makalah fixx

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Munculnya tingkah laku hewan tidak terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

Upload: may-may

Post on 13-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tingkah laku hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Fixx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk

respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan

perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons

tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan

sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam

mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme

yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat

dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos =

manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia.

Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan

perilaku tersebut secara antropomorfik.

Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis

(perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar

atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Munculnya tingkah

laku hewan tidak terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal berhubungan dengan kondisi hewan yang meliputi factor genetic,

system saraf, hormone, dan jam biologis. Sedangkan factor eksternal berupa

lingkungan di sekitar hewan. Tingkah laku yang dihasilkan hewan itu

sebenarnya merupakan hasil kerjasama antara factor internal dan factor

eksternal hewan. Untuk mengetahui pengaruh dari setiap factor tersebut

terhadap tingkah laku diperlukan beberapa metode penelitian yang berbeda.

1.2. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku

hewan.

Page 2: Makalah Fixx

2. Mengetahui hubungan faktor internal dalam mempengaruhi tingkah laku

hewan

3. Mengetahui hubungan faktor eksternal dalam mempengaruhi tingkah laku

hewan.

Page 3: Makalah Fixx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Faktor Internal

Hafez (1969) melaporkan bahwa perilaku satwa (animal behaviour)

bersifat genetis tetapi dapat berubah disesuaikan dengan pengaruh lingkungan dan

proses belajar (learning process). Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja

(1985), perilaku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis

dan setiap perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera dan

perubahan rangsangan menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan

akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal.

Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau

stimulus yang mempengaruhinya. Rangsangan tersebut terdiri dari dua macam,

yaitu rangsangan dalam dan luar. Rangsangan dalam adalah faktor fisiologis

sekresi hormon dan dorongan alat insentif sebagai akibat aktivititas. Rangsangan

luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimia

(Mukhtar, 1986).

2.1.1 Faktor Genetik

untuk mengetahui pengaruh faktor genetik yang mempengaruhi tingkah

laku hewan dilakukan penelitian dengan menggunkan 2 metode yaitu:

1. Dengan memebuat kondisi lingkungan hewan konstan, yang bertujuan

untuk mengetahui pengaruh variasi genetik

2. Degan membuat konstan faktor genetik, ynag berujuna untuk mengkaji

pengaruh lingkungan terhafap perilaku hewan.

Secara garis besar fenotip suatu organisme merupakan gabungan

natara faktor genetik, lingkungan dan interaksi dari kedua faktor tersebut.

Beberapa teknik penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan

anatara faktor genetik dan tingkah laku adalah sebagai berikut.

a. Inbreeding

Penelitian ini digunkan untuk hewan dengan strain yang sama,

digunakan nya strain yang sama yaitu untuk mendapatkan komponen

Page 4: Makalah Fixx

faktor genetik hewan yang stabil.dengan adanya kesamaan faktor

genetik hewan, maka kondisi lingkungan dapat di manipulasi sehingga

dapat mengetahui pengaruh ingkungan terhadap tingah laku hewan.

b. Perbedaan Strain

Penilitan menggunkan hewan dengan strain yang berbeda akan dapat

diketahui mengenai pengaruh hereditas terhadap tingkah laku hewan

yaitu dengan lingkungan di buat dalam keadaan stabil.

c. Analisis cara penurunan karakter tingkah laku

Penelitian ini menggunkan hewan dengan strain yang berbeda dan

bertujuan untuk mengetahui tingkah laku hewan hasil dari perkawinan

yang berbeda strain.contohnya ingin mengetahui aktivitas berlari

memutar dari hewan mencit, maka digunakan 2 strain mencit yang

berbeda. Mencit strain pertama memiliki kecepatan rata rata 100

m/jam, sedangkan strain mecit keduan memilikiki kecepatan rata rata

20 m/jam. Jika keturunan dari perkawian dua strain mecit tersebut

menghasilakn keturuna yang memilikiki kkecepatan berputar seperti

salah satu induknya maka dapat dikatan bahwa sifat yang diturunkan

bersifat dominan. Namun jika kecepatan berlari keturunan adalah

60m/jam, maka di indikasikan bahwa keturunan tersebut bersifat

intermediet. Pada beberapa kasus kkecepatan lari dari keturnannya

lebih besar dari pada induknya maka dikenal sebagai overdominan atau

hibridvigor.

d. Gen dan Tingkah laku

Peristiwa pada tingkat gen dan DNA sehingga diterjemahkan dalam

fisiologi dan tingkah laku adalah terjadi peristiwa epigenesis yaitu

interaksi antara faktor genetik, pengalaman, dan ingkungan dari suatu

organisme. Gen dapat memepengaruhi tingkah laku hewan yaitu

denag cara mengaktifkan dan menonaktifkan gen tertentu khususnya

yang mensintesis protein tertentu.

Page 5: Makalah Fixx

Gambar. Hubungan antara gen dan tingkah laku

2.1.2 Faktor Syaraf

Setiap organisme hidup secara terus menerima stimulus dari

lingkungan. Agar tetap hidup, hewan dilengkapi dengan reseptor untuk

menerima informasi. System saraf akan memisah-misahkan dan

menterjemahkan stimulus, dan efektor atau sistem otot akan menghasilkan

respon berupa tingkah laku sesuai dengan stimulus yang diterima.

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa salah satu fungsi

primer dari sensori dan system saraf adalah penyaring stimulus yang

Page 6: Makalah Fixx

diterima. Untuk melaksanakan proses penyaringan informasi tersebut,

hewan mengembangkan 2 sistem penyaringan yaitu peripheral dan sentral.

a. Sistem penyaringan periferal

Peranan system penyaring peripheral adalah pada tingkat

reseptor sensori. Setiap spesies hewan dapat menerima informasi

tetapi dengan cara terbatas. Adanya cara yang terbatas dan juga jarak

kuantitatif antara hewan dan sumber stimulus maka dapat

menyebabkan perbedaan kepekaan bagi seekor hewan. Misalnya,

diantara hewan-hewan yang ada ternyata tidak semua hewan dapat

mendeteksi cahaya ultraviolet. Sedangkan contoh hewan yang dapat

mendeteksi cahaya ultraviolet adalah lebah. Berdasarkan kondisi

tersebut terlihat bahwa keterbatasan system sensori periferal

berperan sebagai pelindung pertama suatu hewan terhadap stimulus

dari lingkungan yang selanjutnya informasi tersebut akan dikirim

menuju system saraf.

b. Sistem penyaring sentral

Proses penyaring sentral terjadi di dalam system saraf, yaitu

dengan memilah informasi yang datang, menyeleksi stimulus yang

penting sehingga akhirnya dihasilkan suatu respons tertentu.

Misalnya seekor hewan dihadapkan stimulus yang berbeda, maka

semua stimulus akan dideteksi oleh organ indera. Akan tetapi, respon

yang dihasilkan oleh hewan tersebut berdasarkan stimulus yang

efektif. Contoh proses tersebut seperti yang dilakukan oleh

Tinbergen (1953) yaitu dengan melakukan percobaan terhadap

tingkah laku burung camar yang sedang mengeram. Perlakuan yang

diberikan terhadap burung camar tersebut yaitu dengan

memindahkan telur yang sedang dierami ke tepi sarang, ternyata

burung tersebut kemudian mengembalikan telur yang dipindahkan

tadi ke dalam sarangnya. Selanjutnya burung camar tersebut dicoba

dengan menempatkan model telur yang bervariasi dalam bentuk,

ukuran, warna, dan pola warna di tepi sarang. Hasil percobaan

tersebut menunjukkan bahwa aspek penting dari telur sehingga

Page 7: Makalah Fixx

dihasilkan respon pengembalian telur ke dalam sarang adalah ukuran

dan bentuk telur. Berdasarkan percobaan ini Tinbergen

menyimpulkan bahwa sebenarnya di dalam tubuh burung terjadi

proses penyaringan sentral. Selain itu, diketahui bahwa hewan dapat

memperlihatkan respon yang berbeda untuk stimulus yang sama dan

untuk kondisi ini tergantung kondisi internalnya.

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penelitian

tentang hubungan antara system saraf dengan tingkah laku adalah

sebagai berikut.

a. Pengumuman electrode, yaitu dengan menempelkan electrode

pada system saraf organism. Tujuan penggunaan ini untuk

mencatat impuls saraf secara langsung.

b. Transeksi, yaitu dengan melakukan pemotongan atau

mengangkat saraf tertentu hewan, kemudian diamati tingkah

lakunya. Akibat proses ini dapat diketahui pengaruh

pemotongan saraf tertentu terhadap suatu rangkaian tingkah

laku.

c. Stimulasi electrode, yaitu dengan menempatkan electrode

secara langsung ke dalam daerah tertentu pada system saraf

periferal atau otak, selanjutnya dilewatkan aliran listrik mealui

electrode tersebut.

d. Psychipharmacology, yaitu dengan menyuntikkan zat

neurotransmitter dan obat yang berkaitan dengan tempat

tertentu dalam otak.

2.1.3 Faktor Hormon

a. Pengertian Hormon

Hormon merupakan senyawa kimiawi yang dihasilkan oleh

kelenjar endokrin atau saraf/neurosekretori (Susilowati dkk.,

2001). Hormon diedarkan melalui pembuluh darah dan bisa

mencapai seluruh tubuh, tetapi hanya sel atau organ tertentu yang

merupakan targetnya dan bisa merespon (Reece et. al., 2011).

Page 8: Makalah Fixx

Pengaruh hormon antara lain berkaitan dengan proses

pertumbuhan, metabolisme, keseimbangan air dan reproduksi.

Selain itu sistem hormon berperan penting dalam mekanisme

pengatur tingkah laku baik pada Avertebrata maupun Vertebrata

(Susilowati dkk., 2001).

b. Pengaruh Hormon terhadap Tingkah Laku

Pengaruh hormonal terhadap tingkah laku dibedakan

menjadi dua kategori (Susilowati dkk., 2001), yaitu:

1. Efek aksional: hormon berperan sebagai pemicu

terhadap ekspresi dan pembentukan tingkah laku. Efek

aksional dibedakan menjadidua, yaitu:

Efek langsung: berperan dalam respon cepat,

yaitu langsung terjadi pada saat sekresi hormon

atau ketika adanya senyawa penghalang untuk

sekresi hormon.

Efek tidak langsung: memerlukan rangkaian

yang lebih kompleks dari stimulasi dan sekresi

hormon.

2. Efek pengatur: terjadi selama perkembangan organisme,

contohnya perbedaan kelamin dan pola pertumbuhan

jaringan tubuh yang kesemuanya itu di bawah kendali

hormon.

c. MetodePenelitiantentangHubunganHormondanTingkahLaku

Tujuan jangka panjang dari penelitian di bidang behavioral

endocrinology adalah untuk memahami bagaimana hormon

bekerja pada organ target, termasuk otak, untuk memodifikasi

tingkah laku. Pemahaman mengenai mekanisme hormon dalam

mempengaruhi tingkah laku dihasilkan dari penelitian lintas

bidang, meliputi psikologi eksperimental, etologi, anatomi,

zoologi, biologi reproduksi dan endokrinologi (Etgen & Faff,

2009). Beberapa metode penelitian yang digunakan untuk

Page 9: Makalah Fixx

mengetahui hubungan antara hormon dan tingkah laku (Susilowati

dkk., 2001) adalah sebagai berikut.

1. Ekstirpasi: membuang kelenjar endokrin tertentu,

bertujuan untuk mengetahui efek tidak adanya suatu

hormon tertentu terhadap tingkah laku.

2. Terapi pengganti hormon: menyuntikkan suatu hormon

tertentu ke dalam hewan atau mentransplantasi suatu

kelenjar dari hewan lain untuk menggantikan kelenjar

endokrin yang sebelumnya telah diambil melalui

pembedahan.

3. Transfusi darah: pemberianhormonmelalui transfusi

darah, bertujuan untukmemindahkan hormon dari satu

hewan ke hewan lainnya.

4. Bioassay: mengukur secara tidak langsung kadar hormon

yang beredar dalam tubuh hewan.

5. Radioimmunoassay: mengukur secara langsung kadar

hormon yang beredar dalam tubuh hewan melalui

penggunaan metode immunologikal.

6. Autodiografi: melokalisir tempat beredarnya hormon di

dalam tubuh hewan.

d. Interaksi endokrin – lingkungan – tingkah laku

Beberapa efek aksional termasuk interaksi antara tingkah

laku, hormon dan stimulus lingkungan yang spesifik dicontohkan

pada rangkaian proses reproduksi burung puter (ring dove)atau

Streptopelia risoria (Susilowati dkk., 2001).

Burung puter jantan memulai tingkah laku peminangan

setelah dipasangkan dengan burung puter betina. Apabila burung

puter dikastrasi, maka tidak akan terjadi tingkah laku peminangan.

Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk meginisiasi siklus

reproduksi, maka diperlukan suplai hormon androgen. Pada

burung betina kelenjar pituitari mensekresi Folicle Stimulating

Hormone (FSH). FSH akan mempengaruhi perkembangan folikel

Page 10: Makalah Fixx

di dalam ovari. Folikel mensekresi estrogen yang selanjutnya akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan uterus.

Kemudian dalam 1 atau 2 hari burung mulai membangun sarang.

Selama fase ini burung jantan dan betina melakukan kopulasi.

Selain itu, kedua burung tersebut akan semakin menyempurnakan

sarang yang telah dibangunnya.

Kehadiran sarang akan menstimulasi produksi dan sekresi

hormon progesteron pada burung jantan dan betina. Salah satu

efek hormon tersebut adalah pengembangan tingkah laku

pengeraman, terutama setelah telur diletakkan di dalam sarangnya.

Jadi peranan progesteron pada burung jantan berlawanan dengan

peran hormon testosteron yang berperan dalam tingkah laku

peminangan dan agresi. Adapun tingkah laku bertelur pada burung

betina dipengaruhi oleh LH yang disekresikan oleh kelenjar

pituitary.

Aktivitas pengeraman telur terjadi selama 24 hari. Selama

proses ini burung jantan dan burung betina bergantian melakukan

kegiatan pengeraman telur. Adanya kehadiran telur, sarang dan

pengeraman, maka mempengaruhi kelenjar pituitari kedua burung

tersebut untuk mensekresikan hormon prolaktin. Hormon ini akan

menghambat sekresi LH dan FSH, serta menghentikan semua

tingkah laku kawin. Selain itu hormon prolaktin juga

menstimulasi perkembangan tembolok dan produksi susu

tembolok (pigeon milk) pada burung jantan dan betina, serta

membantu tingkah laku pengeraman. Ketika anak menetas setelah

dierami selama 2 minggu, induk burung segera akan memberinya

susu tembolok. Pemberian susu ini berlangsung selama 10-12

hari. Singkatnya waktu pemberian susu tersebut kemungkinan

dikarenakan menurunnya kadar hormon prolaktin. Akibat

menurunnya hormon prolaktin ini, kelenjar pituitari

mensekresikan FSH dan LH. Adanya FSH dan LH mengakibatkan

Page 11: Makalah Fixx

pasangan burung puter tersebut memulai lagi tingkah laku

peminangan, yang akhirnya rangkaian reproduksi dimulai lagi.

Gambar Tingkah Laku Reproduksi Ring Dove.Rangkaian tingkah laku tersebut meliputi a) peminanagan dan

kopulasi, b) pembuatan sarang, c) bertelur, d) pengeraman, e) pemberian susu tembolok (pigeon milk) oleh induk kepada anak yang baru menetas (Drickamer, 1982 dalam Susilowati dkk., 2001).

Perubahan aktivitas sistem endokrin diinduksi oleh stimulus

dari berbagai aspek dari lingkungan pada berbagai fase reproduksi

berbeda. Perubahan sekresi hormon ini menginduksi perubahan

perilaku yang bisa menjadi stimulus selanjutnya. Regulasi siklus

reproduksi ring dove setidaknya tergantung pada dua interaksi,

yaitu interaksi efek hormon terhadap perilaku dan efek kondisi

eksternal (termasuk yang timbul akibat perilaku) terhadap sekresi

hormon; efek keberadaan dan tingkah laku burung pertama

terhadap sistem endokrin burung kedua dan efek adanya tingkah

laku burung kedua terhadap sistem endokrin burung pertama

(Lehrman, 1964). Hubungan tersebut digambarkan pada diagram

berikut:

Page 12: Makalah Fixx

Gambar Interaksi antara hormon dan tingkah laku pada kedua ring dove (Lehrman, 1964).

Siklus reproduksi merupakan hasil interaksi antara faktor

internal dengan faktor eksternal (Susilowati dkk., 2001). Faktor-

faktor tersebut meliputi:

1. Kondisi hormonal burung jantan dan betina.

2. Tingkah laku setiap anggota pasangan burung akan

memicu perubahan kadar hormonal dan tingkah laku

kawin.

3. Kondisi eksternal seperti sarang dan telur akan

mempengaruhi perubahan hormonal dan tingkah laku

kedua burung.

2.1.4 Faktor Jam Biologis

Tingkah laku hewan yang dihasilkan berlangsung pada

waktu interval tertentu. Misalnya beruang yang melakukan

hibernasi pada musim dingin. Semua fenomena periodik tersebut

bersumber dari ritme biologikal yang dimiliki hewan.Setiap ritme

terdiri atas unit-unit pengulangan disebut siklus . lama waktu yang

dibutuhkan agar suatu siklus berlangsung lengkap disebut periode,

sedangkan bagian-bagian yang ada dalam siklus disebut fase.

Sifat yang dimiliki ritme biologikal ada dua. Pertama, laju

reaksi-reaksi kimia dan proses yang berlangsung didalam sel

berubah karena perubahan suhu. Secara umum laju reaksi berubah

menjadi dua kali untuk kenaikan 10°C. Kedua, jam biologis secara

umum tidak dipengaruhi oleh toksin yang merupakan hasil

metabolit atau zat yang menghalangi jalur biokimiawi dalam sel.

Selain itu jam biologi dikontol oleh dua faktor yaitu faktor

Page 13: Makalah Fixx

endogen dan eksogen. Seorang peneliti bernama Hoffmann

membuktikan bahwa mekanisme jam biologis diturunkan dan

bersifat endogen. Hoffman melakukan percobaan tingkah lak

berlari pada lizard. Yang digunakan dalam percobaannya adalah

telur lizard yang dimasukkan kedalam 3 kelompok seperti tabel

dibawah ini

Tabel percobaan Hoffman

No. Kelompok Perlakuan

1. 1 9 jam dipaparkan cahaya dan 9 jam

dalam kondisi gelap

2. 2 12 jam dipaparkan cahaya dan 12

jam dalam kondisi gelap

3. 3 18 jam dipaparkan cahaya dan 18

jam dalam kondisi gelap

Hasil dari percobaan Hoffman, setelah menetas anak-anak

lizard dipelihara dalam kondisi lingkungan yangsama atau stabil.

Ternyata hewan-hewan tersebut memiliki periode berlari sekitar

23,4-23,9 jam.

Selain itu pola tingkah laku hewan satu dengan hewan lain

berbeda disebabkan oleh perbedaan jam biologis tiap individu

seperti tabel dan diagram dibawah. Pola harian Haarimau Sumatra

berbeda dengan pola harian Gajah Sumatra.

Sumber : Ganesa dan Aunurohim 2012

Page 14: Makalah Fixx

Sumber: Yudarini et al 2013

Berikut perbedaan ritme biologi hewan lain dari periode

bebrapa menit hingga beberapa tahun

Tipe siklus Organisme Tingkah laku

Episikle (bervariasi)

Lungworm Makan (setiap 6-8 menit)

Meadow vole Makan/ istirahat (setiap 15-20

menit selama siang hari)

Tidal (12,4 jam)Oyster Membuka cangkang

Fiddler crab Bergerak/makan

Lunar (28 hari)

Midge (serangga

laut)

Kawin/pelekatan telur

Grunion (ikan laut) Peletakan telur

Sirkadian (24 jam)

Deermouse Minum/aktivitas umum

Fruit fly Pembentukan hewan dewasa

dari pupa

Sirkadian (12 bulan)

Woodchuck Hibernasi

Chickadee Reproduksi

Robin Migrasi/reproduksi

Rentangan yang tidak

memiliki waktu yang

jelas, dari beberapa

hari sampai beberapa

tahun

Desert insect Reproduksi (dipicu oleh hujan)

Lion Makan (dipicu oleh rasa lapar)

Shiner (ikan air

tawar)

Reproduksi (dipicu oleh

kondisi banjir).

Page 15: Makalah Fixx

Faktor eksogen antara lain seperti cahaya, suhu, dan

kelembapan dapat menjadi faktor kritis pada beberapa organisme,

khususnya hewan yang kulitnya mudah kehilangan cairan tubuh ke

lingkungan eksternal. Lebih lanjut suhu dan kelembapan udara

berpengaruh terhadap proses perkembangan fisik flora dan fauna,

sedangkan sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk

fotosintesis dan metabolisme tubuh bagi beberapa jenis hewan.

Faktor eksternal tersebut sebenarnya berkaitan dengan faktor biotik

seperti kompetisi untuk sumber-sumber terbatas, kebiasaan makan,

dan predasi. Contohnya evolusi primata yang bersifat diurnal

kemungkinan dihasilkan dari kompetisi dengan rodensia nokturnal,

hibernasi hewan mamalia dan migrasi burung di daerah iklim

sedang dan merupakan adaptasi evolusioner untuk menghindari

kondisi musim dingin yang cukup dingin.

1.2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi tingkah laku hewan

adalah kondisi lingkungan yang berada di sekitar hewan. Kondisi

tersebut meliputi cahaya matahari, suhu udara atau air, dan

kelembaban udara. Adanya perubahan kondisi lingkungan sekitar

maka akan memicu adanya tingkah laku yang spesifik dari seekor

hewan.

Pada daerah gurun yang cahaya matahari tinggi serta suhu

yang mencapai 500 C di siang hari dan akan turun drastis hingga

suhu -300 C pada malam hari, menyebabkan banyak hewan yang

akan bersifat nokturnal untuk menghindari suhu tinggi di siang

hari. Pada daerah savana yang hujan turun secara musiman akan

memicu migrasi besar besaran populasi hewan pemakan rumput

demi tetap mendapatkan rumput yang segar dan genangan air

untuk memenuhi kebutuhan air dan migrasi ini akan

mempengaruhi pula perilaku karnivora selaku predator. Pada

hutan dengan 4 musim yang pada musim dingin rata-rata bersuhu

00C dan pada musim panas bersuhu hingga mendekati suhu 350C

Page 16: Makalah Fixx

menyebabkan banyak hewan mammalia melakukan hibernasi di

musim dingin dan populasi burung akan bermigrasi ke daerah

yang lebih hangat (Champbell, 2009).

Suhu udara yang semakin menurun di daerah iklim sedang

maka akan memicu burung untuk melakukan migrasi. Suhu udara

yang terdapat pada benua Australia mengakibatkan distribusi dari

kanguru merah ((Macropus rufus). Pada gambar populasi kanguru

merah melimpah pada beberapa daerah yang berada pada bagian

dalam benua yang merupakan area yang jarang terjadi hujan, serta

tidak ditemukan pada area yang tingkat hujan tinggi, hal ini

membuktikan bahwa distribusi populasi dipengaruhi oleh faktor

luar (abiotik) (Champbell, 2009).

Page 17: Makalah Fixx

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrajak, Jusuf. 1995. Hormon dan Perilaku Hewan. Malang: IKIP Malang

Campbell, Neil A. 2009. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Etgen, A. M. & Faff, D. W. 2009. Molecular Mechanisms Hormone Actions on Behavior. Oxford: Elsevier, Inc.

Ganesa, Aridan Aunurohim. 2012. Perilaku Harian Harimau Sumatera (Phantera trigis sumatrae) dalam konservasi ex-situ Kebun Binatang Surabaya. Jurnal Sains dan Seni ITS, (online), 1(1):48-53, (http://download.portalgaruda.org), diakses pada 3 September 2014

Hafez, E. S. (Ed). (1969). The behaviour of domestic animals (2nd). Baltimore: Williams & Withins Co.

Lehrman, D. S. 1964. The Reproductive Behavior of Ring Doves. California: W. H. Freeman and Company.

Mukhtar, A. S. (1986). Dasar-dasar ilmu tingkah laku satwa (Ethologi). Bogor: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan.

Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V. & Jackson, R. B. 2011. Campbell Biology 9th Edition. San Francisco: Benjamin Cummings – Pearson Education, Inc.

Susilowati, Rahayu, S. E. & Amin, M. 2001. Tingkah Laku Hewan. Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.

Tanudimadja, K., & Kusumamihardja, S. (1985). Perilaku hewan ternak. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yudarini, Nur dwi, I Gede Soma, dan Srikayati Widyastuti. 2013. Tingkah laku Harian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bali Safari and Marine Park Gianyar. Jurnal Indonesia Medicus veterinus. , (online), 2(4): 461-468, (Http://ojs.unud.ac.id), diakses pada 3 September 2014.