makalah filsafat ilmu
DESCRIPTION
Ini adalah contoh makalah filsafat Ilmu untuk anda para mahasiswa yang sedang belajar filsafat.TRANSCRIPT
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
ILMU-ILMU ALAM, ILMU-ILMU SOSIAL
DAN ILMU-ILMU HUMANIORA
Sebuah Tinjauan dalam Filsafat Ilmu
A. PENGANTAR
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai
pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji
kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata
latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta
mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan
melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan
makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian,
dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang
dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya
mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari
kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains
hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya
dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas
filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan
bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang
memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun
ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat
alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy).
Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis
Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis
oleh http://www.embun.net 1
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy
di Universitas Glasgow.
Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science,
1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan
positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu
merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi
tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas
dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik.
Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan
diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik
sains yang paling mendasar selain matematika.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti
knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan
oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan
ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses
kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan
yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu
pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah
disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan
secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji
kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah
dapat dipertanggungjawabkan.
Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong pra-ilmiah.
Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik
yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif
atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
oleh http://www.embun.net 2
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Obyek Paradigma Metode Kriteria
Sains Empiris Sains Metode
Ilmiah
Rasional empiris
Filsafat Abstrak
rasional
Rasional Metode
rasional
Rasional
Mistis Abstark
suprarasional
Mistis Latihan
percaya
Rasa, iman, logis,
kadang empiris
Sumber: Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu
Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif,
sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak,
kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan
pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif,
namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak
dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiahkarena tidak diperoleh
secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan
“naluriah”.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap-
mistik. Pada tahap ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di
sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain
berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya. Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-
pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki
kelebihan dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala-
galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum
mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi
pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain
sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan
oleh http://www.embun.net 3
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah,
sesuai dengan keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya.
Tahap berikutnya adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah
terbebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari
obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya. Orang-orang yang tidak mengakui status
ontologis obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu
tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal
pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal
pemecahan masalah, semata-mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini
merupakan salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut
menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan
sintesis.
Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu
menarik kesimpulan khusus dari yang umum. Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu
perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis yang
telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai
kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan
oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah
memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih
bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal
ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan
dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari
yang khusus.
Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap
fungsional. Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-
kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris,
melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional
dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap
fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspek aksiologi filsafat ilmu, yaitu
yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral.
Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan
pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan
oleh http://www.embun.net 4
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana
yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.
Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan
terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat
diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan
ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal
surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif
mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural,
metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah,
meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang
berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga
ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah
moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan Rumusan Pertanyaan
Ontologi
(Hakikat
Ilmu)
Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
Epistimologi
(Cara
Mendapatkan
Pengetahuan)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
dengan benar?
Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
Apa kriterianya?
Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu?
Aksiologi
(Guna
Pengetahuan)
Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral?
oleh http://www.embun.net 5
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Sumber: Suriasumantri, 1993
B. SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN
Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar: pertama,
mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum
rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan empirisme.
Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya.
Premis yang dipakai dari ide yang diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut
mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia
memikirkannya (idelisme). Sedang empirisme mengembangkan metode berfikir induktif.
Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain yakni intuisi atau
wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran,
bersifat personal dan tak bisa diramalkan. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah, pertama, dikotomi
atau gap antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam sumber ilmu yang
paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum (imuwan sekuler) satunya-
satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung oleh indrawi melalui metode
induksi. Sedangkan metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai
secara apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggi-tingginya
pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu spekulatif untuk bisa
mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang diminta kaum positivis. Adapun pengalaman
intuitif sering dianggap hanya sebuah halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut
agamawan pengalaman intuitif dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi
memperoleh wahyu ilahi atau mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi.
Masalah kedua adalah pengamatan. Sains modern menentukan obyek ilmu
yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi (the observables) atau diamati
oleh indra. Akibatnya muncul penolakan dari filosof logika positivisme yang menganggap
oleh http://www.embun.net 6
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
segala pernyataan yang tidak ada hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan
ini melahirkan metafisik (dianggap gaib) dan fisik (dianggap science).
Masalah ketiga adalah munculnya disintegrasi pada tatanan klasifikasi ilmu.
Penekanan sains modern pada obyek empiris (ilmu-ilmu fisika) membuat cabang ilmu
nonfisik bergeser secara signifikan ke pinggiran. Akibatnya timbul pandangan negatif
bahwa bidang kajian agama hanya menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan Freud
yang menyatakan agama dan terutama pendukungnya yang fanatik bertanggung jawab
terhadap pemiskinan pengetahuan karena melarang anak didik untuk bertanya secara kritis.
Masalah keempat yang muncul adalah menyangkut metodologi ilmiah. Sains
pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau eksperimen. Sedangkan agamawan
mengembangkan metode lainnya seperti metode intuitif. Masalah terakhir adalah sulitnya
mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai pengalaman
legitimate dan riil dari manusia.
C. ILMU-ILMU ALAM
Pengertian
Ilmu alam (Inggris:natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah
yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda
alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & non-manusia tentang Bumi dan
alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya
dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai
penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah
ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode
ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit,
karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti.
oleh http://www.embun.net 7
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam"
kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut
ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses
biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang
mendasari alam semesta).
Cara Kerja Berfikir = Penalaran
Sebagaimana dikembangkan oleh Aristoteles, kerja-kerja penalaran digambarkan sebagai
berikut:
Deduksi – penalaran yang wilayah konklusinya lebih sempit daripada
premisnya – mendasari ilmu-ilmu pasti; misalnya: semua manusia dapat mati,
sokrates itu manusia, maka socrates dapat mati;
Induksi – penalaran yang wilayah konklusinya lebih luas daripada premisnya –
mendasari ilmu-ilmu empiris; misalnya: manusia 1 mati, manuisa 2 mati,
manusia 3 mati, maka semua manusia dapat mati; (terjadi generalisasi di sini)
Metode Ilmiah
Pengertian. Metodologi adalah ilmu-ilmu yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam
menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Metode ilmiah menggunakan logika ilmiah, merupakan gabungan antara kerja
deduktif dengan kerja induktif, dengan menekankan aspek koherensi sekaligus
korespondensi;
Metode Ilmiah merupakan proses logico-hypothetico-verifikasi dimana proses
deduktif-induktif ini meliputi tahapan-tahapan berikut: perumusan masalah;
penjelasan argumentatif berdasar presmis-premis dengan memperhatikan aspek
koherensi; perumusan hipotesis sebagai jawaban sementara (hasil kerja
deduktif); pengujian hipotesis – melalui eksperimen (pengumpulan fakta-fakta)
dengan memperhatikan aspek korespondensi melalui kerja-kerja induktif;
Penarikan kesimpulan – kesesuaian kerja-kerja deduksi dengan induksi. Jika
sesuai berarti hipotesis diterima, jika tidak sesuai maka hipotesis ditolak;
oleh http://www.embun.net 8
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Cara Berfikir Ilmu-ilmu Alam Silogisme hipotesis
Modus ponendo ponen (deduksi): jika p berlaku, maka q terjadi; dan p berlaku
maka q terjadi;
Tanpa nama (tidak sah): jika Pp berlaku, maka q terjadi; p berlaku maka ???
Induksi: jika p berlaku maka q terjadi; jika q terjadi maka ???
Modus tollendo tollens (falsifikasi): jika p berlaku, maka q terjadi; dan q tak
terjadi, maka p tak berlaku;
Proses Perolehan Pengetahuan dalam Ilmu-ilmu Alam
1. menemukan anomali dari keajegan-keajegan;
2. merumuskan hipotesis;
3. hipotesis yang tak kalah-kalah melahirkan hukum alam;
4. hukum-hukum alam yang serumpun diabstraksi menjadi teori ilmiah;
Ciri Pengetahuan yang diperoleh oleh Ilmu-ilmu Alam
1. pengetahuan itu netral atau bebas nilai; artinya pengetahuan itu tidak
mengandung unsur moral, norma, penilaian estetis, idiologi ataupun
kepentingan politis;
2. pengetahuan itu objektif; artinya pengetahuan itu dapat disepkati oleh semua
orang dari latarbelakang yang berbeda-beda;
3. pengetahuan itu dapat dipakai untuk prognosis;
4. pengetahuan itu universal tidak bergantung ruang dan waktu, berlaku
dimanapun dan kapanpun;
SARANA BERPIKIR ILMIAH
Bahasa
Logika
Matematika
Statistika
oleh http://www.embun.net 9
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Etos Ilmiah
Dibalik karakteristik ilmu ada etos yang dapat dikembangkan dalam interaksi
sosial
1. hubungan-hubungan yang egaliter dan demokratis;
2. kebebasan individual yang besar untuk menemukan hal-hal baru;
3. toleransi terhadap berbagai latarbelakang;
4. kepercayaan akan adanya kebenaran objektif;
5. keyakinan bahwa konsensus tanpa paksaan itu mungkin;
Scientisme
1. kepercayaan bahwa ilmu-ilmu alam adalah proses belajar manusia yang
paling bernilai karena otoritatif, serius dan bermanfaat;
2. kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya proses belajar
manusia yang paling bermakna; maka adalah baik jika semua anggota keluarga
mendasarkan dirinya pada ilmu;
3. scientisme adalah idiologi sains yang menegasi kemungkinan adanya
kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran ilmiah. Etika ilmu menjadi
etika sosial; padahal etika ilmu itu terbatas;
Catatan: etos ilmiah tidak harus jatuh ke arah scientisme – sebagai radikalisasi
dari etos ilmiah;
D. ILMU-ILMU SOSIAL
Pengertian
Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial adalah
sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan
manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena
menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda
kuantitatif dan kualitatif.
oleh http://www.embun.net 10
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-
subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding
dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak
menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-
disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan
yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa
aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah
makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan
konsekuensinya.
E. ILMU-ILMU HUMANIORA
Pengertian
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhartiannya pada kehidupan
manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan. Humaniora
berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang humaniora
rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu objek atas dasar dalil-
dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat imajinatif, sebagai contoh: Leonardo da Vinci
mampu menggambar sebuah lukisan yang mirip dengan bentuk helikopter jauh sebelum
ditemukan pesawat terbang.
Humanities sebagai sekelompok ilmu pengetahuan mencakup: bahasa, baik
bahasa modern maupun klasik: linguistik: kesusastraan: sejarah, kritisisme, teori dan
praktek seni, dan semua aspek ilmu-ilmu sosial yang memiliki isi humanistic dan
menggunakan metode humanistic”.
J. Drost (2002: 2) dalam artikelnya di KOMPAS, Humaniora, mengatakan
bahwa bidang humaniora yang menjadikan manusia (humanus) lebih manusiawi (humanior)
itu, pada mulanya adalah trivium yang terdiri atas gramatika, logika, dan retorika.
Gramatika (tata bahasa) bermaksud membentuk manusia terdidik yang menguasai sarana
komunikasi secara baik. Logika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar dapat
menyampaikan sesuatu sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dan masuk akal.
Retorika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar mampu merasakan perasaan
oleh http://www.embun.net 11
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
dan kebutuhan pendengar, dan mampu menyesuaikan diri dan uraian dengan perasaan dan
kebutuhan itu.
Kemudian dari Trivium berkembang ke quadrivium yaitu: geeometri,
aritmatika, musik (teori akustik), dan astronomi. Drost menegaskan bahwa seorang
mahasiswa harus memiliki kematangan baik intelektual maupun emosional, agar dapat
menempuh studi akademis. Teras kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur
yang telah terbentuk. Mahasiswa yang siap mulai studi di perguruan tinggi adalah dia yang
dapat mengendalikan nalar, yaitu dia yang kritis. Seorang yang kritis adalah seorang yang,
antara lain, mampu membedakan macam-macam pengertian dan konsep, sanggup menilai
kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa perasaan.
Ignas Kleden (1987: 72) menyitir pendapat J.Habermas menunjukkan lima ciri
ilmu humaniora yang diletakkan dalam kategori hitoris-hermeneutis sebagai berikut.
Pertama, jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti. Kedua, ujian terhadap
salah benarnya pemahaman tersebut dilakukan melalui interpretasi . Interpretasi yang benar
akan meningkatkan intersubjektivitas, sedang interpretasi yang salah akan mendatangkan
sanksi (misal: senyum basabasi yang diinterpretasikan jatuh cinta). Ketiga, pemahaman
hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman situasi
orang Rizal Mustansyir, Refleksi Filosofis atas Ilmu-ilmu Humaniora.
Lain hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri
terlebih dahulu. Pemahaman terjadi apabila tercipta komunikasi antara kedua situasi
tersebut. Keempat, komunikasi tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang
hendak dipahami oleh pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya
sendiri. Kelima, kepentingan yang ada disini adalah kepentingan untuk mempertahankan
dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi yang dijamin dan diawasi oleh
pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati. Kesimpulannya ilmu humaniuora
akan menghasilkan interpretrasi-interpretasi yang memungkinkan adanya suatu orientasi
bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.
F. ILMU-ILMU ALAM HUBUNGANNYA DENGAN ILMU-ILMU SOSIAL &
HUMANIORA, SEBUAH PROBLEM EPISTEMOLOGIS
oleh http://www.embun.net 12
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Kegagalan scientisme
etika ilmu yang terbatas ini tidak dapat diterima dalam konteks yang luas tanpa
paksaan dan hegemoni sosial;
etika ilmu itu objektif, impersonal dan universal; sedangkan etika sosial itu
intersubjektif, interpersonal dan lokal;
memilih etika ilmu atau tidak bukanlah soal objektif atau subjektif, melainkan
soal putusan moral, maka tak ada objektivitas dalam aplikasi etika ilmu;
Kegagalan eksperimen sejarah scientisme dalam nationalsosialisme Jerman
dan rezim-rezim komunis;
Paradigma ilmu selalu berorientasi pada hal-hal yang empirical (asumsi –
postulat-hipotesis – eksperimen – teori); ini memunculkan konflik dengan
disiplin ilmu yang mendasarkan pada metafisika di dalam filsafat, misalnya
atau intuisi dalam psikologi; dan keyakinan dalam agama-agama1;
Epistem Ilmu-Ilmu Alam Vs Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora
Kerja-kerja ilmiah mendasarkan dirinya pada hal-hal yang empiris sedangkan
lainnya tidak demikian; ada yang mendasarkan diriya pada metafisik, intuisi,
keyakinan, estetika, etika, dll;
Metode Ilmiah – dalam prosesnya - mengambil jarak dengan realitas objek;
sedangkan ilmu-ilmu sosial subjek-objek senantiasa mengalami persinggungan atau
menjadi bagian dari objek yang tak terpisahkan;
Pengetahuan menjadi tidak bebas nilai; dapat dicurigai mengandung kepentingan,
dominasi kelompok tertentu atas yang lain; semisal studi orientalisme yang
dilakukan oleh Barat terhadap Islam, kenyataannya telah melahirkan cara pandang
yang diskriminatif, hingga ke menghina dan melecehkan Islam; atau kapitalisme
telah melahirkan gap sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin; dan
lainnya;
(selanjutnya lihat slide karya Anas Saidi)
1
oleh http://www.embun.net 13
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
Kesimpulan
Baik dari aspek ontologi, epistemologi maupun aksiologi antara ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu
sosial maupun humaniora merupakan wilayah yang berbeda; sehingga apa yang disebut
kerja ilmiah, baik menyoal paradigma, metodologi, maupun nilai satu sama lain
mengandung karakteristik dan model yang seharusnya tidak sama. Keberbedaan ini tidaklah
seharusnya mengundang stereotipe dan atau peminggiran ilmu-ilmu sosial dan humaniora
dari ilmu-ilmu alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung, 1999
Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial: Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan
Ajaran Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1999.
Drost, J., “Humaniora”, dalam KOMPAS, Kamis, 10 Oktober, 2002, Jakarta.
Ignas-Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987.
Koento Wibisono, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1983.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
1999, hal. 33
Mulyadi Kertanegara, Tradisi Ilmiah Islam, Serambi, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat]
Qodri azizy, pengembangan ilmu-ilmu keislaman, depag 2003
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008
Catatan Riview Kursus History of Taought, USC Satunama Yogjakarta, 2003
oleh http://www.embun.net 14
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon
oleh http://www.embun.net 15