makalah fikih

13

Click here to load reader

Upload: idqan-fadly-saputra

Post on 20-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

makalah fikih

TRANSCRIPT

Page 1: makalah fikih

I. Pendahuluan

I.1 Latar belakang

Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah,

agar mereka menjadi saksi atas segala umat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan

yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu umat Islam

seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Bahwa kenyataan bahwa umat islam kini jauh dari kondisi ideal. adalah akibat belum

mampu mengubah apa yang dianugerahkan Allah pada umat islam belum dikembangkan secara

optimal. Padahal ummat islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi

sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan

secara seksama. tentu diperoroleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama , jika kemandirian,

kesadaran beragama dan ukhuwah islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-

pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.

Salah satu sisi ajaran islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan

kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dana pendayagunaan sedekah, infaq dan

wakaf dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW

serta penerusnya dizaman-zaman islam.

I.2 Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan sedekah, infaq, wakaf, dan wasiat?

2) Apakah permasalahan-permasalahan yang terjadi pada sedekah, infaq, wakaf dan wasiat?

3) Apakah dalil yang memperkuat tentang sedekah, infaq, wakaf dan wasiat?

I.3 Tujuan

1) Untuk menjelaskan apakah yang dimaksud dengan sedekah, infaq, wakaf, dan wasiat.

Page 2: makalah fikih

2) Untuk menjelaskan tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi pada sedekah, infaq,

wakaf dan wasiat.

3) Untuk menyebutkan dalil-dalil yang emperkuat serta menjelaskan tentang sedekah, infaq,

wakaf dan wasiat.

II. Pembahasan

II.1 Sedekah

II.1.1 Pengertian Sedekah

Istilah ini berasal dari kata sadaqah yang dalam bahasa arab berarti benar atau kebaikan.

Sedekah lazim diartikan sebagai pemberian seseorang kepada orang lainsecara sukarela sebagai

kebaikan dengan semata mengharap ridha Allah tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.

Dari pengertian tadi, dapat diartikan bahwa sedekah merupakan ibadah yang sifatnya

lentur. Ia tidak dibatasi oleh waktu ataupu batasan tertentu. Dengan demikian tidak ada waktu

khusus untuk bersedekah. Begitu juga, dalam sedekah tidak ada batasan minimal. Nabi saw.

Bersabda: ”bersedekahlah walaupun dengan sebutir kurma, karena hal itu dapat menutup dari

kelaparan dan dapat menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.”(HR. Ibnu

Mubarak).

Dengan demikian, sedekah dapat dibedakan dari zakat dalam tiga hal. Pertama, sedekah

hukumnya sunah, sedangkan hukum zakat adalah wajib. Kedua, zakat hanya berhubungan

dengan harta tertentu, seperti hasil pertanian, emas dan perak, serta binatang ternak, sementara

sedekah boleh berbentuk harta apa saja asalkan bukan benda yang haram. Ketiga, zakat hanya

Page 3: makalah fikih

boleh diberikan kepada golongan tertentu, yaitu delapan kelompok mustahik zakat, sedangkan

sedekah dapat diberikan kepada siapa pun.

Namun demikian, hendaknya seseorang memerhatikan kebutuhannyasendiri dan tidak

berlebihan dalam bersedekah. Dalam surah al-isra’ ayat 29, Allah menjelaskan hal ini dengan

sebuah perumpamaan, “dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan

jangan pula engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah)nanti kamu menjadi tercela dan

menyesal.”

II.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bersedekah

a) Harta yang disedekahkan bukan berupa barang yang haram, baik haram karena zat

barangnya, seperti daging babi dan minuman keras, maupun haram karena diperoleh

dengan cara yang tidak halal. Bersedekah dengan barang yang haran juga haram.

b) Barang yang akan disedekahkan hendaknya berkualitas baik. Sengaja memilih barang-

barang  yang jelek atau rusak untuk disedekahkan hukumnya makhruh.

c) Hendaknya menghindari hal-hal yang dapat membatalkan sedekah. Hal –hal tersebut

dijelaskan dalam surah Al-baqarah ayat 264, ”wahai orang-orang yang beriman janganlah

kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaaan

penerima)”

d) Memberikan sedekah dengan ikhlas semata-mata mengharap pahala dan keridaan Allah.

bersedekah  karena pamer dan ingin mendapat pujian dari orang lain akan menjadikan

sedekah itu sia-sia dan tidak berpahala

e) Harta yang disedekahkan hendaknya berupa barang-barang yang tidak mudah rusak dan

dapat terus bermanfaat untuk waktu yang lama. Hal yang demikian disebut sadaqah

jariyyah (sedekah yang pahalanya mengalir terus). Artinya, selama benda tersebut masih

Page 4: makalah fikih

memberikan manfaat kepada orang lain, selama itu pula orang yang bersedekah akan

terus mendapatkan pahala.

II.1.3 Macam- macam sedekah

a) Sedekah jariyah

Ahmad dan Muslim merawikan bahwa Nabi saw, pernah bersabda:

”apabila seorang manusia meninggal dunia, putuslah amalannya kecuali tiga hal sedekah jariah,

ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan baginya”

II.1.4 Permasalahan Dalam Sedekah

1) Hukum memberi uang kepada pengemis

Memberi uang kepada pengemis dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunnah, karena bersedekah hukum asalnya sunnah. Wahbah az-Zuhaili berkata, ”Sedekah tathawwu' (sedekah sunnah/bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukum-nya sunnah berdasarkan Alquran dan As-Sunnah.” (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/389).Dalil Alquran antara lain (artinya), ”Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,  pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (TQS Al-Baqarah [2] : 245). Dalil As-Sunnah misalnya sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah).” (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373).Namun hukum asal sunnah ini bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan tak punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan makanan setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya. Sebab jika tak ada cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah menjadi wajib, sesuai kaidah fiqih: “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika suatu kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).Sedekah dapat menjadi haram hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Misalnya, digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah dalam kondisi ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah) pada yang haram. Kaidah fikih menyebutkan,”Al-Wasilah ila al-haram haram.” (Segala perantaraan menuju yang haram, haram hukumnya). (M. Shidqi al-Burnu, Mausu'ah Al-Qawa'id Al-Fiqhiyyah, 12/200).Sedekah kepada pengemis juga menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan tertentu. Sabda Nabi SAW, ”Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan : orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi'), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi'), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji').” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194).Jadi kalau seorang pengemis sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya. Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan : “Man a'ana 'ala ma'shiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi” (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207). Wallahu a'lam.[]

Page 5: makalah fikih

II.2 Infaq

II.2.1 Pengertian Infaq

Infaq berarti pembelanjaan, ada pula yang disebut nafqah yang berarti belanja. Kata

kerjanya ialah anfaqa yang berarti menafkahkan atau membelanjakan. Maksudnya adalah belanja

berupa pemberian uang aatau harta benda kepada yang membutuhkan, baik kepada keluarga,

tetangga maupun masyarakat dalam suatu negara.

II.2.2 Permasalahan pada infaq

II.3 Wakaf

II.3.1 Pengertian Wakaf

Kata Wakaf atau Wacf  berasal dari bahasa Arab Waqafa. Asal kata Waqafa berarti

menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata Wafaqa-Yaqifu-Waqfan sama

artinya dengan Habasa-Yahbisu-Tahbisan.

II.3.2 Menurut Istilah Ahli Fiqih

Para ahli fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda

pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut

istilah sebagai berikut:

a) Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam

rangka mempergunakan manfaat untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta

wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembalidan ia boleh

menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi

yang timbul dari dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. karena itu mazhab hanafi

Page 6: makalah fikih

mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu tindakan atas suatu

benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu

pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun yang akan datang”.

b) Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapatbahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari

kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat

melepaskan kepemilikannyaatas harta tersebut kepada yang lain dan wakif

berkewajiban  menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

c) Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal

Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskabn harta yang diwakafkan

dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan

apa saja terhadap harta yang diwakafkan. Seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya

kepada orang lain, baik dengan tukaran atau tidak.

II.3.3 Macam-macam Wakaf

Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat

dibagi menjadi dua macam:

1) Wakaf Ahli

Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si

wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut dengan wakaf Dzum.

Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya,

wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam

pernyataan wakaf.

Page 7: makalah fikih

wakaf untuk keluarga ini secara hukum islam dibenarkan berdasarkan Hadist Nabi yang

diriwaytakan oleh bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu

Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung Hdist tersebut dinyatakan sebagai berikut:

“Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu

memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para

keluarga dan anak-anak pamannnya”.

2) Wakaf Khairi

Yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau

kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan

pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan sebagainya.

Jenis wakaf ini seperti yang telah dijelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW yang

menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin Khatab. Beliau memberikan hasil

kebunnyakepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusaha

menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang

mencakup semua aspek untk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.

Kepentingan umum tersebut bisa umtuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan,

keamanan dan lain-lain.

II.4 Wasiat

Allah berfirman: ”diwajibkan atas kamu apabila salah seorang diantara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiatlah untuk ibu, bapak dan

para kerabat”(QS. Al-Baqarah: )

III. Penutup

Page 8: makalah fikih

III.1 Kesimpulan

Sedekah, infaq, wakaf dan wasiat sangatlah banyak manfaatnys, sejak terjadinya krisis

ekonomidan melonjaknya angka kemiskinan di tanah air. Sedekah, infaq, wakaf, dan wasiat

semakin dirasa penting peranannya dalam menanggulangi masalah sosial dan ekonomi di tengah

kehidupan masyarakat.

III.2 Saran

Page 9: makalah fikih

DAFTAR PUSTAKA

Al-habsyi, muhammad baqir. 1999. Fiqih Praktis. Bandung: Mizan

Aunullah, Indi. 2008. Ensiklopedi Fiqih untuk Remaja Jilid 2. Yogyakarta:Pustaka Insan

Madani

Departemen Agama RI. 2007. Fiqih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaaan Wakaf

Sholikhin, Muhammad. 2008. Mukjizat dan Misteri Lima Rukun Islam. Yogyakarta: Mutiara

Media

Sunarto, Achmad.1416 H. Dasar-dasar Fiqih Islam. Bandung: Husaini

http://mediaumat.com/ustadz-menjawab/1358.html