, dan non-adherent.14Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi kombinasi atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut:1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari pada malam hari;2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin 100-300mg per hari;3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan gabapentin atau antidepresan trisiklik saja;4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh), pemberiannya dapat menimbulkan sensasi terbakar; dan5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per hari, kemudian perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya dikombinasikan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena kortikosteroid menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau absolut kortikosteroid seperti diabetes mellitus. Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada spesialis terkait sangat dianjurkan.

BAB IIILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. BS Tanggal Lahir : 21 April 1970 Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan : Wirausaha Pendidikan : SMP Agama : Islam

II. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Embung Fatimah kota Batam tanggal 19-08-2014.. Keluhan Utama : Terdapat benjolan dibagian perut disertai rasa gatal dan nyeri sejak seminggu yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang : Seminggu yang lalu, saat pasien bangun tidur pasien merasakan mendadak perut pasien nyeri, baik saat diistirahatkan maupun saat aktivitas. Nyeri dirasakan sepanjang waktu, berdenyut, namun tidak sampai mengganggu aktivitas pasien. Secara mendadak timbul pula benjolan beberapa buah dan kulit yang kemerahan di bagian perut sebelah kanan. benjolan tersebut dikatakan merupakan sumber dari nyerinya, disertai rasa sedikit gatal. Pasien jarang menggaruk benjolan tersebut. Riwayat demam disangkal, Keesokan harinya pasien berobat ke Alam sehat, di sana ia diberikan salep yang tidak diketahui namanya, cara menggunakanya dengan dioleskan sebanyak 1 kali sehari, serta diberikan obat minum untuk penghilang nyeri namun pasien merasakan tidak ada perbaikan. Nyeri tidak dirasakan makin berat, namun muncul benjolan yang bertambah banyak.Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan kulit di bagian lain, tidak mengeluhkan gangguan penglihatan dan pendengaran, tidak terdapat kelemahan untuk menggerakkan kaki. Pasien mandi dua sampai tiga kali sehari, menggunakan sabun detol.Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien menderita cacar air pada saat berusia 8-10 tahun (saat pasien masih SD). Riwayat sakit berat dan dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit kulit lainnya disangkal. Riwayat darah tinggi disangkal.Riwayat Penyakit Keluarga :Saat ini tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat penyakit kulit lainnya pada keluarga disangkal. Ayah dan ibu pasien keduanya memiliki kencing manis yang tidak terkontrol, saat ini keduanya sudah meninggal.Riwayat Sosial :Pasien beraktivitas sebagai wirausaha, memiliki empat orang anak yang semuanya sudah berumah tangga. Pasien tidak pernah bekerja formal. III. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG Kesadaran : Kompos mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Nadi : 72 kali/menit Pernafasan : 18 kali/menit Suhu : AfebrisSTATUS DERMATOLOGIKUS1. Pada abdominal kanan, terdapat vesikel multipel bergerombol yang tersebar secara dermatomal, dengan ukuran lentikular, terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel teraba lunak dengan permukaan yang licin.

V.DIFERENSIAL DIAGNOSIS1.Herpes Zoster 2. Herpes simplek3. Varisela4. Impertigo VesikobulosaVI.DIAGNOSA KERJAHerpes ZosterVII. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak diusulkan.VIII. RENCANA TERAPI Asiklovir, 5 x 800 mg p.o selama 7 hari Asam mefenamat, 3 x 500 mg p.o jika nyeri Vit B Compleks Edukasi: mengurangi sementara aktivitas fisik, jangan digaruk walaupun terasa sedikit gatal, hindari benjolan yang pecah, jangan berdekatan dengan anak-anak atau orang lain yang belum pernah mengalami cacar air sebelumnya. Konsumsi obat harus teratur, termasuk jam-jamnya, sehingga perlu menggunakan alarm jika diperlukan untuk membangunkan pasien.VIII. PROGNOSIS1. Ad vitam : bonam2. Ad functionam : bonam3. Ad sanationam : bonam

BAB IV PEMBAHASANSeorang Pria berusia 44tahun datang ke dokter dengan keluhan nyeri yang timbul secara mendadak di Perut kanan sejak seminggu yang lalu. Pada kulit muncul pula benjolan yang berkelompok dan tersebar hanya di perut bagian kanan, Tidak terdapat lokasi lain timbulnya kelainan kulit yang serupa. Dengan timbulnya lesi seperti ini, perlu dipikirkan terjadinya kelainan kulit yang manifestasinya merupakan benjolan disertai dengan nyeri yang cukup hebat. Dengan melihat lesi, tampak pada perut kanan terdapat vesikel multipel bergerombol yang tersebar secara dermatomal, dengan ukuran lentikular, terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel teraba lunak dengan permukaan yang licin.Lesi yang terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan. Lesi yang timbul juga khas berupa vesikel yang berkelompok, dengan dasar berupa kulit yang eritematosa (kemerahan). Keseluruhan penampakan kulit maupun gejala subjektif berupa nyeri sangat menyokong ke arah herpes zoster, mengingat penyakit ini memiliki perjalanan berupa masa tunas 7-12 hari, dengan timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa penyembuhan sendiri selama 1-2 minggu berikutnya. Pada reaktivasi herpes zoster, perlu ditanyakan gejala prodromal. Gejala prodromal berupa demam disangkal, namun pasien mengeluhkan timbulnya nyeri perut kanan yang terjadi kurang lebih bersamaan dengan timbulnya lesi pada kulit. Mialgia yang terjadi dapat merupakan gejala prodromal dari reaktivasi herpes zoster. Gejala prodromal lainnya berupa pusing dan malaise disangkal oleh pasien.Setelah yakin bahwa terjadi reaktivasi herpes zoster, perlu dipikirkan mengapa terjadi reaktivasi. Pada literatur dikatakan bahwa tidak jelas sebetulnya pemicu reaktivasi, namun herpes zoster dapat terjadi akibat penurunan fungsi sistem imun, seperti yang ditemui pada seorang berusia di atas 50 tahun. Herpes zoster merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang bermanifestasi sebagai varicella zoster (cacar air). Pada pasien ditemukan riwayat cacar air pada saat berusia sekolah di SD. Dengan demikian jelaslah bahwa infeksi primer pada pasien ini telah terjadi.Pasien kemudian diberikan pengobatan, berupa edukasi dan medikamentosa. benjolan yang timbul jangan digaruk sebab dapat menimbulkan infeksi sekunder. Pasien juga dianjurkan mengurangi sementara aktivitas fisik sebab saat ini pasien sedang mengalami nyeri dan tingginya aktivitas fisik dapat meningkatkan gesekan maupun trauma pada kaki yang dapat menjadi penyebab pecahnya benjolan.. Pasien perlu diedukasi bahwa pada orang yang belum pernah mengalami cacar air, dapat terjadi penyebaran virus VZV ke pejamu lain, yang dapat menimbulkan varicela pada orang lain. Dengan demikian dalam fase ini sebaiknya pasien tidak membiarkan anak-anak ataupun orang yang belum pernah mengalami varicela sebelumnya untuk bermain atau berdekatan dengan pasien.Terapi medikamentosa yang diberikan berupa asiklovir 5 x 800 mg. Terapi dapat diberikan secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul,. Di atas 72 jam, pemberian asiklovir dikatakan tidak efektif lagi. Perlu diingat pula bahwa konsumsi obat harus teratur, termasuk jam-jamnya, sebab pemberian asiklovir sebanyak 5 hari dalam sehari. Dengan demikian perlu digunakan alarm jika diperlukan untuk membangunkan pasien atau mengingatkan pasien untuk mengonsumsi obat. Asiklovir diberikan selama tujuh hari.Untuk nyeri yang timbul pada pasien diberikan asam mefenamat 3x500 mg sebagai analgesik. Serta tambahan Vit B compleks Untuk memperbaiki sistem imun dan persarafan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med. 2002;347(5):3406. 2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012. Jakarta; 2012. 3. James WD, Berger T, Elston D. Andrews diseases of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. 4. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed. 5. Baehr M, Frotscher M. Duus topical diagnosis in neurology. 4th ed. New York: Thieme; 20056. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and associated diseases: A 5-year retrospective study at Tamathibodi Hospital. J. Med. Assoc. Thail. Chotmaihet Thangphaet. 2005 May;88(5):678817. Herr H. Prognostic factors of postherpetic neuralgia. J. Korean Med. Sci. 2002 Oct;17(5):6559.8. Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc; 2004.9. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al. Recommendations for the management of herpes zoster. Clin. Infect. Dis. Off. Publ. Infect. Dis. Soc. Am. 2007 Jan 1;44 Suppl 1:S126.10. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks color atlas & synposis of clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill Medical11. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM, editors. Penyakit kulit yang umum di indonesia: sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia Indonesia12. Gross G, Schfer H, Wassilew S, Friese K, Timm A, Guthoff R, et al. Herpes zoster guideline of the German Dermatology Society (DDG). J. Clin. Virol. Off. Publ. Pan Am. Soc. Clin. Virol. 2003 Apr;26(3):277289; discussion 291293.13. Federal Bureau of Prisons. Management of varicella zoster virus infections [Internet]. [cited 2013 May 6]. Available from: http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf