makalah forensik
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang.
Manakala kematian terjadi, maka peristiwa tersebut akan memberikan dampak pada keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai
hak dan kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang bersangkutan.
Secara medis penyebab kematian dapat terjadi akibat penyakit, tua, kekerasan
(rudapaksa) atau keracunan. Dilihat dari caranya, kematian dapat di bagi menjadi kematian
wajar dan kematian tidak wajar. Kematian wajar adalah kematian yang terjadi akibat ketuaan
atau penyakit. Kematian tidak wajar adalah kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa
pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan.
Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian
pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur
atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah pemeriksaan jenazah,
penerbitan surat keterangan kematian , autopsi dan pembuatan visum et repertum, serta
pengawetan janazah.
DASAR HUKUM PEMERIKSAAN JENAZAH
Adapun dasar hukum pemeriksaan jenazah meliputi:
Pasal 7 KUHAP
1. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf a karena
kewajibannya memiliki wewenang mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
Pasal 65 KUHAP
tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seeorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya
Pasal 108
Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mngetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu
kepada penyidik
1
.Pasal 120
1. Dalam hal penyidik menggangap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus
2. Ahli tesebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuan yang sebaik
baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat dan martabat ,pekerjaan atau
jabatanya yang mewajiblkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta
Pasal 133 KUHAP :
Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara
tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP:
1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
2
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 135 dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan
penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 133 ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang undang ini.
Pasal 179 KUHAP:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal 180
1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
disidang peradilan ,hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2. Dalam hal timbul hal yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat sa hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang udahhh
3. Hakim karena jabatanyadapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagamina disebut ayat 2
4. Penelitian ulang sebagaimana tersebut ayat 2 dan ayat 3 dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berasal dari instansi lain yang
memiliki wewenang untuk itu
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN WAKTU KEMATIAN
Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel
organ-organ internal tubuh terhenti. Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada
tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut
disebut dengan tanatologi (Apuranto, 2007).
3
Mati memiliki dua stadium yaitu somatic death dan cellular death. Dalam stadium
somatic death fungsi pernafasan dan peredaran darah telah berhenti, sehingga terjadi anoxia
yang lengkap dan menyeluruh dalam jarinan, akibatnya proses aerobic sel berhenti,
sedangkan proses anaerobic masih berlangsung. Tanda-tanda kematian yang dapat diperiksa
dalam stadium somatic death yang sering disebut tanda kematian tidak pasti adalah
(Apuranto, 2007):
1. Hilangnya pergerakan dan sensibilitas dapat diperiksa dengan elektro
enchephalograpy
2. Berhentinya pernafasan dapat diperiksa dengan cara
- Auskultasi : penempelan stetoskop didaerah laring selama 5-10 menit
- Test winslow : gelas berisi air diletakkan didaerah epigastrium, bila
permukaan air bergerak berarti korban masih hidup
- Mirror test : cermin diletakkan didepan lubang hidung dan mulut. Bila cermin
buram maka korban masih bernafas
3. Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah
- Auskultasi : Penempelan stetoskop didaerah prekordial selama 5-10 menit
- Test magnus : jari tangan diikat dengan seutas tali sedemikian rupa sehingga
aliran darah vena tidak ada, tetapi aliran darah arterial masih ada, maka distal
dari ikatan tampak adanya bendungan dan akan mengalami cyanotik
sedangkan daerah pada ikatan tampak pucat. Bila tidak terjadi perubahan maka
peredaran darah sudah tidak ada.
sellular death adalah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan. Dalam keadaan
ragu-ragu apakah seseorang sudah meninggal atau belum, maka dokter harus menganggap
korban itu masih hidup, dan harus diberi pertolongan sampai menunjukkan tanda-tanda hidup
atau sampai timbul tanda-tanda kematian yang pasti, diantaranya (Apuranto, 2007):
1. Penurunan suhu jenasah (Argor Mortis)
Setelah seseorang meninggal, metabolisme yang memproduksi panas terhenti,
sedangkan pengeluaran panas berlangsung terus sehingga suhu tubuh akan turun
menuju suhu udara atau medium disekitarnya (Apuranto, 2007).
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa
4
metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar suhu tubuh dengan
lingkungan, tetapi beberapa saat kemudian suhu tubuh menurun dengan cepat. Setelah
mendekati suhu lingkungan penurunan suhu tubuh lambat lagi hingga suhu tubuh
sama dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu tubuh ini terjadi selama kurang lebih
18-20 jam. Penurunan suhu jenasah dapat dipakai untuk memperkirakan saat
kematian seseorang yaitu dengan menggunakan rumus:
(98,4 oF - suhu rektal jenasah oF) x 1,5 jam
Kecepatan penurunan suhu jenasah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
(Apuranto, 2007):
1. Suhu udara
Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan udara disekitarnya dapat
mempengaruhi penurunan suhu, semakin besar perbedaan suhu maka
penurunan suhu jenasah makin cepat.
2. Aliran udara dan kelembaban
Aliran udara mempercepat penurunan suhu jenasah. Sedangkan udara lembab
merupakan konduktor yang baik, sehingga penurunan suhu lebih cepat
4. Kondisi tubuh
Pada orang gemuk yang pada tubuhnya banyak mengandung lemak,
penurunan suhu relative lebih lambat.
5. Aktivitas sebelum meninggal
Apabila sebelum meninggal korban melakukan aktifitas fisik berat, suhu tubuh
dapat meningkat sesuai berat aktifitas fisik.
6. Sebab kematian
Bila korban meninggal karena asfiksia dan septikemia, maka suhu tubuh saat
meninggal tinggi.
7. Pakaian
Tebal pakaian dapat mempengaruhi penurunan suhu tubuh mayat.
2. Lebam mayat (Livor Mortis)
Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru kemerahan
akibat peredaran darah terhenti pada saat seseorang meninggal, sehingga darah
terkumpul di dalam pembuluh kapiler, hal tersebut dipengaruhi oleh gravitasi
5
sehingga darah mencari bagian tubuh terendah. Lebam mayat terbentuk bila terjadi
kegagalan sirkulasi dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menyebabkan
darah mencapai capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan
efferen salung berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnansi
di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan
mengalir ke bawah, ketempat-tempat terendah yang dapat dicapai (Apuranto, 2007).
Pada umumnya lebam mayat sudah dapat diobservasi 15-20 menit setelah
seseorang meninggal, dan dapat terlihat jelas 2-4 jam setelah seseorang meninggal.
Lebam mayat masih dapat hilang dengan penekanan apabila rentang waktu kematian
kurang dari 9 jam, dan apabila waktu kematian lebih dari 9-12 jam, lebam mayat akan
menetap dan tidak hilang dengan penekanan. Lebam mayat secara fisik mirip dengan
luka memar, adapun perbedaannya sebagai berikut (Apuranto, 2007):
Lebam Mayat Luka Memar
Lokalisasi Bagian tubuh terendah Sembaran tempat
Ditekan Biasanya hilang Tiak hilang
Pembengkaka
n
Tidak ada Sering ada
Insisi Bintik-bintik darah
intravascular
Bintik-bintik darah
ekstravaskular
Tanda Intra
Vital
Tidak ada Ada
Lokalisasi lebam mayat pada bagian tubuh yang rendah. Lebam pada mayat
dengan posisi mayat terlentang dapat kita lihat pada belakang kepala, ekstensor
lengan, fleksor tungkai, punggung, pantat, ujung jari dibawah kuku, dan terkadang di
samping leher akibat pengosongan yang kurang sempurna dari vena superfisialis.
Lebam pada mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi,
dagu, dada, perut, dan ekstensor tungkai. Lebam pada mayat dengan posisi
tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna (Apuranto,
2007).
6
Disamping ditemukan pada kulit, lebam mayat juga dapat ditemukan pada
organ dalam, lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita
temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal
hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah (dalam
rongga panggul) (Apuranto, 2007).
Pembentukan lebam mayat dipengaruhi oleh volume darah yang beredar,
makin besar volume darah makin cepat terbentuk leam mayat, begitu sebaliknya.
Selain itu lebam mayat pengaruhi oleh tingkat koagulasi darah, apabila terdapat
gangguan koagulasi dan darah dalam keadaan tetap cair, lebam mayat cepat terbentuk.
Lebam mayat umumnya berwarna merah kebiruan. Pada korban yang meninggal
akibat keracunan gas CO dan keracunan HCN, lebam mayat berwarna cherry red.
Pada korban yang meninggal karena keracunan Nitro Benzena atau Potassium Chlorat
maka lebam mayatnya berwarna chocolate brown. Pada korban yang meninggal
akibat asfiksia lebam mayat mendekati kebiruan, dan pada jenasah yang disimpan
dalam lemari pendingin, lebam mayat berwarna merah terang atau pink (Apuranto,
2007).
3. Kaku mayat (Rigor Mortis)
Rigor mortis adalah tanda kematian yang dapat dikenali berupa kekakuan otot
yang irreversible yang terjadi pada mayat yang terjadi pada otot bergaris dan otot
polos. Kelenturan otot dapat terjadi selama masih terdapat ATP yang menyebabkan
serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka
energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
7
Perubahan yang terjadi pada otot-otot orang meninggal adalah sebagai berikut
(Apuranto, 2007):
a) Primary Flacidity
Pada fase ini otot masih lemas dan dapat dirangsang secara mekanink maupun
elektrik, fase ini terjadi pada stadium somatic death. Primary flaccidity
berlangsung selama 2-3 jam.
b) Rigor Mortis
Pada fase ini otot tidak dapat berkontraksi meskipun dirangsang secara
mekanik maupun elektrik, terjadi dalam stadium cellular death, fase ini terbagi
dalam 3 bagian, yaitu:
- Kaku mayat belum lengkap
Pada awalnya kaku mayat terlihat pada Mm. Orbicularis Occuli,
kemudian otot rahang bawah, otot leher, ekstrimitas atas, thoraks,
abdomen, dan ekstrimitas bawah. Fase ini berlangsung selama 3 jam.
- Kaku mayat lengkap
Fase kaku mayat penuh dan dipertahankan selama 12 jam.
- Kaku mayat mulai menghilang
Urutan hilangnya kaku mayat sama seperti urutan timbulnya kaku
mayat, kecuali otot rahang bawah yang terakhir melemas, fase ini
berlangsung selama 6 jam.
c) Secondary flaccidity
Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kaku mayat,
diantaranya:
- Suhu sekitar
8
Bila suhu sekitar tinggi, rigor motris akan lebih cepat terbentuk dan
hilang, begitu juga sebaliknya. Pada suhu dibawah 10 oC tidak akan
terbentuk rigor mortis.
- Keadaan otot saat meninggal
Apabila otot dalam keadaan konvulsi atau lelah maka rigor mortis akan
cepat terbentul, namun apabila korban meninggal secara mendadak
atau dalam keadaan rileks, timbunya rigor mortis lebih lambat.
- Umur dan gizi
Pada anak-anak timbulnya rigor mortis relatf lebih cepat daripada
orang dewasa. Bila keadaan gizi kurang, timbul rigor mortis lebih
cepat.
4. Perubahan pada mata
Terdapat tanda kematian pasti yang dapat dilihat dari perubahan pada mata,
diantaranya (Apuranto, 2007):
- Refleks kornea dan cahaya menghilang
- Kornea menjadi keruh atau terbentuk “tache noir” akibat tertutup oleh lapisan tipis
secret mata yang mongering, keadaan ini diperlambat bila kelompok mata tertutup
- Bulbus oculi melunak dan mengkerut karena penurunan tekanan intraokuler
- Pupil dapat berbentuk bulat, lonjong, atau regular sebagai akibat melemasnya otot
iris
- Perubahan pada pembuluh darah retina akibat aliran darah dalam pembuluh darah
retina berhenti dan mengalami segmentasi
5. Perubahan pada kulit (Apuranto, 2007)
- Hilangnya elastisitas kulit
- Adanya lebam mayat yang berwarna kebiruan
- Terdapat kelainan yang dikenal dengan cutis anserina sebagai kontraksi dari
mm. Erector pillae
6. Proses pembusukan dan terkadang proses mumifikasi dan adipocere
Proses pembusukan disebabkan oleh pengaruh enzim proteolitik dan
mikroorganisme. Pembusukan pada umumnya terjadi 18-24 jam setelah meninggal
(Apuranto, 2007).
9
Adapun tanda-tanda pembusukan yang dapat diperiksa adalah :
- Warna kehijauan pada dinding perut daerah caecum yang disebabkan reaksi
hemoglobin dengan H2S menjadi sulfmethemoglobin
- Wajah dan bibir membengkak
- Scrotum dan vulva membengkak
- Distensi dinding abdomen akibat gas pembusukan dalam usus sehingga
membuat keluarnya feses dari anus dan isi lambung dari mulut dan hidung
- Vena superfisialis pada kulit kehijauan
- Timbul bulae yaitu gas pembusukan pada lapisan epidermis
- Keluar darah dari mulut dan hidung akibat desakan pada paru-paru oleh
pembentukan gas pembusukan
- Bola mata menonjol keluar akibat gas pembusukan dalam orbita
- Kuku dan rambut dapat terlepas serta dinding perut dapat pecah
Alat alat dalam tubuh dapat mengalami pembusukan serta dapat dibagi menjadi 3
gologongan :
Golongan cepat membusuk
Jaringan otak
Lambung dan usus
Uterus yang hamil atau postpartum
Golongan lambat membusuk
Paru
Jantung
Ginjal
Diafragma
Gologngan paling lambat membusuk
Prostat
Uterus yang tidak hamil
Mumifikasi adalah proses pengeringan dan pengisutan alat alat tubuh akibat
penguapan. Proses mimifikasi lengkap terjadi dalam 1 sampai 3 bulan dan jenasah
yang mengalami mumifikasi akan bertahan lama sekali. Gejala-gejala yang tmpak
adalah ; tubuh menjadi kurus, kering dan mengkerut, warna coklat muda sampai
10
coklat kehitaman, kulit melekat erat pada jaringan dibawahnya, dan susunan alat alat
tubuh masih baik (Apuranto, 2007).
Adipocere terjadi adanya proses hydrogenisasi dari asam lemak tak jenuh
menjadi asam lemak jenuh yang nantinya akan bereaksi dengan alkali membentuk
sabun yang tidak larut. Proses adipocere ini terjadi dalam waktu beberapa bulan
hingga beberapa tahun. Lebih cepat pada bayi dan anak anak daripada orang dewasa.
Gejala yang tampak antara lain ; tubuh berwarna putih sampai kekuningan, bila diraba
terasa seperti sabun, pada pemanasan akan meleleh, dan berbau tengik (Apuranto,
2007).
PEMERIKSAAN LUKA-LUKA DAN TANDA PENYAKIT
Suatu luka dapat didefinisikan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu
trauma. Terdapat bermacam – macam penyebab luka yaitu, yang disebabkan oleh
persentuhan benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, tembakan, aliran listrik dan sebagainya
(Apuranto, 2007).
Penulisan deskripsi luka-luka harus sistematis yang meliputi jumlah luka-luka, lokasi
luka menurut regio anatomi beserta koordinatnya, bentuk luka-luka, ukuran luka-luka dan
sifat luka-luka. Setiap jenis luka memiliki kekhasan yang memerlukan deskripsi tambahan
(Syamsun, 2014).
Lokasi dan jumlah luka berkaitan dengan kemungkinanan pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan. Luka-luka yang berada di sembarang tempat di tubuh kemungkinan terjadi pada
peristiwa kecelakaan. Luka-luka yang terdapat pada daerah vital dengan ukuran yang
bervariasi kemungkinan terjadi pada peristiwa bunuh diri. Sedangkan luka-luka yang terdapat
pada area luar ekstremitas kemungkinan terjadi karena korban berusaha menangkis serangan
lawan. Lokasi luka yang dideskripsikan menurut regio sebenamya sudah cukup memberikan
gambaran letak luka-luka, namun jika dianggap penting, lokasi luka dideskripsikan lagi
menurut koordinat tubuh (Syamsun, 2014).
Regio anatomi dijelaskan menurut bahasa anatomi yang sederhana, contohnya : dahi,
pipi, dada, perut, leher, punggung, pinggang, paha, betis, punggung kaki, telapak kaki, dan
lain - lain. Regio tersebut bisa dipertegas lagi, misalnya : paha kanan, dada kiri, leher depan,
dada kanan bagian atas, perut kiri bagian bawah, paha kanan sepertiga bagian atas, dada
kanan pada serta iga nomer empat, dan seterusnya (Syamsun, 2014).
11
Beberapa koordinat tubuh yang sering dipergunakan untuk mendeskripsikan luka-luka
adalah sebagai berikut : garis mendatar yang melewati pertengahan kedua mata, garis
mendatar yang melewati kedua puting susu, garis mendatar yang melewati pertengahan pusat,
garis mendatar yang melewati kedua ujung bawah tulang belikat. Sementara itu, garis
membujur tubuh yang dipergunakan adalah garis membujur pertengahan tubuh bagian depan
dan garis membujur pertengahan tubuh bagian belakang. Pada leher, luka-luka diproyeksikan
ke dagu/jakun, liang telinga kanan, liang telinga kin, dan daerah batas kulit berambut di
kepala bagian belakang. Sedangkan pada ektremitas atas, luka-luka diproyeksikan ke
pergelangan tangan, siku, lipat siku, lipat ketiak, dan puncak bahu. Luka-luka di ekstremitas
bawah diproyeksikan ke tumit, pergelangan kaki, tumit, lipat tumit, lipat paha (Syamsun,
2014).
Bentuk, ukuran, dan sifat luka-luka berguna untuk memperkirakan benda penyebab
luka-luka. Perkiraan lebar senjata tajam yang menusuk tubuh korban bisa diketahui dari
ukuran panjang luka setelah kedua tepi luka didekatkan, sedangkan panjang senjata yang
masuk ke dalam tubuh korban bisa diperkirakan dari kedalaman luka. Adanya mekanisme
retraksi otot dan jaringan sub kutis paska trauma menyebabkan ukuran luka setelah trauma
akan lebih kecil dari ukuran sebenarnya, sehingga ukuran lebar senjata paling tidak sekitar
panjang luka. Satu senjata tajam ternyata bisa menghasilkan luka-luka yang mempunyai
ukuran panjang dan kedalaman yang bervariasi. Hal ini karena adanya pergerakan dinamis
tubuh korban dan tubuh pelaku ketika proses penusukan tersebut (Syamsun, 2014).
Sifat luka-luka berguna untuk memperkirakan benda penyebab luka, yaitu benda
tajam, benda tumpul, panas, zat kimia asam dan basa, senjata api, senapan angin, dan lain -
lain. Selain itu, deskripsi sifat luka berguna untuk memperkirakan intravitalitas luka dan
umur luka. Intravitalitas luka ariinya apakah luka-luka terjadi ketika korban masih hidup atau
korban telah meninggal dunia (Syamsun, 2014).
Sifat luka-luka dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : daerah batas luka, daerah di dalam
garis batas luka dan daerah di sekitar garis batas luka. Daerah batas luka meliputi tepi luka
rasa atau tidak rasa, jumlah dan besarnya sudut luka, serta batas luka tegas atau tidak tegas.
Batas tegas ariinya dapat masih bisa membedakan antara bagian kulit yang sehat dan bagian
kulit yang sakit. Daerah di dalam garis batas luka meliputi tebing luka rata atau tidak rata, ada
atau tidak ada Jembatan jaringan antara kedua tebing luka, jaringan tubuh yang membentuk
tebing luka, dan jaringan tubuh yang membentuk dasar luka. Daerah di sekitar garis batas
luka meliputi kelainan-kelaianan yang ditemukan diluar garis batas luka, contohnya : kulit
12
berwarna kemerahan, jelaga, tatoase, dan seterusnya (Syamsun,2014).
Luka akibat benda tajam
Luka akibat benda tajam adalah kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan
dengan benda atau alat tajam dan atau berujung runcing sehingga kontinuitas jaringan rusak
atau hilang (Apuranto, 2007).
Sifat luka trauma tajam adalah sebagai berikut tepi luka rata, sudut luka lancip, tebing
luka rata, tidak ada jembatan jaringan, tidak ditemukan memar di daerah sekitar luka. Selain
itu, trauma tajam yang mengenai permukaan tulang belulang akan meninggalkan bekas
berupa garis patahan tulang yang rata (Syamsun,2014).
Permukaan tajam suatu benda dapat menimbulkan luka iris (Incised Wound), luka tusuk
(Stab Wound), dan luka bacok (Chop Wound) (Apuranto, 2007; Syamsun, 2014). Berikut
merupakan penjelasan mengenai ketiga jenis luka tersebut (Apuranto, 2007).
1) Luka Iris (Incised Wound)
Luka akibat benda atau alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan
ringan dan goresan pada permukaan tubuh. Alat yang dapat menimbulkan luka iris: pisau,
pecahan kaca, pisau silet, pedang, potong seng (Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka iris adalah tepi dan permukaan luka rata, sudut luka lancip, tidak ada
jembatan jaringan, rambut terpotong, tidak ditemukan luka memar atau lecet di
sekitarnya, tidak mengenai tulang dan panjang luka lebih besar dari dalam luka
(Apuranto, 2007).
Ciri – ciri pada bunuh diri adalah lokasi luka pada daerah tubuh yang mematikan dan
dapat dicapai tangan korban sendiri, misalnya leher, pergelangan tangan, lekuk siku,
lekuk lutut dan pelipatan paha (Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka iris pada pembunuhan adalah luka dapat disembarang tempat dan pada
daerah tubuh yang tidak mungkin dicapai oleh tangan korban sendiri, luka – luka
tangkisan pada anggota gerak korban karena korban melakukan perlawanan, tidak
ditemukan luka iris percobaan dan pakaian ikut terkoyak akibat benda tajam tersebut
(Apuranto, 2007).
2) Luka Tusuk (Stab Wound)
Luka akibat benda atau alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul
yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong dengan permukaan tubuh
(Apuranto, 2007).
13
Alat yang dapat menimbulkan luka tusuk adalah belati, bayonet, keris, pedang, celurit,
pecahan kaca, benda – benda berujung runcing dengan penampang bulat atau persegi
empat atau segitiga misalnya kikir, tanduk kerbau dan lain – lain (Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka tusuk adalah tepi luka rata, sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat
sudut luka kurang tajam, pada sisi tajam dari alat rambut ikut terpotong, bila tusukan
dilakukan sampai pangkal pisau, kadang – kadang ditemukan memar disekitar luka, dan
ukuran dalam luka lebih besar daripada panjang luka (Apuranto, 2007).
Ciri - ciri luka tusuk pada pembunuhan adalah lokasi di sembarang tempat, juga di
daerah – daerah yang tidak mungkin dijangkau oleh tangan sendiri, jumlah luka dalam
lebih dari satu, adanya tanda – tanda perlawanan dari korban yang menyebabkan luka
tangkisan, dan tidak ditemukan luka tusuk percobaan (Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka tusuk pada bunuh diri adalah lokasi pada daerah-daerah yang ada alat
tubuh penting dan dapat dicapai oleh tangan korban sendiri, jumlah luka yang mematikan
biasanya satu, ditemukan luka tusuk percobaan disekitar luka utama, bergerombol dan
dengan kedalaman yang berbeda – beda, tidak ditemukan luka tangkisan, bila pada daerah
yang ada pakaian, maka pakaian akan disingkirkan terlebih dahulu dan kadang - kadang
tangan yang memegang senjata mengalami cadaveric spasm (Apuranto, 2007).
3) Luka Bacok (Chop Wound)
Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang
terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga cukup besar (Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka bacok adalah ukuran luka biasanya besar, tepi luka tergantung pada
mata senjata (makin tajam mata senjata yang digunakan, tepi luka yang ditimbulkan
makin rata), sudut luka tergantung mata senjata yang digunakan, hampir selalu
menimbulkan kerusakan pada tulang, kadang – kadang bagian tubuh yang mengalami
bacokan ikut terputus, dan dapat dijumpai memar atau lecet disekitar luka (Apuranto,
2007).
Luka akibat benda tumpul
Permukaan tumpul suatu benda dapat menimbulkan luka lecet, luka memar, luka robek,
jejas jerat, jejas cekik dan trauma tumpul oleh anak peluru. Sifat luka terbuka oleh trauma
tumpul adalah sebagai berikut: tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tebing luka tidak rata,
ada jembatan jaringan, ditemukan memar di daerah sekitar luka. Selain itu, trauma tumpul
yang mengenai permukaan tulang belulang akan meninggalkan bekas berupa garis patahan
tulang yang tidak rata (Syamsun, 2014).
14
1) Luka lecet
Suatu kerusakan yang mengenai lapisan atas dari kulit ari (epidermis) akibat
kekerasan dengan benda yang memiliki permukaan yang kasar, sehingga epidermis
menjadi tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang (Apuranto, 2007).
Luka lecet terdiri dari empat jenis berdasarkan arah benturan dan luasnya area
benturan, yaitu : luka lecet gores, luka lecet gerus, luka lecet tekan, dan luka lecet geser
(Syamsun, 2014).
Luka lecet gores adalah terlepasnya kulit ari oleh geseran permukaan tumpul suatu
benda. Jika area geserannya lebih luas akan menyebabkan luka lecet serut. Luka lecet
tekan merupakan penjejakan kulit ari oleh permukaan tumpul suatu sehingga permukaan
luka lebih rendah dari kulit ari sekitarnya. Sedangkan luka lecet geser adalah luka lecet
yang terjadi karena tekanan dan geseran pada kulit ari. Gambaran luka lecet kadang-
kadang bisa memberikan petunjuk bentuk permukaan benda tumpul yang menyebabkan
teg'adinya luka lecet tersebut (Syamsun, 2014).
Ciri – ciri luka lecet adalah sebagian atau seluruh epitel hilang, permukaan tertutup
oleh exudasi yang akan mengering (krusta), timbul reaksi radang berupa penimbunan sel
– sel PMN, dan biasanya tidak meninggalkan jaringan parut (Apuranto, 2007).
Luka lecet dapat terjadi sebelum meninggal (ante mortem) atau setelah meninggal
(post mortem). Ciri – ciri luka lecet pada ante mortem adalah warna coklat kemerahan
karena eksudasi sedangkan pada post mortem adalah tampak mengkilap dan warna
kekuningan (Apuranto, 2007).
2) Luka memar
Luka memar merupakan pecahnya pembuluh darah di bawah kulit oleh benturan
permukaan tumpul suatu benda padat. Benturan tersebut terkadang menyebabkan
terkikisnya kulit ari di atas luka memar. Cairan darah yang keluar dari pembuluh darah
yang pecah akan mewarnai jaringan disekitarnya dan cairan darah tersebut akan mengalir
sesuai dengan arah gaya gravitasi hingga akhirnya menggumpal oleh mediator-mediator
kimia pembekuan darah. Lokasi memar tidak selalu berkorelasi dengan lokasi benturan,
luasnya memar juga tidak selalu berkorelasi dengan besarnya kekuatan benturan. Tubuh
yang gemuk atau adanya penyakit gangguan pembekuan darah akan menyebabkan memar
yang luas meskipun benturannya ringan. Sebagian besar benda tumpul akan menimbulkan
luka memar yang tidak khas sehingga menyulitkan kita memperkirakan benda tumpul
penyebab luka memar tersebut (Syamsun, 2014).
3) Luka robek
15
Seluruh tebal kulit mengalami kerusakan dan juga jaringan bawah kulit, sehingga
epidermis terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat dan sebacea juga mengalami
kerusakan. Luka robek mudah terjadi pada kulit dengan adanya tulang dibawahnya
(Apuranto, 2007).
Ciri – ciri luka robek adalah sudut atau tepi luka tumpul, ada jembatan jaringan,
rambut tidak terpotong, dan ditemukan luka memar atau lecet di sekitarnya (Apuranto,
2007).
4) Jejas jerat
Jenis luka, ukuran jejas, dan sifat luka jejas jerat tergantung dari jenis alat jeratnya.
Benda yang lunak menimbulkan jejas yang didominasi oleh luka memar, sedangkan
benda yang keras menimbulkan jejas yang didominasi oleh luka lecet dan sedikit luka
memar (Syamsun, 2014).
Jejas jerat pada kasus pembunuhan seringkali horizontal, berbeda dengan jejas
gantung diri yang seringkali jejas jeratnya miring. Untuk memastikan cara kematian,
perhatikan pula jenis simpul alat jerat, jarak tumpuan dengan tubuh almarhum, kondisi
tempat kejadian perkara, intravitalitas jejas jerat (Syamsun, 2014).
5) Jejas cekik
Cekikan akan menimbulkan luka-luka lecet dan atau memar yang tersusun berjejer
membujur antara satu luka dengan luka lainnya. Jejas tangan korban yang berusaha
melepaskan cengkeraman tangan pelaku terkadang ditemukan di sekitar luka-luka yang
tersusun berjejer membujur tersebut yaitu berupa luka-luka lecet atau memar yang
tersusun berjejer melintang antara satu luka dengan luka lainnya. Susunan luka-luka di
leher juga berguna untuk memperkirakan posisi tangan dan posisi tubuh pelaku, apakah
dari arah depan menggunakan tangan kanan atau dari arah belakang menggunakan tangan
kiri atau sebaliknya (Syamsun, 2014).
6) Luka tembak
Bentuk luka tembak dipengaruhi oleh jenis senjata, jarak tembakan, arah tembakan,
luka masuk atau luka keluar. Senapan angin menyebabkan terbentuknya luka tembak
berukuran kecil sekitar 2-5 milimeter, sedangkan luka tembak oleh senjata api berukuran
sekitar 6-15 milimeter, bahkan ukurannya lebih besar pada tembakan jarak kontak/tempel.
Sedangkan tembakan shotgun menyebabkan terbentuknya beberapa luka yang ukurannya
bervariasi (Syamsun, 2014).
Tembakan senjata api dari jarak jauh hanya menimbulkan terjadinya lubang luka dan
cincin lecet, namun tembakan dari jarak dekat akan menimbulkan terjadinya tatoase, yaitu
16
: sekumpulan luka lecet seukuran ujung jarum di sekitar luka tembak masuk. Sedangkan
luka tembak kontak menyebabkan terjadinya luka bakar di kulit ari dan rambut kulit serta
adanya luka berbentuk bintang pada kulit yang berada di atas tulang pipih. Jarak jauh
adalah jarak tembakan di atas satu meter yang menyebabkan sisa bubuk mesiu tidak bisa
menjangkau tubuh korban atau adanya benda-benda tertentu sebagai penghalang bubuk
mesiu untuk menjangkau tubuh, sedangkan jarak dekat adalah jarak tembakan kurang dari
satu meter yang menyebabkan sisa bubuk mesin menjangkau tubuh korban (Syamsun,
2014).
Arah tembakan bisa dikenal dari posisi lubang luka terhadap cincin lecet. Arah
tembakan yang tegak lurus permukaan tubuh menyebabkan terjadinya lubang luka yang
konsentris dengan cincin lecet. Sedangkan arah tembakan yang miring dengan permukaan
tubuh akan menimbulkan lubang luka yang episentris terhadap cincin lecet (Syamsun,
2014).
Luka tembak masuk biasanya berukuran lebih keeil dibandingkan dengan luka tembak
keluar. Luka tembak keluar berukuran lebih besar karena. adanya jaringan tubuh yang
ikut terbawa keluar bersama anak peluru dan adanya perubahan bentuk anak peluru
selama menembus jaringan tubuh. Selain itu, cincin lecet tampak kurang jelas pada luka
tembak keluar (Syamsun, 2014).
Luka tembak oleh senapan angin mempunyai ukuran luka yang lebih kecil dari ukuran
luka tembak oleh senjata api. Karakteristik lainnya yang perlu dipertimbangkan untuk
luka tembak oleh senapan angin adalah tidak ditemukan jelaga, tatoase, dan tanda-tanda
terbakarnya area sekitar luka tembak. Sehubungan dengan keterbatasan karakteristik luka
tersebut, maka seorang dokter tidak bisa menentukan jarak tembak oleh senapan angin
(Syamsun, 2014).
Luka tembak oleh shotgun ditandai dengan sebuah luka tembak sebagai luka sentral
yang dikelilingi oleh beberapa luka tembak sebagai satulit di sekeliling luka sentral. Luka
tembak kontak ditandai oleh terbakarnya area sekitar luka, adanya luka lecet/memar
bekas moncong senjata, dan ditemukannya jelaga. Tembakan shotgun dari jarak kurang
dari 2 feet (1 feet = 30,48 cm) menyebabkan terbentuknya satu luka berdiameter 1/4
inchi-1 inchi (1 inchi = 25,4 mm). Tembakan dari jarak 2-3 feet akan menyebabkan
terbentuknya satu luka tembak dengan beberapa pinggir luka mencembung (scallop).
Tembakan dari jarak 3-4 feet menimbulkan satu luka tembak sebagai sentral yang
berdiameter 1 inchi,dan dikelilingi oleh beberapa tuka tembak sebagai satulit. Semakin
17
jauh jarak tembakan, semakin renggang jarak antar luka tembak satelitnya (Syamsun,
2014).
Luka akibat trauma kimia
Zat kimia mampu menimbulkan erosi pada jaringan tubuh. Asam kuat
mengkoagulasikan protein jaringan tubuh, mengekstraksi air dari jaringan, sehingga luka-
luka yang ditimbulkannya bersifat kering, keras, berwarna coklat kehitaman, sedangkan
basa kuat menyebabkan reaksi penyabunanan intrasel, yaitu : reaksi kimia antara zat basa
dengan protoplasma, sehingga luka-luka yang ditimbulkannya tampak yang basah, licin,
berwarna merah kecoklatan (Syamsun, 2014).
Contoh zat asam adalah asam mineral, antara lain : asam sulfat, asam klorida dan
asam nitrat- Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam forn-mat dan asam asetat.
Garam mineral, antara lain : perak nitrat dan Zinc Chlorida. Halogen, antara lain : F, Cl,
Ba dan 1. Contoh zat kimia basa, antara lain : KOH NaOH, NH40H (Syamsun, 2014).
Luka akibat trauma fisik
Trauma fisik atau trauma suhu panas akan mengakibat bakar pada tubuh. Ciri-ciri luka
bakar pada tubuh korban berdasarkan derajat kerusakannya adalah sebagai berikut : luka
bakar derajat satu berupa kerusakan epidermis yang ditandai oleh adanya eritema (kulit
berwarna kemerahan), luka bakar derajat dua berupa kerusakan keit sampai ke lapisan
dermis, namun menyisakan set epitel basal, kelenjar keringat dan keienjar minyak, serta akar
rambut. Derajat dua ditandai oleh adanya bula (kulit yang melepuh). Luka bakar derajat tiga
berupa kerusakan kulit hingga jaringan di bawah kulit, tanpa menyisakan elemen jaringan
kulit yang masih hidup. Luka bakar derajat tiga ditandai oleh adanya adanya karbonisasi
(jaringan tubuh berwarna pucat abu-abu gelap atau hitam) (Syamsun, 2014).
Luas luka bakar pada tubuh korban dinyatakan dalam satuan persen (%). Pada orang
dewasa dikenal rumus 9, yaitu : 9% merupakan luas dari masing-masing area tubuh berikut
ini : luas kepala dan leher, dada, perut, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas
kimm, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai kiri dan kaki kiri, tungkai kanan
dan kaki kanan, sementara sisanya 1% untuk area genitalia (Syamsun, 2014).
Luas permukaan kepala bayi dan anak-anak relative lebih besar, sedangkan luas
permukaan ekstremitas relative lebih kecil dari keseluruhan luas permukaan tubuh. Oleh
karena itu, ukuran luas permukaan tubuh pada bayi menggunakan rumus 10, yaitu : 20% luas
kepala dan leher, 20% luas dada dan perut, 20% luas punggung, pinggang, dan bokong, 10%
luas masing-masing ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Sedangkan pada anak-anak,
18
20% luas dada dan perut, 20% luas punggling, pinggang, dan bokong, 10% luas masing-
masing ekstremitas atas, 15% luas masing-masing ekstremitas bawah, dan 10% luas kepala
dan leher (Syamsun, 2014).
Benda padat, benda cair maupun benda gas dapat menimbulkan luka bakar derajat satu
hingga luka bakar derajat tiga. Benda padat dan benda gas mampu membuat pengarangan
(karbonisasi) jaringan tubuh sedangkan benda cair tidak meyebabkan karbonisasi jaringan
tubuh. intravitalitas luka bakar juga kadang-kadang dipertanyakan oleh penegak hukum,
contohnya : kasus ditemukannya jenazah pada kebakaran rumah. Pemeriksaan histopatologi
jaringan perlu dilakukan khususnya pada luka bakar yang dinilai masih meragukan tersebut.
Apakah korban masih hidup pada saat kebakaran rumahnya dapat terkonfirmasi dari
pemeriksaan peningkatan saturasi karbonmonooksida darah di atas 20%, histopatologi
jaringan otak dan saluran nafas, dan adanya hematam ektradural (Syamsun, 2014).
Sementara itu, meskipun luka bakar oleh sengatan listrik mencakup area yang terbatas,
aliran listrik mampu menimbulkan kerusakan luas pada organ-organ dalam yang dilalui oleh
arus listrik, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lengkap fungsi organ-organ dalam, antara
lain : pemeriksaan EKG, EEG, pemeriksaan kimia darah, CT-Scan. Pemeriksaan tersebut
bertujuan untuk menemukan adanya sekuele atau komplikasi dari aliran listrik (Syamsun,
2014).
Bentuk luka listrik masuk biasanya menyerupai bentuk permukaan benda padat berarus
listrik yang menyentuh permukaan tubuh, sedangkan luka listrik keluar mempunyai bentuk
yang tidak khas. Bentuk luka listrik yang tidak khas juga didapatkan pada kasus sengatan
listrik melalui media air (Syamsun, 2014).
Pemeriksaan luar terhadap korban yang meninggal karena listrik sangat penting
karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan pada kulit. Dalam pemeriksaan luar
yang harus dicari adalah tanda – tanda listrik atau current mark. Current mark merupakan
tanda untuk luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik. Current mark
bervariasi dari derajat 1 sampai 4 (Hoediyanto, 2007).
Tanda – tanda listrik tersebut adalah (Hoediyanto, 2007):
1. Tanda listrik yang terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
2. Tanda lain berupa gelembung berisi cairan, seperti kulit setelah kena api rokok.
3. Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut terbakar,
tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur.
4. Panas yang ditimbulkan pada suatu waktu demikian besarnya sehingga kawat
listrik menguap dan mengkondesir dijaringan tubuh.
19
Gambaran current mark adalah bentuk oval, berwarna kuning atau coklat keputihan
atau coklat kehitaman atau abu – abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema
sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (Hoediyanto, 2007).
Cara mencari current mark pada tubuh korban terutama adalah pada telapak tangan
dan telapak kaki dan sebelumnya harus dicuci terlebih dahulu dengan sabun dan bila perlu
disikat. Jika ditemukan adanya metalisasi pada kulit yang bersentuhan dengan kabel atau
kawat yang berarus listrik adalah juga sangat membantu untuk menegakkan bahwa korban
telah mendapatkan kekerasan dengan listrik. Metalisasi terjadi akibat panas yang ditimbulkan
sedemikian besar sehingga ion – ion asam jaringan bereaksi dengan ion – ion logam dari
kawat atau label membentuk garam dan menyebar di jaringan. Warna yang terjadi tergantung
bahan logam, misalnya dari besi akan tampak berwarna hitam kecoklatan, tembaga warna
coklat kemerahan dan aluminium warna perak (Hoediyanto, 2007).
Tanda – tanda kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah (Apuranto, 2007).
1. Sianosis
Dapat dengan mudah terlihat pada daerah-daerah ujung jari dan bibir dimana terdapat
pembuluh darah kapiler. Sianosis ini memiliki arti bila keadaan mayat masih baru.
2. Perdarahan berbintik (petechiae haemorrhages, Tardiu’s spot)
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringan yang longgar,
seperti pada selaput biji mata dan kelopak mata serta pada kulit kepala. Pada kasus
yang hebat, perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit khususnya di daerah wajah.
Terjadinya keadaan ini akibat perubahan permeabilitas kapiler sebagai akibat
langsung dari hypoxia dan peningkatan tekanan intra kapilersehingga kapiler pecah
dan terjadilah perdarahan berbintik-bintik (petechiae).
3. Pembuluh darah kecil pada konjungtiva meleber (injected).
PEMERIKSAAN DALAM (TEKNIK IRISAN DAN PENGELUARAN ORGAN)
Irisan / insisi
Insisi (pengirisan), yaitu untuk membuka rongga kepala, leher, rongga dada, rongga
perut, rongga panggul, dan bagian-bagian lain yang diperlukan.Terdapat beberapa jenis insisi
yang dapat digunakan untuk membuka tubuh. Pada dasarnya, semua jenis insisi
menggunakan pendekatan dari midline anterior, namun berbeda pada diseksi leher. Terlepas
20
dari jenis insisi yang dipilih, tubuh jenazah sebaiknya diletakkan dalam posisi supinasi dan
bahu ditopang oleh balok agar leher terekstensi. Jenis insisi yang digunakan diharapkan aman
bagi operator dan dapat memberikan lapang pandang yang maksimal dengan tetap
mempertertimbangkan aspek rekonstruksi dari tubuh jenazah.
Insisi I
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan demikian tidak
perlu melingkari pusat.Keuntungan teknik insisi I adalah mudah dikerjakan dan daerah leher
dapat diperiksa lapis demi lapis sehingga semua kelainan yang ada dapat dilihat, tetapi
keburukannya ialah dari segi estetika karena ada irisan pada daerah leher.
Insisi Y
Keuntungan teknik insisi huruf Y ialah tidak adanya irisan di daerah leher, tetapi
teknik ini agak sulit dan memerlukan ketrampilan tinggi.Insisi Y dilakukan semata-mata
untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan
adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.
Ada dua macam insisi Y, yaitu:
1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision), yang dilakukan pada tubuh pria,
o buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan
tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah
(incissura jugularis),
o lanjutkan sayatan, dimulai dari incissura jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke symphisis os pubis; dengan menghindari daerah
umbilicus.
o Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati, sampai ke rahang bawah;
tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat untuk pertama kali,
o Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam
rongga mulut dan leher dikeluarkan,
o Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan yang biasa dilakukan pada bedah
mayat biasa.
2. Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan pada tubuh wanita,
21
o buat sayatan yang letaknya tepat di tepi bawah buah dada, dimulai dari bagian
lateral menuju bagian medial (processus xyphoideus); bagian lateral di sini
dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan garis ketiak depan
(linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain.
o Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai ke symphisis os pubis,
dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam
rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan
insisi Y yang dangkal.
Pilihan teknik ini diserahkan sepenuhnya kepada dokter yang hendak melakukan
otopsi, tetapi pada kasus dengan trauma pada leher harus dilakukan dengan teknik insisi I.
22
Gambar. Contoh insisi
Teknik Pengeluaran Organ Dalam
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan organ-organ dalam, yaitu:
- Teknik Virchow
Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan
langsung diperiksa. Manfaatnya kelainan-kelainan yang terdapat pada organ dapat
langsung diperiksa. Kelemahannya hubungan anatomik antar beberapa organ yang
tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
- Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubih dibuka, organ-organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan secara in-situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan
dalam kumpulan organ (en-bloc).
- Teknik Letulle
23
Pada teknik Letulle, setelah organ dibuka, organ-organ leher, dada, diafragma, dan
perut dikeluarkan sekaligus (en masse) kemudian diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Dengan pengangkatan organ-organ tubuh
secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ
dikeluarkan dari tubuh. Kerugian dari teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa asisten
serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ-organ yang
dikeluarkan bersama-sama ini.
- Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dada dan leher, hati, limpa, dan organ-organ
pencernaan, serta organ-organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ-
organ.
Pembukaan rongga tubuh
Dada:
Kulit dan otot dibebaskan dari costae, dan dijaga agar muskulus intercostalis tidak
rusak. Payudara dapat diperiksa saat jaringan lunak telah dibebaskan dari tulang iga. Untuk
pemeriksaan payudara, dilakukan palpasi dari luar dan dalam, lalu jaringan payudara dapat
diiris dari dalam dengan interval ketebalan tidak lebih dari 10 mm.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya
dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan
pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lainmenekan pada punggung pisau.
Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari
diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastenum anterior. Rongga paru-paru
diperiksa adanya perlekatan, darah, pus, atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dalam tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian
tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no. 1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke
lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternokavikularis dengan
menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.
Pemotongan costa dapat juga dilakukan sejajar dengan linea axillaris anterior, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan ruang lebih luas untuk pemeriksaan isi rongga dada dan
memberikan akses yang lebih baik dalam pemeriksaan medulla spinalis.
24
Mediastenum anterior diperiksa adanya timus persisten. Perikardium dibuka dengan Y
terbalik, diperiksa cairan pericardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna
agak kuning. Apex jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperksa adanya
embolus yang menutup arteria pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri.
Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat pericardium.
25
Gambar. Pembukaan rongga dada dan perut serta pembukaan perikardium.
Seksi Jantung:
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai
keluar di vena kava superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
trikuspidalis keluar dai insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu
dimasukkan arteria pulmonalis dan otot jantung mulai dari apex dipotong sejajar dengan
septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri
dab bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik
kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot
jantung dari apex dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum. Jantung sekarang
sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinae, foramen ovale, dan septum
interventrikulorum
Arteria koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang
di katup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan
endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum.
26
Gambar. Cara pembukaan jantung.
Paru-paru
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong ronkhi dan pembuluh darah di
hilus, seteah pericardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronki,
dan terakhir arteria pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apex sampai basis.
Gambar. Pengirisan longitudinal dari apex sampai basis
27
Pemeriksaan Pneumothorax:
Setelah kulit dan otot dada dilepas dari tulang iga, dibuatlah suatu kantong
yang berisi air, kemudian otot interkostal ditusuk dengan ujung pisau. Adanya udara
yang bertekanan dalam rongga paru-paru, gelembung udara akan keluar melalui
lubang.
Emboli udara:
Tulang rawan iga dipotong mulai dari no. 3 sampai ke bawah, kemudian
sternum digergaji setinggi kosta no. 2, sternum dilepaskan dari diafragma dan
mediastenum anterior. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, kemudian perikardium
dipegang dengan cunam dan diisi air. Vena kava interior ditusuk kemudian serambi
kanan dan kiri.
Perut
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum, dan diikat
ganda kemudian dipotong.
Limpa: dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
28
Gambar. Pelepasan usus
Esofagus-lambung-duodenum-hati:
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat
ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan unit hati tadi dapat diangkat.
Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan
terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatora mayor terus ke duodenum. Perhatikan isi
lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kantung empedu ditekan, bulu
empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater,
kemudian dibuka ke arah hati, lalu kantung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan
adanya batu.
Buluh kelenjar ludah perut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas
dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati:
Perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian potong longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa
dan isinya, cacing.
29
Gambar. Pelepasan blok hepar dan pemeriksaan usus
Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine:
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjak dengan satu insisi lateral
dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter
dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara
memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan
sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama dengan sebelahnya. Tempat
bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan hingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu,
kemudian bagian jari kelingking dinaikkan ke atas, dengan demikian rektum lepas dari
sakrum.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral
ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan
perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine
melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat, dengan demikian terlihat vesika
seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan
besarnya, konsistensi, infeksi, normal tubuli seminiferi dapat ditarik seperti benang.
30
Gambar. Pelepasan organ panggul dan testis
Urogenital Perempuan
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan
insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri, ke kornu. Tuba
diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Uterus diinsisi longitudinal.
Gambar. Pemeriksaan kandung urine dan uterus
Leher
31
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring, dan tonsil dikeluarkan sebagai
satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok, dan tonsil. Pada kasus cekik,
tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
Gambar. Pemeriksaan organ leher dan insisi pada kulit kepala
Kepala
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata
pisau menghadap ke luar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala
kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
cara menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa
ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Duramater diinsisi paralel dengan bekas mata
gergaji. Falx serebri digunting di bagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh
darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri
diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik
lepas dengan cunam, otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus.
Medula oblongata diiris transversal, demikian pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma
kepala perhatikan adanya edema, kontusio, dan laserasi serebri.
32
Gambar. Pengeluaran otak
Tengkorak neonatus
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang masih
terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.
Gambar. Cara pembukaan rongga tengkorak pada neonatus
33
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Toksikologi adalah suatu cabang ilmu yang membahas tentang efek
merugikan dari berbagai bahan kimia terhadap semua sistem makhluk
hidup. Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun
dan pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau
jaringan tubuh dan cairan korban. Toksikologi forensik terkait dengan
penerapan ilmu toksikologi pada berbagai kasus dan kriminalitas,
mengungkap bahan-bahan kimia atau obat-obatan yang dapat
menimbulkan konsekuensi medikolegal serta untuk menjadi bukti dalam
pengadilan. Menurut Society of Forensic Toxicologist bidang kerja
toksikologi forensik meliputi (Fitriana, 2015):
- Analisis dan evaluasi racun penyebab kematian;
- analisis ada/tidaknya kandungan alkohol, obat terlarang di dalam
cairan tubuh atau nafas yang dapat mengakibatkan perubahan
perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan
bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan serta
penggunaan dopping);
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah dapat membuat
suatu rekaan rekonstruksi suatu peristiwa yang telah terjadi, sampai
mana obat tersebut telah dapat mengakibatkan suatu perubahan perilaku
(Fitriana, 2015).
Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk ke dalam
tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara
kimia maupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau kematian.
Terkait kepentingan di bidang forensik, racun dibagi berdasarkan sifat
kimia, fisik serta pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yakni (Fitriana,
2015):
- Racun anorganik
o Racun korosif
Terdiri atas racun yang dapat menyebabkan kerusakan atau
kematian sel-sel yang terkena akibat efek lokal. Tingkat yang
34
lebih ringan adalah iritasi atau keradangan. Beberapa racun
korosif juga memberikan efek sistemik. Racun korosif dibagi
lagi menjadi:
Acid corrosif
Mineral acid (asam sulfat, asam khlorida, dan
asam sitrat)
Asam organik (asam oksalat, asetat, asam
formiat)
Halogenida (klorin, bromin, iodin, flourin)
Corrosive mineral salt
Alkaline corrosive
Organic corrosive
Phenol group (Methyl phenol, dihydroxibenzene,
guiaacol, pyrogallol)
Formaldehyde
o Racun metalik
Terdiri atas semua racun yang mempunyai elemen logam
dalam molekulnya.
o Racun non metalik
Terdiri atas semua racun yang tidak mempunyai elemen
logam dalam molekulnya.
- Racun organik
o Racun volatil
o Racun non volatil dan non alkaloid
- Racun gas
Terdiri atas karbon dioksida dan karbon monoksida.
- Racun lain-lain
o Insektisida
Berasal dari tumbuh-tumbuhan
Sintesis
o Racun makanan
35
Bahan asing anorganik atau organik sengaja ataupun
tidak tercampur dalam makanan saat proses pembuatan
atau pengawetan.
Makanan itu sendiri mengandung racun. Misal sianida
pada singkong.
Adanya kuman atau parasit patogen dalam makanan.
Adanya toksin kuman dalam makanan.
o Racun binatang
Korban mati akibat keracunan dapat dibagi menjadi dua golongan,
yakni yang sejak awal dicurigai kematiannya akibat keracunan dan kasus
yang sampai saat sebelum autopsi dilakukan belum ada kecurigaan
terhadap kemungkinan keracunan. Curiga keracunan bila pada autopsi
ditemukan kelainan, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas
suntikan sepanjang vena, keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila
pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian (Fitriana, 2015).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan
luar kasus keracunan, antara lain (Fitriana, 2015):
- Bau
Segera setelah pemeriksa berada disamping mayat ia harus
menekan dada mayat untuk menentukan adakah suatu bau yang
tidak biasa keluar dari lubang hidung atau mulut. Dari bau yang
tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan
oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau amandel pada penelan
sianida, bau minyak tanah pada penelanan insektisida, bau kutu
busuk pada malation, bau amoniak, fenol, alkohol, eter dan lain-lain.
- Pakaian
Perhatikan bercak-bercak racun yang telah ditelan, misalnya bercak
berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
Penyebaran bercak perlu diperhatikan, karena dari penyebaran itu
dapat diperoleh petunjuk tentang intense atau kemauan korban
yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauan sendiri atau dipaksa.
Jika korban dipaksa maka bercak-bercak racun akan tersebar pada
daerah yang luas dan pada pakaian melekat bau racun.
36
- Lebam mayat
Warna lebam mayat yang tidak biasa, misalnya pada keracunan
karbon monoksida cherry pink colur, merah terang pada keracunan
sianida, kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, aniline, fenasetin
dan kina.
- Perubahan warna kulit
Hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak tangan
dan kaki akibat keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu
kebiruan akibat keracunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam
jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada
keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis, serta pada
keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi
gangguan fungsi hati. Dermatitis pada keracunan kronik salisilat,
bromida dan beberapa logam berat seperti arsen dan talium.
Vesikel atau bula pada tumit, bokong dan punggung pada
keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut.
- Kuku
Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang
tidak teratur.
- Rambut
Kebotakan (alopesia) pada keracunan talium, arsen, air raksa dan
boraks. Metode pemeriksaan pada rambut adalah dengan ekstrak
dan pretreatment.
- Sklera
Tampak ikterik pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor dan
karbon tetraklorida. Perdarahan sklera pada pemakaian dicoumarol
atau akibat bisa ular.
- Perhatikan adanya kelainan ditempat masuknya racun. Zat-zat
bersifat korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir,
mulut dan kulit sekitar. Bunuh diri dengan lisol ditemukan luka
bakar kering berwarna coklat bentuk tidak teratur dengan garis-
garis yang berjalan dari bibir atau sudut-sudut mulut kearah leher.
Pada orang yang dipaksa menelan zat itu akan ditemukan bercak-
37
bercak luka bakar barbagai bentuk dan ukuran tersebar dimana-
mana. Pada asam nitrat, korosi berwarna kuning atau jingga karena
reaksi xantoprotein, pada asam klorida korosif kulit tidak begitu
hebat atau kadang tidak ditemukan. Pada asam format ditemukan
luka bakar warna merah coklat, batas tegas dan kelopak mata
mungkin membengkak karena ekstravasasi hemorhagik.
Dapat ditemukan tanda-tanda berikut pada pemeriksaan dalam
kasus keracunan, antara lain (Fitriana, 2015):
- Darah berwarna lebih gelap dan encer.
- Busa halus di dalam saluran nafas.
- Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
- Ptekie dapat ditemukan padamukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikel, subpleura
viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan
fisura interlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah
otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis.
- Dalam lambung akan ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapis,
yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya adalah lapisan
larutan insektisida.
- Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun, maka rongga
tengkorak sebaiknya dibuka terlebih dahulu. Bau sianida, alkohol,
kloroform dan eter tercium paling kuat dalam rongga tengkorak.
Sampel pada toksikologi forensik lebih baik menggunakan bahan
yang masih segar daripada harus mengadakan penggalian kubur atau
bahan sudah diawetkan. Prinsip pengambilan sampel kasus keracunan
adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah terlebih dahulu menyisihkan
untuk pemeriksaan histopatologik dan untuk cadangan. Secara umum
sampel yang harus diambil adalah (Fitriana, 2015):
- Lambung dan isinya.
- Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-
ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
38
- Darah
Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari
sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml.
Darah tepisebanyak 30-50ml, diambil dari vena iliaka komunis,
bukan darah dari vena porta.
- Hati
Diambil sebanyak 500 gram.
- Ginjal
Diambil keduanya, khususnya pada kasus keracunan logam berat
atau bila urin tidak tersedia.
- Otak
Diambil 500 gram. Terutama untuk keracunan chloroform dan
sianida.
- Urin
Diambil seluruhnya. Khususnya pada tes penyaring untuk keracunan
narkotika, alkohol, dan stimulan.
- Empedu
- Pada kasus khusus dapat diambil :
a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.
b.Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi,
misalnya muskulus psoas sebanyak 200 gram.
c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.
d.Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.
e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram.
f. Cairan otak sebanyak-banyaknya
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume
sampel tersebut, bahan pengawet yang dianjurkan adalah Alcohol
absolute dan larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal). Natrium
Floride (NaF) 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat (75 mg + 50 mg
untuk setiap 10 ml sampel) digunakan untuk sampel cair. Natrium
benzoat dan phenil mercuric nitrate khusus untuk pengawet urin (Fitriana,
2015).
39
Wadah untuk pemeriksaan toksikologi idealnya diperlukan minimal
sembilan wadah, karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan
secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu (Fitriana, 2015):
a. Dua buah toples masing-masing dua liter untuk hati dan usus.
b. Tiga buah toples masing-masing satu liter untuk lambung beserta
isinya, otak dan ginjal.
c. Empat buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan
empedu.
Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencuci dengan asam
Kromat hangat lalu dibilas dengan Aquades dan dikeringkan.
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka
pengiriman bahan pemeriksaan harus memenuhi kriteria (Fitriana, 2015):
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.
b. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.
c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang
memuat keterangan mengenai tempat pengambilan bahan,
nama korban, bahan pengawet dan isinya.
d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin
disertakan anamnesis dan gejala klinis.
e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan
dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaa racun
apa yang menyebabkan intoksikasi.
f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol
tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau
pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap
persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat
berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan
dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan
barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita
acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus, segel,
atau materi yang digunakan.
40
h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak
dapat dipakai untuk desinfektan lokal saat pengambilan darah,
hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan
kesimpulan bila kasus menyangkut alkohol. Sebagai gantinya
dapat digunakan sublimate 1% atau merkuri klorida 1%.
Keracunan Gas
Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke
dalam tubuh dapat melalui (Mun’im Idries, 2008):
- Inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran
seluloid, penyemprotan / fumigasi kapal)
- Oral, yaitu garam CN yang dipakai pada penyepuhan emas,
pengelasan besi dan baja, serta fotografi dan amigdalin yang
didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas
dan tidak dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk
methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan
menginaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal,
terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada
ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan
demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan
oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan
sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan paradoksal
karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2
(Mun’im Idries, 2008).
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan
KCN atau NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan
kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan
menyebabkan meninggal seketika(Mun’im Idries, 2008).
Tanda dan Gejala Keracunan
41
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan
cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul
dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek antara menelan
racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada
kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala,
vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat
pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat
dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks
melambat, udara pernapasan berbau amandel. Menjelang kematian,
sianosis tampak nyata dan timbul kedutan otot-otot yang berlanjut
dengan kejang disertai inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi
menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala,
salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan
ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal (Mun’im Idries, 2008).
Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang
merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari
mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya
akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen)
dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Pemeriksaan selanjutnya
biasanya tidak memberikan gambaran yang khas (Mun’im Idries, 2008).
Korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan
kelainan pada mukosa lambungnya berupa korosi dan berwarna merah
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa
licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang
dapat terjadi antemortal dan postmortal.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke
laboratorium, membutuhkan perhatian khusus bahwa sampel terhindar
42
dari risiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak dikemasnya
sampel tersebut. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dan
diperhatikan jika ada kemungkinan terjadinya keracunan sianida. Jika
kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-
parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari
nilon (bukan polivinil klorida) (Mun’im Idries, 2008).
Karbonmonoksida
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak merangsang selaput lendir. Gas CO dapat ditemukan
pada hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon. Sumber terpenting
adalah motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sumber lain CO
adalah gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat pemanas
berbahan bakar gas, lemari es gas dan cerobong asap yang bekerja tidak
baik. CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh Hb
secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Afinitas COHb 208-
245 kali afinitas O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb
berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan setelah 6-8 jam darah tidak
mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar
COHb dalam darah (Mun’im Idries, 2008).
Tanda dan Gejala Keracunan
Tabel 1. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO
Saturasi
COHb
Gejala
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram,
mual dan muntah, kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan
besar kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi cepat,
ataksia.
43
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma
dengan kejang intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan,
mungkin meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan
meninggal.
Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan
anamnesis adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. Pada
jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupaCherry
Red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas
bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang
anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry ini menjadi sulit
dikenali (Mun’im Idries, 2008).
Pemeriksaan Laboratorium
o Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara (Mun’im Idries, 2008):
a. Uji Dilusi Alkali
Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung
pertama 1-2 tetes darah korban. Tabung kedua 1-2 tetes
darah control. Encerkan masing-masing darah dengan
menambahkan 10ml air. Tambahkan masing-masing tabung 5
tetes NaOH 10-20% lalu dikocok.
b. Uji Formalin
Darah yang diperiksa ditambahkan dengan larutan formalin
40% sama banyak. Bila darah mengandung COHb dengan
saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat berwarna merah
yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Pada darah
normal terbentuk koagulat warna coklat.
o Uji Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium Ferisianida CO dibebaskan dari COHb
44
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring
berupa endapan berwarna hitam.
Insektisida
Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh
serangga dalam pertanian, perkebunan dan rumah tangga. Kasus
kematian akibat insektisida seringkali terjadi karena kecelakaan dan
percobaan bunuh diri. Insektisida yang sering digunakan, antara lain
(Mun’im Idries, 2008) :
o golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon,
diazinon
o golongan karbamat : carbaryl, baygon
o golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
Golongan Inhibitor Kolinesterase
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat
dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat
inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat
reversibel. Inhibisi mengakibatkan terjadinya akumulasi asetilkolin,
rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena
gagal napas dan henti jantung (Mun’im Idries, 2008).
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran
pencernaan hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara
lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis,
sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan
hilangnya kontrol terhadap sfingter (Mun’im Idries, 2008).
Pemeriksaan Forensik
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada
alat dalam. Di dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua
45
lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan larutan insektisida.
Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami
perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida.
Limpa, otak dan paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati
biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis (Mun’im
Idries, 2008).
Golongan Hidrokarbon Terklorinasi
Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil
beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah penggunaannya.
Termasuk golongan ini adalah DDT, ALdrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane,
Lindane. DDT lambat diabsorbsi melalui saluran cerna. Insektisida dalam
bentuk bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit, tetapi bila dilarutkan dalam
solven organik mungkin dapat diabsorbsi melalui kulit. DDT merupakan
stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron,
yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas.
Kematian terjadi akibat depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel
(Mun’im Idries, 2008).
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala keracunan ringan adalah merasa lelah, berat dan sakit pada
tungkai, sakit kepala, parestesia pada lidah, bibir, dan muka, gelisah, dan
lesu mental. Gejala keracunan berat adalah pusing, gangguan
keseimbangan, bingung, rasa tebal pada jari-jari, tremoe, mual, muntah,
fasikulasi, midriasis, kejang tonik dan klonik, kemudian koma (Mun’im
Idries, 2008).
Pemeriksaan Forensik
Pada keracunan kronik, dilakukan biopsi lemak tubuh yang diambil
pada perut setinggi garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke
dalam botol bermulut lebar dengan penutup dari gelas dan ditimbang
dengan ketelitian sampai 0,1 mg. Pada keadaan normal, insektisida
golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm. Tanda-
46
tanda congested/asfiksia tampak pada pemeriksaan luar. Hasil
pemeriksaan dalam memperlihatkan adanya hiperemi pada mukosa
lambung dan usus disertai perdarahan. Apabila keracunan kronik, dapat
tercium bau zat pelarut (minyak tanah) dan terdapat adanya organ-organ
dalam yang congested, nekrosis hati, serta edema paru(Mun’im Idries,
2008).
Logam
Arsen
As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum
merupakan senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya
dengan keracunan. As2O3 ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus
dengan sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama
sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk
gas biasanya berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak
ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai
pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan
(sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa
anorganik maupun organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine
dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas (Darmono, 2009).
Tanda dan Gejala Keracunan
Ada 4 tipe gejala keracunan (Darmono, 2009):
- Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar
serta absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol
adalah akibat depresi susunan saraf pusat yang hebat khususnya
pusat-pusat vital dimedulla, antara lain:
- Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah
- Denyut nadi cepat dan lemah
- Pernafasan sukar dan dalam
- Stupor atau semicomatous
47
- Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak
tampak gejala iritasi gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
- Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-
lesi pada lambung, usus maupun organ-organ parenkim segera
setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2
jam kemudian.
- Rasa sakit dan cramp pada perut
- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
- Mulut terasa kering
- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
- Profuse diarrhea dengan feses bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita
condong menunjukkan gejala profuse diarrhea sebagai gejala
utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya. Bila
kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka
kebiruan dan cemas, kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian
atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat
hilangnya cairan tubuh. Kematian terjadi dalam beberapa jam
sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati
serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
- Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil
berulang kali dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian
dalam dosis besar tetapi tidak segera menimbulkan kematian dan
menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow excretion).
Gejalanya:
48
- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang
menjadi acute/subacute yellow atrophy disertai toxic jaundice
hebat.
- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis
serta diare berkepanjangan
- Cramp dan dehidrasi
- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan
hematuria
- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus
tampak penderita mengalami keratosis kulit, berat badan
menurun serta keadaan umum korban makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.
- Chronic Type
Tipe ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda.
Tampak gejala-gejala:
- Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat
neuritis kronis disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai
dari bagian perifer dan berjalan ke arah sentral.
- Anaesthesia
- Rambut dan kuku rontok
- Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia,
nausea, dan diare
- Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi
- Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
- Garis melintang pada kuku berwarna putih.
- Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki.
Pemeriksaan Forensik (Darmono, 2009).
Keracunan Akut :
- Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi
49
- Pemeriksaan dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa
berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (fleas
bitten appearance)
Keracunan Kronik :
- Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat
pigmentasi coklat (melanosis arsenic), keratosis telapak tangan
dan kaki (keratosis arsenic). Kuku memperlihatkan garis-garis
putih (Mee’s lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar
kuku.
- Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
Timah
Plumbum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam
jumlah besar dalam badan accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air
zaman dahulu, timah solder, bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier
dari benda-benda keramik dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat pada
bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut surma, demikian juga
dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on (Darmono,
2009)..
Timbal di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam
molekul protein yang menyebabkan hambatan pada sistem kerja enzim.
Dalam darah enzim yang dihambat adalah enzim delta- aminolevulinik
asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi hemoglobin (Darmono,
2009)..
Tanda dan Gejala Keracunan (Darmono, 2009)
Keracunan Akut :
- Korban merasa sepat (rasa logam), muntah-muntah berwarna
putih karena adanya Pb Klorida, dan juga diare dengan feses
hitam akibat adanya PbS. Kedua hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi.
50
Keracunan Kronik :
- Korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi,
karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah
kulit. Rasa logam pada mulut, anoreksia, obstipasi, kadang diare.
Pemeriksaan Forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat
adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin.
Pada jenazah, dapat ditemukan beberapa tanda (Darmono, 2009).
Keracunan Akut :
- Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi
lambung warna putih. Usus spastic dan feses berwarna hitam.
Keracunan Kronik :
- Tubuh sangat kurus, pucat, terdapat garis Pb, ikterik, gastritis
kronikm dan pada usus nampak bercak-bercak hitam
Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak,
sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut
(Darmono, 2009)..
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab
seperti kadar Pb dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang
merupakan tanda keracunan khas pada Pb, dan protoporfirin eritrosit. Uji
kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan koproporfirin III juga dapat
dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb (Darmono, 2009).
Keracunan Alkohol
Alkohol ada 2 jenis (Mun’im Idries, 2008):
Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)
Metil alkohol / Metanol (CH3OH)
51
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang
bening, mudah menguap dan mempunyai aroma yang khas. Absorpsi
terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol
dalam darah sudah bisa ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah
meminum alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah
meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak
alkohol dalam darah ini bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan)
dan keadaan lainnya seperti gastritis dan anemia. Proses absorpsi
semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung dalam
keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling
cepat penyerapannya (Mun’im Idries, 2008).
Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) dan mengalami
oksidasi. Sisa yang 10% diekskresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar
liur dan ginjal. Alkohol bisa menjadi sumber energi yang baik, dimana
setiap 1 gram dapat menghasilkan 7 kalori (Mun’im Idries, 2008).
Keracunan Alkohol Akut
Tanda dan gejala keracunan terdiri atas 3 tahap (Mun’im Idries, 2008):
1. Tahap merasa dalam keadaan senang
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada
pusat-pusat hambatan di otak, keadaan ini disebut fenomena
pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama
dan dapat terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:
Muka merah
Pasien sangat banyak bicara
Pasien kehilangan pengendalian diri
Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya
meminum air, memasukkan benang ke dalam jarum. Ada kalanya
pasien menjadi:
Berperilaku kasar
Bersifat sentimental
Inkoordinasi
Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi terhadap cahaya
52
Pernafasan berbau alkohol
Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan
2. Tahap kebingungan
Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat lainnya
pada otak sehingga berkaitan dengan:
Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat
Pasien tidak dapat berjalan lurus
Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau
Penglihatan kabur
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan
akhirnya menjadi tidak sadarkan diri. Pada tahap ini pasien masih
bisa dibangunkan dengan suara yang kuat atau cubitan.
3. Tahap koma
Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan
kembali pada tahap pertama. Tetapi perlahan-lahan pasien akan
memasuki tahap koma.
Pernafasan lambat dan mendengkur
Denyut nadi cepat dan halus
Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun dengan guncangan keras
Suhu tubuh di bawah normal (hipotermia)
Pupil sedikit mengalami konstriksi
Kematian terjadi karena;
- Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi
- Anoksia otak akut
- Pneumonia atau edema paru
Sebelum kematian mungkin mengalami kejang-kejang
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh
seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol bisa
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Periode fatal
bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang
yaitu antara 5-6 hari (Mun’im Idries, 2008).
53
Pemeriksaan Forensik (Mun’im Idries, 2008)
1. Pemeriksaan luar
Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa
bertahan lebih lama.
Kongesti pada konjungtiva sangat jelas
2. Pemeriksaan dalam
Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna
coklat
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti
Edema otak sangat jelas terlihat dan jarak antara gyrus otak
yang semakin sempit
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia (Mun’im
Idries, 2008):
Darah
Paru-paru
Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet
dan pemeriksaan dilakukan sesegera mungkin.
Keracunan Alkohol Kronis
` Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu
yang lama. Korban biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis,
sehingga alkohol digunakan sebagai pelarian dari kenyataan hidup.
Tanda dan gejala keracunan (Mun’im Idries, 2008):
Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare
Tremor pada tangan dan lidah
Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai
Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan hipoproteinemia yang
mengakibatkan edema anasarka
54
Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami
neuritis perifer dan demensia yang akan semakin nyata pada tahap
akhir
Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan pingsan
Kelainan pada keracunan kronis alkohol (Mun’im Idries, 2008):
1. Pada saluran pencernaan : alkohol dalam takaran tinggi dalam
waktu lama akan menimbulkan kelainan pada selaput lendir mulut,
kerongkongan dan lambung berupa gastritis kronis.
2. Pada hati akan terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, SGOT
dan SGPT, trigliserida dan asam urat meningkat.
3. Pada jantung dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah
jantung kiri dan kanan dengan distensi pembuluh balik leher, nadi
lemah dan edema perifer. Pada jantung akan terlihat hipertrofi kedua
ventrikel, fibrosis endokardial dengan tanda trombi mural pada otot
jantung.
4. Pada otot akan ditemukan miopati alkoholik dan histologis di
jumpai atrofi serat dan perlemakan jaringan otot.
Sebab dan mekanisme kematian
Mekanisme kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur
varises esofagus akibat hipertensi portal. Pada autopsi bisa
ditemukan memar pada cortex cerebri, hematom sub-dural akut dan
kronis. Depresi pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak lebih besar
dari 450 mg%. pada 500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya
meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam (Mun’im
Idries, 2008)..
Pemeriksaan Forensik
1. Pada orang yang masih hidup dapat diientifikasi dari bau alkohol
yang keluar dari udara pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara
pernafasan atau urin atau dari darah vena
55
3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin
ditemukan gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna
merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadang-kadang juga tak tampak kelainan.
5. Otak dan darah berbau alkohol.
6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran
pembuluh darah dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh, pada
bagian parenkim organ inflamasi mukosa saluran cerna.
7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang,
hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung (Mun’im
Idries, 2008).
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam
otak, hati atau cairan tubuh seperti cairan serebrospinal. Penentuan
kadar alkohol dalam daram lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang tersebut telah
minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung
ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa
diambil darah dari pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah
cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam
darah disebut teknik modifikasi mikrodifusi (CONWAY), yaitu
(Mun’im Idries, 2008):
1. Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti
dibuat dengan melarutkan 7,7 mg kalium dikromat ke dalam 150 mL
air + 280 mL asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 mL
aquadest.
2. Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan
masukkan 1 mL kalium karbonat dalam ruang yang berlawanan.
56
3. Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan
terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang. Angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen
4. Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil
negatif. Tetapi apabila warna kuning kehijauan menunjukkan kadar
etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna kekuningan sekitar 300 mg
%.
Keracunan Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam
tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik,
intravena, dan lain sebagainya. Narkoba dibagi dalam 3 jenis (Mun’im
Idries, 2008):
- Narkotika
- Psikotropika
- Zat adiktif lainnya
Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2009).
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya,
daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak
dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian
atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah
heroin tidak murni berupa bubuk.
57
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya
adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya
adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006)
Tanda dan Gejala Keracunan
Keracunan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan
akut biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula
terjadi pada kecelakaan dan pembunuhan (Mun’im Idries, 2008)..
Gejala keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang
kemudian disusul oleh narkosis. Penderita merasa ngantuk, yang makin
lama makin dalam dan berakhir dengan keadaan koma, terdapat relaksasi
otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran nafas, nadi kecil dan
lemah, pernafasan sukar, irregular, pernafasan dangkal – lambat, suhu
badan turun, muka pucat, pupil miosis (pin-head size) yang akan melebar
kenbali setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga syok
(Mun’im Idries, 2008).
.
Pemeriksaan Forensik
Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas
suntikan, pembesaran kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin
blister), tanda asfiksia (busa halus dari lubang hidung dan mulut), sianosis
pada ujung jari dan bibir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada
pemakaian narkotika dengan cara sniffing (menghirup), kadang dijumpai
perforasi septum nasi (Mun’im Idries, 2008)..
Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan
cair, terdapat gumpalan masa coklat kehitaman pada lambung, trakea
dan bronkus kongesti dan berbusa, paru kongesti dan edema (Mun’im
Idries, 2008).
Pemeriksaan Laboratorium
58
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan
jaringan sekitar suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan
dengan :
- Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam
sulfat pekat. Tes ini cukup sensitive dengan sensitifitas berkisar
antara 0,05 mikrogram – 1 mikrogram. Hasil positif unutk opium,
morfin, heroin, kodein adalah warna merah-ungu.
- Uji MIkrokristal : lebih sensitif dan lebih khas. Caranya 1 tetes
larutan narkotika ditambah dengan reagen dan dengan mikroskop
dilihat kristal apa yang terbentuk. Untuk morfin berupa plates, heroin
berupa fine dendrites atau rosettes, kodein berupa gelatinous
rosettes dan pethidin berupa feathery rosettes (Mun’im Idries, 2008).
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis,
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat
kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti
esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau
kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat
untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal,
fleenitrazepam.
59
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam,
diazepam (Martono, 2006).
Tanda dan Gejala Keracunan
Untuk barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo, pembicaraan
kacau, nyeri kepala, parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah
kronis (adiksi), dapat berupa kelainan psikiatrik seperti depresi
melankolik, regresi psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil (Alifia, 2008).
.
Pemeriksaan Forensik
Gambaran tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak
gambaran asfiksia, berupa sianosis, keluarnya busa halus dari mulut,
tardieau spoy, dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang
tidak tertekan (Alifia, 2008). .
Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dan seluruh
organ dalam menunjukkan tanda perbendungan. Esophagus menebal ,
berwarna merah coklat gelap dan kongestif (Alifia, 2008). .
Zat adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika
yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya
adalah :
a) Rokok
b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan.
c) Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan
aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia,
2008).
60
PERAWATAN JENAZAH
Embalming
Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu proses dimana dilakukan pemberian
bermacam-macam bahan kimia tertentu pada interior dan eksterior jaringan orang mati
(menghambat dekomposisi jaringan) dan membuat serta menjaganya tetap mirip dengan
kondisi sewaktu hidup sesuai dengan waktu yang diperlukan dengan kata lain embalming
adalah proses kimiawi yang melindungi jasad atau tubuh secara sementara (Rivers, 1978).
Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer adalah
seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara jenazah dengan
suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan pengawet, mempersiapkan
jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular
atau infeksi.
1. Bahan Kimia Embalming
a. Formaldehida
Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas
dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai
metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Bedino, 2003; Scott, 2012)
- Sifat Formaldehida
Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk dagang
'formalin' atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena mengandung asam
formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus
dibuat netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan
pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Formaldehida
bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena
(Bedino, 2003; Scott, 2012).
- Produksi
Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah:
1. Formal Calcium
2. Neutral Buffered Formalin
3. Buffered Formalin Sucrose
61
- Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.
Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan
dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal, gudang dan pakaian.
Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit,
misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam
embalming untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan mayat.
Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin
adalah pengawet yang banyak digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya.
Bau formalin yang menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh
banyak pihak, sehingga cukup berhati-hati dalam menggunakannya (Bedino,
2003).
- Efek terhadap kesehatan
Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan
sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek samping
jangka pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia Beberapa
efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi pada mata, hidung, dan
tenggorokan. Ketika dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka waktu yang
cukup lama tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada beberapa penelitian
ditemukan bukti bahwa paparan formaldehid yang konstan dapat meningkatkan
resiko untuk menderita beberapa jenis kanker (Bedino, 2003).
b. Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix)
Alternatif formaldehida dalam embalming dikenalkan oleh Boon dkk. Kryofix
dikembangkan di Belanda, merupakan gabungan antara etil alkohol dan polietilen
glikol tanpa aldehid. Efek kryofix pada fiksasi jaringan telah dibandingkan dengan
formaldehid di laboratorium patologi. Waktu fiksasi kryofix lebih pendek dan lebih
baik dibandingkan formaldehid. Hal ini berhasil pada uji di laboratorium. Dengan
demikian, penggunaan kryofix pada jaringan yang besar diperlukan untuk
menentukan keberhasilan kryofix dalam proses embalming. Menurut definisi
toksisitas OSHA, etil alkohol dan polietilen glikol tidak termasuk bahan kimia
berbahaya (Bedino, 2003).
62
c. Glutaraldehid
Glutaraldehid dapat digunakan sebagai alternatif formaldehid sebagai cairan
untuk embalming. Produk komersial glutaraldehid adalah 25% larut dalam air,
memiliki bau ringan, dan berwarna terang. Glutaraldehida menyebabkan deformasi
struktur heliks-alfa protein dan mengawetkan jaringan dengan sangat cepat.
Glutaraldehid kosentrasi tinggi meningkatkan fiksasi protein dalam tubuh mayat.
Konsentrasi optimum untuk embalming adalah 1-1,5% (cairan). Larutan glutaraldehid
2% sering digunakan sebagai persiapan embalming. Ikatan protein dengan
glutaraldehid lebih kuat dan menghasilkan protein aldehid yang stabil. Gabungan
protein jaringan dengan glutaraldehid tidak disukai oleh bakteri. Glutaraldehid
berdifusi menembus jaringan lebih merata dibandingkan formaldehid. Ketika
dicampur dengan zat pewarna pada proses embalming akan menghasilkan warna yang
lebih alami pada layanan pemakaman. Glutaraldehid merupakan disinfektan yang
lebih efisien dan efektif dibandingkan formaldehid, namun harga glutaraldehid lebih
mahal 4-5 kali lipat. Formaldehid dan glutaraldehid dapat mengiritasi kulit, mata dan
pernapasan, tetapi iritasi kulit dan pernapasan yang disebabkan glutaraldehid lebih
ringan. Glutaraldehid tidak memiliki bau seperti formaldehid. Sampai saat ini, belum
ada data yang menyebutkan efek paparan kronis dari glutaraldehid pada manusia
(Bedino, 2003).
2. Indikasi dan Kontraindikasi
a. Indikasi Embalming
Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan (Atmadja, 2012):
Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting
karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai
membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari
lingkungan sekitarnya.
Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu
tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak
berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan.
Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah
63
adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut
telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.
Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat
penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas
kamar jenazah, keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini,
walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan
dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke
sekitarnya.
b. Kontraindikasi
Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar
sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan
karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal
233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra indikasi
embalming (Atmadja, 2012).
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk
kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah
pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya
hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun
yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah
(Atmadja, 2012):
1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara
2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati
3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya
tidak ada
4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat
perbuatan melanggar hukum.
5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan
kematian akibat bunuh diri.
6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab
kematiannya.
EMBALMING MODERN
64
1. Definisi Embalming Modern
Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan pelestarian tubuh
yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk menghambat dekomposisi
jaringan untuk periode waktu yang diperlukan sebagaimana yang diinginkan oleh
keluarga agar jenazah berada dalam kondisi yang baik. Embalming modern telah terbukti
mampu menjaga tubuh utuh selama beberapa decade (Bajracharya, 2006).
Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara prinsip
formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formal dehid larut dalam sel dan
mengkonversinya menjadi untuk albuminoids atau gel, saat yang sama, bakteri
dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada
jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang
membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan tubuh dengan
terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk mendukung hadir pertumbuhan bakteri
dan jamur (Bajracharya, 2006).
Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang bersifat
disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikkan ke dalam sistem peredaran
darah tubuh dengan pompa listrik, sementara darah dikeluarkan dari tubuh dan dibuang.
Sehingga posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan pengawet
(Bajracharya, 2006).
2. Tujuan Embalming
Ada tiga alasan mengapa dilakukannya modern embalming, yaitu (Bajracharya, 2006):
1. Desinfeksi.
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian besar
masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam
jangka waktu lama dalam jaringan mati. Orang yang datang dan kontak langsung
dengan tubuh jenazah yang tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan
menjadi lalat atau agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi
mereka.
2. Pelestarian
Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah, sehingga
jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang tidak
menyenangkan lainnya.
65
3. Restorasi
Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali seperti
masih hidup.
3. Proses pada embalming modern
a. Arterial embalming
Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah,
biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena jugularis.
Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari
cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat
digunakan, yaitu iliaka atau arteri femoralis, pembuluh subklavia atau aksila
(Bajracharya, 2006).
b. Cavity embalming
Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam rongga
tubuh, menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil tepat di
atas pusar dan mendorong trocar di rongga dada dan perut untuk menusuk organ
berongga dan aspirasi cairannya. Kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia
yang mengandung formaldehid terkonsentrasi (Bajracharya, 2006).
c. Hypodermic embalming
Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan
kimia pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik hipodermik
yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki aliran arterial
yang baik setelah dilakukan injeksi arteri (Bajracharya, 2006).
d. Surface embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan
kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area
superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas,
penbusukan, pertumbuhan kanker, atau donor kulit (Bajracharya, 2006).
4. Langkah-langkah normal untuk persiapan tubuh
66
1. Tubuh ditempatkan dalam posisi yang tepat di meja embalming dengan tangan
diletakkan di atas perut .
2. Tubuh dicuci dan didesinfeksi.
3. Wajah dicukur diperlukan.
4. Mata tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan disk plastik kecil melengkung disebut
"mata topi" ditempatkan di bawah kelopak mata. Perforasi dalam membantu
memegang tutup kelopak mata di tempat.
5. Mulut tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan menempatkan sebuah "taktik" yang
dirancang khusus di rahang atas dan bawah. Taktik masing-masing memiliki kawat
halus terpasang. Dengan memutar dua kabel bersama-sama, rahang demikian tertutup
dan bibir diatur pada garis bibir alami menggunakan krim untuk mempertahankan
posisi yang tepat dan untuk mencegah dehidrasi.
6. Solusi embalming disiapkan. Mesin embalming modern yang terdiri dari suatu
reservoir galon 2-3 dan pompa listrik. Sebuah solusi sekitar 8 ons cairan untuk 1
galon air siap.
7. Sebuah insisi dibuat di atas arteri karotid (di mana leher memenuhi bahu) atau melalui
arteri femoralis (di leg di pangkal paha). Arteri dan vena terletak dan terisolasi.
8. Sebuah tabung yang melekat pada mesin dimasukkan ke dalam arteri. Sebuah tabung
sedikit lebih besar ditempatkan ke dalam vena yang menyertainya. Tabung ini
melekat pada selang ke sistem saluran pembuangan.
9. Cairan disuntikkan ke dalam arteri di bawah tekanan oleh mesin embalming. Seperti
darah digantikan oleh cairan masuk, itu dipaksa keluar dari tabung vena dan dibuang.
Tekanan cairan embalming pasukan ke kapiler dan akhirnya ke sel-sel tubuh. Setelah
sekitar 3 galon larutan yang disuntikkan ke dalam tubuh, darah telah menipis dan
cairan datang melalui tabung vena sebagian besar embalming cairan.
10. Tabung dihapus dan sayatan dijahit.
11. Rongga perut diobati dengan menggunakan tabung hampa disebut trocar yang
digunakan untuk aspirasi gas dan isi cairan di bawah hisap. Sebuah kimia pengawet
diperkenalkan.
12. Tubuh lagi dicuci dan krim ditempatkan pada tangan dan wajah untuk mencegah
dehidrasi.
13. Rambut dikeramas dan kuku jari dibersihkan.
14. Tubuh ditutupi dengan selembar menunggu ganti dan penempatan di peti mati.
67
15. Kosmetik yang kemudian diterapkan untuk menggantikan warna alami dihapus oleh
proses embalming, banyak yang diciptakan oleh kapiler darah di wajah yang tidak
lagi hadir. Dalam kasus wanita, kosmetik yang digunakan dalam hidup juga dapat
digunakan untuk menciptakan kembali "melihat" orang tersebut selama hidup.
Rambut disisir atau set.
5. Manfaat embalming modern
1. Wangi
Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga untuk
mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia,
seperti campuran formaldehid dengan deodorant dan juga pemberian aroma terapi.
2. Rigor Mortis negative
Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Actin dan Myosin yang
mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan adanya suatu konsentrasi
dari ATP dan kalium chlorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena adanya
metabolisme sel yang menghasilkan energi. Energi ini untuk mengubah ADP
menjadi ATP. Selama ATP masih ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila
cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin dan miosin
otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku sehingga terjadi suatu rigiditas.
Perubahan-perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu yang sama
seperti meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenolisis secara anaerob,
perubahan pH jaringan dan lain-lain.
Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama
36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena itu,
rigor mortis harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau
merubah keadaannya menjadi alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan senyawa berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat
akan ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi dan proses
pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses embalming dapat
dilakukan.
3. Hiperemis atau tidak pucat
68
Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran
formaldehid dengan lanolin atau humektan (Atmadja, 1997).
6. Proses Embalming
Proses embalming dimulai dengan mencuci secara menyeluruh dan desinfeksi tubuh.
Mulut, hidung, dan lubang lainnya dibersihkan dan ditutup untuk mencegah ekskresi
yang bisa menjadi sumber penyakit atau infeksi. Bahan pengawet kimia kemudian
disuntikkan ke dalam tubuh melalui satu atau lebih arteri, sementara cairan tubuh
dikeluarkan melalui pembuluh darah yang sesuai. Bahan pengawet kimia membunuh
bakteri dan mengawetkan mayat dengan mengubah struktur fisik dari protein tubuh,
sehingga tidak bisa lagi berfungsi sebagai host untuk bakteri. Dengan demikian proses
dekomposisi dapat dihambat (Scott, 2012).
69
DAFTAR PUSTAKA
Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan
Ilmu
Atmadja DS. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama . Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI. 1997
Atmadja DS. 2012. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegal. Available from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php (diakses 20 agustus 2015) .
Apuranto, H. (2007). buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi III.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Surabaya.
Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body. Kathmandu
University Medical Journal, 2006;4(16):554-7.
Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde. Champion:
Expanding Encyclopedia Of Mortuary Practices, 2003;649:2614-32.
Burton, J.. Rutty,G., The Hospital Autopsy, 2nd edition, USA: Oxford University Press:2001
Dahlan, S., Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro: 2008
Collins, K.A., Hutchins, G.M., An Introduction To Autopsy Technique, USA : College of
American Pathologist : 2005
Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press.
70
Fitriana, 2015. Forensic toxicology. J Majority. Vol 4 (4), pp. 1-9. Available
from: juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/.../575 [Diakses 17
Agustus 2015].
Idries, A.M., Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik bagi Praktisi Hukum. Cetakan
pertama. Jakarta: Sagung Seto; 2009
Martono, dkk, 2006. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka.
Mun’im Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Rivers RL. Embalming Artifacts. J Forensic Sci, 1978;23:531-5.
Scott TJ. 2012. What is Embalming. Available from:
http://www.tjscottandson.com.au/files/6embalming.pdf (diakses 20 agustus 2015).
71