makalah filsafat pancasila
TRANSCRIPT
FILSAFAT PANCASILA
Oleh:
Antaresty (I0215010)
Azhar Aufaa Al Faris (I0215014)
Chiquita Darmarani (I0215018)
Dermawan Satrio Nugroho (I0215020)
Dewanti Hari Wening (I0215021)
Dewi Agustini (I0215022)
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya makalah yang berjudul “Filsafat Pancasila” ini dapat diselesaikan
dalam tempo waktu 2 hari dengan baik.
Makalah “Filsafat Pancasila” ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah umum kewiraan dan diharapkan melalui makalah ini, kami sebagai
penyusun dapat memahami dengan lebih dalam dan baik mengenai Pancasila sebagai
filsafat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kami menghaturkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung terkait proses penyusunan makalah
“Filsafat Pancasila” ini; khususnya kepada dosen pembimbing kelas B mata kuliah
umum Kewiraan, Bapak Drs. Tri Aprilijanto Utomo M. Kes., P.hd.
Akhir kata, semoga makalah “Filsafat Pancasila” ini mampu memberikan kegunaan
dan inspirasi bagi khalayak.
Surakarta, 12 Oktober 2015
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
JUDUL ......................................................................................................................... i
PRAKATA .................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
5
1. Latar Belakang ……………………………………………………………… 5
2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………
7
3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………….
7
BAB II ANALISIS ………………………………………………………...…
8
1. Pengertian Filsafat ……………………………………………………………….
8
2. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem …………………..
10
2.1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis ……………..
11
2.2. Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal ………………………………………………………………….. 11
2.3. Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling
Mengkualifikasi ……………………………………………………………
13
3. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat ……………………
14
3
3.1. Dasar Antropologis Sifat-sifat Pancasila ………………………………..…
14
3.2. Dasar Epistemologis Sifat-sifat Pancasila …………………………………
15
3.3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila ……………………………………….
18
4. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan NKRI …………..
20
4.1. Dasar Filosofis ……………………………………………………………..
20
4.2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara …………………..
22
5. Inti Isi Sila-Sila Pancasila ……………………………………………………....
23
BAB III URAIAN ………………………………………...………….……... 27
1. Simpulan ……………………………………………………………………
27
2. Saran ………………………………………………………………………..
28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
29
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak
langsung mengakibatkan pcrubahan besar pada berbagai bangsa di dunia.
Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah
mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk
Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai
dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan kepentingan antara
nasionalisme dan internasionalisme.
Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks
dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang
lain muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif
mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah konflik
internal, seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik-menarik kepentingan
yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk, baik
secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah
masyarakat pada akhirnya mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat
Indonesia.
Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding fathers)
negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat
bernegara, itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka Pancasila sebagai
filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya
nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa; senantiasa
memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda
dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang disebut sebagai local genius
5
(kecerdasan/kreativitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal)
bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan
pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia
merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang
fundamental “Di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan?”.
Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolok ukur
utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa akan selalu
bertolok ukur pada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Pancasila merupakan dasar falsafah dari negara Indonesia. Pancasila telah diterapkan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Sejarah
Indonesia telah mencatat bahwa tokoh yang merumuskan pancasila ialah Mr.
Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Jika pancasila dilihat dari
aspek historis maka disini bisa dilihat bagaimana sejarah Pancasila yang menjiwai
kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bagaimana Pancasila tersebut
dirumuskan menjadi dasar negara.
Hal ini dilihat dari pada saat zaman penjajahan dan kolonialisme yang
mengakibatkan penderitaan bagi seluruh bangsa Indonesia, yang kemudian
diperjuangkan oleh bangsa Indonesia akhirnya merdeka sampai sekarang ini, nilai-
nilai Pancasila tumbuh dan berkembang dalam setiap kehidupan masyarakat
Indonesia. Tentunya pengamalan sila-sila pancasila juga perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam filsafat Pancasila, kita dituntut untuk mempelajari apa hakikat pancasila, baik
sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar negara begitu pula mengenai apa
hakikat tiap-tiap sila. Dalam tulisan ini kami akan menjelaskan tentang Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6
2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, kami mengemukakan beberapa rumusan masalah yang
selanjutnya akan diuraikan, diantaranya:
1. Menjelaskan Pancasila sebagai suatu filsafat
2. Menjelaskan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat
3. Menjelaskan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental NKRI
4. Menjelaskan intisari tiap sila dalam Pancasila
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penyusunan makalah ini diantaranya :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewiraan
2. Untuk memahami sepenuhnya Pancasila sebagai sistem filsafat
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7
BAB II
ANALISIS
1. Pengertian Filsafat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti filsafat adalah:
Filsafat /fil·sa·fat/ (n) 1. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. 2. Teori yang mendasari alam
pikiran atau suatu kegiatan. 3. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan
epistemologi. 4. Falsafah.
Falsafah /fal·sa·fah/ (n) anggapan, gagasan, dan sikap batin yang paling dasar yang
dimiliki oleh orang atau masyarakat; pandangan hidup.
Secara sederhana, filsafat memiliki makna sebagai suatu pandangan hidup atau cara
berkehidupan, maka semasa hidupnya setiap manusia pasti berfilsafat. Sebagai
contoh sederhana; jikalau seseorang berpandangan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara berasaskan kebebasan individu, maka ia berfilsafat
liberalisme.
Makna filsafat dari segi etimologis. Kata “filsafat” mempunyai padanan dengan
kata “falsafah” dalam kata Arab. Kata “falsafah” diambil dari bahasa Yunani,
“philein” yang berarti “cinta” dan “sophos” yang berarti “hikmah” atau
“kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution,1973). Pihak lain menyatakan bahwa
filsafat merupakan hasil majemuk dari “philos” dan “sophia” (Gazalba, 1977),
yangmana secara semantik memiliki makna yang sama. Dengan demikian, “filsafat”
dapat mengandung arti mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana.
Manusia dalam hidupnya pasti memilih suatu pandangan hidup yang dianggapnya
paling benar, paling baik, dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya; dan
pilihan yang dibuatnya itulah yang disebut filsafat. Dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa filsafat digunakan untuk menuntun manusia menuju perwujudan tujuan hidup
8
manusia yaitu kebahagiaan dalam hidup; yangmana jika dikaitkan dengan sebuah
bangsa dan negara merupakan pandangan hidup bangsa dalam mencapai tujuan dan
cita-cita kebahagiaan negara.
Ditinjau dari lingkup pembahasannya, filsafat memiliki banyak bidang bahasan,
seperti: manusia, masyarakat, alam, pengetahuan, etika, logika, agama, estetika, dan
bidang lainnya. Seiring berkembangnya ilmu-ilmu maka cabang filsafat yang baru
juga bermunculan, seperti: filsafat sosial, filsafat agama, filsafat politik, filsafat
hukum, dan masih banyak lagi. Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai
masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 macam sebagai berikut:
1. Filsafat sebagai produk
a. Arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf
pada zaman dahulu, teori, sistem, atau pandangan tertentu, yang
merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu.
b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai
suatu hasil dari berfilsafat. Dalam jenis pengertian ini, filsafat memiliki
ciri khusus sebagai suatu hasil, kegiatan berfilsafat dan pada umumnya
proses pemecahan masalah ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat
(dalam pengertian filsafat sebagai proses yang dinamis).
2. Filsafat sebagai suatu proses
Filsafat merupakan suatu bentuk aktivitas berfilsafat yang bersifat dinamis
dalam proses memecahkan permasalahannya sesuai dengan cara dan konteks
yang berkaitan dan dengan menggunakan suatu cara dan metodenya
tersendiri.
Pengertian Filsafat Pancasila.
Ruslan Abdul Gani berpendapat bahwa Pancasila merupakan filsafat negara yang
lahir sebagai collective ideologie (cita-cita bersama) dikarenakan nilai Pancasila lahir
dan tumbuh bersama di dalam seluruh bangsa bangsa Indonesia; atau disebut.
9
Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian
dituangkan dan disusun menjadi sebuah sistem filsafat.
Menurut Notonagoro, filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian
ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila. Secara ontologi (cabang ilmu filsafat yang
berkaitan dengan hakikat hidup), kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar sila-sila pancasila. Menurut beliau,
hakikat dasar antologi pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan
subjek hukum pokok sila-sila pancasila.
Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karasteristik sistem filsafatnya tersendiri yang
berbeda dengan filsafat lain, diantaranya:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh
(sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan
utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan
pancasila.
2. Setiap sila Pancasila mendasari sila-sila berikutnnya dan merupakan
perluasan dari sila-sila sebelumnya.
3. Meski setiap sila adalah saling berkaitan, setiap sila memiliki makna dan
cakupan arti/makna pembahasannya tersendiri.
2. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Terdapat 5 sila dalam Pancasila yang pada hakikatnya merupakan suatu sistem
filsafat. Sistem merupakan suatu kesatuan dari bagian-bagian saling berhubungan,
saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan bagian-bagian tersebut
10
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya, sistem memiliki ciri sebagai
berikut:
1) Suatu kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri
3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan
sistem)
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dam Voicb., 1974).
Dapat dimengerti bahwa sila-sila dalam Pancasila, setiap sila pada hakikatnya
merupakan suatu asas tersendiri dengan fungsi yang tersendiri pula namun
merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
2.1 Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
Terdapat 5 sila yang menyusun Pancasila, setiap sila tersebut merupakan suatu unsur
yang mutlak; sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan majemuk
tunggal. Konsekuensinya adalah setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas
dari sila-sila lainnya serta di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara
filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari
inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopltiralis’ yang memiliki
unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani-rokhani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk
sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Unsur-unsur tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan
harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan.
Pancasila yang merupakan penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang
merupakan kesatuan kesatuan organis aka sila-sila tersebut memiliki kesatuan yang
bersifat organis.
11
2.2 Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Bentuk
piramidal digunakan digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila
dari Pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal sifatnya
(kualitas). Dilihat dari intinya; urutan kelima sila menunjukkan suatu rangkaian
tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang
dimukanya; sehingga setiap sila memiliki hubungan yang mengikat satu sama lain.
Dalam susunan hierarkhis dan piramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa
menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang
membangun, memelihara, dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial, sehingga tiap-tiap sila didalamnya
mengandung sila-sila lainnya.
Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1. Sila pertama. Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga. Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
12
4. Sila keempat. Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila Kelima. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan
dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Sehingga disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesatuan sila-sila Pancasila
yang bersifat hierarkhis dan piramidal adalah: Tuhan ada karena diri-Nya sendiri,
Tuhan sebagai kausa prima (sebab utama), oleh karena itu segala sesuatu yang ada
termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat
adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia merupakan salah satu unsur pokok negara;
karena negara merupakan salah satu organisasi kemanusiaan, persekutuan hidup
bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka negara diakibatkan oleh
manusia-manusia yang bersatu (Sila 3), maka terbentuklah persekutuan hidup yang
disebut rakyat. Rakyat adalah totalitas individu-individu yang bersatu dalam
harmonis dan merupakan unsur pembentuk negara disamping wilayah dan
pemerintah yang berdaulat (Sila 4). Pada hakikatnya, kehidupan bernegara bertujuan
untuk memakmurkan dan menegakkan keadilan dalam kehidupan rakyatnya bersama
(Sila 5).
2.3 Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat diirumuskan pula dalam hubungannya
saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal
tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya,
dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Untuk memperjelas, berikut adalah rumus
umum hierarkhis Pancasila:
13
1. Sila pertama. Ketuhanan yang Maha Esa adalah keTuhanan yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusian yang
berkeTuhanan yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga. Persatuan Indonesia adalah persatuan yang berkeTuhanan yang
Maha Esa, yang kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Sila keempat. Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah kerakyatan yang berkeTuhanan yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia,
dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila Kelima. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, yang kemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berpersatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh khidmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
3. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
3.1 Dasar Antropologis Sifat-sifat Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya merupakan manusia yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai
14
dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal
ini dapat di jelaskan bahwa yang Berketuhanan yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata/ perwakilan serta yang
berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia.
Sehingga tepatlah jika dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis
sila-sila Pancasila adalah manusia.
3.2 Dasar Epistemologis Sifat-sifat Pancasila
Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat dalam hal dasar-dasar dan batas-batas
pengetahuan. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya
yaitu filsafat pancasila (Soeryanto, 1991 : 50). Sebagai suatu ideologi, maka
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari
pendukungnya, yaitu:
1. Logos (rasionalitas atau penalarannya)
2. Pathos (penghayatannya)
3. Ethos (kesusilaannya)
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila haruslah memiliki unsur rasional terutama
dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Dasar epistemologis Pancasila
pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu
dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan degan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka
dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu
bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia
(Pranarka 1996 : 32).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu :
1. Tentang sumber pengetahuan manusia
15
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
3. Tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984 : 20).
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan
Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal
dari bangsa lain, dengan kata lain perkataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai
kausa materials Pancasila. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila
memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila
pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
adalah bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal,dimana sila pertama pancasila
mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya sera sila kedua didasari sila pertama
serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila
keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga
serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai
sila pertama, kedua, etiga, dan keempat. Demikianlah maka susunan sila-sila
Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila
pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila pancasila. Isi
arti sila-sila pancasila yang umum universal ini merupakan intisari atau esensi
pancasila shingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan
pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan kongkrit.
2. Isi arti Pancasila yang kolektif, yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai kehidupan sehingga
16
memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975 :
36, 40).
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi
Pancasila. Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu
hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri
atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-
unsur: fisis anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur jiwa (rokhani) manusia terdiri
atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu: akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan
manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia. Menurut Notonagoro
dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam
kaitannya dengan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-
tingkat pemikiran sebagai: memori, reseptif, kritis, dan kreatif. Adapun potensi atau
daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi
pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi, asosiasi,
analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonegoro, tanpa tahun: 3).
Berdasarkan tingkatan tersebut diatas, maka Pancasila mengakui kebenaran rasio
yang bersumber pada akal manusia. Selain itu manusia juga memiliki indera yang
dalam proses reseptif indera digunakan untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan
yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama
dalam kaitannya dengan pengetahuan positif. Potensi dalam diri manusia untuk
mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan merupakan
bukti pendukung bahwa Pancasila juga mengakui kebenaran pengetahuan manusia
yang berdasarkan pada intuisi.
Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa; maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga
mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak hal ini sebagai tingkatan kebenaran
yang tertinggi. Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu
sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan
17
kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran
mutlak. Selain itu dalam sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, sila keempat
kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam sila kelima, maka epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran konsensus
terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan sosial. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan
pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas
relegius dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam
hidup manusia.
3.3 Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar
aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Teori nilai. Sebagaimana dijelaskan Max Scheler mengemukakan bahwa nilai-nilai
yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya
ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai
lainnya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat dikelompokkan menjadi empat
tingkatan sebagai berikut
1. Nilai-nilai kenikmatan
2. Nilai-nilai kehidupan
3. Nilai-nilai kejiwaan
4. Nilai-nilai kerokhanian
Menurut Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam delapan
kelompok, yaitu :
1. Nilai-nilai ekonomis
18
2. Nilai-nilai kejasmanian
3. Nilai-nilai hiburan
4. Nilai-nilai sosial
5. Nilai-nilai watak
6. Nilai-nilai estetis
7. Nilai-nilai intelektual
8. Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai material
2. Nilai vital
3. Nilai kerokhanian
Masih banyak cara pengelompokan nilai, misalnya seperti yang dilakukan N. Recher,
yaitu pembagian berdasarkan pembawa nilai, hakikat keuntungan yang diperoleh dan
pula dengan pengelompokan nilai menjadi nilai instrinsik dan ekstrinsik, nilai
objektif dan nilai subyektif nilai postif dan nilai negatif, dan sebaginya.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai
kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan
nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerokhanian itu juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai
vital, nilai moral, maupun nilai kesucian yang sitematis-hierarkhis, yang dimulai dari
sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar sampai dengan sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan.
Nilai-Nilai Pancasila sebagai Sistem
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila
yang umum universal yang merupakan subtansi sila-sila pancasila, sebagai pedoman
penyelenggaraan dan pelaksanaan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat
umum kolektif serta realisasi pengalaman pancasila yang bersifat umum dan konkrit.
19
Subtansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan suatu sistem nilai.
Prinsip dasar mengandung cita-cita bangsa Indonesia yang akan diwujudkan menjadi
kenyataan yang konkrit dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip-
prinsip dasar itu telah menjelma dalam tertib sosial, tertib masyarakat dan tertib
kehidupan bangsa Indonesia yang dapat ditemukan dalam adat istiadat bangsa
indonesia dan keagamaannya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lima merupakan cita-cita
harapan dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupan
masyarakat gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja . Bangsa Indonesia
dalam hal ini sebagai pendukung , menghargai, mengakui, dan menerima pancasila
sebagai dasar-dasar nilai.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu mempunyai tingkatan hal kuantitas
maupun kualitas, namun nilai-nilai itu merupakan satu kesatuan saling berhubungan
serta saling melengkapi. Sila-sila pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan yang bulat dan utuh atau merupakan suatu kesatuan organik bertingkat dan
berbentuk piramidal. Nila-nilai itu berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu
tidak dapat dipisahkan dari yang lainnya, sehingga nilai-nilai itu masing-masing
merupakan integral dari suatu sistem nilai sikap , tingkah laku bangsa Indonesia.
Dalam pengertian yang demikin ini pada hakikatnya pancasila merupakan suatu
sistem nilai dalam artian bahwa bagian-bagian atau sila-silanya saling berhubungan
secara erat dan membentuk struktur yang menyeluruh.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila termasuk nilai-nilai kerokhaniasn yang
tertinggi karena sifatnya yang mutlak. Berikutnya sila kemanusiaan, adalah sebagai
pengkhususnya karena manusia adalah makhluk Tuhan. Ketiga sila lainnya yaitu sila
persatuan, sila kerakyatan dan sila keadilan bersifat kenegaraan karena berhubungan
dengan itu. Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila berbeda-beda dan tingkatan yang berbeda-beda pula
namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak bertentangan.
20
4. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan NKRI
4.1 Dasar Filosofis
Pancasila sebagai filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa pada hakikatnya
merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental, dan menyeluruh.
Dasar pemikiran filososfis yang terkandung dalam setiap sila dijelaskan sebagai
berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan, dan kebangsaan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan bahwa negara merupakan suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan yang merupakan masyarakat hukum (legal
society).
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan
subjektif. Artinya esensi nilai-nilai Pancasila adalah universal yaitu keutuhan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Sehingga ada kemungkinan dapat
diterrapkan pada negara lain walaupun barangkali namanya bukan Pancasila. Artinya
jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara berdasar atas
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, maka negaara tersebut
pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya
menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum, universal, dan abstrak karena
merupakan suatu nilai.
2) Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan, kenegaraan, maupun
keagamaan.
21
3) Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok fundamental negara, sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam
hierarki suatu tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
yang tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum
sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara. Sebagai konsekuensinya,
jikalau nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
itu diubah maka sama halnya dengan pembubaran negara proklamasi 1945,
hal ini sebagaimana terkandung dalam Tap MPRS No XX/MPRS/1966.
Sebaliknya , nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan
nilai-nilai Pancasila itu bergantung pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertiannya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran,
penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia
sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis estetis, dan nilai
religius yang manifestasinya sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia
karena bersumber pada kepribadian bangsa.
4.2 Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Nilai-
nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki
kedudukan sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental. Adapun Pembukaan
UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran yang jika dianalisis makna yang
22
terkandung di dalamnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Berikut
adalah penjabarannya:
1) Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.
Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
2) Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara
berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social. Pokok pikiran ini
merupakan penjabaran dari sila kelima.
3) Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat.
Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu
kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
4) Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
ketuhanan yang maha esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketuhanan yang maha esa serta kemanusiaan yang adil dan beradab ini,
merupakn sumber moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban
semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran
sila pertama dan kedua.
5. Inti Isi Sila-Sila Pancasila
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila tentunya merupakan sistem nilai. Sila-sila
dalam Pancasila memiliki arti yang berbeda akan tetapi mereka semua merupakan
suatu kesatuan yang sistematis. Adapun penjabaran berikut akan menjelaskan
23
mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam setia sila, dimana tiap sila tersebut tidak
akan terlepas kaitannya dengan sila lainnya.
1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa (nilai ke-Tuhanan).
Sila Ketuhanan yang Maha Esa memiliki nilai yang menjiwai dan mendasari
keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa suatu negara
tidak akan dapat berdiri tanpa kuasa Tuhan yang Maha Esa, sehingga setiap
kegiatan yang terjadi di dalam negara haruslah dijiwai oleh nilai-nilai
Ketuhan yang Maha Esa.
Nilai Ketuhanan itu sendiri memiliki arti bahwa bangsa Indonesia bukanlah
bangsa yang atheis melainkan percaya adanya Tuhan atau religius. Nilai ke-
Tuhanan juga diartikan kemerdekaan untuk memeluk agama yang tidak
dipaksakan dan tidak diskriminatif antar umat. Sehingga sila Ketuhanan yang
Maha Esa bukanlah untuk menetapkan bahwa negara Indonesia merupakan
negara agama melainkan negara yang beragama.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (nilai keamanusiaan)
Secara sistematis sila kemanusiaan yang adil dan beradab didasar dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa; lagi menjiwai dan mendasari ketiga sila
berikutnya. Nilai kemanusiaan berdasar pada filosofis antropologis bahwa
hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga; juga manusia
sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan yang
Maha Esa.
Nilai kemanusiaan mengandung arti bahwa kesadaran sikap dan perilaku
setiap bangsa Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas tuntutan hati nurani. Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya, sama
kewajiban dan hak asasinya.
3. Sila Persatuan Indonesia (nilai persatuan)
24
Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila satu dan dua serta
mendasari dan menjiwai kedua sila berikutnya. Dalam sila ini terkandung
nilai bahwa negara adalah penjelmaan sifat kodrat manusia yang monodualis
yaitu sebagai mahluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Negara
merupakan persekutuan dari sejumlah manusia-manusia yang hidup bersama
terlepas dari adanya perbedaan-perbedaan seperti ras, suku, agama, dan
lainnya. Oleh karenanya, perbedaan merupakan ciri khas kodrat suatu negara.
Konsekuensinya, negara adalah rakyat yang beraneka ragam namum satu
(Bhinneka Tunggal Ika). Perbedaan ada bukan untuk memunculkan maupun
meruncingkan konflik, melainkan untuk suatu persatuan yang beragam.
Nilai persatuan pada sila ini dapat bermakna usaha keras bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme NKRI, serta mengakui
dan menghargai keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia tanpa
mempersoalkannya sebab pada hakikatnya semua manusia merupakan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang harus diperlakukan sesuai
dengan kodratnya.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khidmat, Kebijaksanaan, dalam
Permusyawaratan/Perwakilan (nilai kerakyatan)
Nilai yang terkandung dalam sila ke-4 didasari dan dijiwai oleh keempat sila
sebelumnya dan sila ke-4 mendasari serta menjiwai sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hakikat rakyat merupakan sekelompok manusia
yang ciptaan Tuhan yang hidup bersama untuk mencapai suatu tujuan utama
bersama, Rakyat merupakan subjek pendukung pokok negara. Negara adalah
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, sehingga asal muasal kekuatan negara
adalah dari rakyat.
Nilai nyata yang terkandung dalam sila ke-4 adalah makna sebuah
pemerintahan yang demokratis; yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat; dengan cara musyawarah mufakat oleh wakil wakil rakyat. Berdasar
nilai ini maka diakuilah paham demokrasi. Nilai ini sangat penting untuk
25
dikonkritisasi dalam kehidupan bersama, yaitu kehidupan kenegaraan baik
menyangkut aspek moralitas, kenegaraan, aspek politik, maupun aspek
hukum dan perundang-undangan.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (nilai keadilan)
Mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan rakyat Indonesia bersama,
yakni tercapainya kehidupan masyarakat yang adil dan makmur (sejahtera).
Hal ini secara eksplisit dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, “… negara
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah negara, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, …”.
Konsekuensi nilai-nilai keadilan yang harus terwujud daam hidup bersama
adalah meliputi:
a) Keadilan distributif
Adalah keadilan yang harus dilaksanakan oleh negara dalam
mensejahterahkan rakyatnya. Hal tersebut bisa dilakukan dalam
bentuk subsidi, bantuan serta kesempatan dalam hidup bersama
yang didasarkan hak dan kewajiban.
b) Keadilan legal (keadilan bertaat)
Adalah keadilan yang harus dilaksanakan oleh warga negara
terhadap negaranya. Hal ini mengandung arti bahwa setiap warga
negara haruslah mematuhi setiap peraturan dan tata tertib yang
berlaku di negaranya, juga harus melaksanakan kewajibannya
dengan ikhlas dan baik.
c) Keadilan komutatif
Adalah keadilan yang harus dilaksanakan oleh warga satu dengan
lainnya secara timbal balik.
Demikian pula nilai tersebut menjadi dasar dalam pergaulan antar negara sesama
bangsa di dunia dan prinsip untuk menciptakan kehidupan yang tertib dalam
pergaulan bangsa di dunia dengan berdasarkan pada prinsip kemerdekaan bagi setiap
bangsa, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
26
Nilai-nilai dasar tersebut sifatnya abstrak dan normatif sehingga belum bisa
dioperasionalkan, sehingga perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Artinya,
dengan bersumber terhadap kelima nilai diatas nilai instrumental dapat dijabarkan ke
dalam berbagai peraturan perundangan.
27
BAB III
URAIAN
1. Simpulan
Pancasila sebagai filsafat Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hasil
pemikiran dari para pendiri bangsa kita (the founding fathers). Nilai-nilai yang
menyusun Pancasila merupakan nilai-nilai yang telah mengurat nadi pada kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia dari sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha; sehingga
nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa, bukanlah
sebuah nilai yang dicetuskan begitu saja. Konsekuensinya, Pancasila merupakan
sebuah nilai pengetahuan yang berdasarkan dari akal dan intuisi manusia yang
bersifat empiris serta dianggap sebagai sebuah landasan hidup yang terbaik dan
sesuai untuk bangsa Indonesia.
Sebagai suatu kesatuan sistem filsafat, sila-sila dalam Pancasila merupakan sila yang
memiliki makna dan arti sendiri, namun seluruh sila pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dan melandasi serta menjiwai sila lainnya.
Andai sila-sila tersebut tidak ada kaitannya, maka makna setiap sila dapat bersifat
multitafsir sehinga sebenarnya sama saja dengan tidak ada Pancasila.
Hubungan tiap sila dalam Pancasila merupakan hubungan yang bersifat hierarkhis
dan piramidal. Sila Ketuhanan yang Maha Esa merupakan kausa prima dari seluruh
sila lainnya, sila pertama merupakan dasar yang menjiwai seluruh sila lainnya.
Sebagai ciptaan makhluk Tuhan yang Maha Esa, manusia hendaknya menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupannya; saling menghormati hak asasi
antar warga dan senantiasa melaksanakan kewajiban dan haknya dengan benar
sebagai warga negara. Negara memiliki rakyat yang menjadi subjek penyokong
utama, dimana rakyat merupakan persatuan dari manusia-manusia yang menempati
suatu wilayah bersama serta memiliki tujuan utama yang hendak dicapai bersama.
Persatuan individu-individu yang menciptakan negara pada hakikatnya merupakan
persatuan dari individu-individu yang beraneka ragam, perbedaan merupakan ciri
28
khas rakyat. Perbedaan yang ada diharapkan tidak menjadi alasan untuk sebuah
perpecahan ataupun meruncingkan konflik, melainkan untuk meningkatkan rasa
toleransi dan menerima keberagaman antar individu untuk mewujudkan cita-cita
luhur bersama. Pemerintahan mendapatkan kekuasaannya dari rakyat; oleh
karenanya sistem pemerintahan yang baik seharusnya merupakan sistem
pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat; hal ini dikenal
sebagai paham demokrasi. Dengan diamalkannya seluruh nilai-nilai sebelumnya,
maka tujuan akhir dapat dicapai dengan mudah, yaitu kesejahteraan rakyat. Tujuan
dari mendirikan suatu negara adalah untuk mencapai suatu keadilan dan
kemakmuran bersama-sama, sehingga seluruh rakyat dapat hidup dalam
kesejahteraan yang adil, makmur, serta harmonis.
2. Saran
Sebagai filsafat negara, Pancasila seharusnya diamalkan dalam setiap kehidupan
kenegaraan Indonesia karena nilai Pancasila merupakan nilai budaya luhur yang
paling sesuai untuk mencapai tujuan kemakmuran bangsa bersama. Masuknya nilai-
nilai baru di kehidupan masyarakat dalam kehidupan modern ini telah mengaburkan
nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari. Hendaknya nilai-nilai ini dipertegas
kembali dan dilestarikan sebagaimana mestinya yang dikehendaki oleh para leluhur
kita. Hal tersebut dimaksudkan agar tujuan dan cita-cita negara yang tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah sebuah tulisan hitam diatas putih
belaka, melainkan suatu kenyataan yang dapat diwujudkan bersama-sama oleh
bangsa Indonesia.
29
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan dan Zubaidi. 2014. Pendidikan Kewiraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Winarno. 2012. Pendidikann Pancasila di Perguruan Tinggi. Surakarta: Yuma
Pustaka
Admin. 2015. Pengertian dan Karakteristik Filsafat. 11 Oktober 2015.
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-karakteristik-
filsafat.html#_
Kurniawati, Wiwit. 2013. Filsafat Pancasila. 11 Oktober 2015.
http://thesourthborneo22.blogspot.co.id/2013/01/filsafat-pancasila.html
30