makalah fix flavanoid

112
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam yang tidak terbatas jumlahnya. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia. Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saat ini, para

Upload: nofa-puspita

Post on 01-Dec-2015

322 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

fito2ku

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Fix Flavanoid

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak

akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan

pengembangan obat-obat baru ataupun untuk menujang berbagai kepentingan

industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam yang tidak terbatas

jumlahnya. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan di atas

54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan

tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi

sangat berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti

Indonesia. 

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang

dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Sejak

zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman yang mempunyai

khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saat ini, para

peneliti semakin berkembang untuk mengeksplorasi bahan alami yang

mempunyai aktivitas biologis yang positif bagi manusia. Berdasarkan beberapa

penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang memiliki potensi

sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan

alkaloid.

            Senyawa yang paling mudah ditemukan adalah flavonoid karena

senyawa ini adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam.

Page 2: Makalah Fix Flavanoid

Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan

sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu

kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung

antioksidan. Oleh karena jumlahnya yang melimpah di alam, manusia lebih

banyak memanfaatkan senyawa ini dibandingkan dengan senyawa lainnya

sebagai antioksidan.

Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan

metode kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari

senyawa murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan

uji aktivitas biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah

diketahui struktur molekulnya biasanya dilanjutkan dengan modifikasi struktur

untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan.

Flavonoid adalah kandungan yang ditemukan pada buah, sayur dan juga

pada minuman yang mempunyai bermacam-macam keuntungan biokimia dan

pengaruh antioksidan. Jumlahnya pada bahan  pangan lebih besar dibanding

dengan vitamin C dan Vitamin E. Kegiatan antioksidan flavonoid tergantung dari

struktur molekulnya dan karakteristik molekulnya dan flavonoid banyak

ditemukan pada buah dan dan minuman yang berpotensi melakukan kegiatan

antioksidan, contohnya teh, anggur merah, dan kedelai.

Page 3: Makalah Fix Flavanoid

I.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

a. Mengetahui sejarah dari senyawa flavonoid dan klasifikasinya.

b. Mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika dari senyawa flavonoid

c. Mengetahui beberapa manfaat dari senyawa flavonoid

Page 4: Makalah Fix Flavanoid

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Flavonoid

Ilmu kimia senyawa-senyawa fenol yang ditemukan di alam mengalami

kemajuan yang pesat setelah Kekule berhasil menetapkan struktur cincin

aromatic. Bahkan, struktur dari beberapa senyawa fenol telah dapat ditetapkan

sejak abad ke-19. Oleh karena itu, ilmu kimia senyawa-senyawa fenol kadang-

kadang dianggap sudah usang. Akan tetapi topic-topik yang menarik mengenai

senyawa-senyawa itu terus menerus muncul dengan adanya penemuan-

penemuan baru.

Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang

Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan

ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati

penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan.

Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak

dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan

pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat

dipandang sebagai fungsi, alat komunikasi‟ (molecular messenger} dalam proses

interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses

metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif

(menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).

Page 5: Makalah Fix Flavanoid

B. Definisi Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang

umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal

dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum

dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani

anthos , bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya

terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di

berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan

bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid

terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar

vakuola.

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tanaman hijau, kecuali alga. Menurut Markham (1988), flovonoid tersusun dari

dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga

dengan susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur

senyawa flavonoid yaitu:

1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana

 

2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

Page 6: Makalah Fix Flavanoid

Flavonoid adalah golongan fenol alam yang tersebar luas dalam

tumbuhan. Menurut perkiraan , kira-kira 2% dari seluruh karbon yang

difotosintesis oleh tumbuhan atau sekitar 1.000.000.000 ton per tahun diubah

menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan dengannya. Diduga flavonoid

sudah ada di alam ini telah cukup lama, yang terdapat pada ganggang hijau lebih

1 milyar tahun silam. Tidak ada senyawa yang begitu menyolok seperti flavonoid

yang memberi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di

alam, misalnya flavin memberi warna kuning atau jingga, antosianin warna

merah, ungu atau biru dan secara biologis dia memainkan peranan penting

dalam proses penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Pada mulanya para

ahli tertarik pada antosian, yang merupakan pigmen tumbuhan flavonoid.

Kemudian diketahui pula bahwa dalam buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-

bijian mengandung berbagai jenis senyawa flavonoid. Disamping sebagai

pigmen tumbuhan, flavonoid diketahui pula berperan dalam pertumbuhan,

pertahanan diri dari serangan hama dan penyakit, tabir surya, dan sinyal kimia

untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Bagi manusia golongan senyawa

ini memberi manfaat yang cukup banyak seperti, antioksidan, antiinflamasi,

immunostimulan, antikanker, antivirus dan antimikroba.. Tanin yang termasuk

golongan senyawa ini telah lama digunakan sebagai penyamak kulit dan

pewarna kain. Berbagai komoditi penting seperti teh, coklat dan anggur, mutunya

sangat ditentukan oleh warna maupun rasa yang berasal dari flavonoid yang

terdapat didalamnya.

Page 7: Makalah Fix Flavanoid

Istilah flavonid yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini berasal

dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar

jumlahnya dan juga lazim ditemukan .

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah

ditemukan pada setiaap telaah ekstrak tumbuhan. Oleh karena itu, para ilmuwan

perlu kiranya untuk mengetahui cara mengenal, mengisolasi, dan

mengidentifikasi bahan alam tersebut dalam berbagai bentuk.

I.1 Kerangka dasar

Flavonoid merupakan senyawa dengan kerangka dasar mempunyai 15

atom C, dua cincin benzen yang terikat pada suatu rantai propana sehingga

susunannya adalah C6 – C3 – C6. Susunan ini akan menghasilkan tiga jenis

struktur, yaitu : 1,3 – diaril propane atau flavonoid, 1,2 – diaril propane atau

isoflavonoid dan 1,1 – diaril propane atau neoflavonoid

Contoh :

1. Flavonoid

Page 8: Makalah Fix Flavanoid

2. Isoflavonoid

3. Neoflavonoid

Kedua cincin aromatik (benzen) yang dihubungkan oleh satuan tiga

karbon dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Untuk memudahkan

maka cincin pertama benzen diberi indeks A, cincin benzen kedua indeks B dan

cincin yang dapat terbentuk cincin C

Page 9: Makalah Fix Flavanoid

Senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, bergantung dari tingkat

oksidasi dari rantai propane dari sitem 1,3 diaril propane. Dalam hal ini flavan

mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap

sebagai senyawa induk dalam tatanama senyawa-senyawa turunan flavon.

C. Asal usul Biogenetik

Spekulasi awal mengenai biosintesis flavonoid dijelaskan oleh Robinson

(1936) mengatakan bahwa kerangka C6 – C3 – C6. dari flavonoid berkaitan

dengan kerangka C6 – C3 dari fenilpropana yang mempunyai gugus fungsi

oksigen pada para, para dan meta atau dua meta dan satu para pada cincin

aromatik. Akan tetapi, senyawa-senyawa fenilpropana, seperti asam amino fenil-

alanin dan tirosin, bukannya dianggap sebagai senyawa yang menurunkan

flavonoid melainkan hanya sebagai senyawa yang bertalian belaka.

Page 10: Makalah Fix Flavanoid

Pola biosintesis flavonoid pertama kali diusulkan oleh Birch, yang

menjelaskan bahwa tahap pertama biosintesis flavonoid suatu unit C6 – C3

berkombinasi dengan 3 unit C2 menghasilkan unit C6 – C3 – (C2+C2+C2).

Berdasarkan atas usul tersebut maka biosintesis dari flavonoid melalui 2 jalur

bisosintesis yaitu poliketida (asam asetat atau mevalonat) dalam membentuk

cincin A berkondensasi 3 molekul unit asetat, sedang cincin B dan tiga atom

karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropana (shikimat).

Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan

oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propana dapat menghasilkan berbagai

gugus fungsi, seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil dan

sebagainya.

Pokok-pokok biosintesis flavonoid

Pembentukan flavonoid dimulai dengan memperpanjang unit

fenilpropanoid (C6 – C3) yang berasal dari turunan sinamat seperti asam p-

kumarat, kadang-kadang asam kafeat, asam ferulat atau asam sinapat.

Percobaan menunjukkan bahwa khalkon dan isomer flavanon yang sebanding

juga berperan sebagai senyawa antara dalam biosintesis berbagai jenis

flavanoid lainnya

Page 11: Makalah Fix Flavanoid

Hubungan Biogenetik Berbagai jenis Flavonoid (Grisebach)

Page 12: Makalah Fix Flavanoid

Biosintesis Antosianidin dan Katekin (Haslam)

D. Fungsi flavonoid pada tumbuhan

1. Fungsi penyerbukan. Flavonoid termasuk pigmen yang penting pada

tumbuhan. Warna jingga, merah, biru dan ungu pada bunga dan buah pada

umumnya disebabkan oleh flavonoid. Warna pada bunga adalah salah satu

faktor yang menarik lebah, kupu-kupu, burung dan hewan lainnya untuk

melakukan penyerbukan. Burung akan lebih menyukai warna merah, sedang

lebah lebih menyukai warna biru dan juga dapat melihat di daerah ultraviolet.

2. Fungsi pengatur tumbuh. Flavonoid secara tidak langsung berperan

sebagai zat pengatur tumbuh melalui sistem IAA (Indole Acetic Acid) – IAA

Oxidase. Secara in vitro, senyawa flavonoid kuersetin dapat menghambat enzim

IAA – Oxidae, yang berarti kuersetin secara tidak langsung dapat meningkatkan

pertumbuhan.

Senyawa flavonoid dapat pula berfungsi sebagai ”feeding deterrent”

maupun ”feeding stimulant”. Kandungan tanin yang tinggi pada buah muda

merupakan ”feeding deterrent” yang menyebabkan kera maupun manusia tidak

bernafsu untuk memakan buah sebelum masak. Sedang senyawa morin dan

isokuersetrin yang terdapat dalam daun murbei (Morus alba L), merupakan

”feeding stimulant” bagi ulat sutera (Bombyx mori).

3. Zat alelopati. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, tumbuhan

menggunakan sinyal berupa senyawa kimia.Pada tahun 1986, secara hampir

bersamaan, para ahli dari berbagai laboratorium di dunia melaporkan bahwa

Page 13: Makalah Fix Flavanoid

simbiosis antara tumbuhan polong-polongan dengan bakteri marga Rhizobium

dipicu oleh sinyal kimia berupa senyawa flavonoid yang dikeluarkan oleh akar

tumbuhan. Sejak tahun 1982, ahli ekologi sudah mengetahui tumbuhan “Spotted

knapweeds” (Centaurea maculosa Lam.) mengeluarkan senyawa alelopati yang

dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain di sekitarnya, baru tahun 2001

diketahui bahwa senyawa tersebut adalah (-) – katekin, suatu senyawa flavonoid

golongan flavan yang sekarang diteliti untuk dikembangkan menjadi herbisida

alam.

4. Tabir surya. Rusaknya ozon di lapisan stratosfir, terutama di daerah

dekat Kutub Selatan, menyebabkan tumbuhan mengalami cekaman sinar

ultraviolet B (UVB). Penelitian pada sejenis semanggi di Selandia Baru

memperlihatkan bahwa tumbuhan tersebut mempunyai toleransi yang tinggi

terhadap sinar UVB, adaptasi ini disebabkan dengan peningkatan kadar

flavonoid dari tumbuhan.

E. Fungsi flavonoid pada Manusia

1. Flavonoid sebagai Antioksidan

                Berbagai sayuran dan buah-buahan yang dapat dimakan mengandung

sejumlah flavonoid. Konsentrasi yang lebih tinggi berada pada daun dan kulit

kupasannya dibandingkan dengan jaringan yang lebih dalam. Stavric dan

Matula(1992) melaporkan bahwa di negara-negara Barat, konsumsi komponen

flavonoid bervariasi dari 50 mg sampai 1 g per hari dengan 2 jenis flavonoid

terbesar berupa quersetin dan kaempferol. Sebagai antioksidan, flavonoid dapat

menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi nitrit

Page 14: Makalah Fix Flavanoid

oksida yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga

menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.

            Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif,

antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat

antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida,

radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa

flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat 

mengkatalisis beberapa proses yang  menyebabkan terbentuknya radikal bebas).

Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai

pengkelat Fe (Afanas‟av,et al., 1989 ; Morel,et al.,1993).

            Manfaat utama flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai

antioksidan yang bisa menghambat proses penuaan dan mencegah

berkembangnya sel kanker. Salah satu jenis tanaman yang dipercaya dan

terbukti memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi adalah tanaman cokelat.

(nn).         

            Flavonoid dikatakan antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas

dengan membebaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Aksi radikal

memberikan efek timbulnya berbagai penyakit yang berbahaya bagi tubuh.

Tubuh manusia tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang lebih

sehingga apabila terkena radikal bebas yang tinggi dan berlebih, tubuh tidak

dapat menanggulanginya. Saat itulah tubuh manusia membutuhkan antioksidan

dari luar (eksogen) yang dapat dilakukan dengan asupan senyawa yang memiliki

Page 15: Makalah Fix Flavanoid

kandungan antioksidan yang tinggi melalui suplemen, makanan, dan minuman

yang dikonsumsi.

            Namun, globalisasi yang merupakan zaman sintetik membuat manusia

khawatir terhadap antioksidan buatan yang pada umumnya memberikan efek

samping yang tidak ringan. Globalisasi membuat masyarakat menjadi semakin

pandai dan kritis termasuk dalam memilih produk makanan atau minuman yang

akan dikonsumsi. Berkembangnya berbagai jenis penyakit terutama yang

diakibatkan oleh pola konsumsi makanan yang salah, mendorong masyarakat

kembali ke alam. Dengan kata lain, masyarakat kini mulai beralih pada upaya

alami dengan mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung

antioksidan alami yang tidak menimbulkan efek samping atau mungkin ada efek

samping tetapi dengan efek yang relatif ringan. Jadi, antioksidan alami menjadi

alternatif yang lebih diminati oleh masyarakat daripada antioksidan sintetik.

            Sebagai bahan alami, buah-buahan, sayuran, dan teh merupakan serat

alami yang memiliki kandungan senyawa flavonoid dalam kadar yang tinggi.

Seperti yang kita ketahui bahwa buah, sayuran, dan teh banyak mengandung

vitamin dan mineral yang memang sangat berguna bagi kesehatan tubuh kita,

misalnya kerena adanya kandungan vitamin E dan vitamin C yang memang telah

dikenal sebagai antioksidan sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Sejauh yang masyarakat umum ketahui, kandungan pada buah, sayuran, dan

teh adalah kandungan vitamin dan mineralnya saja. Padahal di dalamnya juga

terdapat kandungan flavonoid yang juga merupakan antioksidan. Bahkan

flavonoid merupakan antioksidan yang jauh lebih baik dari pada antioksidan

Page 16: Makalah Fix Flavanoid

lainnya, seperti pada vitamin E dan vitamin C. Hal ini membuktikan bahwa

flavonoid sebagai antioksidan memiliki potensi yang lebih tinggi sebagai obat

antikanker dari pada vitamin dan mineral.

            Kandungan flavonoid ini memberi harapan sebagai pencegah antikanker.

Penyakit yang sangat ditakuti saat ini adalah kanker. Kalau dahulu orang takut

penyakit pes, kolera, cacar, TBC, tipus, dan jenis-jenis penyakit lain yang

sekarang sudah tidak ditakuti lagi, sekarang orang selalu takut akan bahaya

kanker yang sewaktu-waktu dapat timbul (Braam, 1980). Saat ini, cara

pengobatan kanker yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya

adalah pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Tujuan dari cara pengobatan

tersebut adalah membunuh sel-sel kanker. Akan tetapi, perlu kita ketahui bahwa

tidak sedikit dari cara-cara tersebut yang justru menimbulkan efek samping. Efek

samping yang ditimbulkan tersebut akan menjadi beban baru bagi para penderita

kanker. Oleh sebab itu, masyarakat mulai beralih pada pengobatan yang tidak

menimbulkan efek samping atau mungkin ada efek samping tetapi dengan efek

yang ringan

2. Penyakit Kanker

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan

sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Drs. Wildan Yatim

dalam bukunya Biologi (1996:100) menilai kanker sebagai berikut: ”Kanker

mengandung sel-sel yang membelah terus secara cepat dan tak terkontrol. Sel-

selnya memilki sifat seperti sel muda yang aktif bermitosis. Seperti sel-sel

embrio, sel-sel kanker berinti besar, nukleus pun besar, dan dalam plasma

Page 17: Makalah Fix Flavanoid

terdapat banyak butiran dan membran tipis. Sel kanker bisa merusak sel-sel

yang lain dan dapat pindah ke jaringan dan daerah lain”.

            Sudah jelas bahwa sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak

terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan

sekitarnya (invasive) dan terus menyebar. Penyebarannya bisa melalui jaringan

ikat, darah, dan yang lebih berbahaya lagi bahwa sel kanker dapat menyerang

organ-organ penting dan saraf tulang belakang. Dalam keadaan normal, sel

membelah diri apabila ada penggantian sel-sel yang telah mati dan rusak.

Berbeda dengan sel kanker yang akan membelah terus meskipun tubuh tidak

memerlukannya sehingga akan terjadi penumpukan sel baru. Sel baru ini lah

yang disebut tumor ganas. Penumpukan sel tersebut mendesak dan merusak

jaringan normal, sehingga mengganggu organ yang ditempatinya.

            Kanker dapat tumbuh di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap

tubuh mulai dari kaki sampai kepala. Bila kanker tumbuh pada bagian

permukaan tubuh, maka akan dengan mudah diketahui oleh penderita. Akan

tetapi, bila kanker tumbuh di dalam tubuh, maka penyakit yang dianggap

misterius tersebut akan sulit diketahui sebab kadang-kadang tidak menunjukkan

gejala apa pun, bahkan kanker tertentu baru akan dapat diketahui setelah kanker

tersebut sudah ada pada stadium akhir atau lanjut, misalnya leukimia (kanker

darah). Kalau pun timbul gejala, biasanya gejala tersebut terasa pada saat

stadium lanjut sehingga terkadang sudah terlambat untuk diobati. Ini lah alasan

utama mengapa kanker menjadi penyakit yang harus sangat diwaspadai oleh

seluruh masyarakat.

Page 18: Makalah Fix Flavanoid

            Selain lingkungan, makanan yang kita makan juga dapat menjadi faktor

penyebab terjadinya kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan sebab

makanan yang dikonsumsi seseorang dapat mempengaruhi pengaktifan sel

kanker pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat

menyebabkan kanker pada saluran pencernaan adalah makanan yang diasap

dan diasamkan. Makanan tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker

lambung. Contoh lainnya adalah minuman yang mengandung alkohol yang

menyebabkan kanker kerongkongan. Bahkan zat pewarna makanan pun dapat

menjadi penyebab timbulnya kanker pada saluran pencernaan. Terdapat pula

penyebab kanker pada saluran pencernaan, yaitu logam berat seperti mercury

yang biasanya sering terdapat pada makanan laut yang tercemar, seperti

kerang, ikan, dan sebagainya. Selain itu, perlu diperhatikan oleh masyarakat

adalah bahwa berbagai makanan manis mengandung tepung yang diproses

secara berlebihan juga merupakan faktor penyebab aktifnya sel kanker dalam

tubuh.

a. Senyawa Flovonoid sebagai Antikanker

            Senyawa bioaktif flavonoid yang merupakan ekstrak metanol ini

dikatakan sebagai antikanker karena dapat menghambat tumbuhnya sel-sel

kanker itu sendiri. Sebagai antioksidan, senyawa flavonoid dapat mencegah

reaksi bergabungnya molekul karsinogen dengan DNA sel sehingga mencegah

kerusakan DNA sel. Di sini lah komponen bioaktif flavonoid dapat mencegah

terjadinya proses awal pembentukan sel kanker. Bahkan flavonoid dapat

merangsang proses perbaikan DNA sel yang telah termutasi sehingga sel

Page 19: Makalah Fix Flavanoid

menjadi normal kembali. Selain itu, dapat mencegah pembentukan pembuluh

darah buatan sel kanker (proses angiogenesis) sehingga sel-sel kanker tidak

dapat tumbuh menjadi besar karena saluran untuk pertumbuhannya terhambat.

            Makanan yang mengandung flavonoid, seperti stroberi hijau, kubis, apel,

kacang-kacangan, dan bawang juga mengurangi risiko terjagkitnya penyakit

kanker paru-paru. Hal ini menandakan bahwa untuk mencegah terjadinya kanker

sangat lah mudah asalkan kita sendiri ada kemauan dalam menjaga kesehatan.

Pepatah “lebih baik mencegah dari pada mengobati” pun menjadi amat tepat bila

bicara mengenai kanker. Hal ini mengingat sulitnya pengobatan dan minimnya

kesembuhan apabila seseorang sudah terjangkit kanker. Namun, manusia harus

selektif dalam mengonsumsi makanan, minuman, sayuran, dan buah-buahan

yang dianggap alami dan tidak memiliki efek samping. Hal ini tampaknya harus

menjadi pertimbangan yang lebih jauh dari manusia mengingat zaman sekarang

yang semakin maju dan mengakibatkan manusia selalu menginginkan yang

instan, mudah, dan murah, misalnya penggunaan pestisida dalam perawatan

buah dan sayuran untuk menghindari gangguan hama yang dapat membuat

hasil buah atau sayuran menjadi rusak bahkan dapat menyebabkan gagal

panen. Secara otomatis, pestisida yang disemprotkan pada buah atau sayuran

tersebut akan menempel dan akan termakan oleh manusia yang

mengonsumsinya. Padahal, jika kita lihat dari kandungannya, pestisida

merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogen yang dapat mengaktifkan sel-

sel kanker pada tubuh manusia.

Page 20: Makalah Fix Flavanoid

            Kandaswami dan Middleton (2004) mengatakan bahwa flavonoid dapat

menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah

mengental yang dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.

Penyempitan pembuluh darah pada tubuh akan menyebabkan aliran darah tidak

lancar dan jika dibiarkan dalam waktu yang terlalu lama, kemungkinan besar

akan mengumpul bahkan menggumpal pada daerah tertentu. Penggumpalan

darah ini dapat mengakibatkan sel-sel tersebut menjadi sel kanker yang dapat

aktif apabila didukung oleh asupan bahan karsinogenik atau faktor luar lainnya

yang dikonsumsi manusia.

            Flavonoid juga menghambat invasi tumor sehingga tumor tidak

membesar dan tidak menjadi ganas yang menyebabkan kanker. Tumor yang

tertanam dalam tubuh manusia apabila dibiarkan terlalu lama akan menjadi sel

kanker yang ganas dan akan menggerogoti tubuh. Mengingat bahaya penyakit

kanker bagi tubuh, manusia harus mengambil sikap dan antisipasi terhadap

penyakit yang menyebabkan kematian tersebut, misalnya dengan mengonsumsi

makanan yang mengandung flavonoid yang tinggi. Karena kandungannya yang

banyak terdapat pada buah, sayur, dan teh, dapat dikatakan bahwa tidak sulit

untuk melindungi diri dari penyakit berbahaya, seperti kanker. Perlindungan

tersebut dikatakan cukup mudah sebab buah, sayur-sayuran, dan teh sangat

mudah didapat.

Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara

lain:

a.    Anti-inflamasi

Page 21: Makalah Fix Flavanoid

Mekanisme anti-inflamasi terjadi melalui efek penghambatan jalur

metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan

histamin, atau aktivitas „radical scavenging’ suatu molekul. Melalui mekanisme

tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat

meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai

anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin,

nepritin, dan lain-lain.

b.  Anti-tumor/Anti-kanker

            Senyawa isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah

genistein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan salah

satu komponen yang banyak terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan

sel kanker oleh genistein, melalui mekanisme sebagai berikut :

(1) penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi

oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduksi

dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan

pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein

yang mengandung tirosin;

(2) penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II;

(3) penghambatan regulasi siklus sel;

(4) sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap

senyawa radikal bebas;

Page 22: Makalah Fix Flavanoid

 (5) sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha

atau TGFβ). Mekanisme tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi

genestein lebih besar dari 5μM.

c.  Anti-virus

Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi

melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi

virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan

bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada

penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian

intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk

pengobatan penyakit liver masih terus berlangsung.

d. Anti-allergi

Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut :

 (1) penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel mast‟, yaitu sel yang

mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin;

(2) penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3‟,5‟ siklik monofast

fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca;

(3) berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa flavonoid

lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain terbukronil, proksikromil,

dan senyawa kromon.

e.  Penyakit kardiovaskuler

Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan

penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek berlainan.

Page 23: Makalah Fix Flavanoid

Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4-

trihidroksi isoflavon (Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh

darah (konsentrasi 5μg/ml) dan juga berpotensi menghambat, pembentukan LDL

(low density lipoprotein). Dengan demikian isoflavon dapat mengurangi

terjadinya arterosclerosis pada pembuluh darah. Pengaruh isoflavon terhadap

penurunan tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak

dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa

isoflavon.

Berbagai bahan alam yang secara tradisional digunakan untuk penyakit

kardio-vaskular, kebanyakan secara ilmiah telah dilaporkan memiliki khasiat

sebagai antioksidan, namun pemanfaatan tumbuhan obat tersebut lebih banyak

dilatar-belakangi oleh pengalaman empiris; masih sedikit sekali pembuktian

secara ilmiah berdasarkan mekanisme kerjanya. Penelitian ini bertujuan

mempelajari aktivitas antioksidan berbagai ekstrak bahan alam (daun salam,

daun jati belanda, daun jambu biji, air cuka tahu dan jamur kuping hitam) pada

berbagai tingkat konsentrasi sekaligus membandingkan potensi kelima ekstrak

bahan alam, dan untuk mengkaji khasiat berbagai ekstrak bahan alam yang

digunakan secara tradisional untuk pengobatan penyakit kardiovaskular melalui

telaah modulasi mekanisme apoptosis dalam sistem nonmamalia dengan

menggunakan sell ragi (Saccharomyces cerevisiae). Daun salam, daun jambu

biji, daun Jati Belanda diekstraksi dengan metode refluks. Serbuk jamur kuping

(60 mesh) diekstraksi dengan cara maserasi 24 jam menggunakan etanol 30%

dengan perbandingan 1:6 (g:mL). Ekstrak cuka tahu dipersiapkan menggunakan

Page 24: Makalah Fix Flavanoid

etil asetat. Aktivitas antioksidan lima ekstrak bahan ditapis secara in vitro

menggunakan sistem oksidasi asam linoleat dan mengukur produk oksidasinya

secara spektrofotometri dengan metode asam tiobarbiturat (TBA assay)

menggunakan tetrametoksipropana (TMP). Diperoleh bahwa semua ekstrak

berpotensi antioksidan. Ekstrak etanol daun salam 1.000 ppm secara konsisten

menunjukkan hambatan oksidasi hampir sama baiknya dengan aktivitas antioksi

dan vitamin E pada konsentrasi 200 ppm; sedangkan pada 200 ppm juga

mampu menghambat oksidasi asam linoleat sama baiknya dengan vitamin E

konsentrasi yang sama. Ekstrak whey tahu memiliki aktivitas antioksidan paling

rendah ( 82,02%),   walau masih lebih besar dari vitamin E.

f. Estrogen dan Osteoporosis

Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehingga

menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi dalam sistem

reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak.

Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan reseptor estrogen (ERs)

yang dapat “on/off” di bawah kendali gen pada kromosom yang disebut _-ER.

Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang, dan empedu responsif

terhadap _-ER tersebut. Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan _-

ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan β-ER mempunyai ikatan sama

dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal,

khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon

yang dapat ditransformasikan menjadi equol. Dimana equol mempunyai struktur

Page 25: Makalah Fix Flavanoid

fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen

berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi,

maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap

berlangsungnya proses kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi

proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.

F. Ekstraksi

Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia

senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Harus

diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa dengan oksigen banyak yang akan

terurai karena mengandung banyak oksigen yang tidak tersulih atau suatu gula.

Senyawa flavonoid merupakan senyawa polar, kepolaran ini akan

berbeda-beda terhadap berbagai pelarut sehingga harus diperhatikan dengan

menggunakan pelarut yang sesuai kepolaran flavonoid yang akan diekstraksi.

Umumnya flavonoid larut dalam pelarut-pelarut polar seperti etanol, metanol,

butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain. Dalam

bentuk glikosida karena adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan

mudah larut dalam air, dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air

merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosidanya. Sebaliknya, aglikon yang

kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang

termodifikasi, cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan

kloroform.

Page 26: Makalah Fix Flavanoid

Bahan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis

flavonoid, walaupun bahan yang kering dan tersimpan lama mungkin masih

tetap memberikan hasil yang baik. Bila menggunakan bahan tumbuhan segar,

setelah cuplikan dipilih untuk dianalisis maka sisanya dianjurkan agar segara

secepatnya dikeringkan untuk mencegah kerja dari enzim.

Setelah menimbang sebagian bahan tumbuhan yang telah digiling,

ekstraksi paling baik dilakukan dalam dua tahap; pertama dengan pelarut

metanol-air (9 : 1) dan kedua dengan metanol-air (1 : 1). Ekstrak kemudian

dicampur dan diuapkan hingga volumenya menjadi sepertiga volume awal, atau

hampir semua metanol menguap. Ekstrak yang diperoleh dapat dibabaskan dari

senyawa yang kepolarannya rendah seperti lemak, terpena, klorofil, xantofil

dengan ekstraksi (dalam corong pisah) menggunakan pelarut heksan atau

kloroform. Ekstraksi harus dilakukan beberapa kali dan lapisan air mengandung

sebagian besar flavonoid, selanjutnya dikeringkan pada tekanan rendah

(rotapavor).

Pemilihan pelarut tidak hanya tergantung pada kandungan zat aktif yang

diselidiki, tetapi tergantung juga pada bagian mana substansi tersebut berada.

Bila flavonoid terdapat dalam vakuola sel, umumnya bersifat hidrofilik, maka

penyarian dilakukan dengan menggunakan air ataupun pelarut-pelarut alkoholik.

Jika flavonoidnya terdapat dalam kloroplas maka diperlukan pelarut-pelarut

nonpolar sebelum menyarian alkoholik.

Ekstraksi flavonoid seperti yang dijelaskan di atas tidak cocok untuk

antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah. Untuk antosian, daun segar

Page 27: Makalah Fix Flavanoid

atau bunga jangan dikeringkan tetapi segera digerus dengan NeOH yang

mengandung 1% HCl pekat. Ekstraksi segera terjadi yang ditandai dengan

adanya perubahan warna larutan, kromatografi atau analisis spektroskopi

ekstrak dapat segera dilakukan untu mencegah hidrolsisi glikosida. Untuk

simplisia yang mengandung flavonoid dengan kepolaran yang lebih rendah lagi

dapat langsung diisolasi dengan merendam heksana atau eter selama beberapa

menit, perlu diingat bahwa ekstrak yang diperoleh juga mengandung lemak dan

lilin.

G. Isolasi

Metode terbaik untuk mengisolasi atau memisahkan campuran flavonoid

antara lain dengan kromatografi kertas (KKt) dan kromatografi lapis tipis (KLT).

Jika menggunakan metode KKt, kertas yang disarankan adalah kertas Whatman

3MM (46 x 57 cm) atau yang setara. Kertas dibuat seperti gambar di bawah.

Ekstrak ditotolkan kira-kira 8 cm dari tepi lipatan pertama dan 3 cm dari lipatan

kedua dengan garis tengah 3 cm yang berpusat pada satu titik. Pengeringan

bercak dibantu dengan pengering rambut. Ekstrak yang ditotolkan dapat

digunakan secara umum yaitu dari sejumlah ekstrak yang diperoleh dari 50 –

100 mg bahan tumbuhan kering. Elusi pertama dapat digunakan pengembang

beralkohol, misalnya BAA (n-Butanol, Asam asetat, Air = BAW) 4:1:5 atau TBA

(t-BuOH:HOAc:H2O) 3:1:1. Kertas diangkat dan dikeringkan di lemari asam,

bagian kromatogram yang dilipat (a) digunting. Selanjutnya eluen kedua

menggunakan pengembang, biasanya berupa larutan dalam air seperti asam

Page 28: Makalah Fix Flavanoid

asetat 15%. Untuk antosianin disarankan pengembang setara , biasanya BAA

atau Bu/HCl dan kedua HCl 1%.

Flavonoid tidak nampak pada kertas kromatogram, kecuali antosian (bercak

jingga sampai lembayung yang menjadi biru dengan uap ammonia), khalkon,

auron dan 6-hidroksi flavanol kuning). Karena alasan tersebut, untuk mendeteksi

bercak, kromatogram diperiksa dengan sinar UV (366 nm dan 254 nm) dan

dapat diperjelas dengan uap ammonia.

Page 29: Makalah Fix Flavanoid

Untuk isolasi flavonoid skala besar dapat dilakukan dengan kromatografi

kolom. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoid

(berupa larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penjerap (seperti selulosa,

Page 30: Makalah Fix Flavanoid

silika, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen

memakai pelarut yang sesuai. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi

dengan keran pada salah satu ujungnya dengan ukuran garis tengah berbanding

panjang kolom 1:10 atau 1:30.

Mengemas kolom dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan kolom yang

homogen. Jika kolom tidak memiliki kaca masir, maka dapat diganakan kaca wol

atau kapas, sumbat ini direndam dengan pengelusi yang tingginya kira-kira 10

cm. Kemasan kolom dibuat bubur dengan pelarut yang sama, lalu dituang

dengan hati-hati ke dalam kolom tanpa terputus-putus agar tidak terbentuk

lapisan. Kemasan dibiarkan turun dan kelebihan pelarut dibiarkan turun. Jika

fase diam poliamida yang digunakan maka dianjurkan untuk mengembangkan

dulu satu jam.

Selanjutnya larutan cuplikan ditempat di atas kemasan sedemikian rupa

sehingga berupa satu pita, usahakan menggunakan pelarut sesedikit mungkin

untuk memperoleh hasil yang baik. Biarkan larutan cuplikan meresap ke dalam

kemasan dengan membuka sedikit keran dan setelah cuplikan terbuka, keran

ditutup dan ditambahkan perlahan-lahan cairan pengelusi dan dibiarkan kembali

meresap ke dalam kemasan.

Memilih kemasan kolom dapat disesuaikan dengan flavonoid yang akan

diisolasi sebagai berikut ;

1. Selulosa. Ideal untuk pemisahan antara glikosida atau glikosida

dengan aglikon dan aglikon yang kurang polar, selulosa mikrokristal (Merck,

Macherey & Nagel dan Whatman CF-11

Page 31: Makalah Fix Flavanoid

2. Silika. Baik untuk aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon,

flavanon, metil flavon dan falavonol. Sebaiknya dicuci lebih dahulu dengan asam

klorida pekat untuk menghilangkan sesepora besi yang dapat membuat flavonoid

terikat kuat pada kemasan. Kiselgel 60, 70 – 230 mesh (merck).

3. Poliamida. Cocok untuk memisahkan flavonoid dan glikosida. Harus

dicuci terlebih dahulu dengan matanol dan air untuk menghilangkan poliamida

yang larut (dapat mengotori). Polyclar AT General Aniline and Film Corporation),

Polyponco 66D Polymer Corporation) dan Polyamida (Woelm).

4. Gel sephadex (deret G). Digunakan untuk memisahkan campuran,

terutama berdasarkan atas ukuran molekul (mengunakan pelarut air), molekul

besar akan terelusi lebih dahulu. Sangat berguna untuk memisahkan

poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya. Bila pengelusinya adalah pelarut

organik, gel sephadex deret G berprilaku seperti selulosa, tetapi kapasitasnya

lebih besar. Gel harus dikembang terlebih dahulu selama 12 jam dengan eluen.

Jenis niaga G-10 (untuk bobot molekul 0 – 700) dan G-25 (untuk bobot molekul

100 – 1500)

5. Gel sephadex (LH-20). Dirancang untuk menggunakan pelarut organik,

dan dapat digunakan dua cara. Bahan ini menghasilkan eluen tanpa sisa, sangat

cocok untuk pemurnian akhir aglikon flavonoid dan glikosida yang telah diisolasi

dari kertas, selulosa, silika, atau poliamida. Umumnya pelarut yang cocok adalah

MeOH, walaupun pada awalnya diperluka air untuk melarutkan flavonoid, disini

gel perlu juga dicuci dengan MeOH.

H. Karakterisasi dan Identifikasi

Page 32: Makalah Fix Flavanoid

Secara umum golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan uji

warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf dan ciri spectrum ultraviolet.

Jika tidak tercampur dengan pigmen lain, flavonoid dapat dideteksi

dengan uap ammonia dan akan memberikan warna spesifik untuk masin-masing

golongan. Falavon dan flavonol akan memberikan warna kuning sampai kuning

kemerahan. Antosianin berwarna merah biru sedang flavononol menimbulkan

warna orange atau coklat. Warna merah dan lembayung yang terjadi mendadak

dalam suasana asam disebabkan adanya khalkon atau auron.

Flavonoid menjadi kuning terang atau jingga dalam larutan basa dan

dapat dideteksi jika bagian tumbuhan tanwarna diuapi amonia.Timbulnya warna

ini karena adanya pembentukan garam dan terbentuknya struktur kuinoid pada

cincin B seperti berikut :

Pembentukan struktur kuinoid dari flavonoid dengan basa

Adanya gugus fenol pada flavonoid memberikan reaksi positif dengan

pereaksi untuk fenol, misalnya dengan besi (III) klorida dan pereaksi asam sulfat

akan memberi warna spesifik. Karena reaksi tidak spesifik, maka tidak dapat

digunakan membedakan masing-masing golongan dan harus diikuti oleh uji

warna lainnya.

Page 33: Makalah Fix Flavanoid

Flavonoid yang memliki gugus hidroksil berkedudukan orto akan

memberikan warna kuning intensif jika bereaksi dengan asam borat dan larutan

natrium asetat, seperti rekasi berikut.

Kompleks flavonoid dengan asam borat dan natrium asetat

Selain pada kedudukan orto, gugus hidroksi dengan kedudukan lain

diduga juga dapat membentuk ikatan dengan campuran asam sitrat dan asam

borat, pada pemanasan dan dikenal dengan pereaksi sitroborat, Sampai saat ini

mekanisme reaksi yang terjadi antara flavonoid dengan pereaksi sitroborat

belum dapat diketahui secara pasti. Warna fluoresensi yang terbentuk adalah

fluoresensi kuning,kuning kehijauan dengan sinar UV 366 nm.

Pereaksi aluminium klorida dapat membentuk kompleks dengan flavonoid

menimbulkan warna kuning. Kompleks dari flavonoiv dengan gugus hidroksil

berkedudukan orto tidak stabil dengan asam dan akan terurai kembali. Akan

tetapi flavonoid dengan gugus hidroksil yang berkedudukan dekat gugus karbonil

akan stabil dengan penambahan asam.

Page 34: Makalah Fix Flavanoid

Pembentukan kompleks antara flavonoid dengan aluminium klorida lewat

dua macam gugus yang berbeda yaitu gugus hidroksil yang berkedudukan orto

dan gugus hidroksil yang berkedudukan dekat dengan gugus karbonil, dapat

digunakan sebagai dasar penetapan adanya gugus hidroksil pada kedudukan

tertentu dalam molekul flavonoid.

Lazimnya identifikasi flavonoid diawali dengan reaksi warna

menggunakan pereaksi-pereaksi, seperti natrium hidroksida, asam sulfat, besi

(III) klorida, logam magnesium dan asam klorida. Kelarutan dari flavonoid

menjadi dasar dalam ekstraksi dan pemisahan secara kromatografi, sifat-sifatnya

dengan pereaksi-pereaksi tertentu menjadi dasar analisis spektrofotometri UV-

tampak.

Page 35: Makalah Fix Flavanoid

Reaksi Warna flavonoid

GolonganFlavonoid

Warna

Larutan natriumHidroksida

Asam sulfat pekat

Magnesium/ asam klorida

Natrium amalgam asam

Khalkon

Dihidrokhalkon

Auron

Flavanon

Flavon

Flavanol

Flavanonol

Leukoantosianin

Antosianin / Antosianidin

Isoflavon

Isoflavanon

Jingga sampai merah

Tak berwarna

Merah/violet

Kuning / jingga, dipanas merah

Kuning

Kuning / jingga

Kuning berubah coklat

Kuning

Biru / violet

Kuning

Kuning

Jingga sampai merah

Tak berwarna / kuning

Merah/violet

Jingga

Kuning / jingga berpendar

Kuning / jingga berpendar

Kuning / merah

Merah / violet

Kuning / jingga

Kuning

Kuning

Tak berwarna

Tak berwarna

Tak berwarna

Merah / violet atau biru

Kuning / merah

Merah / violet

Merah / violet

Violet

Merah lalu memucat

Kuning

Tak berwarna

Kuning pucat

Tak berwarna

Kuning pucat

Merah

Merah

Kuning / merah

Kuning /coklat

Violet

Kuning / jingga

Merah muda / violet

Merah

II.4 Hidrolisis

Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan tinggi, seperti

bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit, kayu dan akar. Akan tetapi, senyawa

flavanoid tertentu biasanya terkonsentrasi pada suatu jaringan tertentu, misalnya

antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah dan daun.

Sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, oleh

karena itu ada baiknya diketahui bahwa secara umum, suatu glikosida adalah

Page 36: Makalah Fix Flavanoid

kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui

ikatan glikosida. Ikatan glikosida pada prinsipnya terbentuk apabila gugus

hidoksil dari alkohol beradisi ke gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi

alkohol ke aldehida yang dikatalis oleh adanya asam menghasilkan asetal.

Pada hidrolisis, glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya

menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding, alkohol yang dihasilkan disebut

aglikon. Biasanya, sisa gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa,

rhamnosa, galaktosa dan gentiobiosa, sehingga glikosida tersebut masing-

masing disebut glukosida, rhamnosida, galaktosida dan gentiobiosida.

Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono, di atau tri-glikosida, dimana

satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula.

Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut organik

seperti eter, benzen, kloroform dan aseton.

Untuk membedakan aglikon dan gula yang terikat sebagai glikosida, perlu

dilakukan hidrolisis dapat dengan asam, enzim atau basa.

Page 37: Makalah Fix Flavanoid

1. Hidrolisis dengan asam. Biasanya digunakan dengan asam klorida,

gugus gula yang terikat pada aglikon biasanya berupa ikatan O-glikosida atau

C-glikosida. Ikatan C-glikosida, sangat tahan terhadap pengaruh asam, sehingga

dapat dibedakan antara C-glikosida dengan O-glikosida dengan melihat waktu

atau lama hidrolsisinya.

Selain kecepatan hidrolisis dengan asam dari glikosida, juga dipengaruhi

oleh posisi ikatan gula pada inti flavonoid. Gula yang berikatan pada posisi 3 dari

flavonoid akan lebih mudah dihidrolisis dibanding pada posisi 7, sedang paling

mudah dihidrolisis adalah pada posisi 5. Flavonol 3-rhamnosifuranosida kurang

stabil sehingga hidrolsis lebih cepat dibanding flavonol 3-rhamnopiranosida yang

relatif lebih stabil.

Cara baku menghidrolisis O-glikosida: Larutan glikosida flavonoid (1mg)

dihidrolisis dengan 5 ml HCl 2N : MeOH (1:1) dalam labu alas bulat 25 ml,

kemudian drefluks selama 60 menit. Uapkan dengan rotavapour, sisanya

kemudian dilarutkan dengan MeOH : H2O (1:1) sesedikit mungkin. Selanjutnya

dikromatografi kertas atau KLT-selulosa, 15% asam asetat, hasil :

- jika telah terjadi hidrolsisi, Rf akan menjadi lebih kecil, flavonoid tersebut

adalah suatu O-glikosida, kemungkinan kecil juga sebagai bisulfat atau

C-glikosida yang ter-O-glikosida.

- Jika tidak terjadi hidrolisis, glikosida tersebut kemungkinan adalah C-

glikosida atau suatu glukoronida

- Jika terjadi hidrolisis sebagian, glikosida tersebut mungkin glukuronida

Page 38: Makalah Fix Flavanoid

2. Hidrolsis dengan enzim. Hidrolisis dengan enzim, berguna untuk

menentukan sifat ikatan antara gula dan flavonoid (yaitu α atau β). cara ini

hanya memutuskan monosakarida khas dari flavonoid O-glikosida. Selanjutnya

dianalisis dengan KLT, atau KGC untuk mengetahui hasil hidrolosis,

- β-glukosidase (emulsin), menghidrolsisi β-D-gluksodia dan xilosida,

tetapi tidak menghidrolsisi antosianidin glikosida.

- β-galaktosidase, menghidrolsisi β-D-galaktosida

- β-glikuronidase, menghidrolsisi β-D-glukuronidase

- Pektinase, menghidrolsis α-D-poligalakturonida dan α-L-rhamnosida

- Antosianase, menghidrolsisi sebagian besar antosianidin glikosida

- Rhamnodiastase, memutuskan sebagian besar oligosakarida secara

utuh dari glikisda, terdapat dalam Rhamnus frangula

- Takadiastase, menghidrolsisi naringenin 7-O-neohesperidosida.

3. Hidrolsis dengan basa. Jarang digunakan untuk menghidrolisis

gliksodia flavonoid, tetapi digunakan untuk memutuskan gula secara selektif dari

gugus hidroksil pada posisi 7 atau 4’ serta 3-hidroksil. Keselektifan ini kebalikan

dari hidrolisis dengan asam. Hidrolsis dengan basa akan melepaskan disakarida

dari 7 – hidroksil asal ikatan antara glukosida bukan (1----2). Rutinosida akan

terhidrolisis, tetapi 7-O-apiol (1----2) gluksida dan 7-O-neohesperidosida tidak

terhidrolsis. Dijaga agar tidak ada kontak dengan udara, sebab banyak flavonoid

akan terurai dalam suasana basa jika terdapat oksigen. Kebanyakan 7 – dan 4’ –

O – gliksida dapat dipecah dalam waktu 30 enit, beberapa glikosida lain

Page 39: Makalah Fix Flavanoid

memerlukan waktu dua jam. Pemutusan gula yang terikat pada posisi 4’ secara

selektif tanpa mengganggu gula yang terikat pada posisi 7.

Cara: Larutan glikosida (10 – 30 mg) dalam 10 ml KOH 0,5% direfluks di

atas tangas air selama 30 menit dalam lingkungan N2. Netralkan dengan HCl 2N

dan selanjutnya dikromatografi kertas dengan eluen HOAc 15% untuk

mengisolasi flavonoidnya.

I. Spektroskopi Ultraviolet flavonoid.

Flavonoid mempunyai sistem aromatik terkonyugasi, oleh karena itu

mempunyai pita serapan di daerah ultraviolet dan ultraviolet nampak (UV-UV

Vis). Spektra dari flavon dan flavonol memperlihatkan dua puncak utama pada

daerah 240 – 400 nm. Dua puncak utama ini biasanya memperlihatkan pita I

(300 – 380 nm) dan pita II (240 – 280 nm). Pita I menunjukkan absorbsi yang

sesuai untuk cincin B sinamoil, sedang pita II berhubungan absobsi cincin

benzoil.

Kerangka senyawa flavonoid dengan cincin benzoil dan sinamoil

Isoflavon, falavanon dan dihidroflavonol memberikan spektra ultraviolet

yang mirip satu sama lain, oleh karena masing-masing senyawa ini tidak

mempunyai sistem konyugasi sinamoil dengan cincin B. Larutan isoflavon dalam

metanol memberikan spektra ultraviolet dengan puncak II pada daerah 250 nm –

Page 40: Makalah Fix Flavanoid

270 nm dan puncak I pada daerah 300 nm – 330 nm. Sedang flavanon dan

dihidroflavanon keduanya memberikan puncak II pada daerah 270 nm – 290 nm

dan puncak I pada daerah 320 nm – 330 nm.

Peran gugus hidroksil pada cincin A pada flavon dan flavonol

menghasilkan menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita II dan

sedikit pada pita I. Metilasi dan glikosilasi juga berefek pada absorpsi pada

flavon dan flavonol. Jika gugus 3, 5, dan 4’ – OH pada flavon dan flavonol

termetilasi dan terglikosilasi terjadi pergeseran hipsokromik terutama pita I.

Pergeseran yang terjadi terbesar 12 – 17 nm, bisa mencapai 22 – 25 nm pada

flavon yang tidak mempunyai gugus 5 – OH.

Pita II merupakan serapan dari cincin A bagian benzoil, dan pita I

merupakan serapan dari cincin B bagian sinamoil. Intesitas dari masing-masing

serapan tergantung pada panjangnya sistem konyugasi serta adanya subtitusi

terutama pada kedudukan atom C3 dan C5. Sebagai contoh senyawa flavon

yang mempunyai sistem sinamoil mengandung sistem konyugasi lebih panjang

daripada sistem benzoil, intensitas puncak I lebih kecil dari intensitas puncak II.

Flavon, flavonol yang tersubtitusi oksigen hanya pada cincin A, dalam metanol

cenderung memberikan spektra yang nyata pada pita II dan lemah pada pita I,

tetapi jika cincin B yang tersubtitusi oksigen, pita I akan kelihatan lebih nyata.

Penambahan pereaksi geser atau pereaksi diagnostik, adanya

hidroksilasi, glikolasi, metilasi dan asetilasi dapat mengubah karakter resapan

dari senyawa flavonoid. Dengan melihat perubahan-perubahan ini maka dapat

digunakan untuk memperkirakan struktur flavonoid.

Page 41: Makalah Fix Flavanoid

1. Efek hidroksilasi. Penambahan gugus hidroksil pada cincin A pada

flavon atau flavonol menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita

resapan I atau pita resapan II pada spektra flavonoid. Apabila gugus hidroksil

tidak ada pada flavon atau flavonol, panjang gelombang maksimal muncul pada

panjang gelombang yang lebih pendek dibanding jika ada gugus 5 – OH ,

sedang subtitusi gugus hidroksil pada posisi 3, 5 dan 4 mempunyai sedikit efek

atau tidak sama sekali pada spektra UV. Pita absorpsi I isoflavon mempunyai

intensitas yang lemah, sedangkan pita II intensitas kuat. Pita absirbsi II dari

isoflavon biasanya antara 245 – 270 nm dan relatif tidak mempunyai efek pada

cincin B dengan adanya hidroksilasi.

2. Efek natrium metoksida. Natrium metoksida merupakan basa kuat

yang dapat mengiionisasi semua gugus dalam flavonoid. Degradasi atau

pengurangan kekuatan spektra setelah waktu tertentu merupakan petunjuk yang

baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa. Spektra isoflavon yang

mempunyai gugus hidroksi pada cincin A akan memperlihatkan pergeseran

batokromik baik pada pita I maupun pita II. Puncak pada spektra UV senyawa 3’

– 4’ dihidroksi isoflavon akan mengalami penurunan intensitas beberapa menit

setelah penambahan natrium metoksida. Adanya perbedaan kecepatan

dekomposisi 4’ monohidroksi isoflavon dapat digunakan untuk menentukan

bahwa dekomposisi yang berjalan cepat menunjukkan adanya 3’ – 4’ dihidroksi

isoflavon. Penambahan natrium metoksida pada flavon dan flavonol dalam

metanol umumnya menghasilkan pergeseran batokromik untuk semua pita

serapan. Walaupnun demikian pergeseran batokromik yang besar pada serapa

Page 42: Makalah Fix Flavanoid

pita I sekitar 40 – 65 nm tanpa penurunan intensitas, menunjukkan adanya

gugus 4’ – OH bebas. Dan flavonol yang tidak mempunyai gugus 4’ – OH bebas

juga memberikan pergeseran pada pita serapan I, dengan penurunan intensitas.

Dalam hal ini pergeseran batokromik disebabkan adanya gugus 3 – OH bebas.

Jika suatu flavonol mempunyai 3 dan 4’ – OH bebas, maka spektra dengan

natrium metoksida akan mengalami dekomposisi. Pengganti natrium metoksida

yang baik ialah laruan NaOH 2M dalam air.

3. Efek natrium asetat. Natrium asetat merupakan basa lemah dan

hanya akan mengionisasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya

untuk mendeteksi adanya gugus 7 – OH bebas. Natrium asetat hanya dapat

mengionisasi isoflavon khusus pada gugus 7 – OH. Gugus 3’ atau 4’ – OH pada

flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran spektra isoflavon untuk

penambahan natrium asetat menjadi sederhana. Adanya 7 – OH isoflavon

menyebabkan pergeseran batokromik 6 – 20 nm pada pita II setelah

penambahan natrium asetat. Adanya natrium asetat dan asam borat akan

membentuk kompleks dengan gugus orto hidroksil paa cincin B menunjukkan

pergeseran batokromik pada pita serapan I sebesar 12 – 30 nm. Gugus orto

hidroksil pada cincin A juga dapat dideteksi dengan efek natrium asetat dan

asam borat. Adanya pergesaran batokromik sebesar 5 – 10 nm pada pita II

menunjukkan adanya gugus orto hidroksi pada posisi C6 dan C7 atau C7 dan C8.

4. Efek aluminium klorida. Pereaksi ini dapat membentuk kompleks

tahan asam antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dan membentuk

kompleks tidak tahan asam dengan gugus orto – hidroksi, perekasi ini dapat

Page 43: Makalah Fix Flavanoid

digunakan untuk mendetekasi kedua gugus tersebut. Adanya gugus 3’, 4’ –

dihidroksil pada isoflavon atau flavanon dan dihidroflavonol tidak dapat dideteksi

dengan AlCl3 karena cincin B mempunyai sedikit atau tidak ada konyugasi

dengan kromofor utama. Jika isoflavon, flavanon (dan mungkin dihidroflavonol)

mengandung gugus-gugus orto – hidroksil pada posisi 6, 7 atau 7, 8 maka

spektra AlCl3 menunjuikkan pergeseran batokromik (biasanya pada pita I

maupun pita II) dengan membandingkan terhadap spektra AlCl3 / HCl. Pita

serapa II spektra UV dari semua 5 – OH isoflavon dapat dideteksi dengan

penambahan AlCl3 atau HCl, kecuali 2 – karboksil 5, 7 – dihidroksil isoflavon.

Adanya gugus tersebut ditandai dengan pergeseran batokromik pada pita II 10 –

14 nm (relatif terhadap spektra metanol). Spektra isoflavon yang tidak

mempunyai gugus 5 – OH bebas tidak berefek setelah penamabahan AlCl3 /

HCl. Pada flavon dan flavonol, adanya gugus orto – hidroksil pada cincin B dapat

diketahui jika penambahan asam terhadap spektra AlCl3 menghasilkan

pergeseran hipsokromik sebesar 30 – 40 nm pada pita I (atau pita Ia jika terdiri

dari dua puncak). Dengan adanya pergeseran batokromik pada pita Ia (dalam

AlCl3 / HCl) dibandingkan dengan pita I (dalam metanol) sebesar 35 – 55 nm,

menunjukkan adanya 5 – OH flavon atau flavonol 3 – OH tersubtitusi.

Pereaksi Geser NaOAc Pereaksi Geser AlCl3 / HCl

7 – HIDROKSIFLAVON

Page 44: Makalah Fix Flavanoid

Data kromatografiUV------------ Fluoresensi kuning pucatUV/NH3------ Fluoresensi kuning terangRf 0,89 (TBA), 0,29 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 252,268,307NaOMe ------------ 266,307,359AlCl3 ---------------- 249,307AlCl3 / HCl -------- 251,307,358NaOAc ------------- 275,359NaOAc / H3BO4 -- 255 sh,270 sh,309

3’, 4’ - DIHIDROKSIFLAVONData kromatografiUV------------ Fluoresensi biru terangUV/NH3------ Fluoresensi kuning-hijauRf 0,77 (TBA), 0,18 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 242,308sh,340NaOMe ------------ 249sh,278sh,302,404AlCl3 ---------------- 248sh,273sh,304,378,468shAlCl3 / HCl -------- 242,312sh,342NaOAc ------------- 305,348,400NaOAc / H3BO4 – 306,365

KRISINData kromatografiUV------------ Ungu gelapUV/NH3------ Ungu gelap Rf 0,90 (TBA), 0,16 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 247sh,268,313NaOMe ------------ 288,263sh,277,361AlCl3 ---------------- 252,279,330,380AlCl3 / HCl -------- 251,280,326,381NaOAc ------------- 275,359NaOAc / H3BO4 – 269,315

3’,4’,7-TRIHIDROKSIFLAVON 7-0-RHAMNOGLUKOSIDAKRISINData kromatografiUV------------ Fluoresensi biru terangUV/NH3------ Fluoresensi kuning-hijau Rf 0,26 (TBA), 0,38 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 247sh,255sh,305,341NaOMe ------------ 293, 405AlCl3 ---------------- 244sh,258sh,306,380AlCl3 / HCl -------- 247sh,257sh,306,341NaOAc ------------- 275sh,299,350,401NaOAc / H3BO4 – 257sh,365

Page 45: Makalah Fix Flavanoid

BAIKALEINData kromatografiUV------------ Ungu gelapUV/NH3------ Ungu gelapRf 0,78 (TBA), 0,19 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 247sh,274,323NaOMe ------------ 257,366,410sh(dec)AlCl3 ---------------- 247,272,284sh,375AlCl3 / HCl -------- 255sh,282,292sh,346NaOAc ------------- 257,360,405sh(dec)NaOAc / H3BO4 – 262sh,277,333

LUTEOLINData kromatografi

UV------------ Ungu gelapUV/NH3------ KuningRf 0,77 (TBA), 0,08 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 242sh,253,267,291sh,349NaOMe ------------ 266sh,329sh,401AlCl3 ---------------- 274,300sh,328,426AlCl3 / HCl -------- 266sh,275,294,sh,355,385NaOAc ------------- 269,326sh,384NaOAc / H3BO4 – 259,301sh,370,430sh

KRISOERIOLData kromatografiUV------------ Ungu gelapUV/NH3------ Kuning-HIJAURf 0,80 (TBA), 0,05 (HOAc)Data spectra UV (λmaks nm)MeOH -------------- 241,249SH,269,347NaOMe ------------ 254,275SH,329SH,405AlCl3 ---------------- 262,274,296,366sh,390AlCl3 / HCl -------- 259,276,294,353,386NaOAc ------------- 271,321,396NaOAc / H3BO4 – 268,349

Penafsiran spektrum UV dengan penambahan NaOMe

(Karkham, 1988)

Jenis flavonoid Pergeseran yang tampak

Pita I Pita II

Petunjuk penafsiran

Flavon

Flavonol

Kekuatan menurun terus (artinya

penguraian)

3,4’-OH,O –diOH pada cincin A;

pada cincin B 3-OH yang

Page 46: Makalah Fix Flavanoid

berdampingan

Mantap + 45 sampai 65 nm

Kekuatan menurun

4’-OH

Mantap + 45 sampai 65 nm

Kekuatan menurun

3–OH. Tak ada 4’–OH bebas

Pita baru (bandingkan dengan MeOH),

320 – 325 nm

7–OH

Isoflavon Tak ada pergeseran Tak ada OH pada cincin A

Flavanon

Dihidroflavonol

Kekuatan menurun dengan

berjalannya waktu

O–diOH pada cincin A

(penurunan lambat: O –diOH

pada cincin B isoflavon)

Bergeser dari k.280 nm ke

k.325 nm, kekuatan naik

tetapi ke 330-340 nm

Falvanon dan dihidroflavonol

dengan 5, 7–OH

7–OH, tanpa 5-OH bebas

Khakon

Auron

+80 sampai 95 nm

(kekuatan naik)

+ 60 sampai 70 nm

(kekuatan naik)

Pergeseran lebih kecil

4’–OH (auron)

6–OH tanpa oksigenasi pada 4’

(auron)

6–OH dengan oksigenasi pada

4’ (auron)

+ 60 sampai 100 nm

(kekuatan naik)

(tanpa kenaikan kekuatan)

+ 40 sampai 50 nm

4 – OH (khalkon)

2–OH atau 4’–OH dan tapa

4–OH

4’–OH (2’–OH atau 4–OR juga

ada)

Antosianidin

Antosianin

Semuanya terurai kecuali 3-

deoksiantosianidin

Nihil

Penafsiran spektrum UV dengan penambahan NaOAc

(Karkham, 1988)

Jenis flavonoid Pergeseran yang tampak

Pita I Pita II

Petunjuk penafsiran

Flavon

Flavonol

+ 5 sampai 20 nm (berku-

rang bila ada oksigenasi

7-OH

Page 47: Makalah Fix Flavanoid

Isoflavonol pada 6 atau 8)

Kekuatan berkurang dengan bertambahnya

waktu

Gugus yang peka terhadap

basa, mis. 6,7 atau 7,8 atau 3,4’-

diOH

Mantap + 45 sampai 65 nm

Kekuatan menurun

3–OH. Tak ada 4’–OH bebas

Pita baru (bandingkan dengan MeOH),

320 – 325 nm

7–OH

Flavanon

Dihidroflavonol

+35 nm

+60nm

7-OH (dengan 5-OH)

7-OH (dengan tanpa 5-OH)

Kekuatan berkurang dengan bertanbahnya

waktu

Gugus yang peka terhadap

basa, mis.67 atau 7,8-diOH

Khakon

Auron

Pergeseran batokromik atau bahu pada

panjang gelombang yang lebih panjang

4’ dan / atau 4-OH (khalkon)

4’ dan / atau 6-OH (auron)

Penafsiran spektrum UV dengan NaOAc / H3 BO3 (Karkham, 1988)

Jenis flavonoid Pergeseran yang tampak

Pita I Pita II

Petunjuk penafsiran

Flavon

Flavonol

Auron

Khalkon

+12 21mpai 36 nm

(nisbi terhadap spektrum MeOH)

Pergeseran lebih kecil

O-diOH pada cincin B

O-diOH pada cincin A (6,7 atau

7,8)

Isoflavon

Flavanon

Dihidroflavonol

+10 sampai 15 nm (nisbi

terhadap spektrum MeOH)

O-diOH pada cincin A (6,7 atau

7,8)

Penafsiran spektrum UV dengan penambahan AlCl3 dan AlCl3 /HCl(Markham, 1988)

Jenis flavonoid Pergeseran yang tampak

Pita I Pita II

Petunjuk penafsiran

Flavon dan

Flavonol

(AlCl3 / HCl)

+35 sampai 55 nm

+17 sampai 20 nm

5-OH

5-OH denganm gugus oksigenasi

pada 6

Page 48: Makalah Fix Flavanoid

(AlCl3)

Tak berubah Mungkin 5-OH dengan gugus

prenil pada 6

+50 sampai 60 nm Mungkin 3-OH (dengan atau

tanpa 5-OH)

Pergeseran AlCl3 / HCl

Tambah 30 sampai 40 nm

O-diOH pada cincin B

Pergeseran AlCl3 / HCl

Tambah 20 sampai 25 nm

O-diOH pada cincin A (tambahan

Pada pergeseran O-diOH pada

cincin B)

Isoflavon,

Flavanon, dan

Dihidroflavonol

(AlCl3 / HCl)

+10 sampai 14 nm

+ 20 sampai 26 nm

5-OH (isoflavon)

5-OH (flavon, dihidroflavonol

(AlCl3) Pergeseran AlCl3 / HCl,

tambah 11 sampai 30 nm

O-diOH pada cincin A (6,7 dan

7,8)

Pergeseran AlCl3 / HCl,

tambah 30 sampai 38 nm

(peka terhadap NaOAc)

Dihidroflavonol tanpa 5-OH

(tambahan pada sembarang

pergeseran O-diOH)

Auron

Khalkon

(AlCl3 / HCl)

+48 sampai 64 nm

+ 40 nm

2’-OH (khalkon)

2’-OH (khalkon) dengan

oksigenasi pada 3’

(AlCl3) +60 sampai 70 nm

Pergeseran AlCl3 / HCl

Tambah 40 sampai 70 nm

4-OH (auron)

O-diOH pada cincin B

Penambahan lebih kecil Mungkin O-diOH pada cincin A

Antosianidin

Antosianin

(AlCl3)

+25 sampai 35 nm

(pada pH 2-4)

O-diOH

Pergeseran lebih besar Banyak O-diOH atau O-diOH (3-

deoksi antosianidin)

Penetapan kadar flavonoid

Prinsip kerja: Flavonoid ditetapkan kadarnya sebagai aglikon dengan

terlebih dahulu dilakukan hidrolsisi dan selanjutnya dilakukan pengukuran

Page 49: Makalah Fix Flavanoid

spektrometri dengan pereaksi geser AlCl3 dengan penambahan

heksametilentetramina pada panjang gelombang maksimum.

Cara kerja : Sejumlah ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia

dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Tambahkan 1.0 ml larutan 0,5% b/v

heksametilentetramina, 20.0 ml aseton dan 2.0 ml larutan 25% HCl dalam air.

Refluks selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan

kapas ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah 20 ml aseton, didihkan sebentar,

lakukan dua kali dan filtrat dikumpulkan, cukupkan volumenya hingga 100.0 ml,

kocok hingga rata. 20 ml filtrat dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan

20 H2O, selanjutnya diekstraksi aglikon pertama dengan 15 ml etil asetat.

Kemudian dua kali dengan 10 ml etil asetat, lapisan etil asetat dikumpulkan ke

dalam labu tentukur 50.0 ml, cukupkan volume hingga 50.0 ml. Lakukan

pengukukuran spektrometri.

Spektrometri : Sebanyak 10 ml larutan fraksi etil asetat ke dalam labu

tentukur 25.0 ml, tambah 1 ml larutan 2 g AlCl3 dalam 100 ml larutan asam

asetat glasial 5% dalam metanol. Tambahkan secukupnya larutan asam asetat

glasial 5% v/v dalam metanol hingga 25.0 ml. Hasil reaksi siap diukur pada

panjang gelombang maksimum. Perhitungan kadar menggunakan bahan standar

glikosida flavonoid (hipetoksida, rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilai

kadar dihitung sebagai bahan standar tersebut.

Page 50: Makalah Fix Flavanoid

SKEMA PENETAPAN KADAR FLAVONOID TOTAL

+ 1.0 ml lar 0,5% b/v heksametilentetramin + 20.0 ml aseton + 2.0 ml lar HCl 25% - Refluks selama 30’ - Saring menggunakan kapas Ad kan dengan

+ 20 ml aseton - Didihkan sebentar - Perlakuan 2x

- Masuk ke dalam corong pisah + 20 ml H2O kocok dengan - 15 ml etil asetat - 2 x 10 ml etil asetat

Dalam labu ukur 50 ml Adkan dengan etil asetat

- Pipet 10 ml, masuk dalam labu ukur 25 ml - + 1 ml AlCl3 2% dalam asam asetat galsial 5% v/v - ad volume dengan asam asetat glacial 5% v/v dalam metanol - Diamkan 30’

- Ukur panjang gelombang maksimum - Buat kurva baku untuk memperoleh persamaan garis linier dan bandingkan dengan sampel

Sampel ekstrak Setara dengan 200 mg

simplisia

Ampas Labu ukur 100 ml

FiltratAmpas

20 ml

Filtrat campurLapisan air

50 ml larutan etil asetat

Y = b + aX

Page 51: Makalah Fix Flavanoid

Contoh :

1. Pembuatan larutan baku

Rutin ditimbang secara saksama sebanyak 0,0113 g, dimasukkan ke

dalam labutentukur 10 ml dan diencerkan dengan etanol 96% hingga tanda

digunakan sebagai larutan stok. Selanjutnya dibuat berbagai konsentrasi dengan

0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial masing-masing;

a. 2 ml larutan stok rutin (0,113% b/v) diencerkan dalam labutentukur 10

ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda

(0,0226%)

b. 1 ml larutan rutin 0,0226 % b/v) diencerkan dalam labutentukur 5ml

dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00452%)

c. 3 ml larutan rutin 0,0226 % b/v) diencerkan dalam labutentukur 5ml

dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00678%)

d. 2 ml larutan rutin 0,0226 % b/v) diencerkan dalam labutentukur 5ml

dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00904%)

e. 3 ml larutan rutin 0,0226 % b/v) diencerkan dalam labutentukur 5ml

dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,01356%)

Ukur absorban spektrokooi UV.

2. Penetapan kadar flavonoid total

Sebanyak 50 mg ekstrak daun paliasa, dimasukkan ke dalam labu alas

bukat. Tambahkan heksamin 126,5 mg, 20 ml aseton dan 2.0 ml HCl,

kemudian direfluks selama 30 menit, dinginkan. Selanjutnya disaring

dengan kapas ke dalam labutentukur 100 ml, ampas dicuci dua kali,

Page 52: Makalah Fix Flavanoid

setiap kali dengan 20 ml aseton dan didihkan sebentar. Filtratnya

dimasukkan ke dalam labutentukur yang berisi filtrat pertama, cukupkan

volumenya dengan aseton. Pipet 20 ml larutan dan masukka ke dalam

corong pisah dan ditambah dengan 20 ml air serta 15 ml etilasetat,

dikocok beberapa saat. Lapisan etil asetat (lapisan atas) ditampung ke

dalam labutentukur 50 ml, lapisan bawah dikocok kembali sebanyak dua

kali masing-masing dengan 10 ml etil asetat. Lapisan etil asetat

dipisahkan dimasukkan ke dalam labutentukur yang telash berisi lapisan

utama, cukupkan volumenya hingga tanda dengan etil asetat. Pipet

dengan pipet volume sebanya 4 ml, masukkan dalam labutentukur 5 ml,

tambahkan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda, ukur

absorban.

Perhitungan

Persamaan garis regresi linier dari kurva baku

Y = 227,54 X + 0,0976

Y – 0,0976X = 227,54

Jika absorban 0,330 nm, maka kadar flavonoid :

0,330 – 0,0976X = = 0,001021359 % 227,54

Kadar flavonoid total dalam 4 ml = 5 / 4 x 0,001021359 %

= 0,001276699 %

= 0,01276699 mg/ml

Page 53: Makalah Fix Flavanoid

Berat flavonoid total dalam 50 ml larutan etil asetat :

= 50 ml x 0,01276699 mg/ml

= 0,6383495 mg ~ 20 ml filtrat aseton

Berat flavonoid total dari ekstrak yang dihidrolisis

= 100 / 20 x 0,6383495 mg

= 3,1917474 mg

Jadi kadar flavonoid dalam ekstrak daun paliasa :

= 3,1917474 mg / 101 mg x 100 %

= 3,16 %

J. Sumber – Sumber Flavonoid

Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri,

jamur dan lumut. Dalam dunia tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku

Rutaceae, Papilionaceae (kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon),

Compositae (contoh: Sonchus arvensis), Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae

(seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh: daun singkong). Pada

tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti biji,

bunga, daun, dan batang. Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada

jaringan palisade. Pada tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel,

kloroplas, atau terlarut dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya

berupa flavonoid polimetoksi sehingga hanya terdapat pada dinding sel dan tidak

terdapat pada sitoplasma karena sitoplasma mengandung banyak air sehingga

bersifat polar dan tidak dapat melarutkan flavonoid polimetoksi.

Page 54: Makalah Fix Flavanoid

            Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk

daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit

catatan yang melaporkan flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau

berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap kupu-kupu, yang mana dianggap

bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan

tersebut, Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga

tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa

biflavonoid banyak terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid

pada suku leguminosae. Pada tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana

seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda mengandung senyawa flavonoid O-

GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon, C-Gl ikosida .

Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.

            Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling penting untuk warna

bunga yang memproduksi pigmentasi kuning atau merah/biru di kelopak yang

dirancang untuk menarik pollinator hewan. Flavonoid dikeluarkan oleh akar

tanaman bantuan host mereka ” Rhizobia” dalam tahap infeksi mereka hubungan

simbiotik dengan kacang-kacangan seperti kacang polong, kacang, Semanggi,

dan kedelai. Rhizobia yang tinggal di tanah dapat merasakan flavonoid dan ini

memicu sekresi mengangguk faktor, yang pada gilirannya diakui oleh tanaman

dan dapat menyebabkan akar rambut deformasi dan beberapa tanggapan selular

seperti ion fluks dan pembentukan nodul akar. Mereka juga melindungi tanaman

dari serangan dengan mikroba, jamur dan serangga.

Page 55: Makalah Fix Flavanoid

            Flavonoid (khusus flavnoids seperti catechin) adalah “kelompok yang

paling umum polyphenolic senyawa dalam makanan manusia dan ubiquitously

ditemukan pada tanaman”. Flavonols, bioflavonoids asli seperti quercetin, yang

juga ditemukan ubiquitously, tetapi dalam jumlah yang lebih rendah. Kedua set

senyawa memiliki bukti modulasi kesehatan efek pada hewan yang makan

mereka.

Flavonoid (flavonols danflav nols) umumnya dikenal dengan aktivitas

antioksidan in vitro. Konsumen dan produsen makanan menjadi tertarik pada

flavonoid untuk sifat obat mungkin, terutama peran mereka diduga dalam

pencegahan kanker dan penyakit kardiovaskular. Meskipun bukti fisiologis tidak

belum didirikan, efek menguntungkan dari buah-buahan, sayuran, dan teh atau

bahkan merah anggur kadang-kadang telah dituduhkan flavonoid senyawa

daripada mikronutrien dikenal, seperti vitamin dan mineral.

            Flavonoid adalah komposisi dalam makanan yang merupakan

antioksidan penangkal radikal bebas. Anda bisa menemukan flavonoid di dalam

buah-buahan atau sayuran tertentu. Fungsinya adalah melindungi dinding

pembuluh darah, mengurangi risiko alergi, menjaga kesehatan otak, hingga

mencegah beberapa penyakit kanker. Berikut ini makanan  yang  dapat kita

konsumsi untuk mendapatkan khasiat flavonoid.

Page 56: Makalah Fix Flavanoid

A. Contoh Pada Buah-buahan yang banyak mengandung senyawa

Flavonoid :

1. Blueberry

Blueberry mengandung antioksidan tinggi yang melindungi dinding

pembuluh darah dan melindungi otak dari Alzheimer. Di dalam blueberry juga

ada senyawa bernama D-mannose yang membantu Anda mencegah infeksi

saluran kencing. Selain itu, blueberry ampuh mengurangi inflamasi pada perut

dan sistem pencernaan.

2. Teh hijau

Makanan lain yang mengandung flavonoid adalah teh hijau. Senyawa

utama di dalam teh hijau khususnya adalah polyphenol yang merupakan

antioksidan pencegah inflamasi dan kanker. Sudah banyak pula penelitian yang

membahas kandungan dalam teh hijau (kafein, theanine, dan catechin) yang

membantu peningkatkan sistem metabolisme tubuh.

3. Cokelat

Cokelat kaya akan antioksidan yang menyehatkan sistem kardiovaskular.

Misalnya menurunkan tekanan darah tinggi, melancarkan sistem peredaran

darah, dan membuat trombosit bekerja dengan lebih baik. Namun hanya cokelat

hitam yang memiliki khasiat flavonoid secara maksimal.

4. Bilberry

Salah satu herbal alami yang juga kaya akan flavonoid adalah bilberry

(bagian dari vitamin C kompleks). Penelitian pernah membuktikan bahwa jenis

flavonoid tersebut membantu memperkuat dinding pembuluh darah dan

Page 57: Makalah Fix Flavanoid

mencegah kelainan mata. Selain bilberry, cherry dan blackberry juga termasuk

sumber flavonoid yang baik.

5. Sayuran

Terakhir, ada sayuran yang disebutkan sebagai salah satu makanan yang

kaya akan flavonoid. Misalnya brokoli, kale, bawang bombai, paprika, dan

bayam. Namun sayang jamur bukan termasuk sayuran yang mengandung

flavonoid. Meskipun ada banyak khasiat lain dari jamur itu sendiri. Kita juga bisa

menikmati sayuran dan buah mentah setiap hari untuk asupan flavonoid bagi

tubuh. Namun jika menderita masalah kesehatan tertentu dan alergi terhadap

beberapa makanan, Anda bisa mengonsumsi suplemen flavonoid.

B. Berikut beberapa contoh tanaman yang mengandung flavonoid

1.   Kembang Sepatu

Nama simplisia          : Hibiscus rosa-sinensidis Folium, Hibiscus rosa-

                                     sinensidis Radix

Nama Tanaman Asal : Hibiscus rosa-sinensis L.

Keluarga                    : Malvaceae

Zat berkhasiat            : Lendir, flavonoid, dan zat samak

Penggunaan               : Akar : Batuk, bronkitis, demam, haid tidak teratur,  

                                     infeksi saluran     kemih,keputihan, pelembut kulit,  

                                     radang kemih dan sariawanbisul  (obat luar), radang  

                                      kulit bernanah (obat luar), radang  payudara(obat luar)

                                     Anti inflamasi, diuretik, analgesik, sedatif, dan   

                                     ekspectoran.

2.   Mahoni

Nama simplisia          : Swieteniae Radix

Nama Tanaman Asal : Swietenia mahaboni Jacq.

Keluarga                    : Meliaceae

Zat berkhasiat            : Saponin dan flavonoida

Page 58: Makalah Fix Flavanoid

Penggunaan               : Tekanan darah tinggi (hipertensi),kencing manis  

                                    (diabetes  militus),kurang nafsu makan,masuk angin,  

                                     demam, rematik, ,   

3.  Nangka

Nama simplisia          : Artocarpi Lignum

Nama Tanaman Asal : Artocarpus integra Merr. Thumb.

Keluarga                    : Moraceae

Zat berkhasiat            : Morin, flavon, sianomaklurin (zat samak), dan tanin

 Penggunaan               : Anti spasmodik dan sedatif

4.   Remak Daging

Nama simplisia          : Hemigraphis coloratae Folium

Nama Tanaman Asal : Hemigraphis colorata Hall.

Keluarga                    : Euphorbiaceae

Zat berkhasiat            : Flavonoid, natrium, senyawa kalium

 Penggunaan               : Disentri, wasir, perdarahan sesudah melahirkan

                                            Diuretik dan hemostatik

5.  Temu Putih

Nama simplisia          : Zedoariae Rhizoma

Nama Tanaman Asal : Curcuma zedoaria Berg. Roscoe.

Keluarga                    : Zingiberaceae

Zat berkhasiat            : Minyak atsiri zingiberin, sineol, prokurkumenol,  

                                     kurkumenol, kurkumol  

                                     isofuranolgermakrena,kukumadeol, hars, zat pati   

                                     lendir,minyak lemak, saponin, polivenol danflavonoid.

Penggunaan               : Kanker rahim, kanker kulit, pencernaan tidak baik,   

                                     nyeri hamil  rahim membesar, sakit maag, memar (obat  

                                      luar), pelega perut.

                                     Antineoplastik, kholeretik, stomakik, antiflogostik, dan   

                                     antipiretik.

6.   Kulit kina

Nama simplisia          : Cinchonae Cortex

Page 59: Makalah Fix Flavanoid

Nama Tanaman Asal : Cinchona succirubra

Keluarga                    : Rubiaceae

Zat berkhasiat            : alkaloida kinina, saponin, flavonoida dan politenol

Penggunaan               : anti malaria

7.   Gandarusa

Nama simplisia          : Gendarusa Folium ; Gendarusa Radix

Nama Tanaman Asal : Justicia gendarussa Burm. F.

Keluarga                    : Acanthaceae

Zat berkhasiat            : Alkaloid,saponin, flavonoid, polifenol

Alkaloid yustisina dan minyak atsiri

Penggunaan               : Haid tidak teratur, bisul (obat luar), memar (obat luar),  

                                     patah   tulang (obat luar), radang kulit bernanah (obat  

                                      luar),  rematik    (obat luar) dan sakit kepala  (obat   

                                      luar)

                                      Analgesik, antipiretik, diaforetik, diuretik dan sedatif

8.   Sidaguri

Nama simplisia          : Sidae Folium

Nama Tanaman Asal : Sida rhombifolia L.

Keluarga                    : Malvaceae

Zat berkhasiat            : flavonoid, sterol Alkaloid hipaforina,gula, triterpenoid.

Penggunaan               : Batuk darah, batu ginjal,cacing keremi, demam,

                                     disentri, malaria, sakit perut, rematik, radang amandel,   

                                     selesma,     usus buntu, Bisul (obat luar), Eksem (obat   

                                     luar), gatal (obat luar), ketombe (obat luar)

                                     Anti inflamasi, diuretik, dan analgesik.

Page 60: Makalah Fix Flavanoid

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenolik di

samping fenol sederhana, fenilpropanoid,dan kuinonfenolik (Harborne

1986). Sebanyak 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh

tanamandiubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berhubungan erat

dengannya (Markham 1988). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat

dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atomC dalam

inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin

aromatik dihubungkan oleh 3 karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga. Cincin diberi nama A,B, dan C, atom karbon

dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka untuk

cincin Adan C serta angka beraksen untuk cincin B.

B. Saran

Penjelasan mengenai senyawa flavonoid dalam makalah ini masih

belum sempurna, sehingga para pembaca diharapkan dapat menambah

wawasan melalui literatur lainnya.Selain itu, diharapkan untuk selanjutnya,

bagi rekan-rekan yang ingin menyusun makalah mengenai senyawa

flavonoid dapat mencari literatur yang lebih banyak lagi untuk melengkapi

penjelasan mengenai senyawa fenolik, agar materi mengenai senyawa

poliketida tersebut dapat lebih lengkap dan akurat.

Page 61: Makalah Fix Flavanoid

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1986, Merck Index, Eighth Edition, Merck & CO,Inc,Rahway, M.J.,U.S.A

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1986, Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta

Direktorat Pengawasan Obat Tradisonal, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI., Cetakan Pertama, Jakarta

Gandjar,I.G., 1991, Kimia Analisis Instrumental , Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 18 – 19

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Penerbit ITB, Bandung, 4-15, 47-89, 69-100

Harborne, J.B., Mabry, T.J., 1975, The Flavonoids, Chapman and Hall, London.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I – IV. Terjemahan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta.

Ikan, R,. 1976. Natural Products. A Laboratory Guide. Second Printing. Academic Press, Jerusalem.

Mabry, T.J., et.al., 1970, The Systematic Identification of Flavonoid, Springer Verlag, New York-Heidelberg Berlin, 3 -35, 165 – 171

Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh

Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, 1 – 65

Pramono, S., 1989, Pemisahan Flavonoid, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1 – 19

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Sarjono Kisman dab Slamet Ibrahim, Cetakan II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 345 – 347

Samuelsson, G. 1999. Drug of Natural Origin. A Textbook of Pharmacognosy, 4th resived edition. Sweden, 46-47

Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Edisi kedua, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 1 – 11, 13 – 25

Page 62: Makalah Fix Flavanoid

Untoro, P., 1990, Pemeriksaan Kandungan Flavonoid Eriobotrya japonic, Disertasi, ITB, Bandung, 15

World Heath Organization, 1998, Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials, Geneva

Page 63: Makalah Fix Flavanoid

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID

DARI MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.)

Ida Ayu Raka Astiti Asih, Ketut Ratnayani, dan Ida Bagus Swardana

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

            Telah dilakukan penentuan aktivitas antiradikal bebas dengan metode

DPPH pada madu kelengkeng (Nephelium longata L.) secara spektrofotometri

UV-Vis serta penggolongan senyawa kimia dalam fraksi non polar dan semi

polar. Sebelumnya madu dimaserasi dengan metanol kemudian dipartisi dengan

pelarut n-heksana dan etil asetat. Selanjutnya diukur aktivitas antiradikal

bebasnya melalui serapan absorbansi pada panjang gelombang (λ) 497 nm, 517

nm, dan 537 nm pada konsentrasi DPPH antara lain: 0,001%, 0,002%, 0,003%,

dan 0,004%. Kemudian pada masing-masing fraksi ditentukan golongan

senyawa kimianya melalui uji fitokimia.

            Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fraksi n-heksan dan fraksi etil

asetat diduga mengandung senyawa golongan isoflavon, sedangkan aktivitas

antiradikal bebas pada fraksi semi polar lebih besar daripada fraksi non polar

dalam hal ini sebesar 91,71% dan 77,68% pada konsentrasi DPPH 0,001% (b/v).

Hal ini menunjukkan bahwa pada fraksi semi polar lebih banyak mengandung

komponen antiradikal bebas.

Kata Kunci : madu kelengkeng, aktivitas antiradikal bebas, metode DPPH, fraksi

n-heksana, fraksi etil asetat.

Page 64: Makalah Fix Flavanoid

ABSTRACT

            The determination of anti free radical activity on longan honey

(Nephelium longata L.) by DPPH method using UV-Vis sphectrophotometry and

identification of chemical compound in non polar and semi polar fraction have

been done. Longan honey was diluted with methanol and then partied by n-

hexane and ethyl acetate. The absorbance was measured at 497 nm, 517 nm,

and 537 nm for the DPPH concentration of : 0,001%, 0,002%, 0,003%, and

0,004% and the chemical compound was identified by phytochemical method.

            The result showed that part of n-hexane and ethyl acetate probably

consist of chemical compound of isoflavone and value of anti free radical activity

on longan honey in semi polar fraction was higher than in non polar fraction

which were 91,71% and 77,68% at DPPH concentration of 0,001% (b/v).

Keywords : longan honey, free antiradical activity, DPPH method, n-hexane

fraction, ethyl acetate fraction

Page 65: Makalah Fix Flavanoid

BAB I

PENDAHULUAN

            Telah kita ketahui bahwa kesehatan merupakan modal dasar yang paling

penting dalam kehidupan manusia. Tanpa kesehatan yang optimal maka segala

pekerjaan akan terhambat bahkan tertunda sama sekali. Negara dengan

mayoritas penduduk berusia panjang telah banyak diketahui bahwa mereka

mengkonsumsi makanan yang kaya akan kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan

buah-buahan. Hal ini mengkaitkan bahwa kesehatan erat hubungannya dengan

gaya hidup dan kualitas hidup manusia (National Geographic Indonesia, 2005).

            Inilah yang memotivasi para peneliti pangan dan gizi untuk

mengeksplorasi senyawa-senyawa alami yang dapat menunda, menghambat,

dan mencegah proses oksidasi atau terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas

di tubuh kita yang diketahui sebagai salah satu penyebab rusak atau matinya

sel-sel di dalam tubuh kita. Karena tanpa disadari dalam tubuh kita terus-

menerus terbentuk radikal bebas melalui peristiwa metabolisme sel normal,

peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar

tubuh seperti polusi, sinar ultraviolet, dan asap rokok. Akibat yang ditimbulkan

oleh lingkungan tercemar, kesalahan gaya hidup akan merangsang tumbuhnya

radikal bebas yang dapat merusak tubuh kita (Anonim, 2008).

            Salah satu aplikasi produk alami yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber antiradikal adalah madu. Madu merupakan produk organik yang

dihasilkan oleh lebah madu. Madu memiliki potensi dalam menghambat kelajuan

Page 66: Makalah Fix Flavanoid

dari pertumbuhan bakteri penyebab infeksi (Siddiqa, 2008). Kandungan nutrisi

dalam madu yang berfungsi sebagai antiradikal adalah beberapa vitamin seperti

vitamin A, vitamin C, vitamin E, flavonoid, dan sebagainya. (Gheldof, 2002).

            Madu kelengkeng diproduksi secara kontinyu di Indonesia. Di mana jenis

madu ini berasal dari jenis bunga yaitu bunga kelengkeng, yang diketahui

mempunyai khasiat yang sangat baik bagi kesehatan. Telah diteliti bahwa madu

kelengkeng memiliki aktivitas antiradikal bebas sebesar 82,10% lebih besar

dibandingkan dengan madu randu yaitu 69,37% untuk tiap 1 gram ekstrak pekat

metanol yang diteliti (Ana, 2010). Melihat dari publikasi di Indonesia tentang

madu kelengkeng yang masih terbatas terutama tentang aktivitas antiradikal

bebas pada kondisi pelarut yang berbeda maka perlu dilakukan penelitian untuk

mencari perbandingan aktivitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng dalam

pelarut non polar dan semi polar. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini

adalah n-heksan dan etil asetat yang merupakan pelarut umum dalam penelitian

kimia. Pengukuran perbandingan aktivitas antiradikal bebas akan dilakukan

secara spektrofotometri UV-Vis dengan metode yang sudah baku, sederhana,

serta memerlukan sedikit sampel yaitu menggunakan metode DPPH (1,1-difenil

2-pikiril hidrazil) dimana perubahan warna yang khas dari senyawa ini dapat juga

diamati secara visual (Blois, 1958).

Page 67: Makalah Fix Flavanoid

BAB II

MATERI DAN METODE

1. Bahan

            Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah : metanol

(CH3OH), etil asetat (CH3COOC2H5), n-heksana (C6H14), akuades (H2O), kristal

difenil pikril hidrazil (DPPH), pereaksi Wilstater (HCl + logam Mg), Natrium

Hidroksida (NaOH) 10%, asam sulfat (H2SO4) 10%, dan sampel madu

kelengkeng.

2. Peralatan

            Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : seperangkat

alat gelas, neraca analitik, labu ukur 10 mL, pipet ukur 1 mL dan 2 mL, corong

pisah 1000 mL, stop watch, penguap putar vakum, spektrofotometer UV-Vis (UV-

1601 Shimadzu).

3. Cara Kerja

a. Penyiapan sampel.

            Sampel madu kelengkeng yang digunakan dalam penelitian ini berasal

dari hasil peternakan lebah monofloral dari pohon kelengkeng dimana kualitas

madunya sudah memenuhi Standar Industri Indonesia (SII).

b. Ekstraksi sampel madu kelengkeng

Sebanyak 250 mL sampel madu kelengkeng ditambahkan dengan

metanol sampai semua sampel madu terendam dalam pelarut selama ±24 jam,

selanjutnya filtrat disaring dan diuapkan pada tekanan rendah menggunakan

penguap putar vakum hingga diperoleh ekstrak kental metanol kemudian

Page 68: Makalah Fix Flavanoid

dilarutkan dengan pelarut metanol:air (7:3) kemudian dipekatkan, lalu dipartisi

dengan n-heksan sebanyak 100 mL, kemudian fraksi tersebut dipartisi dengan

etil asetat sebanyak 100 mL kemudian masing-masing dipekatkan sehingga

diperoleh fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat yang masing-masing dilakukan

uji fitokimia.

c. Penentuan aktivitas antiradikal bebas dengan spektroskopi

            Penentuan aktivitas antiradikal bebas dari ketiga fraksi yang diperoleh

dari langkah awal kemudian dikerjakan dengan beberapa tahap sebagai berikut :

1.  Pengenceran sampel madu

            Sebanyak 0,08 gram dari setiap fraksi diencerkaan dengan metanol pada

labu ukur 10 mL hingga kadarnya 8000 ppm.

2.  Pembuatan larutan DPPH

            Kristal DPPH ditimbang sebanyak 0,004 gram kemudian dilarutkan

dengan metanol dengan labu ukur tepat 100 mL sehingga kadarnya 0,004% (b/v)

lalu diencerkan menjadi 0,001%, 0,002%, dan 0,003%.

3. Pengujian aktivitas antiradikal bebas

Pengukuran absorbansi DPPH :

            Spektra absorbansi DPPH diukur pada panjang gelombang yaitu 400-700

nm. Larutan blanko yang digunakan dalam setiap pengukuran adalah metanol.

Pencatatan hasil dilakukan pada tiga panjang gelombang yaitu 497 nm, 517 nm,

dan 537 nm untuk DPPH.

Pengukuran absorbansi sampel madu pada ketiga fraksi

Page 69: Makalah Fix Flavanoid

            Sejumlah 1 mL madu pada masing-masing fraksi langsung dimasukkan

ke dalam kuvet lalu ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,004%. Campuran

tersebut kemudian diaduk rata dengan menggunakan pipet. Pengukuran

absorbansi pada panjang gelombang 497 nm, 517 nm, dan 537 nm dilakukan

pada menit ke-5 dan ke-60. Demikian juga dilakukan pada konsentrasi DPPH

yang lain (Djatmiko, 1998).

d.  Uji fitokimia

            Fraksi non polar (n-heksan) dan fraksi semi polar (etil asetat) yang

diperoleh diuji dengan pereaksi tetes golongan kemudian dicatat perubahan

warnanya. Pereaksi yang digunakan antara lain larutan NaOH 10 %, H2SO4

pekat, serta HCl dan logam Mg.

Page 70: Makalah Fix Flavanoid

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

            Madu mengandung beragam senyawa antiradikal bebas seperti

flavonoid, beta karoten, dan vitamin C. Dalam penelitian ini, penentuan aktivitas

antiradikal bebas madu ditentukan melalui metode DPPH. Metode DPPH dipilih

karena sederhana, mudah cepat, dan peka serta hanya memerlukan sedikit

sampel (Blois, 1958). Sampel madu yang digunakan adalah madu kelengkeng.

Madu kelengkeng berasal dari nektar bunga dari pohon kelengkeng (madu

monoflora) sehingga memiliki wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai

dengan sumbernya (Suranto, 2007). Sampel madu dipilih telah dilabel SII untuk

menghindari kesalahan dari penggunaan madu palsu.

a. Ekstraksi madu kelengkeng

            Sampel madu kelengkeng ditimbang sebanyak 350,61 gram (250 mL)

dimaserasi dengan metanol kira-kira sebanyak 1 Liter (atau hingga sampel madu

terendam) selama 24 jam. Ekstraksi dengan teknik maserasi dipilih karena lebih

sederhana juga di dalam sampel madu banyak mengandung gula serta metabolit

sekunder yang dapat rusak karena adanya pemanasan hal ini terbukti saat

dilakukan hidrolisis gula (pemutusan aglikon) dengan menggunakan sokhlet

maka sampel madu menjadi berwarna coklat gelap dimana sampel tersebut

menjadi rusak sehingga pada penelitian ini metode tersebut tidak dilakukan.

Setelah 24 jam bagian dasar wadah terbentuk lapisan berwarna putih. Bagian

atas madu diambil untuk dipartisi. Pemisahan dengan metode partisi akan

menghasilkan pemisahan cairan sesuai dengan sifat kepolaran cairaan.

Page 71: Makalah Fix Flavanoid

            Bagian atas hasil maserasi dipekatkan dengan menggunakan penguap

vakum putar hingga sampel madu mengental dan diperoleh ekstrak kental

metanol yang berwarna coklat kemerahan. Kemudian ditambahkan 100 mL

metanol-air (7:3) kemudian diuapkan. Ekstrak kental metanol-air tersebut

dipartisi dalam dua tahap yaitu dengan n-heksan dan selanjutnya dengan etil

asetat. Kedua pelarut ini digunakan dalam partisi selain memiliki sifat dasar yang

berbeda yaitu non polar (n-heksan) dan semi polar (etil asetat) pelarut ini juga

dapat dijangkau dari segi penggadaan dan harga. Partisi tahap pertama yaitu

dengan n-heksan sebanyak 100 mL sehingga diperoleh dua lapisan yaitu lapisan

bagian atas adalah n-heksan dan lapisan bawah adalah metanol-air. Setelah

dilakukan pemisahan sebanyak dua kali dan dilakukan pemekatan dengan

menggunakan penguap vakum putar maka diperoleh ekstrak kental n-

heksana berwarna bening sedikit lengket sebanyak 0,20 gram. Ektrak kental

metanol-air juga dipartisi selanjutnya dengan menggunakan etil asetat sebanyak

100 mL sehingga diperoleh dua lapisan yaitu lapisan bagian atas adalah etil

asetat dan bagian bawah adalah metanol-air. Setelah dilakukan pemisahan

sebanyak dua kali dan dilakukan pemekatan dengan menggunakan penguap

vakum putar maka diperoleh ekstrak kental etil asetat berwarna kuning sebanyak

13,94 gram. Ekstrak kental metanol-air (7:3) dengan lapisan atas berwarna lebih

muda dan akan berangsur-angsur berwarna coklat muda setelah didiamkan

beberapa saat. Hal ini disebabkan karena masih ada distribusi partikel-partikel

menuju kesetimbangan sesuai dengan sifat kepolaran masing-masing.

Page 72: Makalah Fix Flavanoid

            Hasil ekstrak yang diukur aktivitas antiradikal bebasnya adalah fraksi n-

heksan dan fraksi etil asetat saja karena fraksi air yang diperoleh berupa lapisan

lengket berwarna cokelat gelap yang lengket dan mengeras. Ekstrak metanol-air

(7:3) yang mengandung sampel madu dipekatkan sehingga diperoleh ekstrak

kental sebanyak 179,45 gram yang adalah lapisan lengket yang mengandung

komponen-komponen kimia yang tidak mudah larut ke dalam n-heksan maupun

etil asetat.

b. Penentuan aktivitas antiradical bebas secara spektroskopi

            Spektrofotometri ultraviolet-tampak adalah salah satu teknik analisis yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dengan panjang gelombang

(λ) 190-380 nm dan sinar tampak pada panjang gelombang (λ) 380-780 nm.

Serapan cahaya oleh suatu molekul dalam daerah spektrum UV-vis sangat

bergantung pada struktur elektronik dari molekul (Hardjono, 1991). Pengukuran

antiradikal bebas dengan metode DPPH sebagai senyawa radikal bebas stabil

yang ditetapkan secara spektrofotometri merupakan prosedur sederhana untuk

mengukur aktivitas antiradikal. Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik

yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λmaks 517

nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antiradikal

maka DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi

kuning. Perubahan warna tersebut disebabkan karena berkurangnya ikatan

rangkap terkonjugasi pada DPPH karena adanya penangkapan satu elektron

oleh zat antiradikal yang menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron

Page 73: Makalah Fix Flavanoid

tersebut untuk beresonansi dimana perubahan ini dapat diukur dan dicatat

dengan spektrofotometer.

            Dua jenis ekstrak kental dari fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat diuji

aktivitas antiradikal bebas secara spektroskopi menggunakan senyawa DPPH.

Pada tingkat konsentarasi yang berbeda dari DPPH yaitu 0,001%, 0,002%,

0,003%, dan 0,004% yang berwarna ungu sehingga besarnya aktivitas

antiradikal bebas pada kedua jenis fraksi tersebut dapat diukur sebagai %

peredaman

Adapun absorbansi hitung DPPH atau sampel pada puncak 517 nm dapat

dihitung melalui rumus sebagai berikut :

c. Absorbansi hitung DPPH atau sampel

            Nilai 0% berarti tidak mempunyai keaktivan sebagai antiradikal bebas,

100 % berarti peredaman total. Suatu bahan dikatakan aktif sebagai antiradikal

bebas bila persentase peredamannya lebih dari atau sama dengan 50%

(Djatmiko, 1998). Dari hasil perhitungan pada maka diperoleh data seperti

tampak padaTabel1. Pengukuran % peredaman dengan menggunakan

konsentrasi DPPH yang beragam diterapkan untuk menguatkan data

perbandingan aktivitas antiradikal bebas pada fraksi non polar (n-heksana) dan

fraksi semi polar (etil asetat). Sehingga dari hasil perhitungan Tabel 1

menunjukkan bahwa baik dari fraksi n-heksan maupun fraksi etil asetat dari

madu kelengkeng memiliki presentase peredaman setelah 60 menit di atas 50%

Page 74: Makalah Fix Flavanoid

(kecuali pada fraksi n-heksana pada peredaman DPPH 0,004%) dimana

perbandingan pada konsentrasi DPPH 0,001% menunjukkan perbandingan yang

nyata. Sehingga dapat diketahui bahwa sampel madu kelengkeng mengandung

bahan aktif antiradikal bebas. Dimana pada fraksi semi polar lebih tinggi dalam

meredam radikal bebas dibandingkan pada fraksi non polar. Sehingga terlihat

jelas bahwa komponen-komponen kimia antiradikal bebas lebih banyak

terdistribusi ke fraksi semi polar dibandingkan dengan fraksi non polar hal ini

disebabkan bahwa pada madu kelengkeng banyak mengandung metabolit

sekunder yang bersifat cenderung bersifat semi polar atau polar. Dimana

senyawa-senyawa kimia pada fraksi semi polar seperti golongan isoflavon selain

memiliki ikatan rangkap majemuk juga memiliki gugus hidroksi lebih banyak yang

dapat berpotensi untuk meredam radikal DPPH. Perhitungan % peredaman

dapat dilihat pada Tabel 2-4 sedangkan hasil perbandingan ini dapat dilihat pada

Gambar 1. Perbandingan persen peredaman radikal bebas pada fraksi etil asetat

dan fraksi n-heksana

d. Uji fitokimia ekstrak kental hasil partisi

            Uji warna merupakan suatu metode kualitatif untuk menentukan

keberadaan suatu antiradikal dengan mereaksikan suatu sampel dengan reaktan

tertentu sehingga menunjukkan sifat fisik berupa perubahan warna tertentu

sebagai indikator. Ekstrak kental dari fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat diuji

fitokimia melalui reaksi warna dengan beberapa pelarut sehingga diperoleh data

seperti pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dan juga dengan membandingkan

data uji fitokimia pada literatur dapat disimpulkan bahwa pada fraksi n-heksana

Page 75: Makalah Fix Flavanoid

dan fraksi etil asetat terjadi perubahan warna yang khas sehingga diduga

mengandung senyawa kimia golongan flavonoid khususnya isoflavon.

Tabel 1. Uji fitokimia dari fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat madu

No.Uji fitokimia Pereaksi yang ditambahkanPerubahan warna Kesimpulan

1 Steroid H2SO4 10% Bening→ungu -

2 Flavonoid NaOH 10%

HCl+logam Mg

HCl+dipanaskan

Bening→kuning

Bening→kuning

Bening→kuning

+

+

+

3 Saponin Air panas+HCl Tidak terbentuk busa -

4 Asam fenolatFeCl3 1% Bening→ungu -

Tabel 2. Hasil perhitungan persentase peredaman DPPH 0,001% (b/v)

Sampel Waktu

(menit)

Uji Absorbansi A A

hitung

517 nm

Perendaman

497

nm

517

Nm

537

nm

1 5

5

DPPH

Sampel

0,0736

0,0703

0,0838

0,0778

0.0717

0,0649

0,0112

0,0102

8,93%

60

60

DPPH

Sampel

0,1302

0,0607

0,1524

0,0673

0,1336

0,0574

0,0205

0,0085

58,54%

2 5

5

DPPH

Sampel

0,0736

0,0396

0,0838

0,0352

0,0717

0,0258

0,0112

0,0025

77,68%

Page 76: Makalah Fix Flavanoid

60

60

DPPH

Sampel

0,1302

0,0204

0,1524

0,0190

0,1336

0,0142

0,0205

0,0017

91,71%

Tabel 3. Hasil perhitungan persentase peredaman DPPH 0,002% (b/v)

SampelWaktu

(menit)

Uji Absorbansi A A hitung

517 nm

Perendaman

497

nm

517

Nm

537

nm

1 5

5

DPPH

Sampel

0,1473

0,1399

0,1677

0,1541

0,1434

0,1300

0,0223

0,0191

14,35%

60

60

DPPH

Sampel

0,2604

0,1241

0,3048

0,1399

0,2673

0,1169

0,0410

0,0194

52,69%

2 5

5

DPPH

Sampel

0,1473

0,0979

0,1677

0,1012

0,1434

0,0825

0,0223

0,0110

50,73%

60

60

DPPH

Sampel

0,2604

0,0686

0,3048

0,0712

0,2673

0,0587

0,0410

0,0076

81,47%

Tabel 4. Hasil perhitungan persentase peredaman DPPH 0,004 % (b/v)

SampelWaktu

(menit)

Uji Absorbansi A A hitung

517 nm

Perendaman

497

nm

517

Nm

537

nm

1 5

5

DPPH

Sampel

0,2946

0,3125

0,3354

0,3390

0,2868

0,2892

0,0447

0,0382

14,54%

Page 77: Makalah Fix Flavanoid

60

60

DPPH

Sampel

0,5208

0,2827

0,6096

0,3232

0,5346

0,2760

0,0819

0,0438

46,52%

2 5

5

DPPH

Sampel

0,2946

0,2501

0,3354

0,2599

0,2868

0,2151

0,0447

0,0273

38,93%

60

60

DPPH

Sampel

0,5208

0,1948

0,6096

0,2147

0,5346

0,1827

0,0819

0,0259

68,38%

Katerangan :

 1 = Ekstrak kental n-heksan sampel madu

 2 = Ekstrak kental etil asetat sampel madu

Page 78: Makalah Fix Flavanoid

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Madu kelengkeng memiliki aktivitas antiradikal bebas yang lebih besar

pada fraksi etil asetat yaitu sebesar 91,71% dibandingkan pada fraksi n-

heksan sebesar 58,54% untuk konsentrasi DPPH 0,001% (b/v).

2. Dari uji fitokimia fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dari madu

kelengkeng maka dapat diamati bahwa madu tersebut diduga

mengandung senyawa aktif antiradikal bebas golongan isoflavon.

Saran

            Dari penelitian ini diperoleh terdapat beberapa hal menarik untuk diteliti

lebih lanjut, yaitu Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan fariasi

konsentrasi sampel untuk membandingkan peredaman radikal bebas DPPH dan

juga dapat dilakukan analisis lebih lanjut dengan teknik spektroskopi sehingga

dapat diketahui struktur molekul dari senyawa kimia yang memiliki aktivitas

antiradikal bebas tersebut.

Page 79: Makalah Fix Flavanoid

Tugas Makalah Mata Kuliah Fitokimia

MAKALAH FITOKIMIA

“SENYAWA FLAVONOID”

OLEH :

SULTAN (N111 10 303)

SUHARPIAMI (N111 10 122)

FAKULTAS FARMASI

Page 80: Makalah Fix Flavanoid

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013