makalah fishew hormon

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan sekret yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Endokrinologi adalah studi tentang penyesuaian kimia homeostatis dan kegiatan lainnya dilakukan oleh hormon, yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin. Sekret kelenjar endokrin adalah hormon yang bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh (sel target), yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sel target mempunyai semacam reseptor khusus untuk menerima atau memberi rangsangan kepada hormon tersebut sehingga dapat disalurkan. Hormon merupakan mediator kimia yang mengatur aktivitas sel / organ tertentu. Dahulu sekresi hormonal dikenal dengan cara dimana hormon disintesis dalam suatu jaringan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk bekerja pada organ lain disebut sebagai fungsi Endokrin. Ini bisa dilihat dari sekresi hormon Insulin oleh pulau β Langerhans Pankreas yang akan dibawa melalui sirkulasi darah ke organ targetnya sel-sel hepar. Sekarang diakui hormon dapat bertindak setempat di sekitar mana mereka dilepaskan tanpa melalui sirkulasi dalam plasma di sebut sebagai fungsi Parakrin, digambarkan oleh kerja Steroid seks dalam ovarium, Angiotensin II dalam ginjal, Insulin pada sel α pulau Langerhans. Hormon juga dapat bekerja pada sel dimana dia disintesa disebut sebagai fungsi Autokrin. Fungsi hormon diantaranya: 1. Integrasi fungsi-fungsi tubuh.

Upload: irmafitriyani

Post on 26-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan

sekret yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain.

Endokrinologi adalah studi tentang penyesuaian kimia homeostatis dan kegiatan lainnya dilakukan

oleh hormon, yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin. Sekret kelenjar endokrin

adalah hormon yang bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel

dalam tubuh (sel target), yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu

tindakan. Sel target mempunyai semacam reseptor khusus untuk menerima atau memberi rangsangan

kepada hormon tersebut sehingga dapat disalurkan.

Hormon merupakan mediator kimia yang mengatur aktivitas sel / organ tertentu. Dahulu

sekresi hormonal dikenal dengan cara dimana hormon disintesis dalam suatu jaringan diangkut oleh

sistem sirkulasi untuk bekerja pada organ lain disebut sebagai fungsi Endokrin. Ini bisa dilihat dari

sekresi hormon Insulin oleh pulau β Langerhans Pankreas yang akan dibawa melalui sirkulasi darah

ke organ targetnya sel-sel hepar. Sekarang diakui hormon dapat bertindak setempat di sekitar mana

mereka dilepaskan tanpa melalui sirkulasi dalam plasma di sebut sebagai fungsi Parakrin,

digambarkan oleh kerja Steroid seks dalam ovarium, Angiotensin II dalam ginjal, Insulin pada sel α

pulau Langerhans. Hormon juga dapat bekerja pada sel dimana dia disintesa disebut sebagai fungsi

Autokrin.

Fungsi hormon diantaranya:

1. Integrasi fungsi-fungsi tubuh.

2. Mempertahankan homeostasis tubuh, hormon akan mendeteksi dan memberi respon terhadap

kondisi lingkungan contohnya, pada sel kanker, hormon akan memberi sinyal bahwa sel tersebut

mengalami kerusakan.

3. Mengaktifkan atau menghambat proses metabolisme.

4. Integrasi dan pengaturan pertumbuhan dan perkembangan.

5. Control, pemeliharaan dan dorongan reproduksi seksual, termasuk gametogenesis, coitus,

fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan janin dan nutrisi bayi yang baru lahir.

Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan senyawa kimia penyusunnya, daya larut, lokasi

reseptor, dan sifat sinyal yang digunakan untuk perantara kerja hormon dalam sel. Berdasarkan cara

kerjanya, hormon diklasifikasikan menjadi Hormon lipofilik (larut lemak) dan hidrofilik (larut air).

Kelenjar endokrin (endocrineglarul) terdiri dari (1) kelenjar hipofise atau pituitari (hypophysisor

pituitary gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2) kelenjar tiroid (thyroid

gland) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3) kelenjar paratiroid

(parathyroidgland) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal (suprarenalgland) yang terletak di

kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets of langerhans) di dalam jaringan kelenjar

pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis dan indung telur pada wanita. Placenta dapat juga

dikategorikan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain sebagai

berikut:

1.Apa saja klasifikasi dan derivat dari hormon?

2.Bagaimana mekanisme kerja hormon?

3. Apa saja reseptor hormon?

1.3. Tujuan Pembelajaran

Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara lain sebagai berikut:

1. Mampu menjelaskan klasifikasi pada hormon

2. Mampu menjelaskan mekanisme kerja hormon

3. Mampu menjelaskan reseptor hormon

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar sel agar dapat

memberikan suatu respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksterna dan interna yang

selalu berubah. Berbagai aktifitas sel, jaringan, dan jaringan tubuh dikoordinasikan oleh hubungan

timbale balik beberapa jenis sistem messenger kimiawi salah satunya adalah hormone. Hormon adalah

suatu zat yang bertugas sebagai pembawa pesan (chemical messenger) disekresikan oleh sejenis

jaringan dalam jumlah yang sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan di bagian lain

tubuh untuk merangsang aktivitas atau fisiologi yang khusus. Berbagai sistem hormon memainkan

peranan penting dalam megatur hampir semua fungsi tubuh, yang mencakup metabolisme, tumbuh

kembang, keseimbangan air dan elektrolit, reproduksi, dan perilaku. Contohnya, tanpa adanya hormon

pertumbuhan, seseorang akan menjadi cebol. Tanpa adanya tiroksin dan triodotironin dari kelenjar

tiroid, hampir semua reaksi kimia tubuh akan menjadi lambat. Tanpa adanya insulin dari kelenjar

pancreas, sel-sel tubuh akan sedikit menggunakan karbohidrat makanan sebagai sumber energi. Dan

tanpa adanya hormone kelamin, perkembangan seksual dan fungsi seksual tidak akan berjalan.

Kelenjar hormon atau kelenjar endokrin menghasilkan hormon yang melakukan sistem

pengaturan tubuh secara kimiawi. Sifat-sifat hormon adalah bekerja secara spesifik pada organ,

bagian tubuh tertentu atau aktivitas tertentu, misalnya insulin untuk mengatur kadar gula darah.

Dihasilkan tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas

tertentu dalam tubuh, misal jika tubuh kekurangan beberapa miligram hormon Somatotrophin maka

pertumbuhan akan terhambat secara nyata. Bekerja lambat, pengaruh hormon tidak spontan seperti

pada pengaturan oleh syaraf, seperti hormon Testoteron yang berpengaruh terhadap perkembangan

kelamin skunder pria. Sebagai senyawa kimia, hormon tidak dihasilkan setiap waktu dan hormon

diproduksi hanya apabila dibutuhkan. Tidak sedikit hormon yang bertindak sebagai messanger

pertama yangmerupakan seri dari messanger yang berurutan sehingga mengarah kepada

adanyarespons spesifik di sel target. Dalam perjalanannya di dalam darah dan cairaninterstitial,

hormon ini akhirnya bertemu dengan reseptor yang khas untuk hormon tersebut Reseptor ini terdapat

di permukaan atau di dalam sel target. Interaksi antara hormon dengan reseptor akan menimbulkan

seri langkah yangmempengaruhi satu atau lebih aspek fisiologi atau metabolisme dari suatu sel.

Hormon diturunkan dari unsur-unsur penting ; hormon peptida dari protein, hormon steroid dari

kolesterol, dan hormon turunan dari asam amino tirosin.

(1) protein dan polipeptida, mencakup hormone-hormon yang disekresikan oleh kelenjar

hipofisis anterior dan posterior, pancreas, dan kelenjar paratiroid. (2)steroid, disekresikan korteks

adrenal, ovarium, testis dan plasenta. (3) turunan asam amino tirosin, disekresikan oleh kelenjar tiroid

dan medulla adrenal. Dalam menjalankan fungsinya sebagai messenger kimiawi, hormon selalu

berkaitan dengan reseptor. Mekanisme kerja hormon ini diawali dengan pengikatan hormon pada

reseptor spesifik di sel target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormone tersebut tidak akan

berespons.Reseptor untuk beberapa hormon terletak pada membrane sel target, sedangkan reseptor

hormone yang lain terletak di sitoplasma atau di nucleus. Ketika hormone terikat pada reseptornya,

hal tersebut biasanya akan menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi

yang semakin teraktifasi sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormone bahkan dapat mempunyai

pengaruh yang besar.

Reseptor hormone merupakan molekul pengenal spesifik dari sel tempat hormon berikatan

sebelum memulai efek biologiknya ( protein berukuran besar) , dan setiap sel yang distimuli biasanya

memiliki sekitar 2000-100000 reseptor. Setiap reseptor, biasanya sangat spesifik untuk sebuah

hormone. Hal ini menentukan jenis hormone yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan target

yang dipengaruhi oleh suatu hormone adalah jaringan yang memiliki reseptor spesifiknya.

Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal pembentukan senyawa

yang disebut second messenger (hormon sendiri dianggap sebagai first messenger). Interaksi hormon

dan reseptor biasanya memicu serangkaian efek sekunder dalam sitoplasma sel dan melibatkan

fosforilasi atau dephosphorylation dari berbagai jenis sitoplasmik protein. Perubahan dalam saluran

ion permeabilitas, atau meningkatkan konsentrasi molekul intraseluler yang dapat bertindak sebagai

sekunder rasul (misalnya AMP siklik). Beberapa hormon protein juga berinteraksi dengan reseptor

intraselular yang terletak di sitoplasma.

Untuk hormon steroid atau hormon tiroid, reseptor mereka terdapat intracellularly dalam

sitoplasma sel target mereka. Untuk mengikat hormon tersebut reseptor hormon ini harus melewati

membran sel. Kompleks gabungan hormon-reseptor kemudian bergerak melewati membran nuklir ke

inti sel, di mana mengikat untuk urutan DNA tertentu, memperkuat atau menekan tindakan gen

tertentu, dan secara efektif mempengaruhi sintesis protein. Namun tidak semua steroid reseptor berada

di intracellularly, tetapi berada pada beberapa membran plasma yang terkait.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Mapping

3.2. Klasifikasi Hormon

3.2.3. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Senyawa Pembentuknya

Berdasarkan senyawa pembentuknya, hormon terbagi menjadi beberapa golongan, antara lain:

a. Hormon peptida

Merupakan protein dengan beragam ukuran. Protein yang disintesis disisipkan ke dalam vesikel

untuk sekresi, dilipat, dan dapat diproses melalui proteolisis atau modifikasi lain. Hormon Protein dan

polypeptides termasuk hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari anterior dan posterior,

pankreas ( insulin dan glucagon ), kelenjar paratiroid ( hormon paratiroid), dan banyak lainnya.

Polipeptida dan hormon Protein disimpan dalam vesikula sekresi sampai diperlukan. Sebagian

besar hormon dalam tubuh adalah Polipeptida dan protein. Hormon ini berkisar dari ukuran kecil

peptida dengan sedikitnya asam amino 3 (thyrotropin - dilepaskan hormon) untuk protein dengan

hampir 200 asam amino (hormon pertumbuhan dan prolaktin). Secara umum, Polipeptida dengan 100

atau lebih asam amino yang disebut protein, dan dengan lebih sedikit dari 100 asam amino yang

disebut sebagai peptida.

Hormon protein dan peptida disintesis di ujung retikulum endoplasma kasar dari sel endokrin

berbeda, hion fas sama sebagai protein lain. Mereka biasanya disintesis pertama sebagai protein lebih

besar yang belum aktif (preprohormones) dan diurai dalam prohormones kecil di retikulum

endoplasma. Prohormon ditransfer ke badan Golgi untuk dikemas ke dalam vesikula sekresi. Dalam

proses ini, enzim dalam vesikula membelah prohormones lebih kecil menjadi hormon biologis aktif

dan fragmen inaktif. Vesikula disimpan dalam sitoplasma, dan banyak terikat membran sel sampai

sekresi mereka dibutuhkan. Sekresi hormon (serta fragmen tidak aktif) terjadi ketika vesikula sekresi

berfusi dengan membran sel dan butiran isi yang diekstrusi ke cairan interstisial atau langsung ke

dalam aliran darah oleh exocytosis.

Dalam banyak kasus, stimulus untuk exocytosis adalah peningkatan konsentrasi kalsium yang

disebabkan oleh depolarization membran plasma. Dalam kasus lain, stimulasi oleh reseptor

permukaan sel endokrin menyebabkan peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP) dan

kemudian aktivasi protein kinase yang memulai sekresi hormon. Hormon peptida yang larut air,

memungkinkan mereka untuk memasuki sistem peredaran darah dengan mudah dibawa kepada

jaringan target.

Gambar 3.1 Sintesis hormon peptida/protein di dalam sel

b. Hormon steroid

Biasanya disintesis dari kolesterol dan tidak disimpan. Struktur kimia hormon steroid mirip

dengan kolesterol, dan kebanyakan disintesis dari kolesterol sendiri, larut dalam lemak dan terdiri

dari tiga cincin cyclohexyl dan cyclopentyl digabungkan menjadi struktur tunggal. Hormon steroid

dihasilkan adrenal, ovarium, testis, plasenta, dan pada tingkat tertentu di jaringan perifer.

Meskipun biasanya ada sangat sedikit hormon penyimpanan dalam memproduksi steroid,

penyimpanan besar kolesterol Ester dalam sitoplasma vakuola yang dapat dengan cepat dikerahkan

untuk sintesis steroid setelah stimulus. Banyak kolesterol dalam memproduksi steroid sel-sel yang

berasal dari plasma, tetapi ada juga sintesis de novo kolesterol dalam memproduksi steroid sel.

Karena steroid sangat larut lemak, setelah mereka disintesis, mereka hanya menyebar di seluruh

membran sel dan memasuki cairan interstisial dan kemudian darah. Serangkaian langkah-langkah

enzimatik dalam mitokondria dan RE jaringan steroidogenik mengkonversi kolesterol menjadi semua

hormon steroid lainnya dan intermediet. 1,25-dihidroksi vitamin D3 juga berasal dari kolesterol.

c. Turunan asam amino tirosin, yang dikeluarkan oleh tiroid ( thyroxine dan triiodothyronine ) dan

medullae adrenal ( epinefrin dan norepinefrin ).

Hormon tiroid hanya disintesis dalam kelenjar tiroid, walaupun sekitar 70% dari hormon

steroid aktif yang utama, T3, dihasilkan dalam jaringan perifer melalui deiodinasi dari tiroksin; T4.

Sel-sel kelenjar tiroid mengkonsentrasikan iodium untuk sintesis hormon tiroid melalui transpor aktif.

Sel kelenjar tiroid tersusun dalam folikel-folikel yang mengelilingi bahan koloidal, dan menghasilkan

suatu glikoprotein yang besar, tiroglobulin. Hormon tiroid diproduksi oleh modifikasi residu tirosin

yang terdapat dalam tiroglobulin, pasca-translationally dimodifikasi untuk mengikat yodium, maka

secara proteolitik dibelah dan dirilis sebagai T4 dan T3. T3 dan T4 kemudian mengikat globulin

mengikat tiroksin untuk transportasi dalam darah.

3.2.2. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Sifat Kelarutan Molekul Hormon

Berdasarkan sifat kelarutan molekulnya, hormon terbagi menjadi dua macam, antara lain:

a. Hormon Lipofilik

Hormon lipofilik larut baik dalam lemak dan kurang larut dalam air. Contoh utamanya adalah hormon

steroid

b. Hormon Hidrofilik

Hidrofilik berarti suka air. Hormon ini larut dalam air serta kurang larut dalam lemak. Kebanyakan

hormon jenis ini merupakan hormon peptida atau protein yang terdiri dari asam amino spesifik

dengan panjang yang bervariasi.

Kelarutan hormon sangatlah penting karena menentukan bagaimana hormon di proses oleh sel

endokrin, bagaimana hormon di transportasikan di dalam darah, dan bagaimana hormon menghasilkan

efek pada sel target. Lokasi dari reseptor hormon lipofilik dan hidrofilik, yaitu:

- Peptida dan katekolamin hidrofilik tidak bisa melewati sawar membran lipid sel target. Oleh karena

itu, mereka mengikat reseptor spesifik di permukaan luar membran plasma sel target.

- Steroid dan tiroid lipofilik dengan mudah melewati permukaan membran untuk mengikat reseptor

spesifik di dalam sel target

Walaupun hormon menghasilkan variasi respon biologis yang luas, secara umum mereka

memberikan pengaruh pada sel target dengan mengubah protein sel dengan dua jalur:

1) Hormon hidrofilik yang mengikat di permukaan berfungsi dengan jalur pengaktifan second

messenger (cara kedua) di dalam sel target. Aktivasi ini secara langsung mengubah aktifitas protein

intraseluler yang telah ada, biasanya enzim, untuk menghasilkan efek yang diharapkan.

2) Hormon lipofilik berfungsi dengan pengaktifan gen spesifik di sel target yang akan menyebabkan

pembentukan protein intraseluler yang baru. Protein ini bisa enzimatik maupun struktural.

3.3. Mekanisme Kerja Hormon

Masing-masing hormone memiliki satu atau lebih efek fisiologis spesifik yang diperantarai

oleh jaringan sasaran. Jaringan tersebut memiliki kemampuan mengenali adanya hormone tertentu

dalam sirkulasi serta berikatan dan berespons secara spesifik terhadap molekul hormone tersebut dan

tidak terhadap berbagai hormon lain yang juga terdapat di dalam darah. Spesifitas interaksi hormon-

jaringan sasaran ini ditentukan oleh adanya reseptor sel yang terletak di membrane plasma sel (untuk

hormon peptide dan epinefrin) atau di dalam sitosol dan nucleus (untuk hormon steroid dan tiroid,

vitamin D3 aktif, dan asam retinoat). Agar aktivitas hormon dapat timbul, pengikatan hormon-

reseptor ini haris ditransduksikan menjadi sinyal kimia pascareseptor di dalam sel. Sinyal ini

menyebabkan respons fisiologis spesifik terhadap hormon bersangkutan di jaringan sasaran, misalnya

pengaktivan enzim atau sintesis protein baru untuk pertumbuhan atau diferensiasi sel.

3.3.1. Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor Permukaan Sel

3.3.1.1. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP

Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP, diawali hormon berikatan dengan reseptor

dan mengaktifkan protein G. Protein G merupakan protein yang berbentuk heterotrimer dan memiliki

tempat ikatan dengan nukleotida guanine, protein G terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Gs (berfungsi

mengaktifkan enzim adenilat siklase), Gi (berfungsi menghambat enzim adenilat siklase), Gg

(berfungsi mengaktifkan sistem fosfolipase / inositol fosfat). Sehingga protein G tersebut melepaskan

GDP (Guanin Difosfat) dan mengikat GTP (Guanin Trifosfat). Sewaktu mengikat GTP, protein Gs

mengaktifkan enzim adenilat siklase, yang menghasilkan cAMP / siklik-AMP.

CAMP mengaktifkan protein kinase A (PKA) dengan mengeluarkan subunit regulatorik.

Protein kinase A berfungsi melakukan fosforilasi berbagai protein dan mencetuskan respon sel

(regulasi enzim metabolisme dan transkripsi gen).

Gambar 3.1 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan cAMP

3.3.1.2. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan sistem Ca2+ dan fosfatidilinositol bifosfat

(PIP2)

Pengikatan hormon ke reseptornya mengaktifkan protein Gg yang merangsang fosfolipase C.

Fosfolipase C melakukan pemutusan fosfatidilinositol bifosfat (PIP2) menjadi DAG (Diasilgliserol)

dan 1,4,5-trifosfat (IP3). DAG bersama-sama dengan Ca2+ mengaktifkan protein kinase C, serta

berikatan dan mengaktifkan kinase lain Berbagai kinase tersebut melakukan fosforilasi protein, yang

menimbulkan respon sel.

Gambar 3.2 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan sistem Ca2+ dan

fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)

3.3.2 Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor di Dalam Sel

Peristiwa kerja hormon steroid pada dasarnya ada 2, antara lain :

1. Hormon steroid berdifusi melewati membrane sel dan memasuki sitoplasma sel, tempat ia berikatan

dengan reseptor yang spesifik.

2. Kombinasi protein reseptor kemudian berdifusi ke dalam atau diangkut ke dalam nukleus.

3. Kombinasi tersebut terikat di tempat spesifik pada untai DNA di kromosom, yang mengaktifkan

proses transkripsi gen yang spesifik untuk membentuk m-RNA.

4. m-RNA berdifusi ke dalam sitoplasma dan memicu proses translasi di ribosom untuk membentuk

protein yang baru.

Sebagai contoh, aldosteron, yaitu salah satu hormon yang diekskresikan korteks adrenal,

memasuki sitoplasma sel tubulus ginjal yang mengandung protein aldosteron yang spesifik.

Proses kerja hormon steroid berawal dari difusi sederhana hormone bebas menembus membrane

plasma sel, walaupun pada beberapa kasus terjadi penyerapan aktif hormone oleh sel. Setelah

berdifusi ke dalam sel, steroid berikatan dengan protein reseptor yang memiliki ranah mengikat

spesifik bagi hormone bersangkutan. Reseptor ini ditemukan di inti sel. Bagi sebagaian hormon,

reseptor tersebut juga terdapat di dalam sitosol. Reseptor untuk glukokortikoid dan mungkin untuk

mineral okortikoid atau aldosteron terletak didalam sitosol, sedangkan reseptor untuk androgen,

estrogen, hormon tiroid, vitamin D aktif, dan asam retinoat tampaknya terdapat di dalam inti.

Sebagian sifat reseptor steroid telah diketahui. Pengikatan ligan ke reseptor dapat mengalami

penjenuhan, yang mengisyaratkan bahwa jumlah reseptor per sel terbatas dan tertentu. Selain itu,

reseptor ini memperlihatkan tingkat spesifisitas yang tinggi terhadap ligannya. Namun, kemampuan

reseptor mengenali dan membedakan berbagai hormon steroid yang memiliki struktur serupa tidaklah

absolut. Hanya jaringan yang berespon terhadap steroid yang tampaknya memiliki reseptor ini.

Derajat respon biologis terhadap hormon secara umum berikatan dengan tingkat penempatan reseptor.

Hormon steroid berikatan dengan reseptor yang inaktif dan belum mengalami transformasi yang

tempat pengikat ligannya belum ditempati. Reseptor inaktif tersebut mungkin membentuk kompleks

dengan beberapa heat shock protein (protein yang terbentuk dalam sel yang mengalami stress) yang

ukurannya beragam. Heat shock protein menutupi ranah pengikat DNA pada molekul reseptor bebas

yang inaktif.

Gambar 3.4 Mekanisme kerja hormon steroid

3.3.2.1. Contoh Mekanisme Kerja Hormon Steroid (Hormon Tiroid)

Hormon T3 (3,5,3’-l-triodotironin) dan T4 (3,5,3’,5’-l- tetraiodotironin) berikatan dengan

reseptor spesifiknya dengan afinitas yang tinggi di nukleus sel sasaran. Di sitoplasma hormon ini

berikatan pada tempat dengan afinitas yang rendah dengan reseptor spesifiknya. Kompleks hormon

reseptor berikatan pada suatu regio spesifik DNA, menginduksi atau merepresi sintesis protein dengan

meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen.

Dari transkripsi gen–gen ini timbul perubahan dari tingkat transkripsi m RNA mereka.

Perubahan tingkat mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Protein ini

kemudian memperantarai respon hormon Thyroid. Hormon Thyroid dikenal sebagai modulator

tumbuh kembang → penting pada usia balita

3.4. Reseptor Hormon

Setiap sel memiliki banyak sekali jenis reseptor, baik reseptor hormon, vitamin, produk

metabolisme ataupun reseptor xenobiotic. Reseptor secara umum berarti penerima rangsang. Tetapi

secara biomolekular adalah struktur khusus bagian dari suatu sel di membran, di sitosol dan di

membran organella / nucleus.

3.4.1. Reseptor Hormon dan Aktivasinya

Langkah pertama kerja suatu hormon adalah pengikatan hormon pada reseptor spesifik di sel

target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormon tersebut tidak akan berespons. Reseptor untuk

beberapa hormon terletak pada membrane sel target, sedangkan reseptor hormon yang lain berada

dalam sitoplasma atau di nucleus. Ketika hormon terikat pada reseptornya. Hal tersebut biasanya akan

menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi yang semakin teraktivasi

sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormon bahkan dapat mempunyai pengaruh yang besar.

Reseptor hormon merupakan protein berukuran besar, dan setiap sel yang distimulasi biasanya

memiliki sekitar 200-100000 reseptor. Setiap reseptor biasanya juga sangat spesifik untuk sebuah

hormon; hal ini menentukan jenis hormon yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan target

yang dipengaruhi suatu hormon adalah jaringan yang memiliki reseptor spesifiknya.

3.4.2. Lokasi berbagai Jenis Reseptor Hormon

Reseptor hormon terletak di berbagai tempat sesuai spesifikasinya, lokasi-lokasi reseptor hormon

antara lain:

a. Di dalam permukaaan atau pada permukaan membrane sel, adalah reseptor untuk sebagian besar

spesifik untuk protein, polipeptida, dan hormon katekolamin.

b. Di dalam sitoplasma sel, adalah reseptor untuk berbagai hormon steroid.

c. Di dalam nukleus sel, adalah reseptor untuk hormon tiroid dan lokasinya diyakini berhubungan erat

dengan satu atau lebih kromosom.

3.4.3. Struktur Reseptor Hormon

Setiap reseptor hormon mempunyai sedikitnya dua daerah domain fungsional yaitu :

a. Domain pengenal yang akan mengikat hormon

b. Regio sekunder ; menghasilkan (tranduksi) signal yang merangkaikan pengaturan beberapa fungsi

intrasel

Pada Reseptor intraseluler yaitu reseptor hormon Steroid dan Thyroid, membentuk suatu

superfamili yang besar dari faktor transkripsi. Selain itu adalah reseptor untuk hormon

Glukokortikoid, mempunyai beberapa domain fungsional, yaitu:

a. Regio pengikat hormon dalam bagian terminal karboksil

b. Regio pengikatan DNA yang berdekatan

c. Sedikitnya dua regio yang mengaktifkan transkripsi gen

d. Sedikitnya dua regio yang bertanggung jawab atas translokasi reseptor darisitoplasma ke nukleus

e. Regio yang mengikat protein renjatan panas tanpa adanya ligan

Pada reseptor membrane salah satunya adalah reseptor Insulin, adalah berupa heterotetramer

(α2β2) yang terikat lewat ikatan disulfida yang multipel :

a. Subunit ekstramembran akan mengikat insulin

b. Subunit perentang membran akan mentransduksi sinyal yang mungkin terjadi lewat komponen

tirosin kinase pada bagian sitoplasmik polipeptida ini.

Reseptor IGF, EGF , LDL, umumnya serupa dengan dengan reseptor insulin ini. Reseptor

untuk ANF yang memiliki aktifitas guanilil siklase juga termasuk dalam kelas ini. Reseptor hormon

polipeptida yang mentransduksikan sinyal melalui pengubahan kecepatan produksi cAMP ditandai

dengan adanya tujuh buah domain yang merentangkan membran plasma.

Gambar 3.5 Berbagai Jenis Reseptor Membran dengan Contoh masing-masing

Struktur molekul reseptor permukaan sel bervariasi. Gambar di bawah ini menunjukkan

struktur reseptor epidermal growth factor, yang memiliki struktur sederhana yaitu terdiri dari peptida

tunggal yang menembus membran, kebanyakan reseptor growth factor memiliki struktur semacam

ini. Reseptor yang lain, misalnya untuk insulin memiliki lebih dari satu subunit. Reseptor beta-

adrenergic terdiri dari satu unit protein tetapi konformasinya menembus membran tujuh kali sehingga

biasa disebut dengan seven trans membrane receptor.

Gambar 3.6 Struktur Reseptor Epidermal Growth Factor

3.4.4. Pengaturan Jumlah dan Sensitifitas Reseptor Hormon

Jumlah reseptor sel target biasanya tidak konstan dari hari ke hari, atau bahkan dari menit ke

menit. Reseptor protein itu sendiri dalam fungsinya seringkali dinonaktifkan atau dihancurkan, dan

pada waktu yang lain reseptor tersebut diaktifkan kembali atau reseptor yang baru dibuat oleh

mekanisme pembentukan protein. Contohnya : peningkatan kadar hormon dan penambahan ikatan

hormon dengan reseptor sel target kadang-kadang menimbulkan pengurangan jumlah reseptor yang

aktif.

Down regulation dari reseptor ini dapat terjadi sebagai akibat dari :

(1) Inaktivasi sejumlah molekul reseptor

(2) Inaktivasi sejumlah molekul sinyal protein intrasel

(3) Sekuestrasi reseptor untuk sementara waktu di dalam sel, yang jauh dari tempat kerja hormon

yang berinteraksi dengan reseptor membrane sel.

(4) Destruksi reseptor oleh lisosom setelah reseptor masuk ke dalamnya

(5) Pengurangan produksi reseptor

Down regulation receptor akan mengurangi respon jaringan target terhadap hormon.

Sejumlah hormon menimbulkan up-regulation reseptor dan protein pemberi sinyal intrasel; yaitu

hormon penstimulasi memacu pembentukan reseptor atau molekul sinyal intrasel oleh perangkat

pembentukan protein sel target dalam jumlah yang melebihi normal, atau lebih banyak ketersediaan

reseptor untuk berinteraksi dengan hormon. Bila hal tersebut terjadi, jaringan target akan semakin

sensitive terhadap stimulasi hormon terkait.

3.4.5. Reseptor Membran dan Reseptor Intraseluler

Reseptor membran, molekul sinyal ekstraseluler menimbulkan perubahan pada reseptor, tanpa

harus masuk ke dalam sel. Ada 3 klas reseptor permukaan sel:

A. Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)

Gambar 3.7 Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)

B. Reseptor yang mengikat ―GTP-binding Protein‖ (G-Protein)

Gambar 3.8 Reseptor yang mengikat ―GTP-binding Protein‖ (G-Protein) 23

C. Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)

Gambar 3.9 Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)

Reseptor intrasel tersusun atas rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari tiga domain, antara

lain:

1) Domain amino terminus: regio ini berperan pada aktivasi dan stimulasi transkripsi dengan cara

berinteraksi dengan komponen transkripsional yang lain. Sekuen domain ini berbeda-beda pada

berbagai jenis reseptor.

2) Domain pengikatan DNA: asam amino pada regio ini berperan pada pengikatan reseptor pada

urutan spesifik pada DNA.

3) Domain karboksi terminus atau ligand-binding domain: region ini mengikat hormon.

Sejumlah hormon yang meliputi hormon steroid, gonad, dan adrenal, hormon tiroid. Hormon

retinoid dan vitamin D berikatan dengan reseptor protein di dalam sel dan bukan di membran sel.

Karena hormon-hormon tersebut bersifat larut dalam lemak, hormon tersebut menembus membran sel

dengan mudah dan berinteraksi dengan reseptor di sitoplasma atau nukleus. Komplek reseptor hormon

yang teraktifasi berikatan dengan urutan pengaturan yang spesifik (promotor) di DNA yang disebut

hormon response element, dan dengan cara ini akan mengaktivasi atau menekan transkripsi gen yang

spesifik dan pembentukan m-RNA. Oleh sebab itu dalam hitingan menit, jam, atau bahkan berhari-

hari setelah hormon memasuki sel, protein yang baru akan terbentuk di sel dan menjadi pengatur

fungsi sel yang baru atau mengubah fungsi sel.

Reseptor hormon steroid dan tiroid berada di dalam sel target, pada sitoplasma atau nukleus,

dan berfungsi sebagai ligand-dependent transcription factors. Jadi kompleks hormon-reseptor

berikatan dengan regio promoter pada gen dan menstimuli atau menghambat ekspresi gen, yang

menghasilkan perubahan fenotipik pada ekspresi protein.

Berikut contoh reseptor hormon intraselular:

a. RESEPTOR HORMON TIROID

Hormon T3 dan T4 bersifat lipofilik dan dapat berdifusi lewat membrane lasma semua sel,

menumpai reseptor spesifiknya di dalam sel sasaran. Reseptor hormon tiroid manusia terdapat paling

tidak dalam tiga bentuk: hTR-α1 dan 2 serta hTR-β1. hTR-α mengandung 410 asam amino,

mempinyai sekitar 47.000, gennya terletak pada krmosom 17. hTR-β mengandung 456 asam amino

dengan BM sekitar 52.000, gennya terletak pada kromosom 3. Setiap resptor mengandung tiga daerah

spesifik.

1. Suatu daerah amino terminal yang meningkatkan aktvitas resptor

2. Suatu daerah pengikat DNA sentral dengan dua jari-jari sistein—seng

3. Suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil

Ada kemungkinan bahwa hTR-β1 dan hTR-α1 merupakan bentuk resptor yang aktif secara

biologic. hTR-α2 tidak mempunyai kemampuan mengikat hormon tetapi berikatan dengan unsure

respon hormon tiroid (TRE) pada DNA dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk

mengambat T3. Mutasi titik pada gen hTR-β yang menimbulkan reseptor T3 abnormal merupakan

penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid (sindroma refetotof).

b. RESEPTOR HORMON ESTROGEN

Reseptor estrogen memiliki beberapa domain fungsional.

1. Domain berikatan dengan DNA, terdiri dari dua ikatan seng yang terlibat dalam pengikatan dan

dimerisasi reseptor.

2. Domain berikatan dengan ligan, berisi perangkat asam amino berbeda yang mengikat ligan

berbeda; domain ini juga berinteraksi dengan protein koregulator.

3. Domain terminal-N, memiliki derajat variabilitas tinggi dan normalnya terdiri dari domain

transkripsi yang bisa berinteraksi secara langsung dengan faktor-faktor perlengkapan transkripsional.

4. Domain terminal-C mengkontribusi kapasitas transaktivasi reseptor.

Ada dua subtipe reseptor estrogen dan beberapa isoform serta sambungan varian dari setiap subtipe.

Subtipe pertama, reseptor estrogen α klasik, pertama kali diklon tahun 1986. Subtipe kedua, reseptor

estrogen β yang paling terkini. Kedua subtipe reseptor ini bervariasi dalam struktur dan gen-gen

pengode mereka di dalam kromosom-kromosom yang berbeda. Gen reseptor estrogen α telah

dipetakan pada lengan panjang. Distribusi jaringan reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β

berbeda, walaupun ada beberapa tumpang tindih. Sel-sel granulosa dan perkembangan spermatid

berisi kebanyakan reseptor estrogen β dan subtipe ini ada pada beberapa jaringan-jaringan target

nonklasik, termasuk ginjal, mukosa usus, parenkim paru, sumsum tulang, tulang, otak, sel-sel

endotelial, dan kelenjar prostat. Kontrasnya, endometrium sel-sel kanker payudara, dan stroma

ovarium isinya kebanyakan reseptor estrogen α. 26

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hormon adalah zat yang dikeluarkan dari suatu kelenjar ke suatu aliran darah untuk mempengaruhi

kegiatan sel di dalam tubuh. Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan kelenjarnya, senyawa kimia,

sifat reseptor, dan lokasi reseptornya.

2. Mekanisme kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor dan second messenger, yaitu cAMP, Ca2+, dan

Fosfatidilinositol bifosfat (PIP2) untuk mencapai fungsi fisiologis dari hormon tersebut.

3. Reseptor hormon dibagi menurut letaknya meliputi reseptor hormone membrane dan reseptor

hormone itraseluler, dimana reseptor hormone membrane mengikat hormone yang hidrofilik,

sedangkan reseptor membrane intraseluler mengikat hormone yang lipofilik.

27

DAFTAR PUSTAKA

Gavrieli,Y.,Y.Sherman,and S.A Ben-Sasson. (1992). Identification of programed cell death in situ via

specific llabeling of nuclear DNA fragmentation. J.CellBiol. 119:493-501

Haqiqi. 2008. Biosintesis hormone tiroid dan paratiroid. Malang : Fakultas Peternakan Universitas

Brawijaya.

Marks, Dawn B. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar:Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Thompson,H.J.,R.Strange and P.J.Schedin. (1992) Apoptosis in the genesis and prevention of cancer.

Cancer Epidem. Biomarkers and Prevention 1 : 597-602

.