makalah ep

Upload: adii-giunino

Post on 13-Jul-2015

255 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Jika krisis ekonomi akhir 1990-an dijadikan dasar introspeksi terhadap perjalanan panjang perekonomian Indonesia memang cukup beralasan, karena kita telah melewati masa pertumbuhan tinggi yang panjang disertai angka kemajuan aggregate yang meyakinkan akan hal itu. Namun tiba-tiba kita dilanda krisis yang luas dan memerlukan reorientasi kebijakan. Dalam kesempatan ini perlu dilihat secara jeli, bahwa menjelang masa krisis, sebenarnya telah terjadi krisis-krisis kecil yang jarang dilihat sebagai elemen yang menjadikan krisis multi dimensi. Pada tahun 1997 sebenarnya pada sektor perekonomian rakyat di beberapa daerah, terutama di kawasan timur, telah terjadi kasus kurang gizi akibat kekeringan dan kemarau panjang dan keadaan ini juga terulang pada tahun 1998 sehingga akibatnya sangat parah. Secara bersamaan awal paruh kedua tahun tersebut, krisis nilai tukar telah mulai melanda Asia yakni Thailand dan Korea Selatan. Barulah krisis mulai menghantui sektor modern terutama industri jasa keuangan (baca perbankan) yang sangat terkait dengan keuangan Negara dan membuat kacau pemerintah, karena langsung berpengaruh dengan stabilitas makro dan pembayaran internasional. Jika dilihat dalam persfektif kelembagaan maka selama 19931997 memang cukup banyak tuntutan pasar yang tidak ditanggapi dengan baik di segala bidang kehidupan. Periode ini adalah periode Indonesia memutuskan langkah untuk membuka perekonomian, tetapi proses konsentrasi kekuatan justru malah dijalankan baik dalam hal kontrol kelembagaan politik maupun pola pemilihan kepemimpinannya. Di bidang ekonomi meskipun berbagai kritik untuk membuka diri diberikan, tetapi berbagai bentuk tataniaga

baru diciptakan dan dikukuhkan. Akibat dari berbagai salah respons, ini justru menyisakan kesulitan yang panjang. Sejak sebelum kemerdekaan, ekonomi Indonesia telah dilihat sebagai suatu perekonomian yang dualistik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Boeke. Penjajahan Belanda yang panjang telah mengkukuhkan keadaan tersebut de-ngan dualisme pendekatan pembangunannya, yang memperkenalkan kegiatan onderneming dipiisahkan dari ekonomi rakyat, sehingga enclave economy hadir. Pada awalnya dimulai dari perkebunan, kemudian meluas sampai pada bentuk perusahaan pertambangan, perusahaan perminyakan sehingga kepada bentuk mastchapai-mastchapai lainnya. Setelah kemerdekaan kita mengenal secara formal kegiatan ekonomi rakyat, usaha milik negara dan juga usaha milik swasta, dengan keinginan kuat untuk mengembangkan koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai untuk menjadi wadah ekonomi rakyat. Tulisan ini akan membatasi pada kupasan tentang konsep, mekanisme dan praktek dalam menempatkan etika dan moral sebagai landasan pengembangan kelembagaan. Namun untuk melatarbelakangi telaahan ini perlu dilihat perekonomian Indonesia hingga terjadi krisis. Kelembagaan ekonomi berarti harus tidak membatasi diri dalam arti sektor tertentu atau kelompok masyarakat tertentu. Secara kultural Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengembangan pranata dan kelembagaan dalam kehidupan sosialekonomi, meskipun bentuknya masih merupakan kearifan lokal untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat pada zamannya. Secara umum kita telah menyepakati gotong royong sebagai salah satu ciri lembaga masyarakat yang mengurus ekonomi bersama dalam suatu masyarakat, yang kita jumpai dengan bebagai nama setempat. Pada masa setelah kemerdekaan, bahkan dianggap sama gotong royong dengan nilai yang menjadi dasar untuk memilih lembaga koperasi harus hadir dalam

perekonomian Indonesia, meskipun argument ini dianggap kurang memiliki dasar logika ekonomi yang kita pelajari. Kita juga tidak pernah mempertanyakan apakah gotong royong itu ciri kebudayaan yang inti atau fenomena sesaat sesuai tantangan setempat pada masanya. Pandangan lain mengatakan bahwa gotong royong bukan khas Indonesia, bahkan tidak terdapat disemua sudut wilayah Indonesia. Harry T.Oshima dengan teorinya tentang Moonson Asia, menjelaskan hubungan antara kebutuhan tenaga kerja musiman di wilayah pertanian padi dan pandangan hidup keluarga tentang anak telah dijadikan dasar untuk menjelaskan kawasan Moonson Asia adalah kawasan padat penduduk dan menghadapi problem akut industrialisasi. Hal ini bahkan sangat erat terkait dengan perkembangan tanaman padi yang kental dengan sifat gotong royong. Pada sisi yang lain sebenarnya pada ujung abad 19 juga telah lahir pemikiran tentang teori dualisme oleh Booke dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Dualisme dalam kontek model dinamik juga dapat diartikan adanya jurang kemampuan antara kelompok ekonomi yang mampu menanggapi tuntutan pasar dengan mudah dan sebagian lain yang harus menanggapi dengan mempertahankan pranata dan kelembagaan yang ada. Dengan demikian telah terjadi perbedaan pada speed of adjustment dalam pengertian market responses dari dua kelompok berbeda tersebut. Di Indonesia pikiran untuk membangun sistim ekonomi yang sesuai untuk kita, telah pernah dipertimbangkan sebelum Indonesia merdeka. Hatta mengatakan : sejak dari masa penjajahan diciptakan bahwa Indonesia merdeka di masa datangmestilah negara nasional, bersatu dan tidak terpisah-pisah. Ia bebas dari penjajahan asing-politik maupun idiologi. Dasar-dasar perikemanusian harus terlaksana dalam segala segi kehidupan, dalam hubungan antara orang dengan orang, antara majikan dan buruh, antara bangsa dan bangsa. 6) Dan selanjutnya nasional, dalam arti membangun perekonomian rakyat, bukan berarti

membangun

kapitalisme

nasional.

Dengan

demikian

elemen

ekonomi humanistik untuk membangun ekonomi rakyat harus mampu mengatasi, mengelola, mengendalikan nafsu kapitalisme. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh landasan etik dan moral yang kuat bagi para penyelenggara negara dan pelaku ekonomi.

I.2

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Kelembagaan Dalam Pembangunan Ekonomi ini antara lain adalah : 1. Untuk mendapatkan nilai seratus dengan membuat makalah ini yang berjudul Kelembagaan Dalam Pembangunan Ekonomi 2. Ingin mengetahui pemaknaan tentang kelembagaan dalam pembangunan ekonomi 3. Untuk mengetahui kondisi kelembagaan di Indonesia 4. Untuk mengetahui peran kelembagaan di dalam pertumbuhan ekonomi di indonesia

BAB II. TAKWA SEBAGAI KEPRIBADIAN ISLAM

2.1 Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan

Keyakinan bahwa kelembagaan ( institution ) dapat menjadi sumber efisiensi dan kemajuan ekonomi telah di terima oleh sebagian besar ekonom, bahkan yang paling sekalipun. Hingga kini masih belum terdapat kejelasan mengenai makna dan definisi kelembagaan. Banyak ekonom yang mendefinisikan kelembagaan dengan perspektif yang beraneka ragam. Multigram definisi di khawatirkan akan menimbulkan kekaburan terhadap konsep kelembagaan itu sendiri, perlu adanya perumusan secara definitif pengertian kelembagaa sehingga mendonorkan panduan bagi siapapun yang berminat untuk mengkajinya. Akar teori kelembagaan sebenarnya sudah dimulai sejak lama , terutama ahli kelembagaan dari tradisi AS dan beberapa tokoh ekonom klasik seperti adam smith, john stuart mill, karl mark, aliran markian lainya menger, von wieser dan hayek serta tokoh neoklasik marshall. Secara ringkas menjelaskan kelembagaan sebagai aturan main ( rules of game) dan organisasi dalam masyarakat. Yeaga ( 199:9) secara ringkas menjelaskan kelembagaan sebagai aturan main ( rules of game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Dalam konteks ini kelembagaan memiliki tiga komponen, yakni: 1. Aturan Formal membentuk hak-hak system politik ( struktur (Hak

pemerintahan,

individu),

sistem

ekonomi

kepemilikan dalam kondisi kelengkaan sumber daya, kontrak) dan system keamanan ( peradilan, polisi) 2. Aturan informal meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama, dan seluruh factor yang mempengaruhi bentuk perspektif subyektif individu tentang dunia tempat hidup mereka.

3. Mekanisme penegakan bahwa semua kelembagaan tersebut tidak akan efektif apabila tidak diiringi mekanisme penegakan, adanay UU dan upaya pemerintah suatu Negara dalaam menegakan UU merupakan salah satu bentuk mekanisme penegakan. ekonomi kelembagaan memfokuskan kepada studi tentang strukturdan fungsi dari system hubungan manusia atau budaya yang secara ekplisit mencakup prilaku dan keinginan individu dengan mempertimbangkan perilaku kelompok dan tujuan umum masyarakat. Ekonomi kelembagaan tidak berupaya un tuk mempelajari perilaku rasional tetapi juga berusaha untuk mengenali pola perilaku tradisional dari individu-individu dan kelompokkelompok yakni pola mendonorkan stabilitas dan keseragaman yg dapat dilembagakan. Jika dikomparasikan ekonomika kelembagaan dan ekonomi neoklasik bagaimana keduanya menyakini bahwa esensi ilmu ekonomi adalah

menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa yang terbatas. Secara singkat, cirri ekonomi kelembagaan dapat ditandai dari tiga karateristik berikut ( kapp, 1988:99): a. Adanya kritik umum terhadap anggapan awal dan elemen normatf yang tersembunyi dari analisis ekonomi tradisional. b. Pandangan umum proses ekonomi sebagai sebuah system terbuka dan sebagai bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah hubungan c. Penerimaan umum atas prinsip aliran sebab akibat sebagai hipotesis utama untuk meenjelsakan dinamika proses ekonomi, termasuk proses keterbelakangan dan pembangunan.

2.2 Peranan Kelembagaan

Kelembagaan penggunaan/alokasi Kelembagaan

berperan secara efisien

penting merata bagaimana

dalam dan masyarakat

mengatur berkelanjutan. mengambil

mempengaruhi

keuntungan dari berbagai kesempatan untuk mensejahtrakan manusia. Kegagalan ekonomi seperti kelaparan, kemiskinan, perang dan pengangguran merupakan hasil kelembagaan yang memberikan insentif untuk cenderung berprilaku merusak daripada membangun. Pada dasarnaya individu, kelompok individu, dan perusahaan memiliki dua cara untuk memperkaya dirinya, yaitu mereka dapat menjalankan aktivitas ekonomi, seperti memproduksi barang dan jasa, yang seseorang bersedia untuk membayarnya atau mereka dapat mencoba bagaimana memperoleh kekayaan dari lainya seseorang dapat meningkatkan kesehjatraanya dengan: (1) memproduksi sesuatu yang bernilai atau (2) mengambil sesuatu yang bernilai dari yang lain. Namun. Kesejahatraan nasional tidak akan meningkat dan bermanfaat bagi rakyat bila hanya mengandalkan teori yang menekankan pertumbuhan ekonomi. Suatu teori pembangunan hanya dapat diimplementasikan secara sukses bila dimodifikasi dan dibuat relevan bagi Negara yang menerapkanya. Teori neoklasik tidak mencukupi sebagai alat analisis karena mengabaikan perbedaan budaya antar kelompok masyarakat dalam suatu Negara. Pengalaman Negara asia timur dan tenggara menunjukan bukti pentingnya kelembagaan dan kebudayaan dalam meencapai kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Diantara 15 negara asia Indonesia berada pada peringkat menengah dalam kurangnya dukungan kelembagaan pembangunan ekonomi. Kelmbagaan adalah pendukung kesejahtraan jika digunakan untuk aktivitas produktif. Kelembagaan yang paling efektif juga mendorong seseorang untuk lebih inovatif atau produktif dari perspektif jangka panjang sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi. Samuels (1995: 573) menyimpulkan adsanya delapan aspek

ekonomi kelembagaan, yaitu sebagai berikut: a. Ekonomi kelembagaan cenderung menekankan pada proses evolusioner melalui penolakanya terhadap ekonomi neoklasik yang percaya terhadap mekanisme penyesuaian otomatis

(

automathic

adjustment

mechanism)

lewat

perubahan

perubahan dalam system harga. b. Ahli-ahli kelembagaan menolaki pandangan neoklasik mengenai pasar bebas dan pasar yang efisien ( free and efficient market). Mereka mengutamakan pandangan tentang eksistensi kelembagaan yang mengandaikan adanya tindakan kolektif dari individu-individu dalam masyarakat. Mereka juga berargumentasi bahwa sisitem pasar itu sendiri merupakan hasil perbedaan kelembagaan yang telah eksis dalam kurun waktu tertentu. c. Ide penting yang dibuat ekonom kelembagaan adalah factor teknologi tidaklah given teknologi merupakan proses perubahan yang bersikenambungan dan hal itu menyebabkan perubahan yang penting pula. Dengan pandangan itu, teknologi bias menentukan ketersedian dan keterjangkauan sumber daya fisik (physical resources) d. Ahli kelembagaan mengkapanyekan pandangan yang menyatakan bahwa sumber daya telah dialokasikan melalui struktur kelembagaan yang bermacam macam dan dalam beragam hubungan kekuasaan yang hidup di masyarakat. Faktanya di NSB sebagian besar sumber daya yang dipegang oleh elite local dan didalam kantor para politisi ( political offices ). Bahkan sering terjadi kolusi antara elit usahawan local dan pemegang kekuasaan terhadap proses alokasi sumber daya Negara. e. Menurut Samuels, teori kelembagaan merupakan nilai ( value ) yang tidak melihat harga harga relative (relative prices), namun nilai kepentingan terhadap kelembagaan struktur sosial dan prilaku. f. Kultur dan kekuasaan melalui (culture and dan power) menentukan sehingga dalam bagaimana cara individu berprilaku. Individu-individu diikat oleh masyarakat pribadi. norma-norma ini tentu nilai-nilai mereka cenderung bertindak secara kolektif ketimbang pribadiPandangan mereduksi keyakinan

ekonomi

neoklasik

tentang

perilaku untuk

memaksimalkan

kepentingan pribadi. g. Samuels berpandangan bahwa ahli ekonomi kelembagaan lebih pluralitas struktur atau seperti demokratis apa adanya dalam dan orentasinaya berdasarkan hal dia itu menyakinkan bahwa pandangan neoklasik kerap kali menerima menganggap struktur dengan sendirinya. h. Ekonom kelembagaan melihat ekonomi merupakan cara pandang yang menyeluruh (holistic way) dan mencoba untuk menjelaskan aktivitas ekonomi dalamk perspektif multidisipliner. sosial dan kekuasaan juga telah ada

2.2Kerangka Kelembagaan Dalam Islam Proses pembangunan dalam ekonomika islam membutuhkan keberadaan kerangka kelembagaan dasar ( Ghazali, 1990: 42-53), yaitu: Pertama Syariah yang menjadi system hokum islam. Pokok mendasar di balik system hokum ini adalah pembangunan kehidupan manusia menuju marufat atau kebaikan dan mebersihkan dari munkarat atau sifat buruk. Marufat menunjukan seluruh kebaikan dan kualitas baik yang selalu diterima sebagai kebaikan oleh kesadaran manusia. Sebaliknya, munkarat menunjukan seluruh kejahatan yang di kutuk oleh sifat alami manusia sebagai kejahatan. Syariah memberikan sebuah pandangan yang jelas tentang ma,rufat dan munkarat dan menyatakanya sebagai norma agar prilaku individu dan sosial sesuai dalam seluruh aspek kehidupan oleh karena itu. Hokum yang dibangun manusia adalah upaya untuk mencari ridha allah dan mendekatan manusia dengan allah. Kedua Pemerintah. Islam mengakui keberadaan permanen

pemerintah dalam perekonomian. Ini muncul dari kenyataan bahwa pencapaian kepentingan pribadi tidak dapat menjamin kebutuhan kolektif. Peran pemerintah adalah formulasi, implementasi dan supervisi kebijakan pembangunan. Terdapat empat jenis aksi pemerintah di tegaskan dealam pemikiran ekonomika islam: (1) menjamin kepatuhan individu dalam

melaksanakan islam (2)memelihara kesehatan, keadaan pasar yang kompetitif dan teratasi sehingga berfungsi dengan benaar (3) mengubah alokasi sumber daya yang lebih adil dan distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh mekanisme pasar dengan memandu dan mengaturnya sebagaimana intervensi langsung dan partisipasi dalam prosesnya (4) mengukur produksi dan pembentukan modal untuk mempercepat pertumbuhan dan menjamin keadilan sosial dan (5) menjamin usaha maksimum dalam pencapaian tujuan pembangunan ekonomi. Ketiga, system pendidikan. Efisiensi dalam produksi tidak hanya diperoleh melalui pelatihan, tetapi juga dari rasa bertanggung jawab tidak hanya kep[ada pemberi kerja, tetapi juga kepada allah. Pelatihan tidak menjamin efisiensi jika tidak ada inspirasi dan rasa bertanggung jawab dalam individu. Pendidikan untuk semua tingkat dan tujuan di mulai dari keyakinan dan rasaa takut kepada allah. Dengan demikian, akan tercipta rasa tanggung jawab. Keempat Hisbah, yaitu instruksi yang dikembangkan islam untuk membantu dalam regulasi dan supervise. Ekonomika islam dan menjamin tumbuhnya prilaku yang islami. Di satu sisi, hisbah membangunkan kesadaran sosial masyarakat dan mendidik mereka untuk mengikuti aturan hokum. Di sisi yang lain hisbah mampu memandu aksi individu dan kolektif dan mempengaruhi sep-erti arahan yang diinginkan. Kelima, bait al mal yaitu manimfestasi konsep filosofi islam yang dibangun pada tiga prinsip utama yang berhubungan dengan konsep kekayaan, kepercayaan dan keadilan sosioekonomi. Untuk kekayaan, manusia mengakui seluruh kiekayaan di dunia merupakan karunia dan berkah dari allah. Meskipun kekayaan ini di hasilkan oleh kerja keras seseorang, allah yang berkuasa atas karunianya. Untuk kepercayaan, rasa takut seseorang kepada allah memberikan motivasi untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia, termasuk kemampuanya yang digunakan untuk memberikan kemanfaatan masyarakat tidak hanya untuk mencapai kepentingan pribadi pencapaian keadilan sosio ekonomi merupakan merupakan tujuan bait al ma, yang mengambil tanggung jawab

melaksanakan system fiscal masyarakat, merencanakan pembangunan dan menyediakan kesehjahtraan. Keenam, system keuangan islam, yang dapat dijalankan di bawah arahan bait al mal sebagai perencanaan utama sumber keuangan, masyarakat. Mengingat bait al mal juga bertanggung jawab dalam distribusi kekayaan masyarakat, system keuangan islam akan mendukung usaha tersebut untuk memanfaatkan sumber daya keuangan yang tersedia dalam perekonomian. Tugas ini dilakukan dengan pembangunan system perbankan yang berperan menyediakan banyak jasa. Berbeda dengan system perbangkan yang konvesional yang berbasis bunga (riba), system perbankan islam berbasis perdagangan.

2.3Bagaimana Kelembagaan Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi? Model pertumbuhan ekonomi menjelaskan bahwa kemajuan teknologi merupakan kunci pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kita seharunya tidak hanya menguji bagaimana kelembagaan akan mampu mengendalikan peningkatan kompleksitas pertukaran, tetapi juga berfokus pada bagaimana ekonomi dapat meningkatkan kelembagaan sehingga dapat menawarkan inseftif bagi penciptaan penyebaran, dan adaptasi ide baru. Model kemajuaan ala Schumpeter menekankan kebutuhan bayak kelembagaan yang sama. Misalnay pelaksanaan pelaksanaan kontrak dean perlindungan hak milik namun inovasi dan penciptaan ide baru membutuhkan kelembagaan yang lain. Di sinilah letak pentingya proteksi haki milik, termasuk hak paten atau sekarang di kenal dengan hak kekayaan atas intelektual. Hak paten dan copyright pertama kali di kenal pada tahun 1710 ketika parlemen inggris menyetujui arturan copyright yang melarang percetakan, cetak ulang atau impor buku bagi pihak yang tidak berwenang selama beberapa tahun setelah pertama kali di terbitkan.

2.4Ekonomi Kelembagaan Baru Peran kelembagaan dealam proses pertumbuhan ekonomi telahy di tegaskan oleh douglas nort, peraih nobel dalam bidang ekonomi pada tahun 1993. Penghargaan nobel di berikan setiap tahunya oleh royal Swedish academy of sciences, sewedish academy the karolinska institute, dean komite nobel norwegia kepada orang dan organisasi yang membuat kontribusi yang luar biasa di bidang kimia, fisika, sastra, perdamaian, dan fisiologi dan kedokteran. Sampai dengan tahun 2009, terdapat 802 individu dan 20 organisasi yang menerima penghargaan nobel, termasuk 62 pemenang penghargaan nobel dalam bidang ilmu ekonomi. Mengingat adam smith, noth mencatat, spesialisasi dan pembagian kerja menciptakan kemungkinan meningkatkan produkvitas yang muncul dari perubahan teknologi, alokasi sumber daya yang baik dean spesialisasi produksi, kunci yang mendasari ekonomi modern nort mempelajari bagaimana kelembagaan mempengaruhi perilau biaya yang di butuhkan daolam pertukaran. Menurut north, penyebab mendasar pertumbuhan ekonomi adalah rendahya biaya transaksi. Nort menggunakan pendekatan sejarah ekonomi dalam studi bagaimana seseorang mampu mengurangi biaya transaksi. Studi tentang evolusi kelembagaan menunjuka bahwa kelembagaan memeandu aktivitas manusia dan menentukan apakah orang dapat membawa transaksi peningkatan kesejahtraan. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan perbaikian kelembagaan. Pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, pertukaran mengambil tempat yang luas dalam masyarakat kecil dengan ideology dan sekumpulan aturan dan tradisi yang umum. North membedakan empat variable terpenting yang menentukan biaya transaksi yaitu: 1. Biaya pengukuran nilai barang dan jasa yang akan dipertukarkan

2. Ukuran pasar 3. Biaya pelaksanaan 4. Ideology dan keyakinan Variable pertama berhubungan dengan biaya informasi tentang barang dan jasa, juga informasi tentang dan pelaku transaksi, terhadap kejujuranya, persetujuan. kemampuan membayarnya komitmenya

Variable kedua berhubungan dengan pasar impersonal yaitu pasar yang lebih luas, transaksi terjadi dengan orang yang tidak tahu satu sama lain dan dua orang tidak pernah melakukan transaksi lagi di lai waktu, dan tidak ada pengalaman sebelumnya yang menggambarkan reputasi. Variable ketiga mengingatkan kita bahwa ketika transaksi menjadi impersonal, seperti yang terjadi di pasar yang luas, hukum pengadilan dan kekuatan memaksa untuk menjalankan hukum menjadi dibutuhkan jika transaksi menjadi kompleks. Variable ke empat kurang jelas, tetapi north menyarankan transaksi akan lebih mudah ketika dalam pasar impersonal jika seseorang menyakini keadilan dan kekayaan masyarakat dan system ekonomi dalam prilakunaya. Ekonomika kielembagaan baru mempelajari hubungan antara apa yang disebut dengan insetif formal dan informal. Insentif formal menggunakan hukuym pajak, regulasi pemerintah, dan dalam organisasi seprti korporasi, instruksi, prosedur, dan isu kebijakan. Sementara itu insentif informaladalah kebiasaan tradisi, adat, dan jarinagan yang berkembang sepanjang waktu. Contoh bagaimana insentif formal dan informal saling bertabrakan dapat ditemukan dalam usaha mengubah ekonomi komunis menjadi ekonomi pasar. Transisi ini lebih sulit dari yang diperkirakan. Sebuah kontrak yang menarik dicontohkan oleh cina di mana banyak aturan formal yang masih menggunakan perintah dan pengawasan terpusat dari perintah komunis, meskipun semangat ekonomi swasta dikembangkan dan diizinkan yang potensial meningkatkan pendapatan populasi yang padat. Empat variable yang diajukan north, ideology dan keyainan,

berkaitan erat dengan konsep aturan formal dan informal dalam kelembagaan baru. 2.2Kelembagaan di Era Otonomi daerah Salah satu isu dalam kelembagaan era otonomi daerah adalah implementasi tata kelola yang baik dalam praktik birokrasi di Indonesia. Dalam implementasi otonomi daerah di berbagai daerah di Indonesia, beberapa kecenderungan yang menyedihkan adalah: 1. Kuatnya semangat memungut retribusi, pajak ataupun pungutan lainya dengan kurang memperhatikan pelayanan public secara optimal 2. Rendahnya akuntabilitas pemerintah daerah ataupun DPRD, tata kelola yang jelek, lebih mencuat ke permukaan dean menjadi wancana public Utomo (2005:16-17) melihat tata kelola dari sisi makro. Tat kelola didalam rangka otonomi secara mekro menghendaki interaksi atau kompabilitas di antara pemerintah (public), swasta (private) dan masyarakat (community). Sementara itu secara mikro didalam pemerintah daerah adanya kompabilitas antara komponen yang ada di dalam pemerintah daerah, yakni DPRD, kepala daerah/wakil kepala daerah, perangkat daerah, dan komponen masyarakat serta swasta. Kompabilitas tidak saja dapat dilakukan dengan komunikasi, negoisasi dean interaksi, tetapi juga kepeduliaan mereka terhadap fungsi, misis dan tugasnya masing-masing. Untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan otonomi daerah memperbaiki kinerja pelayanan publik, akan di rangkum dua studi, yaitu dwiyanto et at. (2002), dan kuncoro et al. (2004). Studi pertama yang mengadakan sebuah survey yang dilakukan di dua puluh provinsi di Indonesia dan 150 kabupaten dan kota yang diambil secara acak, dan mencoba mendokumentasikan penilaian berbagaai stakeholders mengenai penyelenggaraan mengenai jenis pelayana public yang diselenggarakan pleh pemerintah kabupaten dan kota. Studi yang

kedua lebih mentitikberatkan pada grease money dan hambatan peraturan yang dihadapi oleh pelaku bisnis yang berorentasi ekspor di kawasan-kawasan sentra industry yaitu: jabotabek, bandung, batam, jepara, surabya dan bali. Penelitian ini menggunakan metode multistage cluster sampling, dengan responden seratus top eksekutif perusahaan di kawasan-kawasan tersebut. Studi kuncoro et al (2004) menunjukan masih adanya grease money dalam bentuk pungli, upeti dan biaya exstra yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari sejak mencari bahan baku. M,emproses input menjadi output, ataupun ekspor. Lebih dari separuh responden berpendapat bahwa pungli, perizinan oleh pemerintah pusat dan daerah, kenaikan tariff (BBM, listrik, dan lain-lain) merupakan kendala utama yang harus di hadapi para pengusaha. Terutama yang berorentasi ekspor. Rata-rata prosentase pungli terhadaap biaya ekspor per tahun adalah 7,5% yang diperkirakan sebesar Rp 3 triliun atau sekitar 153 juta dolar AS! Lokasi yang dituding rawan terhadap pungli terutama jalan raya dan pelabuhan. Dalam aktivitas ekspor, para penerima upeti, berupa hadiah atau barang, utama dari perusahaan agak berbeda oknum yang paling banyak menerima upeti, sebagaimana dirangkum dalam gambar: Hambatan Arus Barang dan Ekspor di IndonesiaPungli di jalan raya Pungli di jalan raya

Bahan baku

Proses produksi Izin mulai usaha HO, SIUP, dll UMK Kenaikan tarif BBM, listrik, telepon

ekspor

ETPIKIllegal loging PPN

Illegal changes TEC+PEB/PIB+ manifest EDI Biaya parkir container Biaya lewat container

Adalah polisi di ikuti oleh dinas perindustrian dan perdagangan, bapeda, sekwilda, dinas tenaga kerja parpol, camat/lurah dan para penegak hokum (kuncoro. Et al. 2004). Besarnya pihak lain menunjukan indikasi masih banyak pejabat daerah lain yang menerima pembelian dalam wujud uang maupun barang dari dunia bisnis. Biya pungutan liar yang harus di bayar oleh pengusaha yang bergerak di sector industry manufaktur berorentasi ekspor diperkirakan mencapai lebih dari tiga trilliun rupiah per tahun. Pungli itu meliputi uang atau barang yang perlu di keluarkan pengusaha untuk preman, oknum birokrasi pemerintah, dan oknum aparat dilapangan. Kendati pelaku usaha mengungkapkan pendapat yang berbeda-beda mengenai pungutan liar (pungli), diperkirakan biaya fungli itu bisa bisa mencapai 7,5 persen dari biaya ekspor, bisa diasumsikan nila ekspor produk manufaktur sebesar Rp 4 juat per peti kemas, biaya pungli itu sendiri mencapai Rp 300.000 per peti kemas. Jika Indonesia mengekspor produk hingga mencapai 10 juta per peti kemas per tahun. Biaya pungli mencapai Rp3 trilliun setiap tahunya! Masih menjamurnya grease money dalam praktik birokrasi di Indonesia menjadi gambaran buruknya kelembagaan yang pada akhirnya akan menyebabkan tingginya biaya transakasi.

2.7 Modal Sosial ( social capital) Teori modal sosial awalnya sebenarmya dipicu oleh tulisan pierre bourdiu pada akhir tahun 1970-an. Meskipun demikian, banyak pihak yang berkeyakinan bahwa coleman merupakan ilmuwan pertama yang memperkenalkan konsep modal sosial (social capital) sebagai tulisanya dalam jurnal American journal of sociology berjudul social capital in the creation of human capital (1988). Walis, et al. (2004:239) menyebut modal sosial sangat dekat untuk menjadi konsep gabungan bagi seluruh disiplin ilmu sosial

Berbeda dengan dua modal lainya modal ekonomi dan modern manusia, modal sosial baru eksis bila iaberinteraksi denganstruktur sosial. Menurut coleman, modal sosial bukanlah entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen yaitu: (1) modal sosial mencakap beberapa aspek struktur sosial dan (2) modal sosial memfalitasi tindakan tertentu dari pelaku (actor), baik individu maupun perusahaan, di dalam struktur tersebut. Bourdieu (1980), sebagai peletak pondasi konsep modal sosial, mendefinisikan modal sosial sebagai agregat sumber daya actual atau pun potensial yang di ikat untuk mewujudkan jaringan yang awet sehingga melambaangkan hubungan persahabatan yang saling menguntungkan. Dengan demikian bourdieu berkeyakinan bahwa jaringan sosial tidaklah alami, melainkan dikontruksi melalui strategi investasi yang berorentasi pada kelembagaan hubungan-hubungan kelompok, yang dapat di pakai sumber terpercaya untuk meraih keuntungan. Definisis tersebut mangandaikan bahwa modal sosial memisahkan dua elemen yaitu: (1) hubungan sosial itu sendiri yang mengizinkan individu untuk mengklaim akses terhadap sumber daya yang di punyai oleh asosiasi mereka, dan (2) jumlah dan kualitas sumber daya tersebut. Di luar definisi yang telah disebutkan oleh para pelopor teori ,odal sosial tersebut, terdapaat banyak pemikir lainya yang mencoba mendefinisikan modal sosial menurut definisi masing-masing, walaupun secara prinsip sebenarnya tidak berbeda dengan definisi yang telah di sebutkan sebelumnya. Barker (2000) mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang di raih oleh pelakunya melalui struktur sosial yang spesifik, di ciptakan lewat perubahan-perubahan dalam hubungan antar pelakunya. Schiff (1999) mengartikan modal sosial sebagai seperangkat elemen struktur sosial yang mempengaruhi relasi antar manusia dan dan sekaligus sebagai input atau argument bagi fungsi produksi dan manfaat. Burt (1997-an) memaknai modal sosial sebagai teman, kolega dan lebih umum kontak lewat siapapun yang membuka peluang bagi pemanfaatan modal ekonomi dan

manusia. Uphoff (1999) menyatakan bahwa modal sosial dapat ditentukan sebagai akumuisasi beragam tipe dari aspek sosial, psikologi, budaya, kelembagaan dan asset yang tidak terlihat yang mempengaruhi perilaku kerja sama. Sementara itu Putnam(1995) mendefinisikan modal sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti jaringan norma dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan (yustika, 2008). Seluruh definisi tersebut berujung pada stu kesimpulan bahwa modal sosial baru akan eksis bila terjadi interaksi dengan orang lain yang dipandu oleh struktur sosial. Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan modal sosial adalah mengapa sumber daya yang melekat pada jaringan sosial dapat memepercepat pencapaian sebuah tindakan, setidaknya ada empat argumentasi yang dapat disodorkan untuk memberikan penjelasan yang cukup reprenstatif, yaitu sebagai berikut: 1. Ikatan sosial dalam posisi lokasi/hiraki memungkinkan individu untuk memperoleh aliran informasi berupa kesempatan dan pilihan-pilihan, yang tidak dapat di peroleh dalam pasar yang tidak sempurna. 2. Ikatan sosial mempengaruhi pelaku, misalnya supervisior organisasi, yang memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan. 3. Ikatan sosial mungkin di berikan oleh organisasi atu pelakunya sebagai sertifikasi kekayaan sosial individu, yakni sesuatu yang merefleksikan aksesbilitas individu terhadaap sumber daya lewat jaringan daan relasi yang dimiliki. 4. Hubungan sosial di ekspektasikan dapat memperkuat kembali identitas dan pengakuan. Keempaat factor tersebut, yakni, informasi, pengaruh, kepercayaan sosial dan penguatan kembali, dapat menjelaskan mengapa modal sosial bekerja dalam tindakan-tindakan instrumental dan ekspresif yang tidak dapat di hitung dalam bentuk modal personal, seperti modal ekonomi atau manusia

Komitmen. Pandangan ini menyamakan modal sosial dengan organisasi local, seperti klub, asosiasi dan kelompok-kelompok sipil. Komutarian menganggap modal sosial sebagai sesuatu yang secaraa inheren baik dan memandang eksistensinya selau berbilai fositif bagi kesehjatraan komunitas. Pandangan ini mengasumsikan bahwa komunitas merupakan entitas homogen yang secara otomatis menyertakan seluruh anggota memetik keuntungan. Persfektip ini di akuitelah memberikan kontribusi yang besar dalam membantu analisi tentang kemiskinan dengan memusatkan ikatan sosial sebagai instrument untuk membantu kaum miskin mengelola rsiko dan kerentanan Kedua pandangan dua level. jarinag/jejaring. Sisi atas dan Pandangan sisi bawah, ini yang menggabungkan

menekankan pentingnya asosiasi vertical dan horizontal di antara orang-orang dan relasinya dengan entitas organisasi lain seperti kelompok komunitas dan perusahaan. Dengan demikian konsep ini sebenarnya mengoperasikan dua sifat penting modal sosial, yakni sebagai ikatan dan jembatan. Dalam pandangan jejaring ini, modal sosial dikatakan sebagai ikatan karena kekuatan hubungan di dalam sebuah komunitas dapat memberikan sebuah identitas dan tujuan bersama kepada setiap keluarga dan komunitas. Modal sosial sebagai jembatan bermakna tanpa adanya kelemahan ikatan antar komunitas, seperti keragaman sosial yang dipicu oleh perbedaan agama, kelas, entitas, gender dan status sosial ekonomi, dimana ikatan horizontal yang kuat dapat menjadi basis bagi kepentingan sectarian yang sempit. Ketiga, pandangan kelembagaan. Pandangan ini berargumentasi bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil merupakan produk system politik, hokum, dan lingkungan kelembagaan. Berbeda dengan pandangan komunitarian dan jaringan yang menganggap modal sosial sebagai variable indepeden yang mendorong pencapaian yang berbeda-beda. Baik ataupun buruk, pandangan klembagaan menempatkan modal sosial

sebagaai.

Vaiabel

indepeden

dengan

kata

lain,

perspektif

kelembagaan menganggap kapasitas kelompok-kelompok sosial untuk melakukan aksi menurut kepentingan kolektifnya tergantung pada mutu kelembagaan formal di mana kelompok tersebut tinggal. Keempat pandangan sinergi. Pandangan ini kurnag lebih berupaya untuk menintegrasikan konsep jejaring dan kelembagaan evan (1997), pelopor pandangan ini, menyimpulkan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat/warga Negara didasarkan atas prinsip komplementaris dan kelekatan. Komplementaritas merujuk kepada hubungan yang saling menguntungkan antara actor public dan dengan yang memfasilitasi privat dan di wujudkan dalam kerangka kerja legal hak-hak asosiasi, di antara misalnya asosiasi kamar dagang dan pertukaran komunitas melindungi

kelompok-kelompok bisnis, sementara itu. Kelekatan mengacu kepada sifat dan luas ikatan yang dapat menghubungkan warga Negara dengan pejabat publik.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Teori ekonomi kelembagaan hidup dan berjalan di atas realita sosial, sesuatu yang di abaikan dalam pendekatan ekonomi klasik/neoklasik. Ekonomi kelembagaan memasukan aspek-aspek sosial, politik, hukum, budaya dan lain-lain sebagai satu kesatuan unit analisis. Hal tersebut mengimpikasikan bahwa formulasi ekonomi kelembagaan akan berbeda-beda apabila diberlakukan dalam struktur atau system ekonomi, sosial, budaya atau hokum yang berlainan. Perbedaan tersebut bukaan akibat ketidakjelasan konsep ekonomi kelembagaan, melainkan

merupakan konsekwensi atas keyakinan baahwa kegiatan ekonomi beradaa di atas realitas sosial. Kajian yang membahas hubungan antara kelembagaan dan

pembangunan memang belum banyak dilakukan oleh para ahli. Namun, dari sedikit penelitian yang telah dilakukan terdapat sebuah fakta bahwa Negara-negara yang telah dikelompokan berdasarkan ketersediaan aturan main hak kepemilikan, investasi modal manusia, dan kinerja ekonomi menunjukan hubungan yang kuat antara peranan kelembagaan dealam pembangunan ekonomi.

3.2 Saran Saran dari pendengar/teman-teman saat presentasi kelompok kami yang berjudul kelembagaan Dalam Pembangunan Ekonomi yang pertama kata teman-teman kelompok kita kurang baik dalam menyampaikan isi presentasi. Kedua, isi dari materi presentasi kelompok kami terlalu padat kurang singkat. dan yang ketiga, dalam menjawab pertanyaan dari teman-teman/pendengar kuarang memuaskan, mungkin kami belum menguasai atau memahami semua materi kelembagaan dalam pembangunan ekonomi. Saran positif kata teman-teman bahwa kelompok kami sudah tepat waktu dan kompak dalam membuat materi presentasi. Serta juga tampilan power point cukup bagus, dan juga suara sudah cukup kencang dalam menyampaikan presentasi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_23/Etika Sebagai Landasan Moral Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Basri 2009; kuncoro 2010/ Kelembagaan Dalam Pembangunan

Ekonomi http://www.slideshare.net/Agung005/Pemaknaan Kelembagaan Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T/ Modul Mata KuliahPengantar Ekonomi Kelembagaan Ekonomi