makalah fm

26

Click here to load reader

Upload: ester-anastasia-januarty-panggabean

Post on 25-Jul-2015

77 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah FM

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang endemis dengan berbagai penyakit

infeksi. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki paling sedikit satu penyakit

infeksi yang dapat menjadi wabah setiap saat. Oleh karena itu, setiap dokter di

Indonesia wajib mengerti mengenai penanganan penyakit-penyakit infeksi yang

sering dijumpai di masyarakat, dimana setiap dokter harus mampu menangani

penyakit tersebut hingga tuntas.

Filariasis limfatik merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

banyak ditemukan di Indonesia. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

ini menjadi endemis di 321 daerah di Indonesia. Penyakit ini sendiri tidak akan

menimbulkan kematian, tapi pada keadaan yang berat penyakit ini dapat

mengakibatkan infeksi sekunder sehingga pasien dapat mengalami sepsis yang

berujung pada kematian.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai filariasis limfatik mulai

dari etiologi hingga pada pencegahan, sekilas tentang edema yang juga

merupakan salah satu manifestasi klinis dari filariasis, dan secara singkat tentang

Tropical Pulmonary Eosinophilia.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami

mengenai konsep penyakit filariasis limfatik serta penanganannya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan jenis penelitian berupa

tinjauan pustaka. Metode analisis yang digunakan antara lain dengan mencari dari

buku dan tulisan yang adekuat untuk dijadikan referensi, berdiskusi dengan

teman dan mengambil dari keterangan pakar yang berkompeten di bidang ini.

Page 2: Makalah FM

2

ISI

1. TEMA BLOK

Blok Elective Infection: Filariasis Limfatik

2. FASILITATOR : dr. Yoan Carolina Panggabean

3. DATA PELAKSANAAN

A. Tanggal Tutorial : 1 November 2010 dan 4 November 2010

B. Pemicu ke-1

C. Pukul : 10.30-13.00 WIB

D. Ruangan : Ruang Tutorial 3 (Gedung Baru)

4. PEMICU

Seorang perempuan, berusia 35 tahun, tinggal di daerah Langkat datang ke

Poliklinik Penyakit Dalam RS Adam Malik dengan keluhan bengkak pada kaki

sebelah kiri mulai dari pangkal paha sampai mata kaki. Hal ini dialami sejak 2

bulan yang lalu, awalnya berupa pembengkakan pada mata kaki kiri, teraba keras

dan nyeri. Keluhan lain adalah batuk dan sesak nafas dan sudah mendapat

pengobatan tetapi tidak sembuh. Ada beberapa orang di sekitar tempat tinggal

pasien yang mempunyai keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh: kesadaran kompos mentis. Tekanan darah

120/70 mmHg, denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 28x/menit. Pada

ekstremitas inferior sinistra diperoleh non pitting oedem (+), nyeri tekan (+),

hiperemis (+), dan makula hiperpigmentasi (+). Pada auskultasi terdengar

wheezing pada kedua lapangan paru.

5. MORE INFO

Laboratorium:

Page 3: Makalah FM

3

Hb 10,8 g/dL; Leukosit 9530/mm3; Ht 36,8%; Trombosit 423.000/mm3. Hitung

jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, neutrofil batang 40%, neutrofil segmen 20%,

limfosit 15%, monosit.

Diperoleh parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak

berinti, dan selubung tubuh transparan.

6. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Memahami definisi pitting oedem dan non pitting oedem.

B. Memahami definisi dan etiologi flariasis.

C. Memahami epidemiologi filariasis limfatik.

D. Memahami patofisiologi filariasis limfatik.

E. Memahami manifestasi klinis filariasis limfatik.

F. Memahami diagnosis dan diagnosis banding

G. Memahami manajemen terapi

H. Memahami komplikasi, prognosis, dan pencegahan filariasis limfatik.

I. Memahami patologi dan gejala klinis Tropical Pulmonary Eosinophilia.

J. Memahami diagnosis Tropical Pulmonary Eosinophilia

7. PERTANYAAN YANG MUNCUL DALAM CURAH PENDAPAT

A. Bagaimanakah definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi

klinis, diagnosis, diagnosis banding, manajemen terapi, komplikasi,

prognosis, dan pencegahan filariasis limfatik?

B. Bagaimanakah patologi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, dan

pengobatan Tropical Pulmonary Eosinophilia ( Occult Filariasis)?

C. Bagaimana definisi, etiologi, serta patogenesis edema?

8. JAWABAN ATAS PERTANYAAN

A. FILARIASIS

A.1. Definisi

Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing

filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.

Page 4: Makalah FM

4

A.2. Etiologi

Etiologi dari filaris limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,

dan Brugia timori.

A.3. Epidemiologi

Pada tahun 2008 dilaporkan terdapat 11.699 kasus filariasis di Indonesia.

Tiga propinsi dengan jumlah kasus terbanyak berturut-turut adalah Nanggroe

Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Berikut ini adalah data

kasus filariasis di Sumatera Utara pada tahun 2007:

Page 5: Makalah FM

5

A.4. Daur Hidup dan Morfologi

A.4.1. Wuchereria bancrofti

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe;

bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina

berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing

betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250-300 mikron

x 7-8 mikron. Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tapi

pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya,

mikrofilaria W. Bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria

hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari,

mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal, dan

sebagainya).

Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex

quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau

nyamuk Aedes. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masa

pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu.

Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti,

tetapi diduga kurang lebih 7 bulan. Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk,

melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan

bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya

menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih

seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang,

disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar

kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium

III.

Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke

rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang

mempunyai larva stadium III (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva

tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan

bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami

dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau

cacing dewasa.

Page 6: Makalah FM

6

A.4.2. Brugia malayi dan Brugia timori

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya

halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55 mm x

0,16 mm (B.malayi), 21-39 mm x 0,1 mm (B.timori) dan yang jantan 22-23 mm x

0,09 mm (B.malayi), 13-23 mm x 0,08 mm (B.timori).

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran

mikrofilaria B. Malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron dan B. Timori 280-310

mikron x 7 mikron.

Periodisitas mikrofilaria B. malayi adalah periodik nokturna, subperiodik

nokturna atau non periodik, sedangkan mikrofilaria B. timori mempunyai sifat

periodik nokturna. B. malayi yang hidup pada manusia ditularkan pleh nyamuk

Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh

nyamuk Mansonia. B. timori ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris.

Daur hidup kedua parasit ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada W.

bancrofti. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada

manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk kedua parasit ini juga

mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium satu menjadi

larva stadium II dan III, menyerupai perkembangan parasit W. bancrofti. Di

dalam tubuh manusia perkembangan kedua parasit tersebut juga sama dengan

perkembangan W. bancrofti.

A.5. Patologi dan Patogenesis

Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah

bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh

mikrofilaria. Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus

kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan

penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di

dalam dan di sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama

dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-

likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah

bening.

Page 7: Makalah FM

7

Limfadema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras

terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat

filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun

pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses

granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah

bening. Diduga bahwa pembuluh-pembuluh tersebut tetap paten selama cacing

tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi

granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan

penurunan fungsi limfatik.

A.6. Gejala Klinis

Manifestasi dini penyakit ini adalah peradangan,, sedangkan bila sudah

lanjut akan menimbulkan gejala obstruktif. Mikrofilaria yang tampak dalam

darah pada stadium akut akan menimbulkan peradangan yang nyata, seperti

limfangitis, limfadenitis, funikulitis, epididimitis dan orkitis. Adakalanya tidak

menimbulkan gejala sama sekali terutama bagi penduduk yang sejak kecil sudah

berdiam di daerah endemik. Gejala peradangan tersebut sering timbul setelah

bekerja berat dan dapat berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa minggu

(2-3 minggu).. Gejala dari limfadenitis adalah nyeri lokal, keras di daerah

kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala dan badan,

muntah-muntah, lesu dan tidak nafsu makan. Stadium akut ini lambta laun akan

beralih ke stadium menahun dengan gejala-gejala hidrokel, kiluria, limfedema,

dan elephantiasis.

Limfedema terbagi dalam 7 stadium menggambarkan akan tanda hilang tidaknya

bengkak, ada tidaknya lipatan kulit, ada tidaknya nodul (benjolan), mossy foot (gambaran

seperti lumut) serta adanya hambatan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Penentuan stadium ini penting bagi petugas kesehatan untuk memberikan perawatan dan

penyuluhan yang tepat kepada penderita.

Penentuan stadium limfedema mengikuti kriteria sebagai berikut :

1. Penentuan stadium limfedema terpisah antara anggota tubuh bagian kiri dan kanan,

lengan dan tungkai.

2. Penentuan stadium limfedema lengan (atas, bawah) atau tungkai (atas, bawah) dalam

Page 8: Makalah FM

8

satu sisi, dibuat dalam satu stadium limfedema.

3. Penentuan stadium limfedema berpihak pada tanda stadium yang terberat.

4. Penentuan stadium limfedema dibuat 30 hari setelah serangan akut sembuh.

5. Penentuan stadium limfedema dibuat sebelum dan sesudah pengobatan dan

penatalaksanaan kasus.

No

.

Gejala Stadium 1 Stadium

2

Stadium

3

Stadium

4

Stadium

5

Stadium

6

Stadium

7

1. Bengkak

di kaki

Menghilang

waktu

bangun

tidur pagi

Menetap Menetap Menetap Menetap,

meluas

Menetap,

meluas

Menetap,

meluas

2. Lipatan

di kulit

Tidak ada Tidak

ada

Dangkal Dangkal Dalam,

kadang

dangkal

Dangkal,

dalam

Dangkal,

dalam

3. Nodul Tidak ada Tidak

ada

Tidak

ada

Ada Kadang-

kadang

Kadang-

kadang

Kadang-

kadang

4. Mossy

lessions

Tidak ada Tidak

ada

Tidak

ada

Tidak

ada

Tidak

ada

Ada Kadang-

kadang

5. Hambata

n berat

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya

A.7. Diagnosis

A.7.1. Diagnosis parasitologi

1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan

hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan

teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi. Pengambilan darah harus

dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat periodisitas

mikrofilaria umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi,

kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan

kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.

Page 9: Makalah FM

9

2. Teknik biologi molekuler dapat digunakakn untuk mendeteksi parasit

melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase

(Polymerase Chain Reaction/PCR).

A.7.2. Radiodiagnosis

1. Pemeriksaan dengan USG pada skrotum dan kelenjar getah bening

inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-

gerak. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria

oleh W. Bancrofti.

2. Pemeriksaan limfosintigrafi menunjukkan adanya abnormalitas sistem

limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.

A.7.3. Diagnosis imunologi

Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang

menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen

W. Bancrofti dalam sirkulasi darah.Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi

aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah. Deteksi antibodi

dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi

antibodi subklas IgG4

A.8. Manajemen Terapi

A.8.1. Perawatan Umum

1. Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah yang dingin akan

mengurangi derajat serangan akut

2. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses.

3. Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema

.

A.8.2. Pengobatan spesifik

1. Pengobatan infeksi

Page 10: Makalah FM

10

Hingga saat ini, WHO menetapkan Dietilcarbamazine (DEC) sebagai

satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Pengobatan dilakukan

dengan pemberian DEC 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari. Pengobatan ini dapat

diulang 1 hingga 6 bulan kemudian bila perlu, atau DEC selama 2 hari per bulan

(6-8 mg/kgBB/hari).

Obat lain yang dapat digunakan adalah Ivermektin. Albendazol bersifat

makrofilarisidal untuk W. Bancrofti dengan pemberian setiap hari selama 2-3

minggu.

2. Pengobatan Penyakit

Hidrokel besar yang tidak mengalami regresi spontan sesudah terapi

adekuat harus dioperasi dengan tujuan drainase cairan dan pembebasan tunika

vaginalis yang terjebak untuk melancarkan aliran limfe. Tindakan untuk

mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Beberapa indikasi

untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:

1. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah.

2. Indikasi kosmetik

3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam

melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pada ekstremitas yang terkena,

dilakukan:

a. pencucian dengan sabun dan air dua kali per hari

b. menaikkan tungkai yang terkena pada malam hari

c. ekstremitas digerakkan teratur untuk melancarkan aliran

d. menjaga kebersihan kuku

e. memakai alas kaki

f. mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik.

Terapi bedah dipertimbangkan apabila terapi non bedah tidak memberikan

hasil yang memuaskan. Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain

adalah limfangioplasti, prosedur jembatan limfe, transposisi flap omentum,

eksisi radikal dan graft kulit, anastomosis pembuluh limfe tepi ke dalam, dan

bedah mikrolimfatik.

Page 11: Makalah FM

11

Untuk kiluria, diberikan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein,

dengan asupan cairan tinggi dan dapat diberikan suplemem tambahan dengan

trigliserida rantai sedang (medium-chain triglycerides).

A.9. Pencegahan

A.9.1. Pencegahan massal.

Kontrol penyakit pada populasi adalah melalui kontrol vektor (nyamuk).

Namun hal ini terbukti tidak efektif mengingat panjangnya masa hidup parasit (4-

8 tahun). Pada pengobatan massal (program pengandalian filariasis) pemberian

DEC dosis standar tidak dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya. Untuk itu,

DEC diberikan dengan dosis lebih rendah (6 mg/kgBB), dengan jangka waktu

pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama misalnya dalam

bentuk garam DEC 0,2-0,4% selama 9-12 bulan. Atau pemberian obat dilakukan

seminggu sekali, atau dosis tunggal setiap 6 bulan atau 1 tahun.

A.9.2. Pencegahan individu

Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan

obat oles anti nyamuk, kelambu atau intektisida.

A.9.3. Strategi WHO untuk membasmi filariasis limfatik.

Strategi Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis memiliki

komponen:

1. Menghentikan penyebaran infeksi. Untuk interupsi transmisi, daerah

endemik filaria harus diketahui, kemudian program pengobatan massal

diterapkan untuk populasi beresiko. Di banyak negara, program

dilakukan dengan memberikan dosis tunggal 2 obat bersamaan 1 kali per

tahun. Obat yang diberikan adalah Albendazole dan DEC atau Ivermektin.

Dosis ini harus diberikan selama 4-6 tahun. Alternatif lain adalah

penggunaan garam fortifikasi dengan DEC selama 1 tahun.

2. Meringankan beban penderita, diperlukan edukasi untuk meningkatkan

kewaspadaan pada pasien yang mengalami infeksi. Dengan edukasi ini

Page 12: Makalah FM

12

diharapkan akan meningkatkan higiene lokal sehingga mencegah episode

inflamasi akut.

A.10. Prognosis

Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien

pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat

dilakukan dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-

kasus lanjut terutama dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.

B. TROPICAL PULMONARY EOSINOPHILIA (TPE)/OCCULT

FILARIASIS

B.1. Definisi

TPE adalah penyakit filariasis limfatik, yang disebabkan oleh

penghancuran mikrofilaria dalam jumlah yang berlebihan oelh sistem kekebalan

penderita.

B.2. Patologi dan Gejala Klinis

Mikrofilaria dihancurkan oleh zat anti dalam tubuh hospes akibat

hipersensitivitas terhadap antigrn mikrofilaria. Gejala penyakit ini ditandai

dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar antibodi IgE dan antifilaria IgG4,

kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan kelenjar limfe dan gejala

asma bronkial.

Hipereosinofilia merupakan salah satu tanda utama dan gejala ini

seringkali merupakan petunjuk ke arah etiologi penyakit tersebut. Jumlah leukosit

biasanya ikut meningkat akibat meningkatnya jumlah sel eosinofil dalam darah.

Kelenjar yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe inguinal. Kadang-

kadang dapat pula terkena kelenjar limfe leher, lipat siku atau kelenjar limfe di

tempat lain. Mungkin pula terdapat pembesaran kelenjar limfe di seluruh tubuh,

menyerupai penyakit Hodgkin.

Bila paru terkena maka gejala klinis dapat berupa batuk dan sesak nafas,

terutama pada waktu malam, dengan dahak yang kental dan mukopurulen. Foto

Page 13: Makalah FM

13

rontgen paru biasanya memperlihatkan garis-garis yang berlebihan pada kedua

hilus dan bercak-bercak halus terutama di lapangan paru bawah.

Gejala lain dapat berupa demam subfebril, pembesaran limpa dan hati.

Mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darah, tetapi mikrofilaria atau sisa-sisanya

dapat ditemukan di jaringan kelenjar limfe, paru, limpa, dan hati. Pada jaringan

tersebut terdapat benjolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan

penampang 1-2 mm, terdiri dari infiltrasi sel eosinofil yang dikenal dengan nama

Meyers Kouwenaar. Di dalam benda-benda inilah dapat ditemukan sisa-sisa

mikrofilaria.

B.3. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, hipereosinofilia, peningkatan

kadar IgE yang tinggi, peningkattan zat anti terhadap mikrofilaria dan gambaran

rontgen paru. Konfirmasi diagnosis tersebut adalah dengan menemukan benda

Meyers Kouwenaar pada sediaan biopsi, atau dengan melihat perbaikan gejala

setelah pengobatan dengan DEC.

B.4. Diagnosis Banding

Asma, Loffler’s syndrome, allergic bronchopulmonary aspergillosis,

allergic granulomatosis with angiitis (Churg-Strauss syndrome), vaskulitides

sistemik (periarteritis nodosa dan Wegener’s granulomatosis), chronic eosiniphilic

pneumonia, dan sindrome hipereosinofilia idiopatik.

B.5. Manajemen Terapi

Obat pilihan adalah DEC dengan dosis 6 mg/kgBB/hari selama 21-28 hari.

Pada stadium dini penderita dapat disembuhkan dengan parameter darah dapat

pulih kembali sampai kadar yang hampir normal. Pada stadium klinik lanjut,

seringkali terdapat fibrosis dalam paru dan dalam keadaan tersebut, fungsi paru

mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Penderita TPE memberikan respon yang

rendah pada pengobatan bronkodilator dan steroid.

Page 14: Makalah FM

14

C. EDEMA

C.1. Definisi

Edema adalah penumpukan cairan interstisial secara abnormal dalam jumlah

besar.

C.2. Etiologi dan Patogenesis

Page 15: Makalah FM

15

ULASAN

1. Dalam pleno pakar, salah satu peserta pleno/mahasiswa bertanya kepada pakar

mengenai obat apa yang cocok diberikan pada ibu hamil jika kena filariasis.

Pakar menjelaskan bahwa semua obat filariasis tidak aman diberikan pada wanita

hamil, kecuali DEC. Hal ini tidak ada dibahas dalam diskusi kelompok tutorial B-

3.

2. Dalam pleno salah satu peserta pleno/mahasiswa bertanya kepada pakar mengenai

terapi DEC, apakah aman jika diberikan tunggal atau harus dikombinasi dengan

Ivermectin. Pakar menjelaskan bahwa DEC paling baik jika dikombinasikan

dengan Albendazol, dan pengobatan juga bisa dilakukan dengan kombinasi

Ivermectin dan Albendazol.Pemebrian tunggal tidak seampuh pemberian obat

kombinasi. Hal ini tidak ada dibahas dalam diskusi kelompok tutorial B-3.

3. Dalam pleno pakar salah satu peserta pleno/mahasiswa bertanya kepada pakar

mengenai terapi asma pada pasien dalam kasus. Pakar menjelaskan bahwa untuk

asma dapat diberikan bronkodilator. Dari buku Parasitologi Kedokteran FK UI,

penulis membaca bahwa pada penderita TPE, pengobatan bronkodilator dan

steroid akan memberikan respon yang rendah.

4. Dalam pleno pakar salah satu peserta pleno/mahasiswa bertanya kepada pakar

mengenai indikasi pengobatan massal. Pakar menjelaskan bahwa pengobatan

dilakukan jika pada suatu daerah dilakukan pemeriksaan, didapati mikrofilaria

positif pada sekurang-kurangnya 1% dari total penduduk. Hal ini tidak ada

dibahas dalam diskusi kelompok tutorial B-3.

Page 16: Makalah FM

16

KESIMPULAN

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan yang ada, pasien mengalami

filariais limfatik Tropical Pulmonary Eosinophilia oleh karena Wuchereria

bancrofti.

Page 17: Makalah FM

17

DAFTAR PUSTAKA

[1] Braunwald E., Joseph L., 2008. Edema. Dalam: Fauci A., S., ., dkk.

Harrison ‘s Principles of Internal Medicine. 17th Ed. McGraw-Hill

Companies, Inc, United States of America: 231-236

[2] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan

Kasus Klinis Filariasis. Ditjen PP &PL, Jakarta, 2006.

[3] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan

Indonesia 2008. Diperoleh dari: http://the-manuals.com/profil-kesehatan-

indonesia 2008-manual/ [Diakses 11 March 2010].

[4] Dinas Kesehatan RI Propinsi Sumatera Utara, 2007. Profil Dinkes Kab/Kota

Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007 Diperoleh dari:

www.pdfqueen.com/.../ profil - kesehatan - sumatera - utara -tahun-2008/

[Diakses 11 Maret 2010].

[5] Djuandi Y., Partono F., 2008. Occult Filariasis. Dalam: Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. . Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 42-43.

[6] Ganong W. F., 2002. Dinamika Aliran Darah dan limfe: Sirkulasi Limfe dan

Volume cairan Interstisial. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi

20. Penerbit EGC, Jakarta: 567-569.

[7] Nutman T. B., Weller P. F., 2005. Filarial and Related Infections. Dalam:

Kasper D. L., dkk. Harrison ‘s Principles of Internal Medicine. 16th Ed.

McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America: 1260-1266.

[8] Pohan H. T., 2006. Filariasis. Dalam Dusoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Page 18: Makalah FM

18

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 1767-1772.

[9] Supali, T., Kurniawan A., Partono F., 2008. Wuchereria bancrofti. Dalam:

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. . Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 32-38.

[10] ____________________________________. Brugia Malayi dan Brugia

Timori. Dalam: Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. . Balai Penerbit FKUI,

Jakarta: 38-40.

Page 19: Makalah FM

19