makalah field study

Upload: reza-angga-pratama

Post on 30-Oct-2015

332 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ee

TRANSCRIPT

TUGAS CRP

MAKALAH FIELD STUDYPUSLITBANG GIZI DAN MAKANAN

KELOMPOK B16 :Harso Nugroho

0910.211.179Evan Oktora

0910.211.182

Setio Aribowo

0910.211.183Asa Suci Anisa

0910.211.184Dikla Maulidya Lahira0910.211.186Nafia Turarieza

0910.211.188FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

TAHUN 2012LEMBAR PENGESAHAN

Dengan disahkannya lembar ini, maka makalah field study yang berisi laporan dari kunjungan ke Pusat Teknologi Terapan Kesahatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI telah benar.

Tertanda Pembimbing Field Study

(Nurfitri Bustamam S.Si, M.Kes, M.PdKed)

Tanggal Pengesahan: 25 juni 2012

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, serta nikmat sehat dan nikmat iman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah field study di Pusat Teknologi terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik sesuai cdengan yang kami harapkan. Makalah ini kami ajukan sebagai tugas yang telah diberikan kepada kami.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak menghadapi kesulitan, namun berkat Ridho-Nya dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Semoga amal dan kebaikan semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Dan semoga segala bentuk bantuan yang kami terima tidak di sia-siakan.

Kami menyadari bahwa hasil penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas kesalahan yang terdapat di dalamnya. Kami pun mengharapkan saran ataupun kritik yang membangun untuk menuju ke yang lebih baik lagi. Akhir kata kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita yang membacanya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 1 Juni 2012

( Kelompok B16 )

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..i

Kata Pengantar..................................................................................iiDaftar Isi.............................................................................................iii1. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................11.2 Tujuan....................................................................................21.3 Manfaat penelitian ...............................................................22.BAB II TINJAUAN PUSTAKA 33. BAB III METODE PENELITIAN. 164. BAB IV HASIL & PEMBAHASAN

4.1 CSP......................................................................................... 19 4.2 BHP........................................................................................ 204.3 CRP........................................................................................ 214.4 CHOP.................................................................................... 285. BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan........................................................................... 325.2 Saran..................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA 34LAMPIRANBAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu kebijakan di bidang pangan dan gizi adalah peningkatan gizi bayi, balita, dan ibu hamil serta penurunan penyakit gizi kurang atau Kurang Energi Protein (KEP). Hal ini sangat tepat mengingat saat ini prevalensi keadaan gizi kurang akan mengakibatkan meningkatkan angka kematian bayi dan anak, meningkatnya angka kesakitan, terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak.

Tingginya prevalenzi gizi kurang dan buruk anak Balita dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu buruknya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagai akibat masih rendahnya ketahanan pangan keluarga, buruknya pola asuh dan rendahnya akses pada fasilitas kesehatan (Martianto et al 2008).Menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2009 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita indonesia (28,47%) termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 prevalensi undeweight nasional adalah sebesar 18,4%, sedangkan pada tahun 2010 prevalensi underweight nasional sebesar 17,9%. Terjadi penurunan prevalensi underweight dalam kurun waktu tersebut, namun penurunan tersebut masih sangat kecil. Dalam kurun waktu 3 tahun prevalensi underweight nasional hanya menurun 0,5%. Prevalensi nasional stunting (sangat pendek dan pendek) tahun 2007 adalah sebesar 36,8%, sedangkan tahun 2010 menjadi 35,6%, turun sebesar 1,2% selama kurun waktu 3 tahun. Prevalensi wasting nasional tahun 2007 adalah 13,6%, sedangkan pada tahun 2011 prevalensi wasting nasional menjadi 13,3%, turun sebesar 0,3% dalam kurun waktu 3 tahun.

Berdasarkan Risksdas 2010, keadaan status gizi di Jawa Barat yaitu, prevalensi underweight, stunting, dan wasting berturut-turut adalah 15%, 35,4%, dan 9%. Prevalensi status gizi Jawa Barat berada di bawah prevalensi status gizi nasional. Namun Berdasarkan departemen kesehatan ambang batas batas masalah gizi dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat yaitu prevalensi underweight menjadi masalah jika > 10%, prevalensi stunting jika > 20%, dan prevalensi wasting jika > 5%. Sehingga baik di tingkat nasional dan di Jawa Barat status gizi underweight, stunting, dan wasting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Upaya penanggulangan gizi kurang yang sudah dilakukan di Jawa Barat adalah peningkatan pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu (posyandu), puskesmas, klinik gizi Bogor, hingga rumah sakit, peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan.

di Klinik Gizi Bogor (KGB) yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI menunjukkan sebagian besar anak balita gizi buruk tanpa tanda kegawatdaruratan medis dapat ditangani secara rawat jalan; hanya sebagian kecil yaitu anak balita gizi buruk dengan penyakit penyerta yang secara medis memang harus dirawat inap.10 Manajemen tatalaksana secara garis besar adalah pemberian vitamin A dosis tinggi pada kunjungan pertama, pemberian susu skim, pengobatan penyakit infeksi, pendidikan gizi dan kesehatan kepada orangtuanya setiap kunjungan. Program paket pemulihan berlangsung selama enam bulan meliputi 13 - 18 kali kunjungan.I.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat persentase gizi buruk di daerah Jawa Barat khususnya Bogor

2. Tujuan Khusus

a. mendapatkan gambaran tentang kejadian gizi buruk di klinik PTTKEK b. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kejadian gizi burukc. mengetahui langsung gejala-gejala dan tanda gizi buruk di Klinik PTTKEKd. melakukan langsung anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasienI.3 Manfaat Bagi kami dapat mengerti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di daerah bogor, sehingga dapat menjadikan pelajaran untuk kedepannya. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. GIZI SEIMBANG

Indonesia kini menggunakan Pedoman Gizi Seimbang untuk menyiapkan pola hidup sehat masyarakat Indonesia menghadapi tantangan kelebihan gizi. Pedoman gizi seimbang ini merupakan pengembangan dari konsep 4 sehat 5 sempurna. Apa saja perbedaannya? Prinsip 4 sehat 5 sempurna menyamaratakan kebutuhan gizi semua orang yang berusia di atas 2 tahun. Sedangkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) berprinsip, tiap golongan usia, status, kesehatan dan aktivitas fisik memerlukan PGS berbeda yang sesuai.

Menurut Prof.Soekirman, ahli gizi sekaligus guru besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB), bila pola makan kita hanya berdasarkan pada susunan makanan yang terdiri dari 4 kelompok tanpa mempertimbangkan apakah jenis zat gizinya sesuai dengan kebutuhan, maka pola makan itu dianggap tidak sehat. Dalam prinsip PGS, setiap kelompok umur memiliki kebutuhannya sendiri, misalnya kebutuhan gizi ibu hamil dan orang dewasa tentu berbeda. Demikian pula kebutuhan gizi kelompok lanjut usia.

"Seimbang berarti disesuaikan dengan kebutuhan. Jika seseorang rajin berolahraga tentu ia boleh makan agak lebih banyak dibanding orang yang kurang aktif," kata Prof.Soekirman dalam acara peluncuran buku Pedoman Gizi Seimbang di Jakarta (27/1/2011).

Ia menambahkan, setiap manusia membutuhkan makanan yang beraneka ragam karena tidak ada satu pun bahan makanan yang mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

PGS juga tidak hanya memperhatikan aspek gizi namun juga mempertimbangkan berbagai faktor di luar makanan yang berpengaruh pada kesehatan, seperti aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola hidup sehat lain.

Apabila konsep gizi seimbang ini tidak tercapai, maka akan timbul masalah gizi atau malnutrisi. Malnutrisi adalah ketidakseimbangan nutrisi, bisa terjadi kelebihan(obesitas) atau kekurangan(gizi kurang dan gizi buruk). Tetapi di klinik gizi bogor kami hanya mendapatkan data tentang kekurangan(gizi kurang dan buruk). Dan kami hanya membahas tentang gizi buruk karena dampak yang ditimbulkan lebih berat.B. GIZI BURUK

1) Definisi

Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB terhadap TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu:1.Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA)bila tidak sesuai dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk.2) Faktor Penyebab Gizi BurukBanyakfaktoryang yang mengakibatkan terjadinya kasusgizi buruk. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. 2.1) Penyebab langsung

a) Kurangnya asupangizidarimakanan

Hal ini disebabkan terbatasnya jumlahmakananyang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhiunsurgiziyang dibutuhkan karena alasan sosial danekonomiyaitu kemiskinan.Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

b) Akibat terjadinyapenyakityang mengakibatkaninfeksi.

Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organtubuhsehingga tidak bisa menyerap zat-zatmakanansecara baik.Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang buruk

2.2) Penyebab tidak langsunga) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.

Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi keluarga.

b) Polapengasuhan anak kurang memadai.

Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan makan anak.

c)Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadaiSistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga.Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnyapengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

3) Akibat Gizi Buruk

1.Menyebabkan kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.2.Kurang cerdas.3.Berat dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari normal.4.Sering sakit infeksi seperti batuk,pilek,diare,TBC,dan lain-lain.4) Tipe Gizi Buruk4.1) Kwashiorkora. Definisi

Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori.Nama kwashiorkor berasal dari suatu daerah di Afrika, artinya penyakit anak yang terlantar atau disisihkan karena ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu padanya. Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan yang seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan) kurang mendapat protein. b. EpidemiologiJenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekalipendidikannya.Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga mungin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju seperti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk.Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen.c. Etiologi

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis.Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara lain:i) Pola makan

Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipunintakemakanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah diibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

ii) Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

iii). Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.d. Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:

i. Rambut tipisberwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit.ii. Edemapada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas.iii. Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.iv. Wajah membulat dan sembab(moon face).v. Pandangan mata sayu.

vi. Pembesaran hati.

vii. Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA, dll.

viii. perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.

ix. Otot mengecil (hipotrofi)dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuranLILA-nya kurang dari 14 cm.e. Tanda dan gejala khas untuk penegakan diagnosis

Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema, rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie malnutrition.4.2) Marasmus

a. Definisi

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang mencolok pada keadaannutritionalmarasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada permulaan kelainan demikian merupakan proses fisiologik. b. Etiologi

Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka tubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein dipakai juga untuk memenuhi energi. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin, 1990:116). c. Tanda dan gejalai. Wajah seperti orang tua.

ii. Mudahmenangis/cengeng dan rewel.

iii. Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).

iv. Badan nampak sangat kurus seolah-olahtulanghanya terbungkus kulit.

v. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar-baggy pants).

vi. Perut cekung.

vii. Iga gambang.

4.3)Marasmic-Kwashiorkora. Definisi

Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.

b. Epidemiologi

Jarang ditemukan. Lebih sering ditemukan kasus marasmus dan kwashiorkor.

c. Tanda dan gejala

i. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas keduapenyakit tersebut nampak jelas, seperti edema,kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.ii. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.iii. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.iv. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadarmagnesium.v. Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.5) STRATEGI PENANGGULANGAN 5.1) Pemulihana. Rawat inap di rumah sakit atau puskesmas

Anak gizi buruk yang secara medis harus dirawat inap, perlu dirawat dan diobati di rumah sakit atau puskesmas rawat inap. Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk dari Direktorat Gizi Masyarakat dapat dipakai sebagai acuan. Ada 10 tindakan pelayanan, yaitu : Mencegah dan mengatasi hipoglikemia, mencegah dan mengatasi hipotermia, mencegah dan mengatasi dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit, mengobati infeksi, memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi, memberikan makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang, dan mempersiapkan tindak lanjut di rumah.b. Klinik Gizi secara rawat jalan

Setiap anak gizi buruk harus mendapat pelayanan rawat inap baik di rumah sakit atau puskesmas perawatan. Namun, pengalaman di Klinik Gizi Bogor (KGB) yang dikembangkan oleh Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan sebagian besar anak balita gizi buruk tanpa tanda kegawatdaruratan medis dapat ditangani secara rawat jalan; hanya sebagian kecil yaitu anak balita gizi buruk dengan penyakit penyerta yang secara medis memang harus dirawat inap. Manajemen tatalaksana secara garis besar adalah pemberian vitamin A dosis tinggi pada kunjungan pertama, pemberian susu skim, pengobatan penyakit infeksi, pendidikan gizi dan kesehatan kepada orangtuanya setiap kunjungan. Program paket pemulihan berlangsung selama enam bulan meliputi 13 - 18 kali kunjungan. Klinik Gizi rawat jalan khusus penderita gizi buruk dapat menempati salah satu ruangan puskesmas. Manajemen tatalaksananya dapat mengadopsi pedoman yang dikembangkan KGB. Penanganan gizi buruk model KGB telah dicoba di Puskesmas Bogor Selatan, Kota Bogor, dan di Puskesmas Sukaraja dan Sukamanah, Kabupaten Bogor (2002). 5.2) Pencegahan

a. Revitalisasi Posyandu

Gizi buruk dapat dicegah sedini mungkin karena kasus gizi buruk sebenarnya bukan kejadian mendadak seperti diare, tetapi produk rangkaian kejadian yang memerlukan waktu lama. Di posyandu, penurunan berat badan dapat dipantau setiap bulan, dan bisa langsung ditangani agar tidak menjadi gizi buruk. Inilah salah satu manfaat posyandu yang perlu digiatkan kembali.

Pokok-pokok kegiatan revitalisasi posyandu meliputi:

1. Pelatihan/orientasi petugas puskesmas, petugas sektor lain

dan kader yang berasal dari masyarakat setempat.

2. Pelatihan ulang petugas dan kader

3. Pembinaan dan pendampingan kader

4. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan

posyandu, media KIE, sarana pencatatan

5. Penyediaan biaya operasional

6. Penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil

Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swastab. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

Untuk antisipasi kerawanan pangan di suatu daerah, sudah ada modelnya yaitu Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Tetapi, karena tidak ada kegiatan lintas sektoral, SKPG tidak berjalan. Karena itu pengaktifan SKPG mutlak diperlukan. Revitalisasi SKPG bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah melakukan pemantauan terus menerus terhadap situasi pangan dan keadaan gizi masyarakat setempat, untuk dapat melakukan tindakan cepat dan tepat mencegah timbulnya bahaya kelaparan dan kurang gizi, khususnya gizi buruk di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Pemantapan SKPG harus tetap dilaksanakan pada setiap kondisi baik saat krisis maupun tidak. SKPG yang berjalan baik memungkinkan akses informasi cepat dan benar untuk pengambil keputusan. Masalah kurang pangan/kelaparan dapat segera diantisipasi. I c. Promosi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

KADARZI adalah keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Promosi KADARZI bertujuan dipraktekkannya norma keluarga sadar gizi bagi seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya masalah kurang gizi, khususnya gizi buruk. Kegiatan promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan memperhatikan aspekaspek sosial budaya setempat atau lokal spesifik. Dengan KADARZI diharapkan setiap anggota keluarga harus mengetahui masalah gizi di dalam keluarganya dan dapat mengatasi masalah dengan menggunakan sumber daya yang ada.Suatu keluarga disebut KADARZI jika telah berperilaku gizi baik yang dicirikan minimal dengan:

i. Menimbang berat badan secara teratur

ii. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif)

iii. Makan beraneka ragam

iv. Menggunakan garam beryodium

v. Minum suplemen gizi (tablet tambah darah, kapsul vitaminA dosis tinggi) sesuai anjuran

C. PUSAT TEKNOLOGI TERAPAN KESEHATAN DAN EPIDEMIOLOGI KLINIK1. Sejarah

Tepatnya 12 Desember 1975 lahirlah suatu lembaga penelitian kesehatan nasional yang berada di bawah Depkes RI dengan nama Badan Litbang Kesehatan. Lembaga penelitian ini berdiri berdasarkan Keppres No. 44 dan 45 tahun 1974 dalam upaya penyempurnaan departemen dan satuan-satuan organisasi yang ada di bawahnya. Selanjutnya untuk menindaklanjuti Keppres tersebut di atas, dikeluarkanlah Kep.Menkes RI No 114/1975. Tanggal dikeluarkannya Kep. Menkes ini digunakan sebagai tanggal lahir Badan Litbangkes dan sejak saat itu, mulailah Badan Litbang Kesehatan berkiprah dalam pembangunan kesehatan nasional di bidang penelitian dan pengembangan iptek kesehatan.Proses berdirinya Badan Litbang Kesehatan ini sebenarnya tidak hanya oleh adanya aspek legal yang ditetapkan Pemerintah, namun mempunyai perjalanan panjang sejalan dengan proses pembangunan kesehatan setelah Indonesia merdeka. Secara historis, jauh sebelum Badan Litbang Kesehatan berdiri, telah ada berbagai lembaga yang berada di bawah naungan Depkes RI (dahulu Kementrian Kesehatan) yang melaksanakan berbagai penelitian di bidang kesehatan. Misalnya Lembaga Makanan Rakyat di Bogor yang bertugas mengadakan pengembangan dan penerapan ilmu gizi bagi kesejahteraan masyarakat, Lembaga Pusat Penyelidikan dan pemberantasan penyakit kelamin di Surabaya yang melakukan kegiatan penelitian pelayanan kesehatan khususnya penyakit kelamin, dan Hortus Medicus Tawangmangu yang melakukan pengumpulan dan uji coba tanaman obat. Ketiga unit penelitian tersebut didirikan pada awal-awal dekade 1950-an. Barulah menjelang akhir dekade 1960-an, berdasarkan Kep.Menkes No.57/1969 dibentuk Lembaga Riset Nasional yang merupakan embrio pembentukan Badan Litbang Kesehatan dengan mengintegrasikan semua unit-unit penelitian tersebut di atas ditambah unit-unit lainnya disesuaikan dengan kebutuhan saat itu dan masa datang.Dalam menempuh keberadaannya tercatat 5 guru besar/profesor (Dr. Julie Sulianti Saroso, Prof. Dr. A.A. Loedin, Prof. Dr. Soemarmo Poorwo Soedarmo, dan Prof Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH. PhD., Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, MSi, SpF) dan 6 pejabat karir Depkes (Dr. Habib Rahmat Hapsara, Dr. Brahim, Dr. Sri Astuti S. Suparmanto, Msc.PH, Dr. Sumaryati Arjoso, SKM, Dr. Dini K.S. Latief, Msc, dr. Triono Soendoro, PhD) yang memegang kemudi Badan Litbang Kesehatan. Sudah barang tentu kedelapan pejabat tersebut di atas adalah orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing dan nama mereka cukup dikenal di dunia internasional. Kini kemudi Badan Litbang Kesehatan dipegang oleh Dr. dr. Trihono, MSc. Banyak tantangan dan kendala yang dihadapi oleh beliau. Gejolak moneter yang mau tidak mau menciutkan anggaran Badan Litbang Kesehatan; SDM yang masih terbatas dan perlu ditingkatkan kualitasnya; berkembangnya new emerging disease dan re-emerging disease; adanya kesenjangan antar wilayah, desa-kota, kaya-miskin; dan adanya beban ganda dengan meningkatnya penyakit tidak menular; namun di lain pihak, insiden dan prevalen penyakit menular belum menurun.

2. VISI

Menjadi institusi unggula penelitian dan pengembangan di bidang teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik.

3. MISI

1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui penelitian teknologi terapan kesehatan dalam bidang kedokteran dan farmasi

2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui penelitian teknologi terapan kesehatan dalam bidang gizi dan makanan.

3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui penelitian dan epidemiologi klinis yang memenuhi standar ilmiah dan etika,

4. Menghasilkan temuan ilmiah baru ( novel ) yang diakui secara internasional

5. Menjadi acuan pengetahuan/informasi dibidang penelitian klinis,termasuk saintifikasi jamu.

6. Menjadikan badan litbangkes menjadi koordinator penelitian klinis di Indonesia

7. Mejadikan Indonesia sebagai salah satu simpul penelitian klinis di Asia Tenggara

BAB III

METODE PENELITIAN

Data didapatkan dari data primer dan data sekunder di klinik gizi PTTKEK, Bogor.

1. Data primer melalui 3 cara: wawancara, pemeriksaan fisik dan kuisioner.

Wawancara

Wawancara pada orang tua pasien, sebab pada pasien masih balita tidak memungkinkan untuk diwawancarai.

Wawancara tersebut kami lakukan dengan metode layaknya anamnesa dokter ke pasien, yang akan dijabarkan di BAB IV (Hasil dan Pembahasan)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik kami lakukan ke pasiennya langsung, dan orang tua pasien tidak kami periksa.

Pemeriksaan fisik yang kami lakukan:

Menilai keadaan umum pasien

Vital sign tidak kami periksa karena keterbatasan waktu

Menilai Antropometri

KuisionerKuisioner yang kami berikan kepada pasien isinya tentang pengetahuan ibu terhadap gizi. Dimana kuisioner dibuat oleh kampus.

2. Data Sekunder melalui buku kunjungan pasien di klinik gizi PTTKEK.

Data yang kami ambil hanya data kunjungan pasin di bulan April 2012, karena kami ingin mengetahui, apakah kunjungan di setiap minggu(bila ada pasien yang sama) di bulan April 2012 dapat merubah status gizi pasien (bukan menilai naik atau turunnya berat badan pasien) Hasil dari data sekunder akan dijabarakan di BAB IV (Hasil dan Pembahsan) di sub-bagian Aspek CRP. Data Sekunder kami olah menggunakan : SPSS 17, aplikasi dari WHO(untuk menilai Z-score) dan Microsoft Excel.BAB IVHASIL dan PEMBAHASANDari wawancara di klinik gizi puslitbang gizi Bogor didapatkan data primer sebagai berikut :

Anamnesis

Identitas orangtua pasien:

Nama ibu: Ibu Rina Umur : 32 th

Nama ayah : Bapak Roni

Umur : 34 thAlamat : Sinaraga,Bogor

Pekerjaan : Ibu : Ibu Rumah Tangga Ayah : Buruh

Pendidikan terakhir Ayah dan Ibu : Sekolah Dasar

Identitas pasien :

Nama : An. Silmi

Umur : 21 bulan

Keluhan Utama : BB rendahKeluhan Tambahan : demam, pilek, gatal-gatalRPS : sejak lahir berat badan anak Silmi kurang, dan sudah rutin ke klinik gizi setiap 2 minggu sekali, sejak 3 hari sebelum ke klinik gizi anak silmi demam disertai pilek dan juga gatal-gatal.

Riwayat PartusNormal , 8 bulan kehamilan (kurang bulan) ,di incubator 1 minggu di Rumah SakitBB : 1,4 kg

TB : 45 cm

ASI eksklusif : 4 bulan

Riwayat imunisasi : imunisasi lengkap

Habit

Makan: 3-4 kali sehari, tetapi anak malas makan, dan ibu tidak pandai membujukMakan bubur + buah,Susu formula 3-4 x/hari

Suplemen / Vitamin : diberikan dari klinik giziRiwayat Penyakit Dahulu

Kunjungan rutin : 2 minggu sekali sejak usia 6 bulan

Yang diberikan : edukasi, vitamin, saran susu formula tetapi pasien membeli sendiriPemeriksaan Fisik

BB : 54,5 kgTB : 72 cm

Lingkar kepala : 42 cm

Lingkar lengan : 14 cmDiagnosis : gizi kurang disertai common cold dan iritasi kulitTerapi

antibiotik puyer, CTM, parasetamol, vitamin, bedak salisilatDari data sekunder didapatkan pada bulan april 2012, kunjungan pasien malnutrisi dengan keadaan gizi buruk mencapai 72,92 % dan gizi kurang 16,67%.4.1 Aspek CSPDalam kunjungan ini kami melakukan teknik wawancara dengan metode GATHER. Yaitu:

Greet (G) : Sebelum melakukan wawancara kepada para ibu pasien , kami mulai dengan menyapa para petugas terlebih dahulu agar tercipta hubungan yang baik.

Ask (A) : Setelah menyapa, kami melakukan tanya jawab mengenai informasi yang kami dibutuhkan tentang kondisi anak pasien. Dan setelah tanya jawab dengan ibu pasien seputar materi tersebut.

Tell (T) : Kami memberikan saran dan informasi mengenai seputar kondisi yang dialami anak pasien,dan memberitahukan agar ibu selalu memperhatikan gizi untuk anaknya dan menjaga kesehatannya. Help (H) : Kami bekerja sama secara efektif baik dengan ibu pasien, petugas disana, dan dengan anggota kelompok kami untuk menciptakan suasana yang kondusif selama sesi tanya jawab dan pemeriksaan berlangsung.

Empathy (E) : Kami berusaha mengerti dan memahami keluhan dari ibu pasien. Merasakan bagaimana kendala yang dihadapi oleh ibu pasien dan petugas yang ada disana dalam melaksanakan pengobatan.

Respect (R) : Kami menghargai dan menghormati ibu pasien dan petugas dengan berusaha menciptakan suasana yang kondusif dan tidak mengganggu proses pengobatan yang sedang dijalani oleh anak tersebut.4.2 Aspek BHPKami menilai hubungan antara dokter-pasien dan hubungan petugas kesehatan(selain dokter)-pasien di klinik PTTKEK.

1. Dari aspek pasien, disini kami menilai pasien dan orang tua pasien.

Dari orang tua pasien yang kami wawancarai, orang tua pasien ini hidup dalam keadaan ekonomi kurang, dimana ekonomi kurang ini merupakan faktor resiko dari malnutrisi.

Dan wawancara kami mengenai tempat tinggal pasien, rumah tempat tinggal mereka terletak di dearah pemukiman padat penduduk dengan sanitasi yang kurang bagus, ini merupakan faktor resiko gatal-gatal yang diderita pasien dan diperkuat dengan tidak adanya riwayat alergi.

Dari segi pendidikan orang tua pasien, bahwa orang tua pasien memiliki status pendidikan terakhir yaitu SD, dimana ini merupakan faktor resiko terjadinya kejadian malnuitrisi pada anaknya, namun dari kuesioner yang diberikan bahwa ibu pasien dapat menjawab sebagian pertanyaan dengan benar contohnya ibu ini mengerti tentang damapak MSG.

Pasien lebih sering bersama Ibunya daripada ayahnya, ini menyebabkan ibu tidak memiliki waktu banyak untuk mengurus anak karena ibu mengurus pekerjaan rumah tangga yang lain.

2. Dari aspek dokter yang berjaga di klinik PTTKEK.

Dari hasil kunjungan kami, kami tidak dapat menilai hubungan antara dokter-pasien karena pasien yang kami periksa telah dilakukan pemeriksaan.

3. Dari aspek petugas kesehatan selain dokter di klinik PTTKEK.

Dari segi apoteker, kami menilai sudah cukup baik karena orang tua pasien telah diberikan penjelasan dengan sebaik-baiknya tentang obat yang diberikan dari cara pemakaian, frekuensi minum obat serta efek samping yang akan dialami.

4.3 Aspek CRP

Data ini didapatkan dari data primer dan data sekunder di klinik gizi PTTKEK, Bogor. Data primer didapat dari hasil kuesioner dan anamnesa kepada pasien sedangkan data sekunder didapatkan dari resume pasien yang pernah datang ke klinik gizi tersebut.Data ini hanya diambil di bulan April 2012, dari data yang kami dapat ada beberapa kolom diantaranya: nama anak, tanggal lahir, jenis kelamin, nama orangtua, agama, alamat, diagnosis dan obat-obatan.

Analisi deskriptif, Pada Bulan April 2012 di PUSLITBANG GIZI Bogor.

Minggu pertama :

Kategori (3 April 2012)

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidGizi Buruk1071.471.471.4

Gizi Kurang321.421.492.9

Gizi Baik17.17.1100.0

Total14100.0100.0

Minggu kedua:

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidGizi Buruk750.063.663.6

Gizi Kurang17.19.172.7

Gizi Baik321.427.3100.0

Total1178.6100.0

MissingSystem321.4

Total14100.0

Minggu ketiga :

Kategori (17 April 2012)

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidGizi Buruk1071.476.976.9

Gizi Kurang214.315.492.3

Gizi Baik17.17.7100.0

Total1392.9100.0

MissingSystem17.1

Total14100.0

Minggu keempat :

Kategori (24 April 2012)

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidGizi Buruk857.172.772.7

Gizi Kurang321.427.3100.0

Total1178.6100.0

MissingSystem321.4

Total14100.0

Pada bulan april 2012, kunjungan pasien malnutrisi dengan keadaan gizi buruk mencapai 72%.

Disini dapat dibandingkan kunjungan pasien dengan umur pasien, tujuannya adalah untuk memperoleh keterangan pada umur berapa orang tua menyadari anaknya mengalamai malnutrisi atau keadaan yang lain.

Minggu 1 : ada 14 pasien

Pasien lahir tahun 2011 : 2 pasien

10 : 7 pasien

09 : 1 pasien

08 : 2 pasien

07 : 2 pasien

Minggu 2 : ada 11 pasien

Pasien lahir tahun 2011: 3 pasien

10 : 4 pasien

09 : - pasien

08 : 2 pasien

07 : 1 pasien

Minggu 3 : ada 13 pasien

Pasien lahir tahun 2011 : 2 pasien

10 : 8 pasien

09 : 1 pasien

08 : 2 pasien

07 : - pasien

Minggu 4 : ada 11 pasien

Pasien lahir tahun 2011 : 3 pasien

10 : 6 pasien

09 : 2 pasien

08 : - pasien

07 : - pasien

Tabel data kunjugan pasien berdasar tahun kelahiran pasien di klinik gizi PTTKEK, Bogor, April 2012.

minggu 1minggu 2minggu 3minggu 4

2011232310

2010758626

200910124

200822206

200721003

14111311

Diagram data kunjugan pasien berdasar tahun kelahiran pasien di klinik gizi PTTKEK, Bogor, April 2012.

26 (53%) : kelahiran tahun 2010

10 (21%) : kelahiran tahun 2011

6 (12%) : kelahiran tahun 2008

4 (8% ) : kelahiran tahun 2009

3 (6% ) : kelahiran tahun 2007

4.4 Aspek CHOPMenjelaskan masalah gizi dalam kaitannya dengan pejamu, agent, dan lingkungan (the epidemiologic triad of a disease)

Faktor-faktor yg mempengaruhi resiko terjadinya penyakit defisiensi nutrisi Pada anak silmi

Menjelaskan konsep dasar timbulnya penyakit gizi (concepts of subclinical & clinicalstages of disease) Menjelaskan riwayat alamiah penyakit gizi (concepts of disease natural history)

Menjelaskan tingkat pencegahan penyakit gizi (concepts levels of disease prevention)

Di puslitbang gizi Bogor

Health Promotion Pendidikan kesehatan Tim klinik gizi juga berperan sebagai narasumber atau fasilitator pada pelatihan bagi tim puskesmas dalam menangani gizi burukSpecific Protection Penggunaan nutrisi spesifik Terapi diet yang diberikan formula 75, formula 100, mineral mix dan Ready to Use Therafetic Foot (RUTF)Early Diagnosis & Prompt Treatment Menemukan kasus gizi buruk Survey Screening Pemeriksaan Selektif Objectives: untuk mencegah & mengobati proses penyakit gizi buruk untuk mencegah berkembangnya penyakit gizi buruk untuk mencegah komplikasi & efek lanjut untuk memperpendek periode kecacatan yang disebabkan gizi burukDisability limitation & RehabilitationBelum ada di puslitbang gizi Bogor, sehingga pasien yg memerlukan penanganan lebih lanjut dirujuk ke RS BAB V

PENUTUP5.1 Kesimpulan

Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein dan makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung, yaitu kurangnya asupangizidarimakanan, akibat terjadinyapenyakityang mengakibatkaninfeksi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, polapengasuhan anak kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.Tipe gizi buruk terdiri dari marasmus, kwashiorkor, marasmic-kwashiorkor.

Dari hasil data sekunder, pada bulan april 2012 terdapat 35 pasien dari 49 pasien mengalami gizi buruk (72,9%). Dari hasil wawancara kami terhadap salah satu pasien di klinik, didapatkan beberapa faktor resiko yang menyebabkan gizi buruk, diantaranya : keadaan ekonomi yang rendah dan anak yang kesehariannya diasuh oleh satu orang tua saja, dimana setelah dilakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan antropometri didapatkan pasien dalam keadaan status gizi kurang disertai commom cold.Selama kami berada di klinik PTTKEK, kami tidak menemukan pasien dengan gizi buruk, pada hari itu semua pasien yang kami amati dalam keadaan gizi kurang.5.2 SaranPetugas BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PUSAT TEKNOLOGI TERAPAN KESEHATAN DAN EPIDEMIOLOGI KLINIK seharusnya mengetahui jumlah pasien gizi kurang maupun gizi buruk di kota bogor agar bisa membandingkan jumlah pasien yang datang dengan angka total kejadian gizi buruk dan gizi kurang di daerah tersebut. Apabila jumlah total pasien gizi kurang dan gizi buruk di daerah tersebut jauh lebih tinggi dari jumlah pasien yang datang, mungkin bisa dilakukan sosialisasi terhadap warga tentang masalah gizi dan kemana warga harus datang apabila ada yang menderita gizi kurang maupun gizi buruk.

Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan (serius). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah,anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identikdengan kemiskinan.DAFTAR PUSTAKA

http://www.litbang.depkes.go.id/http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/22_173Strategigiziburuk.pdf/22_173Strategigiziburuk.pdfhttp://health.kompas.com/read/2011/11/08/13414914/Ada.44.Anak.Gizi.Buruk.di.Bogorhttp://medicastore.com/artikel/284/Kenali_Tanda_dan_Gejala_Gizi_Buruk.htmlhttp://health.kompas.com/read/2011/01/27/15523713/Beda.4.Sehat.5.Sempurna.dengan.Gizi.Seimbanghttp://www.obat-xamthoneplus.com/gizi-burukhttp://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2059743-gizi-buruk-pada-anak-balita/http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1079596198,93802,

http://www.malukuprov.go.id/index.php/kesehatan/47-kesehatan/66-gizi-buruk

http://www.smallcrab.com/anak-anak/530-gangguan-kesehatan-akibat-kurang-gizi

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1079596198,93802,Lahir kurang bulan, BBLR

Pendidikan ibu yg rendah, pemberian makan yg kurang tepat

Kurang telaten ibu dalam pemberian makan yg teratur

Permasalahan ekonomi, shg berpengaruh pada makanan sehari-hari, (pengadaan, pengolahan makanan, penyajian) shg anak bosan

Karbohidrat mineral

Lemak vitamin

Protein

(Pasokan zat gizi

kedlm sel yg tidak

mencukupi)

Ibu kurang telaten dlm pemberian makan

Pendidikan rendah

Ekonomi rendah

Lahir kurang bulan,BBLR

Blm bisa berbicara

Sakit, mudah sakit

Belum bisa berjalan

Manifestasi klinik

Ggn fungsi otak

Ggn tumbuh kembang

Perubahan fungsi organ

Fungsi biologik menurun

Perubahan biokomia tubuh

Storage tissue depletion

Sirkulasi menurun

Cadangan nutrisi digunakan

Intake kurang

20